Anda di halaman 1dari 40

HEPATITIS A, B, DAN, C

Disusun Oleh:

Faiznur Ridho, drg

Dosen Pengampu:

Tiene Rostini, dr., Sp. PK (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2021
DAFTAR ISI

HALMAN JUDUL..........................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................iv

DAFTAR TABEL..........................................................................................v

BAB I.........................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................1

BAB II........................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3

2.1. Hepatitis.......................................................................................3

2.2. Hepatitis A....................................................................................6

2.2.1. Morfologi dan Etiologi...........................................................6

2.2.2. Gambaran Klinis....................................................................8

2.2.3. Gambaran Laboratorium dan Diagnostik............................10

2.2.4. Manajemen Medis................................................................11

2.3. Hepatitis B..................................................................................13

2.3.1. Morfologi dan Etiologi.........................................................13

2.3.2. Gambaran Klinis..................................................................15

2.3.3. Gambaran Laboratorium dan Diagnostik............................17

2.3.4. Manajemen Medis................................................................22

ii
2.4. Hepatitis C..................................................................................25

2.4.1. Morfologi dan Etiologi.........................................................25

2.4.2. Gambaran Klinis..................................................................26

2.4.3. Gambaran Laboratorium dan Diagnostik............................27

2.4.4. Manajemen Medis................................................................30

BAB III....................................................................................................31

KESIMPULAN...........................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................32

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Morfologi Virus Hepatitis A...........................................................7

Gambar 2. 2. Urutan Penanda Serologis pada Infeksi Hepatitis A Akut................10

Gambar 2. 3. Ringkasan Imunologis dan Biologis Antibodi Hepatitis A................11

Gambar 2. 4. Morfologi Virus Hepatitis B...........................................................14

Gambar 2. 5. Urutan Penanda Serologis untuk Hepatitis B Virus yang

Menunjukkan (A) Infeksi Akut dengan Resolusi dan (B)

Perkembangan menjadi Infeksi Kronis.......................................18

Gambar 2. 6. Urutan Penanda Serologis untuk Infeksi Hepatitis B Virus Akut

.................................................................................................19

Gambar 2. 7. Perkembangan Pemeriksaan Serologis pada Infeksi HBV Akut......22

Gambar 2. 8. Morfologi Virus Hepatitis C.........................................................25

Gambar 2. 9. Urutan Penanda Serologis untuk Hepatitis HCV (A) Infeksi Akut

dengan Resolusi....................................................................27

Gambar 2. 10. Periode waktu biomarker infeksi Hepatitis C (A) Infeksi Akut

dengan dan mengalami penyembuhan sendiri; (B) Infeksi

Hepatitis C Berkembang menjadi Infeksi Kronis.......................28

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Pemeriksaan Fungsi Hati...............................................................5

Tabel 2. 2. Pola Serologis Infeksi Hepatitis B...................................................20

Tabel 2. 3. Pemeriksaan HCV Pada Manusia ...................................................29

v
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Hepatitis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya

peradangan pada hati. Berdasarkan dari jenis penyebab terjadinya hepatitis

dibagi menjadi 2 jenis, yakni non infeksi dan infeksi. Hepatitis non infeksi

diakibatkan oleh penyebab yang bukan sumber infeksi, seperti bahan kimia,

minuman alkohol, dan penyalahgunaan obat obatan. Hepatitis jenis non infeksi

tidak tergolong dalam penyakit menular, karena penyebab terjadi Hepatitis

karena radang bukan oleh agen infeksi seperti jamur, bakteri, mikoorganisme

dan virus. Virus merupakan penyebab penyalit hepatitis yang paling banyak.

Sampai saat ini terdapat berbagai jens virus yang menginfeksi hati manusia,

yakni hepatitis A virus (HAV), hepatitis B virus (HBV), hepatitis C virus (HCV),

HBV-berhubungan dengan agen delta atau hepatitis D virus (HDV), dan hepatitis

E virus (HEV). Selain itu terdapat virus-virus lain yang dapat menyebabkan

hepatitis, seperti virus Mumps, virus Rubella, virus Cytomegalovirus, virusEpstein-

Barr, virus Herpes. Virus Hepatitis A dan E ditransmisikan melalui rute fecal-oral

dan berkaitan dengan pola hidup bersih dan sehat. Sementara itu virus hepatitis

lainnya ditransmisikan melalui rute rute per-mukosa atau per-kutaneus,

penularan dari ibu hamil ke janin, dan juga perilaku seks yang menyimpang

(Siswanto, 2020).

Infeksi virus hepatitis dapat berlangsung akut maupun kronis. Infeksi akut

berkisar sekitar 6 bulan, dan jika infeksi melebihi 6 bulan, maka infeksi hepatitis

sudah berubah menjadi kronis. Terdapat berbagai jenis biomarker yang dapa

mengindektifikasi seseorang terinfeksi virus hepatitis. Setiap biomarker ini

memiliki spesifikasi sesuai dengan jenis virus yang menginfeksi. Pemeriksaan


1
dapat dilakukan melalui uji serologis darah maupun dengan pemeriksaan Enzmi

Link Immnuno Assay (ELISA) (WHO, 2017; CDC, 2020).

Angka kejadian Hepatitis di Indonesia terus meningkat. Menurut data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI tahun 2013, prevalensi

pengidap hepatitis di Indonesia adalah 1,2 persen, dua kali lebih tinggi dibandingkan

tahun 2007. Jenis hepatitis yang paling banyak menginfeksi adalah hepatitis B (21, 8

persen) dan hepatitis A (19,3 persen). Indonesia merupakan negara dengan

endemitas tinggi untuk Hepatitis B, terbesar nomor 2 terbesar setelah Myanmar,

dan diantara negara anggota WHO SEAR (South East Asian Region). Berdasarkan

hasil dari riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), studi dan uji darah donor di Palang

Merah Indonesia (PMI) maka diperkirakan di antara 100 orang penduduk

Indonesia, 10 di antaranya telah terinfeksi Hepatitis B atau C. Saat ini

diperkirakan terdapat 28 juta penduduk indonesia terinfeksi hapatitis B dan C,

dari angka tersebut diperkirakan 14 juta penduduk berpotensi untuk menjadi

kronis, dan dari angka kronis tersebut, 1,4 juta orang berpotensi untuk

menderita Kanker hati (Pusdatin Kemenkes RI, 2014)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hepatitis

Hepatitis adalah inflamasi pada jaringan hati yang disebabkan oleh infeksi

virus, obat-obatan, toksin, gangguan metabolik, maupun kelainan sistem

antibodi. Secara harfiah, Hepatitis terdiri dari kata hepar, yang berarti hati dan

akhira-is yang berarti inflamasi. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan

terjadinya hepatitis. Hampir semua kasus hepatitis disebabkan oleh salah satu

dari lima jenis virus yaitu: virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus

hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV). Jenis

virus lain yang dilaporkan menyebabkan hepatitis adalah virus hepatitis G dan

virus TT. Namun studi lanjutan menjelaskan bahwa kedua virus telah

diidentifikasi akan tetapi tidak menyebabkan hepatitis. Diagnosis hepatitis virus

sangat ditentukan oleh penanda serologi dari bagian virus hepatitis

(Prasidthrathsint dkk., 2019; Sherlock, 2002; Dufour, 2006).

Virus hepatitits dapat terbagi menjadi virus RNA dan DNA. Hampir semua

jenis virus hepatitis yang menyerang manusia merupakan virus RNA kecuali

virus hepatitis B, yakni virus DNA. Kedua jenis virus hepatitis, baik DNA maupun

RNA memperlihatkan kesamaan dalam gejala klinisnya serta perjalanan

penyakit yang ditampilkan. Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi

mulai dari asimtomatik sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang

dapat menimbulkan kematian. Selain itu, gejala juga bisa bervariasi dari infeksi

persisten subklinis sampai penyakit hati kronik progresif cepat dengan sirosis

hepatis dan karsinoma hepatoseluler yang umum ditemukan pada tipe virus

yang ditransmisi melalui darah (Sanityoso, 2009; Dienstag dkk., 2008).

3
Infeksi virus hepatitis dapat memiliki gejala asimtomatik atau simtomatik.

Dalam kasus simptomatik, hepatitis akut dapat berkaitan dengan penyakit,

seperti flu, demam, fatigue, kehilangan pengecapan, abdominal pain, mual,

muntah, jaundice, urin pekat, dan kotoran berwarna tanah liat. Hepatitis kronis

dapat bersifat asimptomatik atau simptomatik ringan. Seiring berjalannya waktu,

hepatitis virus kronis dapat mengarah ke inflamasi persisten, yang mengarah ke

fibrosis dengan sirosis, kegagalan hati, dan karsinoma hepatoseluler (WHO,

2017).

Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati

di seluruh dunia. Penyakit tersebut ataupun gejala sisanya bertanggung jawab

atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya. Banyak episode hepatitis dengan klinik

anikterik, tidak nyata atau subklinis. Secara global virus hepatitis merupakan

penyebab utama viremia yang persisten. Di Indonesia berdasarkan data yang

berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari

kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8-68,3%.

Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan dengan umur mulai terjadi

dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan di bawah standar. Lebih dari

75% anak dari berbagai benua Asia, Afrika, India, menunjukkan sudah memiliki

antibody anti-HAV pada usia 5 tahun. Sebagian besar infeksi HAV didapat pada

awal kehidupan, kebanyakan asimtomatik atau sekurangnya aniktertik

(Sanityoso, 2009).

Virus hepatitis A dan E dapat bertransmisi melalui kontaminasi air,

makanan (fecal-oral), sanitasi yang buruk, dan juga transfusi. Sementara itu,

Hepatitis B dan C ditransmisikan melalui hubungan seksual dan paparan

parenteral, dan secara vertikal dari ibu ke anak. Virus hepatitis D hanya

berkembang biak pada pasien hepatitis B (WHO, 2017; CDC, 2020).

4
Tes diagnostik mikroba sedang meningkat dengan menggunakan molecular

testing untuk tes asam nukleat (NAT; contoh penggunaan polymerase chain

reaction atau PCR) atau protein mikroba menggunakan spektrometri massa

karena lebih sensitif dan deteksi spesifik patogen. Namun, pada hepatitis virus,

tes serologi merupakan andalan dalam penentuan diagnosis.

Tabel 2. 1. Pemeriksaan Fungsi Hati (Fiellin dan Bonilla, 2011)

Tes Signifikansi

Alanine aminotransferase (ALT) Peningkatan kadar enzim ini

mengindikasikan kerusakan hati. Kadar

normal belum tentu menunjukkan kondisi

hati yang normal.

Albumin Penurunan kadar dari protein ini

mengindikasikan penyakit hati seperti

sirosis (atau kondisi kesehatan lain).

Seringnya kadar ini normal sampai

penyakit hati ini berkembang.

Alkaline phosphatase Kadar enzim yang tinggi ini menunjukkan

adanya obstruksi di hati (atau saluran

empedu).

Aspartate aminotransferase (AST) Peningkatan kadar enzim ini mungkin

berarti kerusakan hati. Enzim ini tidak

spesifik untuk hati, sehingga kadar yang

tinggi dapat menandai masalah di bagian

lain tubuh.

5
Total bilirubin Peningkatan kadar produk sampingan

darah ini menyebabkan penyakit kuning.

Gamma-glutamyl transpeptidase Peningkatan kadar enzim ini

(GGT) menunjukkan hati rusak akibat

penggunaan alkohol atau virus hepatitis.

Prothrombin time (PT) Tes ini mengukur waktu yang dibutuhkan

darah untuk membeku. Waktu

pembekuan yang lebih lama dari

biasanya mungkin mengindikasikan

kerusakan hati

yang parah.

2.2. Hepatitis A

2.2.1. Morfologi dan Etiologi

Infeksi hepatitis A disebabkan oleh virus Hepatitis A (HAV). Virus ini

merupakan virus genom RNA dan termasuk famili pikornaviridae berukuran 27

nanometer dengan bentuk partikel yang membulat (genus hepatovirus yang

dikenal sebagai enterovirus 72), beruntai tunggal dan linear dengan ukuran 7.8

kb, mempunyai simetri kubik, tidak memiliki selubung, mempunyai 1 serotype

dan 4 genotype. Virus memiliki sifat termostabil, tahan asam dan tahan terhadap

empedu serta dapat bertahan hidup dalam suhu ruangan selama lebih dari 1

bulan (Siswanto, 2020).

Virus Hepatitis A dapat ditularkan melalui rute fecal-oral, khususnya pada

kondisi sanitasi yang buruk, pencemaran air minum, makanan yang tidak

dimasak, dan personal hygiene yang rendah. Epidemiologi dan transmisi VHA

mencakup beberapa faktor sebagai berikut :

6
1. Variasi musim dan geografi

Pada negara yang memiliki empat musim, kasus peningkatan hepatitis,

puncaknya biasanya terjadi pada akhir musim semi dan awal musim dingin. Pada

daerah dengan iklim tropis puncak insiden yang pernah dilaporkan cenderung

terjadi selama musim hujan dan pola epidemik siklik berulang setiap 5-10 tahun

sekali.

2. Usia Insidens

Hampir semua kelompok umur berisiko terhadap infeksi Virus Hepatitis A.

Insidens tertinggi pada populasi orang sipil, anak sekolah, tetapi dibanyak negara

di Eropa Utara dan Amerika Utara ternyata sebagian kasus terjadi pada orang

dewasa. Di negara berkembang dimana kondisi hygiene dan sanitasi sangat

rendah, paparan universal terhadap VHA teridentifikasi dengan adanya prevalensi

anti-VHA yang sangat tinggi pada tahun pertama kehidupan dan tentu saja

gambaran usia prevalensi anti-HAV benar-benar tergantung pada kondisi-kondisi

sosio-ekonomi sebelumnya.

Berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih

merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu

berkisar dari 39,8%-68,3 kemudan disusul oleh hepatitis non A-non B sekitar

15,5%-46,4% dan hepatitis B 6,4%-25,9%.

(Noer, 2007)

7
Gambar 2.1. Morfologi Virus Hepatitis A (Siswanto, 2020)

2.2.2. Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari hepatitis A akut dimulai dari periode inkubasi yang

biasanya terjadi dalam durasi 15 – 50 hari (rata-rata 28 hingga 30hari) .

Diagnosis Hepatitis A dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan IgM-anti

VHA serum penderita (Siswanto, 2020).

Gejala dan perjalanan klinis hepatitis virus akut secara umum dapat

dibedakan dalam 4 stadium :

1. Masa Tunas

Lamanya viremia pada hepatitis A 2-4 Minggu.

2. Fase pra-ikterik/prodromal

Keluhan umum pasien biasanya tidak spesifik dan dapat berlangsung 2-7

hari. Gambaran kliniis sangat bervariasi secara individual seperti ikterik, urin

berwarna gelap, pasien merasa lelah/lemas, kehilagan hilang nafsu makan,

nyeri dan rasa tidak enak di perut, tinja berwarna pucat, mual dan muntah,

demam kadang-kadang menggigil, sakit kepala, nyeri pada sendi, pegal-pegal

pada otot, diare dan rasa tidak enak di tenggorokan. Dengan keluhan yang

beraneka ragam ini sering menimbulkan kekeliruan pada waktu mendiagnosis,

sering diduga sebagai penderita influenza, gastritis maupun arthritis.

3. Fase Ikterik

Pada fase ini pada awalnya disadari oleh penderita, biasanya setelah

demam turun penderita menyadari bahwa urinnya berwarna kuning pekat

seperti air the. Selain itu, ditemukan bahwa sklera mata dan kulitnya berwarna

kekuning-kuningan. Pada fase ini kuningnya akan meningkat, menetap,

kemudian menurun secara perlahan-lahan, hal ini bisa berlangsung sekitar 10-

14 hari. Pada stadium ini gejala klinis sudah mulai berkurang dan pasien

8
merasa lebih baik. Pada usia lebih tua dapat terjadi gejala kolestasis dengan

kuning yang nyata dan bisa berlangsung lama.

4. Fase penyembuhan

Pada fase ini pasien mulai merasakan bahwa gejala mulai menghilang,

yakni ikterus mulai menghilang, penderita merasa segar kembali walau badan

masih terasa lelah.

Diagnosis hepatitis A ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan diperkuat

oleh pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan laboratorium. Anamnesa :

gejala prodromal, riwayat kontak. Pemeriksaan jasmani : warna kuning terlihat

lebih mudah pada sclera, kulit, selaput lendir langit-langit mulut, pada kasus

yang berat (fulminant). Didapatkan mulut yang berbau spesifik (foeter

hepaticum). Pada perabaan hati membengkak, 2 sampai 3 jari di bawah arcus

costae, konsistensi lunak, tepi tajam dan sedikit nyeri tekan. Perkusi pada

abdomen kuadran kanan atas, menimbulkan rasa nyeri dan limpa kadang-

kadang membesar, teraba lunak. Pemeriksaan laboratorium : tes fungsi hati

(terdapat peninggian bilirubin, SGPT dan kadang-kadang dapat disertai

peninggian GGT, fosfatase alkali), dan tes serologi anti HAV, yaitu IgM anti HAV

yang positif.

(Noer, 2007)

9
2.2.3. Gambaran Laboratorium dan Diagnostik

Diagnosis Hepatitis A dapat ditegakkan melalui deteksi IgM anti-HAV di

serum pasien dengan gambaran klinis dan biokemikal hepatitis akut. Antibodi yang

memberikan respon pertama kali adalah Imunoglobulin M (IgM). IgM anti-HAV adalah

subkelas antibodi terhadap HAV. Respons inisial terhadap infeksi HAV hampir

seluruhnya adalah IgM. Antibodi ini akan hilang dalam waktu 3-6 bulan. IgM

anti-HAV adalah spesifik untuk diagnosis dan konfirmasi infeksi hepatitis A

akut. Infeksi yang sudah terjadi sebelumnya ditandai dengan adanya anti-

HAV total yang terdiri atas IgG anti-HAV dan IgM anti-HAV. Antibodi IgG akan

naik dengan cepat setelah virus dieradikasi lalu akan turun perlahan-lahan

setelah beberapa bulan (Kradin, 2010; Noor, 2007).

Antibodi spesifik IgM melawan HAV terlihat di dalam darah pada onset

simptom merupakan penanda yang dapat dipercaya dalam penanda infeksi akut.

Virus yang terdapat pada feses berakhir bahwa titer IgM meningkat. Respon IgM

memulai menolak dalam beberapa bulan dan diikuti dengan tampilan IgG anti-

HAV (Kumar dkk., 2010)

Gambar 2. 2. Urutan Penanda Serologis pada Infeksi Hepatitis A Akut (Kumar


dkk., 2010).

10
Gambar 2. 3. Ringkasan Imunologis dan Biologis Antibodi Hepatitis A (The
Government Of India, 2018)

Untuk mendiagnosis suspek hepatitis akut : ELISA untuk anti-HAV IgM

(terdeteksi pada saat atau sebelum onset simptom dan bertahan sampai lebih

dari 6 bulan). Untuk menentukan jika imun terhadap infeksi : ELISA untuk anti-

HAV (total antibodi – tes standar untuk mendeteksi antibody IgM dan IgG).

Sensitifitas dan spesifisitas mendekati 100%. Pemeriksaan sampel saliva dapat

digunakan namun tidak secara umum tersedia untuk pemeriksaan rutin.

Sensitifitas sekitar 80% untuk IgA (Gilson, 2006).

2.2.4. Manajemen Medis

Penalataksanaan dapat dimulai dengan pemberian vaksin. Vaksin yang

aman dan efektif untuk HAV sudah tersedia dan direkomendasikan untuk semua

anak usia 1 tahun ke atas dan untuk individu yang berisiko tinggi terinfeksi

hepatitis A, termasuk wisatawan yang sering bepergian ke daerah endemik di

dunia, orang-orang yang sering melakukan hubungan seksual sesama laki-laki,

dan penyalahgunaan obat-obatan secara injeksi. Vaksin HAV juga

direkomendasikan untuk semua pasien dengan penyakit hati kronis dan resipien
11
produk pooled plasma seperti pasien hemofili (Sanders dkk., 2006).

Vaksin hepatitis A sanggat ini sudah tersedia di pasaran. Vaksin yang

tersedia saat ini adalah vaksin hidup yang dilemahkan ( live attenuated).

Perkembangan pembuatan vaksin tergantung kepada strain virus yang

diisolasi yang harus tumbuh dengan baik dan dapat memberikan antigen

yang cukup. Sejak tahun 1993 Report of the committee on Infectious Disease

mengizinkan penggunaan beberapa vaksin yaitu Havrix, Avaxim, dan Vaqta.

Hal ini juga berlaku di Indonesia. Pada saat ini, vaksin di Indonesia yang telah

dipasarkan sejak tahun 1993 oleh Smith Kline Beecham adalah vaksin dengan

nama dagang HAVRIX. Setiap kemasan satu flacon berisi standar dosis satu

ml (720 Elisa Unit) dengan pemakaian pada orang dewasa satu flacon dan

pada anak kurang dari 10 tahun cukup setengah dosis. Jadwal yang

dianjurkan adalah sebanyak 3 kali pemberian yaitu 0,1,6 bulan (Martin dan

Lemon, 2006).

Pencegahan infeksi hepatitis A dapat dilakukan dengan melakukan

menggalakkan program hidup sehat. Salah satu program yang dapat

dilakukan adalah tindakan Health Promotion. Kegiatan Health Promotion yang

diberikan dapat berupa edukasi kesehatan, penyuluhan kesehatan mengenai

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), peningkatan higiene individu,

perbaikan asupan nutrisi yang tepat, perbaikan sistim transfusi darah yang

sesuai standar dan tentunya mengurangi kontak dengan bahan-bahan yang

dapat berpotensi menularkan virus Hepatiitis A kepada manusia (Siswanto,

2020).

12
2.3. Hepatitis B

2.3.1. Morfologi dan Etiologi

Hepatitis B ditularkan oleh virus Hepatitis B (VHB) yang termasuk DNA

virus, famili Hepadnavirus yang merupakan partikel bulat berukuran sangat kecil

42 nm atau partikel dane dengan selubung fosfolipid (HbsAg). Virus hepatitis B

merupakan virus DNA-enveloped, double shelled genus Orthohepadnavirus.

Genome virus terdiri dari DNA double-stranded dengan panjang 3,2 kb. Sampai

saat ini terdapat 8 genotip VHB yang telah teridentifikasi, yaitu genotip A–H.

Virus Hepatitis B memiliki 3 jenis morfologi dan mampu mengkode 4 jenis

antigen, yaitu HBsAg, HBeAg, HBcAg, dan HBxAg. Protein yang berasal virus ini

bersifat antigenik serta memberi gambaran tentang keadaan penyakit atau

pertanda serologi khas, yakni : (1) Surface antigen atau HBsAg yang berasal dari

selubung, yang positif kira-kira 2 minggu sebelum terjadinya gejala klinis, (2)

Core antigen atau HBcAg yang merupakan nukleokapsid virus hepatitis B, (3) E

antigen atau HBeAg yang berhubungan erat dengan jumlah partikel virus yang

merupakan antigen spesifik untuk hepatitis B. Berdasarkan sifat imunologik

protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr

yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya. Subtipe adw

terjadi di Eropa, Amerika dan Australia. Virus dengan subtipe ayw terjadi di Afrika

Utara dan Selatan. Virus dengan subtipe adw dan adr dapat terjadi di Malaysia,

Thailand, Indonesia dan subtipe adr terjadi di Jepang dan China (Siswanto, 2020;

Sanders, 2016; Pyrsopoulos, 2021).

13
Gambar 2.4. Morfologi Virus Hepatitis B (Siswanto, 2020)

Virus Hepatitis B dapat ditularkan melalui berbagai cara. Sumber infeksi

tertinggi pada kasus orang dewasa disebabkan oleh kontak seksual atau

parenteral. Hepatitis B paling sering terjadi pada orang dengan penyalahgunaan

obat-obatan secara injeksi, heteroseksual dengan partner seksual yang beragam,

dan laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan laki-laki. Virus hepatiitis

B ditemukan di cairan tubuh yang memiliki konsentrasi virus hepatitis B yang

tinggi seperti semen, sekret servikovaginal, saliva, dan cairan tubuh lainnya

sehingga cara transmisi hepatitis B yaitu transmisi seksual. Penyebaran dari ibu

ke bayi juga merupakan transmisi yang penting. Skrining rutin dari ibu hamil

dan profilaksis pada bayi baru lahir sekarang direkomendasikan. Hepatitis B

juga dapat ditularkan dari orang ke orang melalui darah (penerima produk darah,

pasien hemodialisa, pekerja kesehatan atau terpapar darah). Selain itu, cara

transmisi virus hepatitis B lainnya melalui penetrasi jaringan (perkutan) atau

permukosa yaitu alat-alat yang tercemar virus hepatitis B seperti sisir, pisau

cukur, alat makan, sikat gigi, tato, akupuntur, tindik, alat kedokteran, dan lain-

lain (Sanityoso, 2009; Sanders, 2016). Namun demikian menurut CDC (2020),

risiko penularan virus hepatitis B yang rendah dapat ditemukan melalui jarum

suntik, luka terbuka akibat benda tajam, transplantasi organ, dialisis, dan kontak
14
interpersonal melalui benda-benda yang dipakai bersama, seperti pisau cukur,

sikat gigi, atau luka terbuka dari orang yang terinfeksi.

2.3.2. Gambaran Klinis

Infeksi Virus hepatitis B memiliki variari gejala klinis, baik dari tanpa

gejala sampai gejala yang berat seperti muntah darah dan koma. Pada hepatitis

akut gejala amat ringan, yakni seperti gejala influenza berupa demam ringan,

mual, lemas, hilang nafsu makan, mata jadi kuning, kencing berwarna gelap,

diare dan nyeri otot. Pada sebagian kecil gejala dapat menjadi berat dan terjadi

fulminan hepatitis yang mengakibatkan kematian. Infeksi hepatitis B yang

didapatkan pada masa perinatal dan balita biasanya asimtomatik dan dapat

menjadi kronik pada 90% kasus. Sekitar 30% infeksi hepatitis B yang terjadi

pada orang dewasa akan menimbulkan ikterus dan pada 0,1-0,5% dapat

berkembang menjadi fulminan. Pada orang dewasa 95% kasus akan sembuh

dengan sempurna yang ditandai dengan menghilangnya HBsAg dan timbul anti

HBs (Noer, 2007). Hal ini juga diperkuat oleh CDC (2021) bahwa mayoritas anak-

anak usia kurang dari tahun tidak memiliki gejala. Sekitar 30%–50% dari orang

dewasa dengan usia di atas sama dengan lima tahun akan mengalami gejala.

Perjalanan penyakit ini berupa akut, self-limited, dengan periode inkubasi

30 – 150 hari (rata-rata 75 hari). Selama periode inkubasi, HBsAg, HBeAg, dan

HBV DNA terdeteksi pada serum dan meningkat pada titer tinggi dengan virus

mencapai titer 108 – 1011 virion/ml. Pada onset simptom, anti-HBc meningkat dan

level aminotransferase serum juga meningkat. Gambaran jaundice pada 1/3

orang dewasa dengan hepatitis B dan proporsinya sedikit pada anak-anak.

Secara umum, DNA HBV dan HBeAg menurun pada saat onset dari penyakit dan

tidak terdeteksi pada puncak penyakit. HBsAg menjadi tidak terdeteksi, dan anti-

HBs terlihat selama fase pemulihan bebera minggu sampai bulan setelah

15
kehilangan HBsAg. Anti-HBs merupakan antibodi jangka panjang yang

dihubungkan dengan imunitas.

Virus menginfeksi hanya pada manusia dan kera dan bereplikasi pada

hepatosit dan mungkin sedikit pada sel stem di pankreas, sumsum tulang

belakang, dan limpa. Selama infeksi akut maupun kronis, jumlah yang besar dari

HBsAg terdeteksi pada serum dan paling banyak dalam bentuk virus-like

spherical 20 nm incomplete dan partikel tubular. Individu dengan produksi

jumlah besar HBV dalam serum secara khusus juga memproduksi penanda

HBeAg pengganti untuk level tinggi dari replikasi virus (Sanders, 2016).

16
2.3.3. Gambaran Laboratorium dan Diagnostik

Pada infeksi hepatitis B akut simptomatik didapatkan bahwa pola

serologisnya berupa HbsAg mulai timbul pada akhir masa inkubasi kira-kira 2-5

minggu sebelum ada gejala klinik dan titernya akan meningkat setelah tampak

gejala klinis lalu menetap selama 1-5 bulan. Selanjutnya titer HBsAg akan

menurun dan hilang dengan berkurangnya gejala-gejala klinik. Jika HbsAg

menetap setelah 6 bulan, hal ini menandakan hepatitis akan berubah menjadi

kronis. Selanjutnya Anti-HBs baru akan timbul pada stadium konvalesensi yaitu

beberapa saat setelah menghilangnya HBsAg, sehingga terdapat masa jendela

(window period) yaitu masa menghilangnya HBsAg sampai mulai timbulnya anti-

HBs. Anti-HBs akan menetap lama, 90% akan menetap lebih dari 5 tahun

sehingga dapat menentukan stadium penyembuhan dan imunitas penderita.

Pada masa jendela, Anti-HBC merupakan pertanda yang penting dari hepatitis B

akut. Anti-HBC mula-mula terdiri dari IgM dan sedikit IgG. IgM akan menurun

dan menghilang dalam 6-12 bulan sesudah sembuh, sedangkan IgG akan

menetap lama dan dapat dideteksi dalam 5 tahun setelah sembuh.

Indikator lainnya yang harus diperhatikan adalah HbeAg. HBeAg akan

timbul bersama-sama atau segera sesudah HBsAg. Jika Ditemukan HbeAg, maka

hal ini menunjukkan jumlah virus yang banyak. Jangka waktu HBeAg positif

lebih singkat daripada HBsAg. Bila HBeAg masih ada lebih dari 10 minggu

sesudah timbulnya gejala klinik, menunjukkan penyakit berkembang menjadi

kronis. Jika terjadi serokonversi dari HBeAg menjadi anti-Hbe, hal ini

menunjukkan prognosis yang baik, yakni akan terjadi penyembuhan penyakit.

Pada infeksi hepatitis B asimtomatik, pemeriksaan serologis menunjukkan

kadar HBsAg dan HbeAg yang rendah untuk waktu singkat, bahkan seringkali

HBsAg tidak terdeteksi. Menghilangnya HBsAg segera diikuti dengan timbulnya

17
anti-HBs dengan titer yang tinggi dan lama dipertahakan. Anti-HBc dan anti-Hbe

juga timbul tetapi tidak setinggi titer anti-HBs. Lima sampai sepuluh persen yang

menderita hepatitis B akut akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Pada tipe

ini HBsAg timbul pada akhir masa inkubasi dengan titer yang tinggi yang akan

menetap dan dipertahankan lama dan dapat sampai puluhan tahun atau seumur

hidup. Anti-HBs tidak akan timbul pada pengidap HBsAg, tetapi sebaliknya anti-

HBc yang terdiri dari IgM dan IgG anti-HBc akan dapat dideteksi dan menetap

selama lebih dari 2 tahun (Pyrsopoulos, 2021).

Pemeriksaan HBeAg, anti-HBe, DNA HBV, dan anti-HBs secara umum

dapat bermanfaat dalam menilai prognosis hepatitis B yang diderita pasien. Jika

pada pasien ditemukan DNA HBV atau HBeAg positif (atau keduanya) pada 6

minggu setelah onset simptom biasanya dapat berkembang menjadi hepatitis B

kronis. Jika terjadi Kehilangan HBeAg atau DNA HBV dalam pemeriksaan

serologis, maka hal ini memberikan hasil yang baik. Hal yang sama juga terjadi

jika diikuti dengan hilangnnya HBsAg dan munculnya anti-HBs. Hal ini

menunjukkan pemulihan pada pasien (Sanders, 2006).

Gambar 2. 5. Urutan Penanda Serologis untuk Hepatitis B Virus yang

Menunjukkan (A) Infeksi Akut dengan Resolusi dan (B) Perkembangan menjadi

Infeksi Kronis (Kumar dkk., 2010)

18
Gambar 2. 6. Urutan Penanda Serologis untuk Infeksi Hepatitis B Virus Akut

(Saturti, 2017)

Pola pemeriksaan Hepatitis B juga dapat menggunakan pemeriksaan

ELISA. Untuk mendiagnosa suspek hepatitis akut , maka indikator yang

digunakan dengan menggunakan ELISA adalah hepatitis B surface antigen

(HBsAg) dan antibodi IgM anti-HBc. Jika HBsAg positif, selanjutnya ke hepatitis e

antigen (HBeAg) dan antibodi (HBeAb). Skrining pada pasien asimptomatik

dengan tes sebagai berikut: HBsAg, anti-HBc, dan anti-HBs pada semua sampel

atau dapat mengikuti algoritma testing sequential. Melakukan tes untuk anti-HBs

sendiri sebelum vaksinasi dapat juga dipertimbangkan namun harus diikuti

dengan pemeriksaan serologis pada pasien dengan hasil anti-HBs negatif post

vaksin, karena mereka dapat saja memilliki HBsAg positif. Melakukan tes untuk

antibodi anti-HBc dan anti-HBs sebelum vaksinasi juga dapat dipertimbangkan.

Pemeriksaan untuk anti-HBc dan HBsAg pada sampel saliva dapat digunakan

untuk surveilans dan tujuan penelitian namun tidak tersedia secara komersial

untuk keperluan diagnostik (Gilson, 2006).

19
Tabel 2. 2. Pola Serologis Infeksi Hepatitis B (Government Of India, 2018; Gozali,
2020)

HBsAg Anti-HBs Anti-HBc HBeAg Anti-HBe Interpretasi

+ - IgM + - Hepatitis B akut,

infektifitas tinggi

+ - IgG + - Hepatitis B kronis,

infektifitas tinggi

+ - IgG - + 1. Hepatitis B akut dan

kronis, infektifitas

rendah

2. HBeAg negatif (precure

mutan) hepatitis B

(kronis atau jarang

akut)

20
+ + + IgM +/- 1. HBsAg dari satu subtipe

dan heterotipik anti-HBs

(umum)

2. Proses serokonversi dari

HBsAg ke anti-HBs

(jarang)

- - IgM +/- +/- 1. Hepatitis B akut

2. Anti-HBc “window”

- - IgG - +/- 1. Kadar karier hepatitis B

rendah

2. Hepatitis B dalam

remote past

- + IgG - +/- Pemulihan dari hepatitis B

- + - - - 1. Imunisasi setelah

HBsAg (setelah

vaksinasi)

2. Hepatitis B dalam

remote past

3. Positive false

21
Gambar 2. 7. Perkembangan Pemeriksaan Serologis pada Infeksi HBV Akut
(Government Of India, 2018)

Gambar di atas menjelaskan perjalanan pemeriksaan serologis pada

penderita Hepatitis Akut. Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya

bahwa sampai saat ini terdapat beberapa indikator dari hasil pemeriksaan

laboratorium yang dapat digunakan untuk menilai infeksi Hepatitis B. Pada

kondisi infeksi yang akut, antibodi terhadap HBcAg yang paling pertama muncul

setelah munculnya HBsAg dan HBeAg serum. Bila penderita mengalami

kesembuhan secara spontan setelah menderita Hepatitis B akut maka akan

terjadi serokonversi HBsAg dan HBeAg, yang ditandai dengan kadar kedua

penanda tersebut tidak akan dapat terdeteksi lagi di serum. Sementara anti-HBs

dan anti-HBe justru mulai terdeteksi. Sebaliknya, pada penderita Hepatitis B

kronik, HBsAg dan HBeAg akan terus terdeteksi di serum penderita. Pada

Penderita Hepatitis B kronik, DNA VHB sebaiknya diperiksa untuk memantau

perjalanan riwayat penyakit. Pada beberapa jenis virus mutan, HBeAg bisa tidak

terdeteksi di dalam serum walaupun peradangan pada hati masih terjadi dan

kadar DNA VHB serum masih tinggi (Siswanto, 2020).

22
2.3.4. Manajemen Medis

Pencegahan infeksi Hepatitis B dapat dilakukan dengan melakukan

imunisasi. Imunisasi untuk HVB dapat aktif dan pasif. Untuk imunisasi pasif

digunakan hepatitis B immunoglobulin (HBIg). Jenis imunisasi dapat memberikan

proteksi secara cepat untuk jangka waktu terbatas yaitu 3-6 bulan. Pada orang

dewasa HBIg diberikan dalam waktu 48 jam setelah terpapar VHB. Imunisasi

aktif diberikan terutama kepada bayi baru lahir dalam waktu 12 jam pertama dan

juga pada kelompok orang yang berisiko terinfeksi HVB, termasuk tenaga medis

yang sering berkontak dengan darah, pengguna obat- obatan terlarang secara

injeksi, hubungan seksual sesama jenis, orang dengan risiko penyakit menular

seksual, wisatawan yang bepergian ke daerah endemik, dan orang-orang yang

kontak erat dengan pasien hepatitis B kronis (Sanders dkk., 2016)

Vaksin Hepatitis B yang tersedia saat ini berbentuk sediaan yang

merupakan rekombinan dari HbsAg yang diproduksi dengan bantuan ragi.

Pemerintah Republik Indonesia telah menginstruksikan bahwa vaksin diberikan

sebanyak 4 kali dengan cara injeksi pada usia 0, 2,3 dan 4 bulan. Negara

Indonesia sebagai negara daerah tropis telah memasukkan imunisasi Hepatitis B

dalam program imunisasi rutin secara Nasional pada bayi baru lahir pada tahun

1997. Imunisasi Hepatitis B dapat memberikan perlindungan dari infeksi Hepatitis

B selama lebih dari 20 tahun. Keberhasilan imunisasi dinilai dari terdeteksinya

anti-HBs di serum penderita setelah pemberian imunisasi Hepatitis B lengkap,

yakni sebanyak tiga hingga empat kali (Siswanto, 2020).

23
Pencegahan umum hepatitis B berupa uji tapis donor darah dengan uji

diagnosis yang sensitif, sterilisasi instrumen secara adekuat-akurat. Alat dialisis

digunakan secara individual, dan untuk pasien dengan HVB disediakan mesin

tersendiri. Jarum disposable dibuang ke tempat khusus yang tidak tembus jarum.

Pencegahan untuk tenaga medis yaitu senantiasa menggunakan sarung tangan.

Dilakukan penyuluhan agar para penyalah guna obat tidak memakai jarum secara

bergantian, perilaku seksual yang aman. Mencegah kontak mikrolesi, menghindari

pemakaian alat yang dapat menularkan HVB (sikat gigi, sisir), dan berhati-hati

dalam menangani luka terbuka. Melakukan skrining ibu hamil pada awal dan pada

trimester ketiga kehamilan, terutama ibu yang berisiko tinggi terinfeksi HVB. Ibu

hamil dengan HVB (+) ditangani terpadu. Segera setelah lahir, bayi diimunisasi

aktif dan pasif terhada HVB. Melakukan skrining pada populasi risiko tinggi tertular

HVB (lahir di daerah hiperendemis, homoseksual, heteroseksual, pasangan seks

berganti-ganti, tenaga medis, pasien dialisis, keluarga dari pasien HVB kronis, dan

yang berkontak seksual dengan pasien HVB (Siswanto, 2020).

24
2.4. Hepatitis C

2.4.1. Morfologi dan Etiologi

Penyebab penyakit Hepatitis C adalah virus Hepatitis C (HCV). Virus ini

termasuk famili Flaviviridea, yakni virus beramplop yang termasuk pada genus

Hepacivirus dan merupakan virus RNA dengan untai tunggal (RNA single strain),

berbentuk linear dan berdiameter 50 nm (Siswanto, 2020). Virus ini berselubung

glikoprotein dengan partikel sferis, inti nukleokapsid 33 nm, yang dapat

diproduksi secara langsung untuk memproduksi protein-protein virus (hal ini

dikarenakan HCV merupakan virus dengan RNA rantai positif). Virus ini memiliki

6 genotip HCV mayor dan lebih dari 50 subtipe VHC yang berbeda telah

ditemukan. Keberagaman ini menimbulkan mempengaruhi respon HCV terhadap

kombinasi dari terapi interferon/ribavirin (Lauer dan Bruce, 2001; Siswanto,

2020).

Gambar 2.8. Morfologi Virus Hepatitis C (Siswanto, 2020)

25
2.4.2. Gambaran Klinis

Infeksi virus Hepatitis C memiliki gejala klinis yang sama dengan infeksi

hepatitis yang lain. Masa inkubasi virus hepatitis C umumnya sekitar 14 hingga

182 hari ( namun rata-rata berkisar antara 14 hari hingga 84 hari). Gejala yang

dialami beberapa pasien menunjukkan malaise dan jaundice dialami oleh sekitar

20-40% pasien. Selain itu, gejala lain non spesifik yang sering ditemukan adalah

anoreksia, dan nyeri perut yang mungkin dialami oleh sekitar 10 hingga 20

persen pasien (CDC, 2021).

Pada infeksi HVC dapat terjadi peningkatan kadar enzim hati (SGPT > 5-

15 kali rentang normal) dan biasanya terjadi pada hampir semua pasien. Selama

masa inkubasi ini, HCV RNA pasien yang terinfeksi bisa positif dan meningkat

hingga munculnya jaundice. Selain itu juga bisa muncul gejala-gejala fatique,

tidak nafsu makan, mual dan nyeri abdomen kuadran kanan atas. Dari semua

individu dengan hepatitis C akut, sekitar 75-80% akan berkembangmenjadi

infeksi hepatitis C kronis. Infeksi virus hepatitis C sangat jarang terdiagnosis

ketika penderita menginjak fase akut. Manifestasi klinis bisa saja muncul dalam

waktu 7-8 minggu (dengan kisaran 2-26 minggu) setelah terpapar dengan HCV,

namun sebagian besar penderita tidak menunjukkan gejala atau kalaupun ada

hanya menunjukkan gejala yang ringan. Pada kasus-kasus infeksi akut HCV,

gejala-gejala yang dialami biasanya mencakup jaundice, malaise, dan nausea

(Noor, 2007).

26
2.4.3. Gambaran Laboratorium dan Diagnostik

Diagnosis hepatitis C akut secara umum ditegakkan berdasarkan deteksi

anti-HCV pada serum pasien. HCV RNA petama kali muncul diikuti kenaikan enzim

ALT dan diikuti dengan munculnya anti-HCV. Pemeriksaan antibodi terhadap HCV

biasanya dideteksi menggunakan enzyme immunoassay generasi ke-3 yang banyak

dipergunakan saat ini mengandung protein core yang dapat mendeteksi keberadaan

antibodi dalam waktu 4-10 minggu pasca infeksi. Antibodi anti-HCV masih dapat

terdeteksi selama terapi maupun setelahnya. Uji immunoblot rekombinan (RIBA)

dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil yang positif. Pemeriksaan HCV RNA

merupakan pemeriksaan yang paling spesifik dan dapat dipercaya untuk menunjukkan

adanya infeksi HCV. Pemeriksaan HCV-RNA kuantitatif dan kualitatif juga dapat

menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) (Lauer dan Walker, 2021).

Gambar 2. 9. Urutan Penanda Serologis untuk Hepatitis HCV (A) Infeksi Akut

dengan Resolusi; (B) Berkembang menjadi Infeksi Kronis (Kumar

dkk., 2017)

27
Infeksi hepatitis C dapat bersifat akut maupun kronis. Infeksi hepatitis

C dapat dikatakan akut jika ditemukan biomarker infeksi hepatitis C bertahan

selama 6 bulan. Hasil ini ditandai dengan adanya RNA HCV, HCV core antigen,

dan HCV antibodi. HCV antibodi akan ditemukan selama infeksi akut dan

bertahan cukup lama. Proses penyembuhan infeksi HVC akut biasanya

berlangsung selama 6 bulan dan sekitar 15-45% individu yang terinfeksi tidak

memerlukan pengobatan. Jika tidak ada perubahan biomarker yang

menunjukkan perbaikan lebih dari bulan, maka infeksi hepatitis C telah

berkembang menjadi kronis. Permeriksaan hepatitis C dapat dimulai dari

skrining awal untuk melihat apakah pasien memiliki riwayat infeksi hepatitis C

sebelumnya dengan menggunakan uji serologis, lalu diikuti pemeriksan NAT

untuk mendeteksi ada atau tidaknya RNA HCV untuk mengkonfirmasi viremia

HCV dan juga infeksi kronis HCV (WHO, 2017).

Gambar 2. 10. Periode waktu biomarker infeksi Hepatitis C (A) Infeksi

Akut dengan dan mengalami penyembuhan sendiri; (B) Infeksi Hepatitis C

Berkembang menjadi Infeksi Kronis (WHO, 2017)

28
Tabel 2.3. Pemeriksaan HCV Pada Manusia(Fiellin dan Bonilla, 2011)

Hasil Tes Interpretasi Tindakan Selanjutnya

Antibody HCV (anti- Tidak ada antibodi HCV Sampel dapat

HCV) non reaktif terdeteksi dilaporkan sebagai

non reaktif terhadap

antibody HCV. Tidak

ada tindakan lanjutan

yang diperlukan

Antibodi HCV (anti-HCV) Curiga infeksi HCV

reaktif

Antibodi HCV reaktif, Infeksi HCV terkini

RNA HCV terdeteksi

Antibodi HCV reaktif, Tidak ada infeksi HCV

RNA HCV tidak terkini

terdeteksi

29
2.4.4. Manajemen Medis

Pencegahan infeksi hepatitis C dapat dimulai dengan meningkatkan

perilaku hidup bersih dan sehat. Saat ini belum terdapat vaksin hepatitis C yang

dapat diberikan kepada manusia. Oleh karena itu, perlu digalakkan perilaku yang

dapat mencegah risiko terinfeksinya virus hepatitis C. Berbagai usaha dapat

dilakukan untuk mencegah terjangkitnya virus hepatitis C. Secara global, risiko

infeksi tertinggi dapat ditemukan di sektor kesehatan, karena kontrol infeksi yang

tidak adekuat. Hal ini menunjukkan pentingnya proteksi diri selama bekerja dan

prosedur sterilisasi yang tepat terhadap instrumen kesehatan yang telah

digunakan. Selain itu, diperlukan perhatian yang lebih untuk tindakan transfusi

darah karena prosedur ini juga sangat berisiko menularkan virus hepatitis C.

Operator harus melakukan skrining terlebih dahulu dan bekerja sesuai dengan

prosedur kontrol infeksi yang tepat. Selain itu, diperlukan kegiatan promosi

kesehatan untuk mengubah tingkah laku masyarakat umum dan pekerja

kesehatan untuk mengurangi penggunaan obat-obatan terlarang, penggunaan

jarum suntik yang tidak aman, dan tentunya menghindari perilaku seks yang

menyimpang (WHO, 2017; CDC, 2020).

30
BAB III

KESIMPULAN

Hepatitis merupakan inflamasi pada organ hati yang disebabkan oleh virus.

Virus hepatitits dapat terbagi menjadi virus RNA dan DNA. Hampir semua jenis

virus hepatitis yang menyerang manusia merupakan virus RNA kecuali hepatitis

B, yakni virus DNA. Kedua jenis virus hepatitis, baik DNA maupun RNA

memperlihatkan kesamaan dalam gejala klinisnya serta perjalanan penyakit

yang ditampilkan. Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari

asimtomatik sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat

menimbulkan kematian.

Pemeriksaan hepatitis dapat dilakukan dengan uji serologis dan

pemeriksaan DNA atau RNA virus dalam tubuh manusia. Infeksi hepatitis dapat

berupa infeksi akut dengan periode waktu yang lebih singkat atau dapat

berkembang menjadi infeksi kronis dengan waktu yang lebih lama. Setiap

periode infeksi memiliki biomarker masing-masing sehingga diagnosis hepatitis

dapat ditegakkan.

Infeksi virus hepatitis pada manusia dapat dicegah sejak dini. Perilaku

hidup bersih dan sehat serta tidak melakukan perilaku seksual yang menyimpang

merupakan cara untuk mencegah terjangkitnya hepatitis. Selain itu, diperlukan

vaksinasi hepatitis sejak dini untuk mencegah terjadinya risiko tertular virus

hepatitis. Vaksin hepatitis yang tersedia saat ini adalah vaksin hepatitis A dan B.

Vaksin hepatitis C saat ini belum tersedia. Oleh karena itu, diperlukan pola

perilaku yang dapat menurunkan risiko terjangkitnya virus hepatitis C.

31
DAFTAR PUSTAKA

Centers For Disease Control and Prevention (CDC). 2020. The ABCs of Hepatitis – for Health
Professionals. www.cdc.gov/hepatitisM, diakses tanggal 10 Oktober 2021 pukul 10.00
WIB.

Dienstag J.L., Isselbacher K.J., Acute Viral Hepatitis. In: Eugene Braunwauld et al. Harrison’s
Principles of Internal Medicine, 17th Edition,McGraw Hill, 2008.

Dufour DR. Liver disease. In:Carl AB, Edward RA, David EB editors. Clinical chemistry and
molecular diagnostics. Fourth ed. Missouri: Elsevier saunders; 2006. p. 1777-1827.

Fiellin DA, Bonilla V. A. 2011. Treatement Improvement Protocol: Addressing Viral Hepatitis in
People with Substance Use Disorders.
Gilson R, Brook MG. Hepatitis A, B, and C. Sex Transm Infect. 2006;82(SUPPL.
4):35-39. doi:10.1136/sti.2006.023218.

Government of India: Ministry of Health and Family Welfare. National Laboratory


Guidelines for Testing of Viral Hepatitis. Published online 2018.
http://www.inasl.org.in/national-laboratory-guidelines.pdf/ Diaksestanggal 11
Oktober 2021 pukul 09.10 WIB.

Gozali AP. Diagnosis , Tatalaksana , dan Pencegahan Hepatitis B dalam Kehamilan.


CDK J. 2020;47(5):354-358.
Jackson JGL. EASL 2017 Clinical Practice Guidelines on the management of hepatitis B
virus infection. J Hepatol. 2017;67:370-398.

Kumar, Abbas, Fausto, Aster. Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Saunders, Elsevier; 2010.
doi:10.1017/CBO9781107415324.004.

Lauer GM, Walker BD. Hepatitis C virus infection. N Engl J Med 2001; 345(1):41-52.

Martin A and Lemon SM, Hepatitis A virus. From discovery to Vaccines. Hepatology:
2006 Vol 45 No.2 Suppl 1, S164-S172.

Noer, Sjaifoellah H.M., Sundoro, Julitasari. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati Edisi Pertama. Editor :
H. Ali Sulaiman. Jakarta: Jayabadi. 2007.

Prasidthrathsint K, Stapleton JT. Laboratory Diagnosis and Monitoring of Viral Hepatitis.


Gastroenterol Clin North Am. 2019;48(2):259-279. doi:10.1016/j.gtc.2019.02.007.

Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi dan AnalisiS
Hepatitis. Kemenkterian Kesehatan RI: Jakarta.

Pyrsopoulos NT. Hepatitis B. Medscape


Website.nhttps://emedicine.medscape.com/articl e/177632-overview. Updated
August 2021. Diakses tanggal 11 Oktober 2021 pukul 07.09 WIB.

32
Sanders BJ, Shapiro AD, Hock RA, Manaloor JJ, Weddell JA. Management of the
Medically Compromised Patient: Hematologic Disorders, Cancer, Hepatitis, and
AIDS.; 2016. doi:10.1016/B978-0-323-28745-6.00026-0.

Sanityoso, A. Hepatitis Virus Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.

Sherlock S, Dooley J. Diseases of the liver and biliary system.United State of America:
Blackwell publishing; 2002.

Siswanto. 2020. Epidemiologi Penyakit Hepatitis. Mulawarman University Press. Samarinda.


Wahyudi, H. 2017. Tinjauan Pustaka Hepatitis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, RSUP Sanglah Denpasar.

WHO. Guidelines On Hepatitis B And C Testing. 2017;(November):1-36. www.hepatitis-c-


initiative.eu, Diakses tanggal 9 Oktober 2021 pukul 08.15 WIB.

33
34
35

Anda mungkin juga menyukai