Nama
NETI LIA FAJAR MUSTIKA
NPM. 1320123005
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua diberikan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat waktu.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
3.1 Kesimpulan.............................................................................................15
3.2 Saran........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi
Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup
atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber
bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan
bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara
lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada
peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri; 2) faktor
lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam
lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik
produk antara maupun hasil akhir; 3) faktor manusia, merupakan potensi bahaya
yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut
tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.
pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kota
orang sehat (petugas dan pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien), sehingga
penyakit akibat kecelakaan kerja. Oleh karena itu petugas puskesmas tersebut
mempunyai resiko tinggi karena sering kontak dengan agent penyakit menular,
dengan darah dan cairan tubuhmaupun tertusuk jarum suntik bekas yang mungkin
dapat berperan sebagai transmisi beberapa penyakit seperti hepatitis B, HIV AIDS
Rumah sakit sebagai tempat kerja yang unik dan kompleks tidak saja
kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka semakin kompleks peralatan dan
fasilitasnya.
infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan
jelas mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para
atau membiarkan orang lain tahu apa yang sedang mereka lakukan. Ruang
kerja yang terbatas dan kemampuan melihat apa yang sedang terjadi di area
operasi bagi sejumlah anggota tim (perawat instrumen atau asisten) dapat
menjadi buruk. Hal ini dapat mempercepat dan menambah stres kecemasan,
biasanya tidak diketahui hingga sarung tangan dilepaskan pada akhir prosedur
yang memperpanjang durasi paparan. Pada kenyataannya, jari jemari acap kali
menjadi tempat goresan kecil dan luka, meningkatkan risiko infeksi terhadap
patogen yang ditularkan lewat darah. Kondisi gawat darurat dapat terjadi
setiap waktu dan mengganggu kegiatan rutin. Mencegah luka dan paparan
(agen yang menyebabkan infeksi) pada kondisi ini sesungguhnya suatu yang
1. Virus
tergantung pada frekuensi terkena darah dan produk darah dan termasuk
2. Bioaerosol
jasad renik atau bahan lain dari bagian jasad renik di udara. Sumber
dilingkungan.
Tabel
Patogen penyebab infeksi saluran nafas pada pekerja di puskesmas
(Kepmenkes RI, 2007)
Nama umum Organisme penyebab
Q fever Coxiella burnetti
Psittacosis Chlamidya psittacia
Histoplasmosis Histoplasma capsulatum
Blastomycosis Blastomyces dermatitidis
Coccidioidomycosis Coccidioides immitis
Anthrax Bacillus anthracis
Demam hemoragic dengan sindrom Fransicella tularensis
renal
Selain virus, jamur, bakteri dan parasit faktor biologis penyebab penyakit
akibat kerja yang lain berasal dari binatang pengganggu seperti serangga, tikus,
memang memerlukan pengawasan lebih dari binatang yang lain karena sifat-
yang bisa menyebabkan infeksi bila menggigit manusia karena bibit penyakit
yang dibawa serangga masuk ke tubuh manusia, contohnya adalah nyamuk aedes
aegypti pembawa virus DHF. Jenis serangga lain yang hidup ditempattempat
kotor seperti kecoa, sangat berbahaya bila merayap dialatalat dapur seperti
piring, cangkir dan lainlain karena alat dapur tersebut bisa terkontaminasi
bibit penyakit, lalu terbang dan hinggap pada makanan yang menyebabkan
atau penyakit akibat kerja. Tetapi kita tahu bahwa objek utama yang
menyebabkan penyakit akibat kerja adalah pasien itu sendiri, jadi sangat
dari pasien.
tiga shift kerja. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi pajanan bahaya
petugas kesehatan.
Sedangkan untuk pengendalian dan pemberantasan serangga, tikus
sampah sesuai dengan syarat kesehatan, menutup celah atau lubang yang
berpotensi sebagai tempat tinggal serangga dan tikus. Hal ini dilakukan
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Puskesmas Csiompet Kab Garut Tahun 2023 dengan metode
HIRADC, dapat disimpulkan bahwa :
A. Hasil Identifikasi Bahaya
1) Poli Umum terdapat 8 bahaya dan 11 risiko
2) Poli Gigi dan Mulut terdapat 31 bahaya dan 29 risiko
3) IGD terdapat 14 bahaya dan 15 risiko
4) Apotik dan Gudang Obat terdapat 15 bahaya dan 19 risiko
5) Laboratorium terdapat 21 bahaya dan 16 risiko
6) Imunisasi terdapat 15 bahya dan 16 risiko
7) Poli KB terdapat 35 bahaya dan 26 risiko
8) Sanitasi terdapat 13 bahaya dan 13 risiko
9) Tempat Penampungan Sementara Limbah Medis terdapat 6 bahaya
dan 5 risiko
B. Penilaian Risiko
1) Penilaian risiko pada Poli Umum terdapat 10 risiko sedang
(moderate risk), 1 risiko rendah (low risk)
2) Penilaian risiko pada Poli Gigi dan Mulut terdapat 28 risiko sedang
(moderate risk), 1 risiko rendah (low risk)
3) Penilaian risiko pada IGD terdapat 14 risiko sedang (moderate
risk), 1 risiko rendah (low risk)
4) Penilaian risiko pada Apotik dan Gudang Obat terdapat 17 risiko
sedang (moderate risk), 2 risiko rendah (low risk)
5) Penilaian risiko pada Laboratorium terdapat 14 risiko sedang
(moderate risk), 2 risiko rendah (low risk)
6) Penilaian risiko pada Imunisasi terdapat 16 risiko sedang (moderate
risk)
7) Penilaian risiko pada Poli KB 25 risiko sedang (moderate risk), 1
risiko rendah (low risk)
8) Penilaian risiko pada Sanitasi 12 risiko sedang (moderate risk), 1
risiko rendah (low risk)
9) Penilaian risiko pada Tempat Penampungan Sementara limbah
medis 5 risiko sedang (moderate risk)
C. Pengendalian risiko yang direkomendasikan adalah berupa
penatalaksanaan fasilitas dari Puskesmas, pemindahan ruang poli umum,
tempat pelayanan vaksinasi dan parikir mobil ambulance, memindahkan
posisi kipas angin ke tempat yang lebih aman, penyediaan dan pengisian
tabel checklist safety patrol sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan
melakukan pengawasan secara rutin, mengadakan pelatihan K3 dan
pencegahan penyakit infeksi, bekerja sesuai dengan SOP yang telah ada,
meningkatkan kehati- hatian, konsentrasi dan kewaspadaan saat bekerja,
sosialisasi tentang manajemen stress dan penerapannya dalam pekerjaan,
penyesuaian beban kerja fisik dan mental dengan kemampuan dan
kapasitas pekerja pengukuran intensitas pencahaayaan secara berkala,
memperbaiki plafon yang telah bocor, meminimalisir posisi kerja janggal,
serta menggunakan APD sesuai dengan standar saat bekerja.
3.2 Saran
1. Adanya komitmen dari Kepala Puskesmas dalam bentuk kebijakan
tertulis terkait penetapan kebijakan K3 di Puskesmas, seperti adanya
SOP terkait K3 yang dapat memberikan informasi kepada petugas agar
dapat melaksanakan tugas dengan aman dan nyaman sehingga
terhindar dari penyakit akibat kerja ataupun kecelakaan kerja, dan
adanya rambu- rambu petunjuk K3.
2. Agar pejabat di lingkungan Puskesmas lebih memperhatikan legalitas
penetapan struktur K3 dan segera disosialisasikan K3 kepada semua
SDM yang ada di Puskesmas.
3. Agar Puskesmas melakukan perbaikan terhadap sarana dan prasarana
yang merupakan titik yang menimbulkan risiko K3 di Puskesmas,
seperti stop kontak yang dibuat secara permanen, kabel yang ditata
dengan rapi, untuk dinding ruangan labor diupayakan untuk dibuat
secara permanen, plafon yang bocor diperbaiki, dan ruangan – ruangan
yang berada di jalur evakuasi segera di pindahkan seperti ruang poli
umum yang berada di jalur evakuasi dikembalikan ke ruangan yang
telah ada.
4. Melakukan pengawasan secara rutin oleh Dinas Kesehatan terkait K3
fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 52 tahun 2018 tentang keselamatan dan kesehatan
kerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
5. Diharapkan kepada seluruh petugas kesehatan agar lebih
memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja pada saat bekerja
dengan menerapkan SOP yang telah ada dan menggunakan APD
sesuai dengan standar pada saat melayani pasien.
BAB IV
PENUTUP
Kesehatan Kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat
penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap
optimal. (UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23) (7). Tujuan utama program
kesehatan kerja adalah mendapatkan pegawai yang sehat dan produktif dengan
pokok kegiatan yang bersifat preventif dan promotif disamping kuratif dan
rehabilitative.
DAFTAR PUSTAKA