UNIVERSITAS HASANUDDIN
Disusun Oleh :
Residen Pembimbing :
dr. Nefie
Supervisor Pembimbing
Mengetahui,
2.1 Definisi
Hepatitis C adalah kondisi inflamasi hepar yang disebabkan oleh infeksi virus
hepatitis C (HCV). Virus Hepatitis C adalah virus RNA berenveloped yang
ditransmisikan melalui kontak darah ke darah. Virus ini hanya menginfeksi manusia
dan target utamanya adalah sel hati.. Hepatitis C dapat ditularkan melalui media
darah dan cairan tubuh dari orang yang terkontaminasi virus. Hepatitis C dapat
bersifat akut, dan 80% pasien akan berkembang menjadi hepatitis C kronik. WHO
memperkirakan ada 71 juta individu di seluruh dunia mengidap hepatitis C kronik,
dimana hampir 400.000 di antaranya meninggal karena sirosis dan karsinoma
hepatoselular.5,6
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
Infeksi hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV) yang merupakan
RNA beruntai tunggal dari genus Hepacivirus dalam family Flaviviridae (gambar 1).
HCV memiliki diameter 30 - 60nm dan panjang genom 10kb yang terdiri dari 3011
asam amino dengan 9033 nukleotida.3
b) Transfusi Darah
Transfusi darah (produk-produk darah) merupakan media yang
sangat penting dalam penularan infeksi virus Hepatitis C. Banyak kasus
hepatitis yang terjadi setelah proses transfusi darah diidentifikasi telah terinfeksi
virus hepatitis C.3
Sekitar 1 per 100.000 atau 0,001% unit darah yang digunakan untuk transfusi
beresiko terkontaminasi virus hepatitis C. Tingkat rata-rata prevalensi infeksi
VHC pada pasien yang memperoleh transfusi sel darah merah pekat
(packed red cell) atau plasma adalah sekitar 19% dan lebih dari 95% pada pasien
hemophilia yang mendapatkan terapi faktor VIII atau IX. Meskipun resiko
penularan hepatitis C sangat tinggi melalui transfusi darah, namun hal tersebut
dapat dihindari dengan meningkatkan screening terhadap para pendonor sebelum
transfusi darah. Hal ini terbukti dengan penurunan tingkat insiden hepatitis C di
negara maju melalui peningkatan screening terhadap para pendonor.3
c) Transplantasi Organ
Sejumlah laporan penelitian menunjukkan adanya resiko infeksi VHC
pada pasien yang memperoleh transplantasi organ (jantung, hati, sumsum
tulang belakang, dan lain - lain). Laporan dari berbagai pusat transplantasi organ
di seluruh dunia menunjukkan bahwa sekitar 34% para penerima
transplantasi organ (resipien) yang berasal dari pendonor dengan anti-HCV
positif menderita hepatitis setelah tranplantasi. Sekitar 50% resipien tersebut
menunjukkan hasil positif untuk pemeriksaan anti-HCV dan sekitar 75%
menunjukkan hasil positif untuk pemeriksaan RNA VHC.3
d) Hemodialisis
Faktor resiko penularan infeksi hepatitis melalui hemodialis diperkirakan
sekitar 10% pertahun. Berbagai studi secara mum menyimpulkan bahwa infeksi virus
hepatitis C pada pasien hemodialysis berhubungan dengan infeksi nosocomial,
dimana faktor penyebabnya terutama karena kurangnysa teknik sterilisasi dan
kebersihan pada alat dialysis. Menurut pedoman dari CDC (Centers of Disease
Control and Prevention), untuk pengendalian infeksi hepatitis C di bagian dialysis
dapat dilakukan dengan pemeliharaan kebersihan memperketat sterilisasi peralatan
untuk dialisis.3
e) Hubungan Seksual
Faktor resiko infeksi VHC yang berhubungan dengan transmisi melalui
hubungan seks belum sepenuhnya diketahui. Faktor resiko ini merupakan salah satu
faktor resiko yang sangat kontroversial dalam studi epidemiologi penyakit
hepatitis C. Berdasarkan pengamatan, prevalensi yang cukup tinggi untuk infeksi
VHC melalui hubungan sex banyak terjadi di kalangan penderita penyakit
menular seks, seperti penderita HIV, penderita sipilis, homoseksual, dan lain-
lain, dimana infeksi VHC terjadi bersamaan dengan infeksi penyakit-penyakit
tersebut. Transmisi VHC dari laki - laki ke perempuan tampaknya lebih lebih
mudah terjadi ketimbang transmisi dari perempuan ke laki - laki. Meskipun
demikian, berbagai studi menjelaskan bahwa infeksi VHC sangat kurang terjadi
pada pasangan monogami. Hingga saat ini, masih diperlukan banyak
penelitian untuk membuktikan berbagai hal tersebut.3
Respon imun pada kondisi infeksi HCV Baik respons imun bawaan maupun
adaptif penting untuk pembersihan virus HCV. Untuk respon imun bawaan, sel
natular killer (NK) tampaknya terlibat dalam menyelesaikan infeksi HCV; telah
ditunjukkan bahwa gen reseptor sel NK tertentu (yang mengkode reseptor mirip
imunoglobulin sel2DL3 (KIR2DL3) dan HLAC1) terkait dengan pembersihan
virus. Untuk respon imun adaptif, antibodi humoral dan respon sel T biasanya
terlibat dalam pengendalian infeksi virus. Untuk infeksi HCV, sebagian besar
antibodi tampaknya tidak memiliki aktivitas yang relevan terhadap HCV karena
variabilitas virus yang tinggi dan populasi spesies pada satu pasien. Namun
demikian, antibodi penetralisir terhadap epitop tertentu mungkin bersifat
protektif, dan cepat di induksi antibodi penetralisir yang telah dikaitkan dengan
pengendalian infeksi. Respons sel Tdikaitkan dengan pembersihan virus spontan,
dan infeksi yang menetap dikaitkan dengan hilangnya respons sel T yang tidak
cukup. Beberapa penelitian telah menunjukkan penurunan frekuensi dan proporsi
subpopulasi sel T dalam sirkulasi ketika infeksi HCV akut berkembang menjadi
kronis.9
2.8 Laboratorium
2.8.1 Pemeriksaan Laboratorium Klinik Umum
seperti hepar.
alkali transaminase. 13
2.8.1.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik Umum
kenaikan yang bervariase, kemudian menurun diatas nilai normal atau terus
Pada hepatitis C akut peningkatan ALT terjadi pada 7-8 minggu setelah infeksi
dan peningkatannya bisa mencapai 10-15 kali nilai normal. Sedangkan pada kasus
Hepatitis C kronik dimana pola kenaikan enzim ALT yang bersifat polifasik, turun
serum transaminase sedikitnya dua kali diatas nilai normal pada dua kali pemeriksaan
secara terpisah memiliki nilai diagnostic yang penting yaitu apabilah tidak
ditemukannya sebab lain yang dapat menyebabkan peningkatan enzim hati tersebut.13
Immunosorbent Assay)
metode ELISA/ Enzyme Linked Immuno Assay. Tes ini memakai serum
atau plasma yang telah diencerkan, kemudian diinkubasi dengan bead
yang telah dilapisi dengan antigen HCV. Bila terdapat antibody didalam
Pemeriksaan anti HCV terdiri atas 2 macam yaitu; IgM anti HCV dan IgG
Anti HCV. Dimana selama fase infeksi akut yang terdeteksi adalah IgM
Anti HCV yang kemudian akan berkurang dengan timbulnya IgG Anti
HCV.4
pasien.
1) RIBA 1
33c dan C-22. RIBA 2 lebig sensitif (sensitifitas 98%) dan lebih
3) RIBA 3
peptides C100-3 dan C-22 dan anti NS-5. RIBA 3 dila[orkan lebih
dan branched-DNA.
fungsi hati.15
1) Hepatitis C akut
C akut pada umumnya ringan dan hanya sekitar 20% yang icterus denga
disertasi gejala-gejala lain seperti, malaise, nusease, nyeri perut kanan atas
diikuti urin berwarna tua, dll. Sehingga diagnosis klinis hepatitis C akut
Penanda dari infeksi virus hepatitis C yaitu HCV RNA yang dapat
setelah terpapar dan kadarnya terus meningkat. Anti HCV antibody dapat
dideteski pada fase akut berupa kenaikan titer IgM Anti HCV tetapi
muncul setelah beberapa minggu. Sedangkan untuk serum alanine amino
normal dan serum HCV RNA tidak terdeteksi lagi sedangkan anti HCV
2) Hepaititis Kronis
terdapat dua pola hepatitis C kronik yang tergantung dari tingginya kadar
ALT serum.
a. Hepatitis C kronik dengan ALT serum normal.
Terjadi pada 75% kasus hepatitis C, dimana pada kondisi ini ALT
2.9 Tatalaksana
Pengobatan Hepatitis C sedini mungkin sangatlah penting. Meskipun tubuh
telah melakukan perlawanan terhadap infeksi, tetapi hanya 20% yang berhasil,
pengobatan tetap diperlukan untuk mencegah Hepatitis C kronis dan membantu
mengurangi kemungkinan hati menjadi rusak.14
Senyawa-senyawa yang digunakan dalam pengobatan Hepatitis C adalah:14
1. Interferon alfa
Adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh tubuh manusia untuk
meningkatkan sistem daya tahan tubuh/imunitas dan mengatur fungsi sel lainnya.
Obat yang direkomendasikan untuk penyakit Hepatitis C kronis adalah dari inteferon
alfa bisa dalam bentuk alami ataupun sintetisnya.
2. Pegylated interferon alfa
Dibuat dengan menggabungkan molekul yang larut air yang disebut
"polyethylene glycol (PEG)" dengan molekul interferon alfa. Modifikasi interferon
alfa ini lebih lama ada dalam tubuh, dan penelitian menunjukkan lebih efektif dalam
membuat respon bertahan terhadap virus dari pasien Hepatitis C kronis dibandingkan
interferon alfa biasa.
Ada dua macam pegylated interferon alfa yang tersedia:
Peginterferon alfa-2a
Peginterferon alfa-2b
Meskipun kedua senyawa ini efektif dalam pengobatan Hepatitis C kronis, ada
perbedaan dalam ukurannya, tipe pegylasi, waktu paruh, rute penbersihan dari tubuh
dan dosis dari kedua pegylated interferon. Karena metode pegylasi dan tipe molekul
PEG yang digunakan dalam proses dapat mempengaruhi kerja obat dan
pembersihannya dalam tubuh.
Perbedaan besar antar dua pegylated interferon adalah dosisnya. Dosis dari
pegylated interferon alfa-2a adalah sama untuk semua pasien, tidak
mempertimbangkan berat dan ukuran pasien. Sedangkan dosis pegylated interferon
alfa-2b disesuaikan dengan berat tubuh pasien secara individu.
3. Ribavirin
Adalah obat anti virus yang digunakan bersama interferon alfa untuk
pengobatan Hepatitis C kronis. Ribavirin kalau dipakai tunggal tidak efektif melawan
virus Hepatitis C, tetapi dengan kombinasi interferon alfa, lebih efektif daripada
inteferon alfa sendiri.
Efek samping penggunaan interferon adalah demam dan gejala-gejala
menyerupai flu (nyeri otot, malaise, tidak napsu makan dan sejenisnya), depresi dan
gangguan emosi, kerontokan rambut lebih dari normal, depresi sumsum tulang,
hiperuresemia, kadang-kadang timbul tiroiditis. Ribavirin dapat menyebabkan
penurunan Hb. Untuk mengatasi efek samping tersebut, pemantauan pasien mutlak
perlu dilakukan.
Indikasi terapi
Didapatkan peningkatan nilai ALT lebih dari batas atas nilai normal. Pada
pasien yang tidak terjadi fibrosis hati atau hanya fibrosis hati ringan tidak perlu
diberikan terapi karena mereka biasanya tidak berkembang menjadi sirosis hati
setelah 20 tahun menderita infeksi VHC. 14
Pengobatan pada hepatitis C
Akut, keberhasilan terapi dengan interferon lebih baik dari pada pasien·
Hepatitis C kronik hingga mencapai 100%. Interferon dapat digunakan secara
monoterepi tanpa ribavirin dan lama terapi hanya 3 bulan. Namun sulit untuk
menentukan menentukan infeksi akut VHC karena tidak adanya gejala akibat virus ini
sehingga umumnya tidak diketahui waktu yang pasti adanya infeksi.14
Kronik adalah dengan menggunakan interferon alfa dan ribavirin. Umumnya·
disepakati bila genotif I dan IV, maka terapi diberikan 48 minggu dan bila genotip II
dan III, terapi cukup diberikan 24 minggu.14
Kontraindikasi terapi
Adalah berkaitan berkaitan dengan penggunaan interferon dan ribavirin, yaitu:
2.10 Komplikasi
Sekitar 75-85% penderita hepatitis C akut berkembang menjadi kronik.Dari
hepatitis C kronik 10-20% akan berlanjut menjadi sirosis hati dalam 15-20tahun, dan
setelah menjadi sirosis hati sebanyak 1-5% per tahun berkembangmenjadi karsinoma
hati seluler. Sirosis terkait dengan infeksi HCV kronis juga sangat terkait dengan
perkembangan HCC, yang biasanya berkembang setelah 30 tahun pada pasien yang
terinfeksi kronis. Dari pasien dengan sirosis terkait HCV, 20-25% dapat berkembang
menjadi gagal hati dan kematian.7
Sirosis hepatis merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif. Selama 20-
30 tahun, sebagian pasien akan berkembang menjadi sirosis hati dan konsekuensi lain
dari sirosis, seperti dekompensasi hati (yang ditandai dengan asites, perdarahan
saluran cerna bagian atas,hepatorenalsindrom dan ensefalopati hepatik) dan
karsinoma hepatoseluler. Sebelum mengembangkan gejaladekompensasi, pasien
mungkin mengalami gejalaseperti kelelahan, penurunan berat badan, nyeri otot dan
sendi,atau ketidaknyamanan perut kanan atas, nyeri atau gatal.16
Risikoterjadinya karsinoma hati pada penderita sirosis akibat hepatitis C
kronikdiperkirakan sekitar 1-4%. Perkembangan sejak terjadinya infeksi HCV
sampaitimbulnya karsinoma hati berkisar antara 10-50 tahun. Perkembangan HCC
yang diinduksi HCV adalah proses bertahap dan dipengaruhi oleh durasi penyakit dan
genotipe virus. Gambaran klinis pasien HCC seperti nyeri perut, berat bdan turun
drastic, terdapat gejala sirosis, temuan pada pemeriksaan fisik (hepatomegaly, teraba
massa pada hepar, dll) serta peningkatan pemeriksaan fungsi hati.17
Infeksi HCV kronis juga mempengaruhi sistem organ di luar hati dan dapat
berkontribusi pada perkembangan berbagai penyakit ekstrahepatik. Mekanisme
komorbiditas ekstrahepatik yang terkait dengan infeksi HCV kronis tidak sepenuhnya
dipahami tetapi kemungkinan multifaktorial. Replikasi HCV dalam sel ekstrahepatik,
interaksi antara protein HCV dan jalur sinyal intraseluler, stimulasi limfosit B yang
diinduksi HCV, dan aktivasi imun yang mengarah ke peradangan kronis semuanya
telah dihipotesiskan berperan dalam perkembangan kondisi ini. Faktor gaya hidup,
seperti penyalahgunaan obat dan alkohol, merokok, dan gizi buruk, mungkin juga
menjadi kontributor penting untuk perkembangan penyakit ekstrahepatik terkait
HCV. Gejala ekstrahepatik bisa meliputigejala hematologis, autoimun, mata,
persendian, kulit, ginjal, paru, dan sistemsaraf.18
2.11 Prognosis
Hampir 80% pasien hepatitis C akut akan menjadi hepatitis C kronik. Faktor
yang meningkatkan risiko kronisitas meliputi jenis kelamin laki-laki, usia >25 tahun
saat mengalami infeksi, pasien asimptomatik, etnis Afrika Amerika, koinfeksi dengan
HIV, kondisi imunosupresi, alkoholisme, obesitas, dan resistensi insulin.19
Hepatitis virus C adalah kondisi inflamasi hepar yang disebabkan oleh infeksi
virus hepatitis C (HCV). Virus Hepatitis C adalah virus RNA berenveloped yang
ditransmisikan melalui kontak darah yang ditularkan lewat kulit atau selaput lendir
yang terluka. Cara penularan lain dapat melalui jarum suntik, transfusi darah yang
tidak aman, sedangkan untuk penularan melalui selaput lendir disebabkan oleh
hubungan seksual, infeksi perinatal dari ibu ke bayi dan penggunaan pisau cukur serta
sikat gigi secara bersamaan. Virus hepatitis C merupakan salah satu virus penyebab
hepatitis dan dianggap menimbulkan dampak yang paling besar diantara virus-virus
lain dari penyebab hepatitis. Sekitar 150 juta orang di dunia menderita hepatitis C
kronis dan lebih dari 350 ribu orang meninggal setiap tahunnya. Sedangkan di
Indonesia angka prevalensi kasus hepatitis C sangat bervariasi yaitu berkisar 2,1 %
dari total penduduk di Indonesia.