I
DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASMA BRONCHIAL
DI RUANG POLI INTERNA, RSUD TORABELO KAB. SIGI
Disusun oleh :
KELOMPOK VI
RISKAWATI PO7120422015
Laporan seminar kasus Reseume Keperawatan pada Tn. I dengan Diagnosa Medis
Asma Bronchial di Ruangan Poli Interna RSUD Torabelo, Kab. Sigi telah
Kelompok 6
Riskawati PO7120422015
Preceptor Klinik
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami (Mahasiswa Program Studi Profesi Ners Poltekkes Kemenkes
Palu) dapat menyelesaikan laporan seminar kelompok stase Keperawatan Medikal
Bedah dengan judul “Reseume Keperawatan pada Tn.I dengan Diagnosa
Medis Asma Bronchial di Ruangan Poli Interna RSUD Torabelo, Kab.
Sigi”.Laporan seminar kasus ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan praktik klinik Keperawatan Medikal Bedah program pendidikan
Profesi Ners di Politeknik Kemenkes Palu.
Penulis menyadari bahwa laporan seminar kasus ini dapat diselesaikan
berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis berterima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian laporan
seminar kasus ini dan secara khusus pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Dr. Irsanty Collein, M.Kep. Ns. Sp,Kep.,Mb
(Preceptor Akademik Keperawatan Medikal Bedah)
2. Ns. Juwartini, M.Kep
(Preceptor Klinik Ruang Poli Interna)
3. Seluruh Rekan-Rekan Mahasiswa/Mahasiswi Profesi Ners Angkatan Vi
Terutama Kelompok Vi Yang Telah Memberikan Banyak Dorongan,
Kritik Dan Masukan Dalam Menyelesaikan Laporan Seminar Kasus Ini.
4. Semua Pihak Yang Tidak Dapat Penulis Sebutkan Satu-Persatu Yang
Telah Ikut Berpartisipasi Dalam Penyusunan Laporan Kasus Seminar
Ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan seminar kasus
ini. Penulis menyadari bahwa laporan kasus seminar ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata, semoga
laporan seminar kasus ini dapat menjadi alat yang besar dalam upaya kita
meningkatkan kualitas pendidikan kesehatan.
ii
Palu, Desember 2022
Penyusun
Kelompok VI
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medik....................................................................................... 4
1. Defisini........................................................................................... 4
2. Etiolgi ............................................................................................ 4
3. Klasifikasi....................................................................................... 5
4. Faktor Resiko.................................................................................. 6
5. Manifestasi Klinis........................................................................... 7
6. Patofisiologi.................................................................................... 8
7. Pathway........................................................................................... 10
8. Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 11
9. Komplikasi ..................................................................................... 11
10. Penatalaksaan.................................................................................. 11
B. Konsep Keperawatan............................................................................ 12
1. Pengkajian....................................................................................... 12
2. Pemeriksaan Fisik........................................................................... 13
3. Diagnosa Keperawatan................................................................... 15
4. Rencana Keperawatan.................................................................... 15
BAB III PERKEMBANGAN KASUS.......................................................... 27
A. Resume Keperawatan .......................................................................... 27
BAB IV PEMBAHASAN KASUS............................................................... 35
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 39
iv
B. Saran .................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 41
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan suatu penyakit inflamasi kronik pada saluran napas
yang ditandai dengan adanya rasa sesak di dada yang berulang, batuk, mengi
yang merupakan akibat dari penyumbatan saluran pernapasan. Hal-hal
tersebut dapat menyebabkan gangguan dalam hidup penderita, diantaranya
kurang tidur, merasa lelah saat melakukan kegiatan yang nantinya berimbas
pada penurunan kualitas hidup penderita (American Academy of Allergy,
2014).
Kasus asma meningkat insidennya secara signifikan selama lebih dari
lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Dalam
Global Burden Report of Asthma dinyatakan, saat ini pasien asma di seluruh
dunia mencapai 300 juta orang, dari kalangan semua usia yang berasal dari
berbagai latar belakang suku dan etnis. Jumlah ini diperkirakan akan
bertambah lagi 100 juta orang pada tahun 2025. Prevalensi kesakitan akibat
asma berkisar 15 juta orang per tahun dan kematian akibat asma adalah 1 dari
tiap 250 kematian (GINA, 2004). Sedangkan dalam The Global Asthma
report 2014 perkiraan saat ini 334 juta orang di dunia menderita asma (Asher,
2014).
Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018
mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur
adalah 2,4%. Dengan prevalensi asma tertinggi ada pada provinsi DI
Yogyakarta (4,5%) (RISKESDAS, 2018). Menurut WHO (World Health
Organization) tahun 2014, 235 juta orang di seluruh dunia menderita asma
dengan angka kematian lebih dari 8% di negara negara berkembang yang
sebenarnya dapat dicegah (WHO, 2014). National Center for Health Statistics
(NCHS) pada tahun 2011, mengatakan bahwa prevalensi asma menurut usia
sebesar 9,5% pada anak dan 8,2% pada dewasa, menurut jenis kelamin 7,2%
laki-laki dan 9,7% perempuan. Dan usia pada anak dengan persentase
tertinggi adalah 5-14 tahun 10,3% (CDC, 2014).
1
Asma merupakan diagnosis penyakit yang paling sering dikeluhkan di
rumah sakit anak dan mengakibatkan seorang anak kehilangan 5-7 hari
sekolah/tahun. Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak perempuan
dapat menderita asma pada suatu waktu selama masa kanak-kanaknya. Asma
sendiri dapat timbul pada semua umur, dan 30% penderita mulai merasakan
gejalanya pada usia 1 tahun, dan 80-90% anak mengalami gejala asma
pertama kali sebelum usianya 4-5 tahun (Nelson, 2012). Faktor risiko yang
dapat mengakibatkan asma dan memicu untuk terjadinya serangan asma
diantaranya adalah riwayat atopik keluarga (WHO, 2014).
Berdasarkan sebuah studi kohort, apabila seorang anak memiliki satu
orang tua yang memiliki alergi, maka anak tersebut memiliki kemungkinan
untuk menderita alergi sebesar 33 %, dan kemungkinan alergi pada anak yang
kedua orangtuanya menderita alergi sebesar 70%. (Steinke JW, 2006)
Dikarenakan besarnya kemungkinan alergi yang diturunkan akibat riwayat
atopi pada orang tua kepada anak dan penelitian ini sepengetahuan peneliti
belum pernah dilakukan di provinsi sulawesi selatan, maka peneliti tertarik
untuk melihat karakteristik riwayat atopi orangtua terhadap pasien asma anak.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka kelompok I
tertarik untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang ditugaskan dalam
bentuk laporan seminar kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan PadaTn.I
dengan Diagnosa Medis Asma BronkialDi Ruangan Poliklinik Penyakit
Dalam RSUD Torabello Kabupaten Sigi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada
kasus seminar ini dengan judul “Resume Keperawatan Pada Tn.I Dengan
Diagnosa Medis Asma Bronkial Di Ruangan Poliklinik Penyakit Dalam
RSUD Torabelo Kabupaten Sigi”.
2
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum Menerapkan resume keperawatan pada klien dengan Asma
Bronchial melalui resume keperawatan yang komprehensif di ruangan
Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Torabelo Kabupaten Sigi.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian terhadap klien dengan Asma Bronchial
di ruangan Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Torabelo, Kabupaten
Sigi.
b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan Asma
Bronkial di ruangan Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Torabelo,
Kabupaten Sigi
c. Dapat membuat perencanaan tindakan keperawatan yang sesuai
dengan masalah keperawatan pada klien dengan Asma Bronkialdi
ruangan Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Torabelo, Kabupaten Sigi.
d. Dapat melaksanakan intervensi keperawatan pada klien dengan Asma
Bronkialdi ruangan Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Torabelo,
Kabupaten Sigi.
e. Dapat membuat evaluasi dari pelaksanaan tindakan keperawatan yang
telah dilakukan pada klien dengan Asma Bronkial di ruangan
Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Torabelo, Kabupaten Sigi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Sesak nafas dan mengi menjadi suatu pertanda seseorang mengalami
asma. Asma merupakan gangguan radang kronik pada saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat peka terhadap rangsangan
tertentu, sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas
menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus,sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang. Dari proses
radang tersebut dapat timbul gejala sesak nafas dan mengi (Almazini, 2012).
Sedangkan menurut Wahid dan Suprapto (2013) Asma adalah suatu
penyakit dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas
pada rangsangan tertentu, yang mengakibatkan peradangan, penyempitan ini
bersifat sementara.
Dari beberapa pengertian tersebut penulis dapat menyimpulkan asma
merupakan suatu penyakit saluran pernafasan yang mengalami penyempitan
karena hipereaktivitas oleh faktor risiko tertentu. Penyempitan ini bersifat
sementara serta menimbulkan gejala sesak nafas dan mengi.
B. Etiologi
Menurut Wijaya & Putri (2014) etiologi asma dapat dibagi atas :
1. Asma ekstrinsik/alergi
Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui masanya sudah terdapat
semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari, bulu halus,
binatang dan debu.
2. Asma instrinsik/idiopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya faktor-
faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik, kecemasan atau emosi sering
memicu serangan asma. Asma ini sering muncul sesudah usia 40tahun
setelah menderita infeksi sinus.
3. Asma campuran
Asma yang timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan intrinsik.
4
C. Klasifikasi
Menurut Wijaya dan Putri (2014) kasifikasi asma berdasarkan berat
penyakit, antara lain :
a. Tahap I : Intermitten
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1) Gejala inermitten < 1 kali dalam seminggu
2) Gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai beberapa hari)
3) Gejala serangan asma malam hari < 2 kali dalam sebulan
4) Asimptomatis dan nilai fungsi paru normal diantara periode eksaserbasi
5) PEF atau FEV1 : ≥ 80% dari prediksi, Variabilitas < 20%
6) Pemakaian obat untuk mempertahankan kontrol : Obat untuk
mengurangi gejala intermitten dipakai hanya kapan perlu inhalasi
jangka pendek β2 agonis.
7) Intensitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi
kortikosteroid oral mungkin dibutuhkan
b. Tahap II : Persisten ringan
Penampilan klinik sebelum mendapatkan pengobatan :
a) Gejala ≥ 1 kali seminggu tetapi < 1 kali sehari
b) Gejala eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas dan tidur
c) Gejala serangan asma malam hari > 2 kali dalam sebulan
d) PEF atau FEV1 : > 80 % dari prediksi Variabilitas 20-30%
e) Pemakaian obat harian untuk mempertahankan kontrol : Obat-obatan
pengontrol serangan harian mungkin perlu bronkodilator jangka
panjang ditambah dengan obat-obatan antiinflamasi (terutama untuk
serangan asma malam hari.
c. Tahap III : Persisten sedang
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
a) Gejala harian
b) Gejala eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur
c) Gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu
d) Pemakaian inhalasi jangka pendek β2 agonis setiap hari
5
e) PEV atay FEV1 : > 60% - < 80% dari prediksi, Variabilitas > 30%
f) Pemakaian obat-obatan harian untuk mempertahankan kontrol : Obat-
obatan pengontrol serangan harian inhalasi kortikosteroid
bronkodilatorjangka panjang (terutama untuk serangan asma malam
hari)
d. Tahap IV :
Persisten berat Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
a) Gejala terus-menerus
b) Gejala eksaserbasi sering
c) Gejala serangan asma malam hari sering
d) Aktivitas fisik sangat terbatas oleh asma
e) PEF atau FEV1 : ≤ 60% dari prediksi
f) Variabilitas > 30%
D. Faktor Resiko
Menurut Wijaya dan Putri (2014) obstruksi jalan napas pada asma disebabkan
oleh:
1. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan napas.
2. Pembengkakan membrane bronkus
3. Bronkus berisi mucus yang kental
Adapun faktor predisposisi pada asma yaitu:
1. Genetik
Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat
alergi ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar
dengan faktor pencetus
6
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-
obatan tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein,
dan sebagainya.
c. Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris
lainnya yang masuk melalui kontak dengan kulit.
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma,
perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma.
3. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-
15% klien asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi
lalu lintas, penyapu jalanan.
4. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila
sedang bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan asma
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma menurut Halim
Danokusumo (2000) dalam Padila (2015) diantaranya ialah :
1. Stadium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
c. Wheezing belum ada
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
f. BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:
7
a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Wheezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
g. Sianosis 8) BGA Pa O2 kurang dari 80%
h. Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada
Rongen paru
i. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik.
F. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan
oleh satu atau lebih dari konstraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi, yang
menyempitkan jalan nafas, atau pembengkakan membran yang melapisi
bronkhi, atau penghisap bronkhi dengan mukus yang kental. Selain itu, otototot
bronkhial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di
dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini belum
diketahui, tetapi ada yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem
imunologis dan sisitem otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk
terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian
menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan
produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan
8
prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A).
Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan
kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membaran
mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh
impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis, Asma idiopatik atau
nonalergik, ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti
infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang
dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang
dibahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah
terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang terjadi
bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adregenik yang
dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adregenik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor alfa
mengakibatkan penurunan cAMP, mngarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor
beta adrenergik mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat
pelepasan mediator kimiawi dan menyababkan bronkodilatasi. Teori yang
diajukan adalah bahwa penyekatan βadrenergik terjadi pada individu dengan
asma. Akibatnya asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos (Wijaya dan Putri, 2014).
9
10
G. Pathway
Faktor pencetus: Antigen terkait IGE Mengeluarkan mediator: Permeabilitas Edema mukosa sekresi
allergen, stress, pada permukaan sel histamine, platetelet, kapiler meningkat produktif, kontraksi
cuaca. mast atau basofil bradikinin dll otot polos meningkat
Ketidakefektifan
Ketidakefektifan pola napas
bersihan jalan napas
11
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Padila (2015) yaitu :
1. Spirometri Untuk mengkaji jumlah udara yang dinspirasi
2. Uji provokasi bronkus
3. Pemeriksaan sputum
4. Pemeriksaan cosinofit total
5. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
6. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
7. Foto thorak Untuk mengetahui adanya pembengkakan, adanya
penyempitan bronkus dan adanya sumbatan
8. Analisa gas darah Untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigenasi.
I. Komplikasi
Komplikasi menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu :
1. Pneumothorak
2. Pneumomediastium dan emfisema sub kutis
3. Atelektasis
4. Aspirasi
5. Kegagalan jantung/ gangguan irama jantung
6. Sumbatan saluran nafas yang meluas/gagal nafas asidosis
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Wijaya & Putri (2014) yaitu : Non farmakologi,
tujuan dari terapi asma :
1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah kekambuhan
3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan
exercise
5. Menghindari efek samping obat asma
12
6. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel
13
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk
menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik
antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat
berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak
yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu
serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa
adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan
yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang
timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau
dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk
waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang
mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang
mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi
pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu
pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat
klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau
bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau
tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna
rambut, kelembaban dan kusam.
3) Thorak
14
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi
otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta
frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan
taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi,
dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian
makinkeras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-
mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih
atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan
terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang
daripada inspirasi bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan
diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi
terdengar hipersonor.
15
b) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan
cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing
tidak terdengar(silent chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien asma menurut
SDKI (2018) yaitu :
a. Bersihan jalan nafa napas tidakefektif berhubungan dengan mucus
dalam jumlah belebihan
b. Nyeri akut berhubungan dengan kurangnya suplay O2
c. Gangguan pola tidur behubungan dengan factor penyakit
d. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
3. Rencana Keperawatan
Rencanaan keperawatan merupakan rencana tindakan yang akan diberikan
kepada klien sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan
16
yang muncul. Rencana keperawatan berdasarkan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018) dan Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI,2019) dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut
17
Diagnosa Keperawatan, Tujuan Kriteria Hasil dan Intervensi Keperawatan
1. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005) Pola Napas (L.01004) Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Kategori : Fisiologis
Setelah dilakukan tindakan Definisi
Subkategori : Respirasi keperawatan selama 3x24 jam
masalah gangguan pola napas tidak Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan
Definisi efektif dapat teratasi dengan kriteria jalan napas
hasil :
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang Tindakan
tidak memberikan ventilasi adekuat 1. Dispnea dari skala 1
Observasi
meningkat menjadi skala 5
Penyebab
menurun 1. Monitor pola napas (frekuensi,
1. Depresi pusat pernapasan 2. Penggunaan otot bantu napas kedalaman, usaha napas)
dari skala 1 meningkat
2. Hambatan upaya napas (mis. 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
nyeri saat bernapas, menjadi skala 3 sedang gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
3. Frekuensi napas dari 1
kelemahan otot pernapasan) kering)
3. Deformitas dinding dada memburuk menjadi skala 5 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
membaik
4. Deformitas tulang dada Terapeutik
5. Gangguan neuromuskular
6. Gangguan neurologis 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
7. Imaturitas neurologis dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
8. Penurunan energi jika curiga trauma survikal)
18
9. Obesitas 2. Posisikan semi-fowler atau fowler
10. Posisi tubuh yang 3. Berikan minuman hangat
menghambat ekspansi paru 4. Berikan oksigen, jika perlu
11. Sindrom hipoventilasi Edukasi
12. Kerusakan inervasi diafragma
(kerusakan saraf C5 ke atas) 1. Anjurkn asupan cairan 2000 ml/hari,
13. Cedera pada medula spinalis jika tidak kontraindikasi
14. Efek agen farmakologis 2. Ajarkan teknik batuk efektif
15. Kecemsan Kolaborasi
Gejala dan Tanda Mayor
Kolaborasi pemberian bronkodilator ,
Subjektif ekspektoran, mukolitik, jika perlu
1. Dispnea
Objektif
19
Subjektif
1. ortopnea
Objektif
1. pernapasan pursed-lip
2. pernapasan cuping hidung
3. diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
4. ventilasi semenit menurun
5. kapasitas vital menurun
6. tekanan ekspirasi menurun
ekskursi dada berubah
Kondisi Klinis Terkait
20
Gangguan pola tidur ( D. 0055) Setelah melakukan pengkajian
selama 3 × 24 jam tingkat gangguan Definisi :Memfaslitasi siklus tidur dan terjaga
Kategori: Fisiologis pola tidur menurun, dengan criteria yang teratur.
hasil : Observasi :
Subkategori : Aktivitas/istirahat
1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
1. Keluhan sulit tidur membaik 2. Identifikasi faktor penggangu tidur (fisik
Definisi : Gangguan kualitas dan
2. keluhan sering terjaga cukup dan/atau psikologis)
kuantitas waktu tidur akibat faktor
membaik Terapeutik :
eksternal
3. keluhan tidak puas tidur
cukup membaik 1. Modifikasi lingkungan (mis.
Penyebab :
4. keluhan pola tidur berubah Pencahayaan, kebisingan, suhu, matras
1. Hambatan lingkungan (mis. sedang dan tempat tidur)
Kelembapan lingkungan 5. keluhan istiraht tidak cukup 2. Batasi waktu tidur siang,jika perlu
sekitar, suhu lingkungan, cukup membaik 3. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum
pencahayaan, kebisingan, bau (PPNI, 2019). tidur
tidak sedap, jadwal 4. Tetapkan jadwal tidur rutin
pemantauan/pemeriksaan/tind 5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
akan kenyamanan ( mis, pijat, mengatur
2. Kurangnya control tidur posisi,terapi akupresur)
3. Kurangnya privasi 6. Sesuaikan jadwal pemberian obat
4. Restraint fisik dan/atau tindakan untuk menunjang
5. Ketiadaan teman tidur siklus tidur-terjaga.
6. Mengeluh istirahat tidak Edukasi :
cukup
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama
21
Gejala dan tanda mayor sakit.
2. anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
DS: 3. anjurkan mengurangi makanan/minuman
1. Mengeluh sulit tidur yang mengganggu tidur
2. Mengeluh sering terjaga 4. anjurkan penggunaan obat tidur yang
3. Mengeluh tidak puas tidur tidak mengandung supresor terhadap
4. Mengeluh pola tidur berubah tidur REM.
5. Mengeluh istirahat tidak 5. ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi
cukup terhadap gangguan pola tidur
DO : ( tidak tersedia) ( mis,psikologis, gaya hidup, sering
berubah shift bekerja)
Gejala dan tanda minor
6. ajarkan relaksasi otot autogenic atau
DS: cara nonfarmakologi lainnya.
(PPNI, 2018).
1. Mengeluh kemampuan
beraktivitas menurun
DO: ( tidak tersedia )
1. Nyeri/kolik
2. Hipertiroidisme
3. Kecemasan
4. Penyakit paru obstruktsi kronik
5. Kehamilan
22
6. Periode pasca partum
7. Kondisi pasca operasi
(PPNI, 2017).
23
amputasi, terbakar, terpotong, nyerinya sendiri.
mengangkat berat, prosedur 2. Agar pasein dapat memilih strategi untuk
operasi, trauma, latihan fisik meredeakan nyeri yang ia rasakan sendiri
berlebihan) sesuai keinginan dan kenyamanannya.
Gejala dan tanda mayor 3. Agar pasein dapat mengetahui terapi
farmakologi (obat-obatan) yang dapat
Subjektif : digunakan selain non farmakologi jika terapi
non farmakologi tidak berhasil.
1. Mengeluh nyeri
Kolaborasi
Objektif :
Memastikan Terapi analgetik yang diberikan
1. Tampak meringis
efektif dengan melakukan kolaborasi.
2. Bersikap protektif (misalnya .
waspada, posisi menghindari
nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur Pemberian Analgesik
Gejala dan tanda minor
Tindakan
Subjektif (tidak tersedia)
Observasi
Objektif :
- Alergi obat adalah reaksi berlebihan
1. Tekanan darah meningkat sistem kekebalah tubuh terhadap obat-
2. Pola nafas berubah obatan tertentu.
24
Terapeutik
Observasi
25
sebebrapa sering nyeri dirasakan pasien
dalam kurun waktu /jam atau /hari. Hal
ini memudahkan pasein untuk
mengontrol nyeri yang dirasakan.
Terapeutik
Tidak tersedia
Terapi Murattal
26
Observasi
Tidak tersedia
27
BAB III
PERKEMBANGAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I
Umur : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dolo
No. RM : 019078
Diagnosa Medis : Asma Bronkhial
B. PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak nafas
3. Keluhan menyertai
Klien mengeluh batuk, dan sulit tidur
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
TTV
TD : 113/80mmHg
N : 82 x / menit
R : 25 x / menit
SB : 36oC
28
BB : 65 kg
Dada :
Inspeksi : bentuk dada normal chest, dada simetris antara kiri dan
kanan, nampak pernapasan 25x/menit, menggunakan otot bantu
pernapasan, pernapasan takipnea.
D. TERAPI FARMAKOLOGI
No. Nama Obat Dosis Kegunaan
Digunakan untuk
1 Symbicort 2x1 puff mengatasi serangan asma
dan PPOK
29
KLASIFIKASI DATA
30
Data Etiologi Masalah
Data objektif :
KU: Lemah
Klien nampak sesak nafas
Tampak menggunakan
otot bantu pernapasan
Pola nafas takipnea
TTV
TD : 113/80mmHg
N : 82 x / menit
R : 25 x / menit
SB : 36oC
BB : 65 kg
ANALISA DATA
31
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama : Tn. I
Diagnosa : Asma Bronchial
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi
1. Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan Observasi : Jam : 11.20 Jam : 11.45
Efektif tindakan 1. Monitor pola nafas 1. Memonitor pola
keperawatan selama Tgl : 19/11/2022
1 x 8 jam diharapkan 2. Monitor bunyi nafas dengan hasil :
Data subjektif :
Pola Nafas teratasi nafas tambahan Respirasi : 25 x/m
- Klien mengeluh
dengan kriteria
S:
sesak nafas hasil :
Terapeutik : Jam : 11.22 - Klien mengeluh sesak
- Klien mengatakan
1. Ajarkan posisi 2. Memonitor bunyi nafas
sesak dirasakan ± 1
Frekuensi nafas semi fowler/fowler nafas tambahan
bulan yang lalu O:
membaik ketika sesak dengan hasil : tidak - KU lemah
- Klien mengeluh
2. Anjurkan minum ada bunyi nafas - Klien tampak sesak
batuk
airhangat tambahan. - TTV
- Klien mengeluh
sulit untuk tidur TD: 113/80mmHg
N: 82 x / menit
32
Kolaborasi : Jam : 11.24 R : 25 x / menit
Data objektif : 1. Kolaborasi 3. Mengajarkan posisi SB: 36oC
KU: Lemah
pemberian terapy semi fowler/fowler
Klien nampak
obat bronkodilator ketika rasa
sesak nafas A :Masalah Pola Nafas
sesakdengan hasil : Tidak Efektif belum
Tampak teratasi
klien mengerti
menggunakan otot
ketika merasa sesak
bantu pernapasan P : Lanjutkan Intervensi
harus dengan posisi 1. Anjurkan klien
Pola nafas takipnea
setengah duduk. ketika sesak duduk
TTV
dengan posisi semi
TD: 113/80mmHg Jam : 11.26 fowler
N : 82 x / menit
R : 25 x / menit 4. Manganjurkan klien 2. Anjurkan klien untuk
SB: 36oC untuk minum air minum obat sesuai
BB : 65 kg
hangat dengan instruksi
hasil : klien
mengerti ketika
batuk muncul
diharuskan minum
air hangat.
33
Jam : 11.28
5. Kolaborasikan
pemberian terapy
obat bronkodilator
dengan hasil klien
mendapatkan obat
Symbicort 2x1
34
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
35
terasa tertekan, batuk berdahak dan sulit dikeluarkan, suara napas melemah,
thorak dada tampak seperti barel chest, adanya tarikan otot
sternokleidomastoideus, adanya sianosis, BGA Pa O2 kurang dari 80 %.
Berdasarkan data dan teori tersebut munurut penyusun sesak dan batuk
yang terjadi pada klien merupakan gejala umum pada seseorang yang menderita
penyakit asma bronkhial. Keluhan sesak timbul akibat hambatan upaya nafas.
Keluhan batuk merupakan reaksi dari adanya ketidak abnormalan dari sistem
pernafasan.
Diagnosa keperawatan pada klien berdasarkan hasil pengkajian, hasil
pemeriksaan fisik yang didapatkan menunjukkan masalah yang dialami klien
yaitu pola nafas tidak efektif berhubungan hambatan upaya napas.
Padila (2015) menjelaskan bahwa pola nafas tidak efektif dipengaruhi
oleh penyempitan/obstruksi proksimal dari bronkus pada tahap ekspirasi dan
inspirasi sebagai akibat dari respon faktor alergi, stress, dan cuaca, menyebabkan
penyempitan jalan nafas sehingga terjadi peningkatan kerja otot pernapasan.
Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018), intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah pola nafas tidak efektif ialah manajemen jalan nafas. Penyusun dalam
menetapkan suatu intervensi keperawatan harus mempertimbangkan beberapa
faktor baik faktor pendukung dan faktor penghambat. Adapun faktor pendukung
diantaranya kelengkapan alat pemeriksaan yang tersedia, pasien kooperatif,
adanya dukungan dari keluarga, pasien dan tenaga medis yang ada di ruangan.
Sedangkan faktor penghambat diantaranya kurangnya waktu dalam berinteraksi
dengan pasien.
Berdasarkan pertimbangan tersebut penyusun menetapkan intervensi
menjemen jalan napas diantaranya: observasi pola nafas, observasi bunyi napas
tambahan, beri posisi semifowler/fowler, beri minum air hangat, kolaborasi
pemberian terapi obat bronkodilatator. Dengan rencana tujuan dan kriteria hasil
yang diharapkan pola napas membaik dalam waktu 1 x 6 jam.
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada klien sudah sesuai dengan
apa yang ada pada intervensi, yaitu mengobservasi pola nafas dengan hasil
36
respirasi: 25x/menit, memonitor bunyi napas tambahan dengan hasil: tidak ada
bunyi napas tambahan, memberikan posisi semifowler: kilen mengerti ketika
sesak harus dengan posisi setengah duduk, menganjurkan klien untuk minum air
hangat dengan hasi: klien mengerti ketika batuk muncul diharuskan minum air
hangat, kolaborasikan pemberian terapo obat bronkodilatator dengan hasil klien
mnedapatkan obat Symbicort 2x1.
Lisaziee Pujiastuti (2014) menjelaskan bahwa selama tahap implementasi
perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan
diimplementasikan untuk membantu klien secara mandiri maupun berkolaborasi
dengan tim medis lainnya.
Menurut Fadhil (2009) dalam Bachri (2018) serangan asma yang sering
kambuh membatasi aktifitas penderita bahkan berakibat fatal. Karena itu, pasien
perlu menjalani terapi yang mengatasi inflamasi, mengontrol sekaligus melegakan
pernafasan saat gejala asma timbul. Salah satu metode yang dikembangkan untuk
memperbaiki cara bernafas pada penderita asma adalah teknik olah nafas. Teknik
olah nafas ini dapat berupa senam asma dan teknik pernafasan buteyko.
Teknik Pernafasan Buteyko merupakan suatu rangkain latihan pernafasan
yang dilakukan secara sederhana sebagai manajemen penatalaksanaan asma yang
bertujuan untuk mengurangi konstriksi jalan nafas dengan prinsip latihan bernafas
dangkal. Teknik pernafasan buteyko sangat mudah diakukan dalam kegiatan
sehari-hari untuk melakukan pola pernafasan yang benar, manfaat yang dirasakan
adalah mengurangi pernafasan pada dada atas, meringankan gejala asma, berhenti
batuk dan mengi, meredakan sesak pada dada, tidur lebih nyenyak, mengurangi
ketergantungan pada obatobatan, mengurangi reaksi alergi dan meningkatkan
kualitas hidup (Bacjri, 2018).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bachtiar (2018) tentang
Pengaruh Teknik Pernafasan Buteyko Terhadap Frekuensi Kekambuhan Asma
Pada Penderita Asma Bronkhial terdapat perbedaan rata-rata frekuensi
kekambuhan asma bronkhial sebelum dan sesudah diberikan teknik pernafasan
buteyko, artinya teknik pernafasan buteyko berpengaruh terhadap frekuensi
kekambuhan asma bronkhial.
37
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zara
( 2012 ) menyatakan terdapat pengaruh yang bermakna pada pemberian teknik
pernafasan buteyko terhadap penurunan gejala asma bronkhial. Berdasarkan
asumsi peneliti tentang pengaruh Teknik Pernafasan Buteyko terhadap
Kekambuhan Asma Gejala klinis pada Penderita Asma Bronkhial dengan
dihindarinya factor-faktor pencetus serangan asma dan diberikan pengetahuan
serta mengajarkan teknik pernasafan buteyko. Teknik pernafasan buteyko juga
berguna untuk mengurangi ketergantungan penderita asma terhadap obat atau
medikasi asma. Selain itu teknik pernafasan ini juga dapat meningkatkan fungsi
paru dalam memperoleh oksigen dan mengurangi hiperventilasi paru (Zara,2012).
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bisa
menunjukkan bahwa teknik pernafasan buteyko bisa sangat efektif dalam
mengatasi masalah pola nafas tidak efektif penderita asma bronchial. Namun
karena adanya keterbatasan waktu dalam menerapkan intervensi teknik buteyko
pada klien saat di Poli Interna, teknik ini kami tidak implementasikan. Tapi
sebagai saran diharapkan teknik buteyko bisa diedukasikan kepada klien dalam
bentuk leaflet yang bisa dibagikan sehingga meski terkendala karena waktu dalam
meberikan implementasi in, klien bisa teta terpapar tentang teknik buteyko untuk
mengatur pola nafasnya dengan mandiri.
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan diagnosis yang ditegakkan yaitu pola
nafas tidak efektif dan dievaluasi pada 19 November 2022 dengan hasil masalah
pola nafas tidak efektif belum teratasi dimana klien mengatakan masih sesak,
keadaan umum lemah, pernapasan: 25x/menit dan diberikan discharge planning
anjurkan posisi semi fowler jika sesak, anjurkan untuk melatih teknik pernapasan
buteyko di rumah dan anjurkan untuk minum obat sesuai instruksi dan kontrol
sesuai jadwal yang ditentukan.
.
38
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma merupakan suatu penyakit inflamasi kronik pada saluran napas
yang ditandai dengan adanya rasa sesak di dada yang berulang, batuk, mengi
yang merupakan akibat dari penyumbatan saluran pernapasan. Hal-hal
tersebut dapat menyebabkan gangguan dalam hidup penderita, diantaranya
kurang tidur, merasa lelah saat melakukan kegiatan yang nantinya berimbas
pada penurunan kualitas hidup penderita (American Academy of Allergy,
2014).
Padila (2015) menjelaskan bahwa pola nafas tidak efektif dipengaruhi
oleh penyempitan/obstruksi proksimal dari bronkus pada tahap ekspirasi dan
inspirasi sebagai akibat dari respon faktor alergi, stress, dan cuaca,
menyebabkan penyempitan jalan nafas sehingga terjadi peningkatan kerja
otot pernapasan.
Salah satumetode yang dikembangkan untuk memperbaiki
carabernafas pada penderita asma adalahteknik olah nafas. Teknik olah nafas
ini dapat berupa senam asma dan teknik pernafasanbuteyko. Beberapa teknik
pernafasan ini tidak hanya khusus dirancang untuk penderitaasma, karena
sebagian dari teknik pernafasan ini dapat bermanfaat untuk berbagai
penyakitlainnya. Namun demikian, ada juga teknik pernafasan yang memang
khusus untukpenderita asma yaitu teknik pernafasan buteyko. Teknik
Pernafasan Buteyko merupakan suatu rangkain latihan pernafasan
yangdilakukan secara sederhana sebagai manajemen penatalaksanaan asma
yang bertujuanuntuk mengurangi konstriksi jalan nafas dengan prinsip latihan
bernafas dangkal. Teknik pernafasan buteyko sangat mudah diakukan dalam
kegiatan sehari-hariuntuk melakukan pola pernafasan yang benar, manfaat
yang dirasakan adalah mengurangipernafasan pada dada atas, meringankan
gejala asma, berhenti batuk dan mengi,meredakan sesak pada dada, tidur
39
lebih nyenyak, mengurangi ketergantungan pada obatobatan,mengurangi
reaksi alergi dan meningkatkan kualitas hidup.
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan diagnosis yang ditegakkan yaitu
pola nafas tidak efektif dan dievaluasi pada 19November 2022 dengan hasil
masalah pola nafas tidak efektif belum teratasi dimana klien mengatakan
masih sesak, keadaan umum lemah, pernapasan: 25x/menit dan diberikan
discharge planning anjurkan posisi semi fowler jika sesak, anjurkan untuk
melatih teknik pernapasan buteyko di rumah dan anjurkan untuk minum obat
sesuai instruksi dan kontrol sesuai jadwal yang ditentukan.
B. Saran
Diharapkan laporan studi kasus ini dapat berguna bagi pembaca
dankhususnya bagi mahasiswa keperawatan. Kami juga mengharapkan kritik
dansaran yang sifatnya membangun guna memperbaiki laporan studi kasus
ini.
40
DAFTAR PUSTAKA
Hendi Setiawan. 2018. Penerapan Batuk Efektif Sebagai Manajemen Bersihan Jalan
Nafas Pada Pasien Asma Bronkhial Di Ruang Laika Waraka RSUD Bahteramas
Kendari. Politeknik Kesehatan Kendari
Muhammad Febri. 2018. Fisioterapi Dada Untuk Mempertahankan Jalan Nafas Pada
An. I Dengan Common Cold. Universitas Muhammadiyah Mangelang
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Wahid Dan Suprapto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada
Gangguan Respirasi. Jakarta: CV. Trans Info Media
Wijaya AS, Putri YM. 2014. KMB 1Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Teori Dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
41