Anda di halaman 1dari 18

TUGAS INDIVIDU

Mata Kuliah : K3 Institusi Kesehatan


Dosen :

PERSEPSI RISIKO KESELAMATAN KERJA PADA TENAGA MEDIS RUMAH


SAKIT

OLEH:

RISMAYANTI YAMIN
P1800216005

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayaNyalah sehingga makalah mata kuliah K3 Institusi Kesehatan yang berjudul “Persepsi
Risiko Keselamatan Kerja Pada Tenaga Medis Rumah Sakit”.
Dalam penyusunan makalah ini, begitu banyak hambatan yang di hadapi penulis.
Tapi berkat bimbingan dan bantuan serta dorongan motivasi dari berbagai pihak, semua
kendala-kendala dan hambatan yang dihadapi penulis dapat teratasi.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan menjadi sumbangan pemikiran
bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan
dapat tercapai.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Makassar, Desember 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar ........................................................................................................................ i


Daftar isi.................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4
C. Tujuan ......................................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Risiko................................................................................................... 5
B. Klasifikasi Risiko ........................................................................................................ 5
C. Penilaian Risiko .......................................................................................................... 6
D. Konsep dasar persepsi ................................................................................................. 7
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Persepsi ....................................... 8
F. Persepsi Risiko ............................................................................................................ 8
G. Faktor-Faktor Persepsi dan Sikap Risiko ................................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN ...................................................................................................... 11
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 14
B. Saran .......................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat
seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi masyarakat
Indonesia makin cepat dengan berdirinya perusahaan dan tempat kerja yang beraneka
ragam. Perkembangan industri yang pesat ini diiringi pula oleh adanya risiko bahaya
yang lebih besar dan beraneka ragam karena adanya alih teknologi dimana
penggunaan mesin dan peralatan kerja yang semakin kompleks untuk mendukung
berjalannya proses produksi. Hal ini dapat menimbulkan masalah kesehatan dan
keselamatan kerja (Novianto, 2010).
Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru dan sebagainya yang serba
pelik banyak dipakai sekarang ini. Bahan-bahan teknis baru banyak diolah dan
dipergunakan, serta mekanisasi dan elektrifikasi diperluas di mana-mana. Dengan
majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi, maka dalam
kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensitet kerja operasional dan
tempo kerja para pekerja (Penjelasan atas UU No. 1 Tahun 1970).
Hal tersebut memerlukan pengerahan tenaga secara intensif pula dari para
pekerja. Kelelahan, kurang perhatian akan hal lain merupakan akibat dari padanya dan
menjadi sebab terjadinya kecelakaan. Bahan-bahan yang mengandung racun, mesin-
mesin, alat-alat, pesawat-pesawat yang serba pelik serta cara-cara kerja yang buruk,
kekurangan keterampilan dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber
bahaya yang baru, senantiasa menjadi sumber-sumber bahaya dan penyakit akibat
kerja (Penjelasan atas UU No. 1 Tahun 1970).
Laporan ILO tahun 2008 menyatakan bahwa tiap tahun diperkirakan
1.200.000 jiwa pekerja meninggal karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Sementara kerugian ekonomi akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja mencapai 4
persen dari pendapatan perkapita tiap negara (Menakertrans, 2011).
Dalam era globalisasi, kerentanan terhadap penyakit infeksi global pula
munculnya penyakit baru seperti SARS, HIV, EBOLA, Hepatitis B dan Hepatitis C.
Menurut Menteri Kesehatan RI tentang penanggulangan HIV/AIDS bahwa epidemi
HIV/AIDS di Indonesia dengan faktor-faktor mempermudah epidemi maupun melihat
dari perkiraan ODHA saat ini yaitu antara 80.000-120.000, maka Indonesia sangat

1
terancam bencana HIV/AIDS pada tahun 2010, sehingga makin besar pula
kemungkinan terjadinya penularan penyakit infeksi tersebut. Bila upaya pengendalian
infeksi tidak dikelola dengan baik, maka kemungkinan terpapar oleh penyebab
penyakit infeksi semakin besar. Hal ini tidak hanya terjadi pada pasien, tetapi juga
pada petugas kesehatan di sarana kesehatan masyarakat baik tenaga medis maupun
tenaga non medis. Pada Desember 1996, CDC melaporkan bahwa 52 orang pekerja
kesehatan di Amerika Serikat dari hasil pemeriksaan serologi diketahui terpapar HIV,
diantaranya 19 pekerja laboratorium, 21 perawat, 6 dokter dan 6 pekerja lain.
Setidaknya 45 orang dari 52 orang pekerja kesehatan tersebut terpapar melalui
jaringan kulit, 5 orang terpapar melalui selaput lendir, 1 orang terpapar dari keduanya
dan 1 orang tidak diketahui keterpaparannya. (CDC, 1996). Dari hasil penelitian
Dinas Kesehatan DKI Jakarta pada tahun 1994 tentang pengetahuan, sikap dan
perilaku petugas tenaga medis Puskesmas mengenai universal precaution, diperoleh
gambaran bahwa pengetahuan petugas tentang prinsip universal precaution secara
benar hanya 50%. Penggunaan sarung tangan cukup baik (66,7%) sedangkan sikap
penggunaannya hanya 18,2% demikian pula dengan perilaku penggunaan sarung
tangan hanya 21,2%. Pengetahuan mengenai cuci tangan cukup baik, namun dalam
sikap perilaku hanya 27,3% yang menyatakan keharusan mencuci tangan setiap
selesai memeriksa satu pasien. Dan sebanyak 87,6% responden menyatakan menutup
kembali jarum suntik bekas pakai kedalam tutupnya (Kusriastuti, 1994 dalam
Haryani,2016).
Dari hasil survey tentang pencegahan infeksi di sarana kesehatan (Bachrun,
tahun 2000) menunjukkan bahwa petugas kesehatan potensial meningkatkan
penularan kepada diri sendiri dan kepada pasien dikarenakan petugas mencuci tangan
yang kurang baik, penggunaan alat pelindung diri terutama sarung tangan yang
kurang tepat, menutup kembali jarum suntik bekas pakai secara tidak aman, teknik
dekontaminasi dan sterilisasi kurang tepat, serta praktek kebersihan ruangan yang
belum memadai. Keadaan tersebut meruakan faktor-faktor resiko untuk terjadinya
penularan penyakit infeksi dan resiko kecelakaan kerja di pelayanan kesehatan.
Seperti resiko tertular HIV setelah terusuk jarum HIV dari klien HIV positif kurang
dari 0,5% dan resiko tertular HBV setelah tertusuk jarum dari klien HBV positif
2030% (Evans, 1989 dalam Haryani, 2016).
Terjadinya kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja merupakan
dampak dari paparan risiko yang akan selalu ada di setiap tempat dan proses kerja,

2
bahkan di setiap tempat kegiatan manusia. Banyak sekali jenis risiko dan setiap risiko
memiliki dampak yang berlainan. Secara garis besar risiko terdiri dari risiko
keselamatan kerja dan risiko kesehatan kerja. Risiko keselamatan kerja biasanya
bersifat akut (mendadak) dan menyebabkan terjadinya cedera. Sedangkan risiko
kesehaatan kerja biasanya bersifat kronik (paparan dalam jangka waktu lama) dan
menyebabkan gangguan kesehatan pekerja (Syaaf, 2008).
Menurut Suma’mur, penyebab kecelakaan kerja secara umum adalah karena
adanya kondisi yang tidak aman dan tindakan tidak aman dari pekerja. Khusus
mengenai tindakan tidak aman sangat erat kaitannya dengan faktor manusia atau
terjadi karena kesalahan manusia. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Patrick
Sherry, 80-90 % penyebab kecelakaan kerja berkaitan dengan human error atau faktor
perilaku pekerja. Pekerja cenderung untuk berperilaku dengan mengabaikan
keselamatan walaupun itu sangat berguna untuk kepentingannya sendiri. Misal saja
dalam melaksanakan tugasnya pekerja seringkali tidak mengikuti Standard Operating
Procedure (SOP) dan hanya bekerja berdasarkan pengalamannya saja. Atau masalah
lain adalah pekerja seringkali tidak mau menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
yang sudah disediakan dengan berbagai alasan (Syaaf, 2008).
Persepsi menurut Soekidjo merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku. Oleh karena itu, jika persepsi seseorang terhadap risiko sudah buruk, maka
perilaku yang timbul juga cenderung mengabaikan pajanan risiko tersebut (Syaaf,
2008).
Persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang ditempuh individu
untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna
kepada lingkungan mereka. Apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari
kenyataan yang objektif (Robbins, 2003).
Persepsi adalah suatu proses otomatis yang terjadi dengan sangat cepat dan
kadang tidak disadari, di mana seseorang dapat mengenali stimulus yang diterimanya.
Persepsi yang dimiliki dapat mempengaruhi tindakan seseorang. Jika dikaitkan
dengan risiko, maka persepsi terhadap risiko merupakan proses dimana individu
menginterpretasikan informasi mengenai risiko yang mereka peroleh (Notoatmodjo,
2005).
Menurut Glendon & Eguene, karakteristik individu dapat mempengaruhi apa
yang dipersepsikan khususnya berkaitan dengan terjadinya bahaya. Beberapa orang
akan menerima bahaya sebagai risiko nyata bagi mereka dan berusaha

3
menghindarinya. Beberapa lagi akan mengakui risiko tersebut tetapi
mempersepsikannya sebagai tantangan atas kemampuan yang mereka punya. Persepsi
inilah yang dapat mengakibatkan tindakan-tindakan yang tidak aman dalam
menghadapi bahaya dan meningkatkan kemungkinan seseorang mendapat kecelakaan
(Ferlisa, 2008).
Oleh karena itu Semakin luas pelayanan kesehatan semakin kompleks pula
peralatan dan fasilitasnya apabila tidak dikelola dengan baik akan menjadi sumber
bahaya dan berisiko terutama bagi tenaga paramedisnya. untuk itu perlunya
mengetahui persepsi tenaga paramedis terhadap risiko klinis yang banayk dijumpai di
Rumah Sakit .
B. Rumusan Masalah
Bagaimana persepsi tenaga paramedis terhadap risiko klinis di Rumah Sakit.
C. Tujuan
untuk mengetahui persepsi tenaga paramedis terhadap risiko klinis di Rumah Sakit.

4
BAB II
PEMABAHASAN

A. Konsep Dasar Risiko


Menurut Depnaker RI (1999), risiko adalah kemungkinan seseorang untuk
mengalami luka atau cedera karena bahaya tertentu. Risiko adalah besarnya
kecenderungan atau kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan/kerugian pada periode
waktu tertentu atau siklus operasi tertentu dimana peluang terjadinya keadaan yang
tidak diharapkan tersebut. Dapat dideskripsikan dengan frekuensi kejadian atau
besarnya kemungkinan kejadian tersebut (Ferlisa, 2008).
Secara sederhana risiko didefinisikan sebagai hal yang berhubungan dengan
ketidakpastian. Rosa (2003) mendefinisikan risiko sebagai sebuah situasi atau kondisi
dimana sesuatu yang bernilai dipertaruhkan dengan hasil yang tidak pasti. Dalam
banyak teori perilaku dan psikologi, ketidakpastian dinilai sebagai mediator penting
dari respon manusia ketika berada pada situasi dengan hasil yang tidak diketahui
(Sjöberg, Elin Moen & Rundmo, 2004). Ketidakpastian merupakan konstruk
psikologis yang hanya ada dalam pikiran. Jika seseorang memiliki pengetahuan yang
lengkap maka orang tersebut tidak perlu merasakan ketidakpastian (Windschitl and
Wells, 1996). Dalam Hillson & Murray-Webster (2005) risiko memiliki dua sisi yaitu
ketidakpastian yang dapat diwujudkan sebagai probabilitas atau kemungkinan, dan
seberapa pentingnya yang diekspresikan sebagai dampak atau konsekuensi. Kedua
dimensi tersebut harus dipahami agar dapat membuat keputusan yang tepat. Dimana
pengambilan keputusan setiap Individu dan grup yang berbeda akan mempersepsikan
kemungkinan dan konsekuensi secara (Ferlisa,2008).

B. Klasifikasi Risiko
Dalam Vaughan (1997) dalam Kurniawati(2009), risiko diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Financial dan nonfinancial risks Financial risks merupakan risiko yang berkaitan
dengan hal-hal keuangan dan biaya-biaya perusahaan, sepereti aset, biaya
produksi, ongkos, pajak, suku bunga, dan hutang. Nonfinancial risks merupakan
risiko yang berkaitan dengan hal-hal diluar keuangan dan biaya perusahaan,
seperti sumberdaya manusia, kesehatan dan keselamatan kerja, kejahatan dan
kecurangan kerja, dan kualitas dan persaingan.

5
2. Static dan dynamic risks Dynamic risks adalah risiko yang berasal dari kondisi
lingkungan eksternal yang dinamis dan tidak dapat diprediksi, seperti kondisi
perekonomian, kompetitor, dsan konsumen. Static risks adalah risiko yang berasal
dari situasi yang sudah pasti dan dapat diprediksikan, seperti over time, dan
kerusakan akibat kesalahan manusia
3. Pure dan speculative risks Speculative risks yaitu risiko yang disebabkan oleh
situasi yang memiliki dua kemungkinan untuk mengalami kerugian atau
keuntungan. Pure risks yaitu risiko yang disebabkan oleh situasi yang hanya
memiliki kemungkinan untuk mengalami kerugian atau tidak rugi. Pure riks dapat
diklasifikasikan sebagai :
a. Personal risks yaitu risiko yang disebabkan oleh kemungkinan kerugian atas
pendpatan atau aset sebagai akibat dari kondisi kematian yang mendadak,
tanggungan usia tua, sakit atau ketidakmampuan, dan pengangguran.
b. Property risks yaitu risiko pada properti yang meliputi kerugian secara
langsung, seperti kerusakan gedung karena kebakaran; dan kerugian yang
dialami akibat dari kerugian secara langsung, seperti tidak dapat beroperasinya
gedung sehingga tidak dapat menghasilkan pendapatan.
c. Liability risks yaitu risiko yang muncul dari kemungkinan kerugian atas aset
atau pendapatan yang akan didapat akibat kesalahan menilai, atau kerugian
akibat kesalahan hukum yang disengaja atau tidak disengaja, atau pelanggaran
terhadap hukum lainnya
d. Risks arising from failure of other yaitu risiko yang muncul dari pelanggaran
perjanjian atau kesepakatan yang telah dibuat oleh salah satu pihak.
4. Fundamental dan particular risks Fundamental risks meliputi risiko yang berasal
dari kelompok tertentu dan merupakan suatu konsekuensi yang memiliki dampak
luas, seperti kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Particular risks meliputi risiko
yang berasal dari perorangan atau kejadian yang disebabkan oleh seseorang,
seperti kebakaran gedung.

C. Penilaian Risiko
Istilah penilaian risiko berasal dari industri asuransi yang merupakan satu
tahap proses dalam menentukan dan memperluas pertanggungan yang ditawarkan.
Istilah ini diadopsi ke dalam kesehatan dan keselamatan kerja. Pengertiannya
diperluas untuk mengikutsertakan spektrum kegiatan yang lebih luas, dari

6
pengidentifikasian awal bahaya hingga pembentukan kondisi kerja yang aman
(Ridley, 2008).
Sasaran penilaian risiko adalah mengidentifikasi bahaya sehingga tindakan
dapat diambil untuk menghilangkan, mengurangi, atau mengendalikannya sebelum
terjadi kecelakaan yang dapat menyebabkan cedera atau kerusakan. Untuk mencapai
sasaran tersebut dan untuk mengefektifkan serta dapat menjalankan penilaian risiko,
kita perlu melakukan pendekatan yang sistematis.
Langkah-langkah berikut merupakan pendekatan yang logis dan sistematis:
1. Mendefinisikan tugas atau proses yang akan dinilai.
2. Mengidentifikasi bahaya.
3. Menghilangkan atau mengurangi bahaya hingga minimum.
4. Mengevaluasi risiko dari bahaya residual.
5. Mengembangkan strategi-strategi pencegahan.
6. Menjalankan pelatihan metode-metode kerja yang baru.
7. Mengimplementasikan upaya-upaya pencegahan.
8. Memonitor kinerja.
9. Melakukan kajian ulang secara berkala dan membuat revisi jika perlu.
D. Konsep Dasar Persepsi
Menurut Sarlito (1983: 89) persepsi adalah kemampuan seseorang dalam
mengorganisir suatu pengamatan, yang meliputi kemampuan untuku membedakan,
kemampuan untuk mengelompokkan, dan kemampuan untuk memfokuskan. Oleh
karena itu seseorang bisa saja memiliki persepsi yang berbeda walaupun objeknya
sama. Hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri
kepribadian individu yang bersangkutan. Menurut Leavit (1978), persepsi memiliki
pengertian dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit persepsi adalah
penglihatan yaitu bagaimana seseorang melihat sesuatu. Dalam arti luas persepsi yaitu
pandangan atau pengertian, bagaimana seseorang memandang atau mengartikan
sesuatu. Sondang P. Siagian (1989) menyatakan persepsi merupakan suatu proses
dimana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesankesan sensorinya
dalam usaha memberikan suatu makna tertentu dalam lingkungannya. Robins (1999:
124) persepsi adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan-kesan indera untuk memberikan makna terhadap lingkungannya.
Menurut pengertian dari beberapa ahli, maka dapat disimpulkan persepsi adalah

7
proses pemberian gambaran atau makna atas stimulus atau rangsangan yang diterima
dari lingkungan.
Proses Pembentukan Persepsi Proses pembentukan persepsi dimulai dengan
penerimaan rangsangan dari berbagai sumber melalui panca indera yang dimiliki.
Setelah itu diberikan respon sesuai dengan penilaian dan pemberian arti terhadap
rangsangan. Setelah diterima kemudian diseleksi. Setelah diseleksi rangsangan
diorganisasikan berdasarkan bentuk sesuai dengan rangsangan yang telah diterima.
Setelah data diterima dan diatur, proses selanjutnya individu menafsirkan data yang
diterima dengan berbagai cara. Dikatakan telah terjadi persepsi setelah data atau
rangsangan tersebut berhasil ditafsirkan (Morris & Maisto, 2001 dalam Haryani,2016)
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Persepsi
Dalam Haryani (2016) Menurut Rakhmat (1998) faktor-faktor fungsional yang
menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan faktor-faktor personal. Sejalan dengan hal tersebut,
menurut Sugiharto (2001) persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor yaitu
pengalaman masa lalu dan faktor pribadi. Menurut Stephen P. Robins terdapat tiga
faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu:
1. Individu yang bersangkutan Dalam memberikan interpretasi terhadap rangsangan
yang diterima, individu dipengaruhi oleh karakteristik individual yang
dimilikinya, seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, pengetahuan
dan harapannya.
2. Sasaran dari persepsi
Sasaran dari persepsi dapat berupa orang, benda atau peristiwa. Persepsi terhadap
sasaran bukan merupakan sesuatu yang dilihat secara teori melainkan dalam
kaitannya dengan orang lain yang terlibat. Hal tersebut yang menyebabkan
seseorang cenderung mengelompokkan orang, benda atau pun peristiwa yang
sejenis dan memisahkan dari kelompok lain yang tidak serupa
3. Situasi
Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti situasi dimana persepsi
tersebut timbul, harus mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut
berperan dalam proses pembentukan persepsi seseorang.
F. Persepsi Risiko
Pengambilan keputusan yang berbeda setiap orang ditentukan oleh persepsi
masing-masing terhadap risiko yang dihadapi dan dan seberapa penting pengaruhnya.

8
Persepsi risiko adalah bentuk interpretasi atau penilaian terhadap situasi risiko yang
didasarkan pada pengalaman atau keyakinan yang dimiliki (Slovic, 2000). Pada
pendekatan paradigma psikometri, risiko dinilai sebagai hal yang subyektif dan
berada dalam pikiran yang dipengaruhi faktor psikologis, sosial, lembaga, dan budaya
(Slovic, 1992). Penilaian terhadap bentuk kemungkinan, kondisi lingkungan, dan
skala perubahan menentukan efektivitas dari pengambilan risiko yang tergantung
pada seberapa baik orang dalam memahami perubahan dan dampaknya sebagai hal
yang berbeda dari yang diperkirakan (Hillson & MurrayWebster, 2005). Beberapa
orang ketika dihadapkan pada situasi pengambilan keputusan yang sama akan
mengambil keputusan yang berbeda tergantung pada persepsi masing-masing orang
dan pemahamannya mengenai risiko dan dampaknya. Pada beberapa orang mungkin
akan merasa sangat tidak nyaman dengan 15 ketidakpastian dan cenderung untuk
menghindari, mengurangi ancaman dan memanfaatkan kesempatan untuk
memindahkan ketidakpastian. Beberapa orang yang lain merasakan kenyamanan
dengan ketidakpastian dan dipersepsi sebagai hal yang dapat diterima sehingga tidak
ada keinginan untuk menghindari ancaman. Pada beberapa orang yang lain cukup
mampu bertoleransi dengan ketidakpastian namun memiliki keinginan yang kurang
untuk meresponnya. Sedangkan beberapa orang yang lain merasa tidak nyaman
dengan ketidakpastian dalam jangka waktu yang lama sehingga mengambil tindakan
jangka pendek untuk memberikan hasil jangka panjang.
Menghindari risiko, menghadapi risiko, toleransi terhadap risiko dan posisi
netral terhadap risiko merupakan bentuk respon terhadap ketidakpastian yang
didorong oleh persepsi (Hillson & Murray-Webster, 2005). Respon ini disebut sebagai
sikap terhadap risiko. Sikap risiko adalah tindakan yang dipilih berdasarkan
pemikiran terhadap ketidakpastian yang memiliki pengaruh positif atau negatif
terhadap tujuan (Hillson & Murray-Webster, 2006). Sikap risiko dipilih individu atau
grup ketika berhadapan dengan situasi risiko yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
G. Faktor-Faktor Persepsi dan Sikap Risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sikap risiko menurut Hillson &
Murray-Webster (2005) adalah:
1. Kesadaran (conscious), merupakan faktor yang didasarkan pada karakteristik yang
terlihat dan terukur dari situasi dimana keputusan dibuat. Faktor ini meliputi
penilaian situasional dan rasional.

9
2. Bawah sadar (subconscious), meliputi mental jalan pintas yang dibuat untuk
memfasilitasi pengambilan keputusan (heuristics) dan bias kognitif lainnya.
Heuristic menyusun suatu mekanisme yang akan membuat situasi yang kompleks
dan tidak pasti menjadi masuk akal dan dapat diterima.
3. Afektif (affective) adalah respon yang didasarkan pada emosional naluriah atau
lebih mendasarkan pada perasaan dibandingkan penilaian rasional.

Tiga faktor ini disebut dengan the triple strand. Ketiga faktor ini memiliki peranan
penting dalam mempengaruhi persepsi, dimana persepsi mendorong sikap terhadap
risiko yang menentukam kualitas pengambilan keputusan yang dibuat dibawah situasi
yang tidak pasti.

10
BAB III
PEMBAHASAN

Berikut beberapa Jurnal Mengenai Persespsi Risiko Tenaga kesehatan di rumah sakit:

Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian


Sri Haryani Persepsi Tenaga Paramedis Rumah sakit merupakan
(2016) Terhadap Risiko Infeksi Di tempat kerja yang unik dan
Rumah Sakit Islam Jakarta kompleks. Semakin luas
Sukapura pelayanan kesehatan semakin
kompleks pula peralatan dan
fasilitasnya apabila tidak
dikelola dengan baik akan
menjadi sumber bahaya dan
berisiko terutama bagi tenaga
paramedisnya. Penelitian
yang dilakukan Sri Haryani
bertujuan untuk mengetahui
persepsi tenaga paramedis
terhadap risiko klinis yang
banayk dijumpai di Rumah
Sakit Islam Jakarta Sukapura.
Dari hasil penelitian nya
diperoleh hasil bahwa Tidak
ada hubungan yang
siknifikan antara
pengetahuan, sikap dan
pengalaman terhadap
persepsi risiko klinis.

Dwi cahya prasetyo (2016) Faktor-faktor yang K3 (Kesehatan dan


mempengaruhi persepsi Keselamatan Kerja) RS
tenaga medis dan paramedis adalah suatu organisasi yang
terhadap kesehatan dan dibentuk untuk melindungi,
keselamatan kerja (k3) di menjamin dan menjaga
rumah sakit tugurejo keamanan keselamatan
semarang pasien, pengunjung, dan
petugas serta lingkungan di
rumah sakit. Di RS Tugurejo
Semarang terjadi kenaikan
kecelakaan kerja pada

11
pegawai pada tahun 2014
2015, pada tahun 2014
terdapat 3 kasus kecelakaan
dan pada tahun 2015 terdapat
8 kasus kecelakaan kerja.
Berdasarkan hasil kuesioner
yang dilakukan pada survey
awal diambil sampel 10
pegawai dibeberapa unit
rumah sakit, untuk
mengetahui persepsi pegawai
terhadap K3 RS, diperoleh
hasil 60 % pegawai
menujukkan persepsi baik
terhadap K3 RS, dan 40 %
pegawai menunjukkan
persepsi kurang baik
terhadap K3 RS. Untuk itu
tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui gambaran
persepsi pegawai medis RS
Tugurejo mengenai K3 RS
dan faktor-faktor yang
berhubungan. Dari hasil
penelitian menujukkan
bahwa ada hubungan antara
sikap, pengetahuan ,motivasi,
pengalaman dan keadaan
kerja dengan persepsi K3 RS
di RSUD Tugurejo
Semarang.
Peneliti menyarankan untuk
perlu dilakukan pengawasan
yang berhubungan dengan
perilaku kerja yang aman
serta penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD),
melakukan sosialisasi
terhadap pengoptimalan
terkait kecelakaan kerja,
risiko K3 dan cara
pengendaliannya serta
meningkatkan komunikasi

12
yang efektif antara
manajemen rumah sakit dan
pegawai dalam menanggapi
masalah mengenai K3 RS.

13
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan beberapa jurnal yang terkait pentingnya pengetahuan tenaga kesehatan


terhadap persepsi risiko infeksi di rumah sakit agar dapat meminimalisir terjadinya
kecelakaan kerja

B. Saran
1. Manajemen perlu lebih memperhatikan akan pentingnya kebijakan mengenai risiko
infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial seperti Penyusunan SOP yang baik
2. Mengadakan kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklit) yang dapat berupa untuk
mencegah terjadinya keselakaan kerja.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ferlisa, Ranty. 2008. Persepsi Pekerja di Unit Produksi II/III Terhadap Risiko Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di PT. Semen Padang Indarung Tahun 2008. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia: Depok.
Haryani, Sri. 2016. Persepsi tenaga paramedis terhadap risiko infeksi di rumah sakit islam
jakarta sukapura. Jurnal. Yogyakarta: UGM.
Kurniawati, Diesty Eka. 2009. Tinjauan Persepsi Bahaya Psikososial Kerja Pada Pekerja
Bagian Direct Service PT. Trakindo Utama Cabang Jakarta, Tahun 2009. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia: Depok.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Novianto, F. 2010. Analisis Kesehatan dan Upaya Pencegahannya di Bagian Flooring dengan
Pendekatan Risk Assment PT. Dharma Satya Nusantra Surabaya. Skripsi. Fakultas
Industri.
Permenakertrans RI No.13. 2011. Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor
Kimia di Tempat Kerja. Jakarta: Menakertrans Republik Indonesia.
Prasetyo, dwi cahya. 2016. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi tenaga medis dan
paramedis terhadap kesehatan dan keselamatan kerja (k3) di rumah sakit tugurejo.
Udinus: semarang
Ridley, John. 2008. Ikhtisar Kesehatan & Keselamatan Kerja Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Robbins, Stephen. 2003. Perilaku organisasi. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Media.
Syaaf, Fathul Masruri. 2008. Analisis Perilaku Berisiko (At-Risk Behavior) pada Pekerja
Unit Usaha Las Sektor Informal di Kota X Tahun 2008. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia: Depok.
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 : Tentang Keselamatan Kerja

15

Anda mungkin juga menyukai