Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

MENGANALISIS PENYEBAB TERJADINYA ADVERSE EVENT


TERKAIT PROSEDUR INVASIV MEDICATION SAFETY
PREVENTION OF INFECTION DAN PREVENTION OF FALLS

Disusun untuk memenuhi Tugas Keselamatan Kesehatan Kerja


dan Keselamatan Pasien

Dosen Fasilitator :
Dr. Ika Yuni Widyawati, S. Kep. Ns., M. Kep.,MB

Disusun Oleh :
Kelompok 4 Aj2/B26
1. Marta Afrifantinu S. (132235083)
2. Lidel Stefian M. (132235049)
3. Crisogna De Araujo (132235076)
4. Chornelia Dina V. (132235057)
5. Welly Azkia Levi (132235027)
6. Dorkas Dapa Z. (132235073)
7. Eka Fitria Wahyu N. (132235032)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dan dapat
terselesaikan dengan lancar dan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keselamatan Kesehatan Kerja dan Keselamatan
Pasien yang berjudul Menganalisis Penyebab Terjadinya Adverse Event Terkait
Prosedur Invasiv Medication Safety Prevention Of Infection Dan Prevention Of
Falls.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih belum sempurna,


untuk itu kami memohon maaf sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang bersifat
membangun adalah harapan kami dalam menyempurnakan penyusunan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.

Surabaya,03 November 2023

Penulis,
DAFTAR ISI

COVERDEPAN
..........................................................................................................................
KATA PENGANTAR
.................................................................................................................................
DAFTAR ISI
.................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
.................................................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 1
2.1 Adverse Events dan Prosedur Invasif ................................................. 1
2.2 Prevention Of Infection ....................................................................... 1
2.3 Prevention of Falls ................................................................................ 9
BAB III TINJAUAN KASUS .......................................................................... 12
3.1 Contoh Kasus ..................................................................................... 12
3.2 Analisa Data ....................................................................................... 13
3.3 Intervensi ............................................................................................ 17
3.4 Implementasi ...................................................................................... 19
3.5 Evaluasi ............................................................................................... 21
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ......................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya
jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah
Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya
kesalahan medis (medical errors).
Menurut Institute of Medicine (1999), kesalahan medis didefinisikan
sebagai: suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk
diselesaikan tidak seperti yang diharapkan atau perencanaan yang salah untuk
mencapai suatu tujuan (yaitu kesalahan perencanaan).
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa
Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD) Near Miss
atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu
tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak
terjadi, karena keberuntungan (misalnya, pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan over
dosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya
sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal
diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya.
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan
suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
sebenarnya diambil (omission) dan bukan karena “underlying disease” atau
kondisi pasien.
Ketidak perdulian akibat keselamatan pasien akan menyebabkan
kerugian bagi pasien dan pihak rumah sakit, seperti biaya yang harus
dipertanggung jawabkan oleh pasien menjadi lebih besar, pasien akan semakin
lama dirawat di rumah sakit dan terjadinya resistensi obat. Kerugian bagi
rumah sakit yang harus dikeluarkan menjadi lebih besar yaitu, pada upaya
tindakan pencegahan terhadap kejadian luka tekan, infeksi nosocomial, pasien
jatuh dengan cidera, kesalahan obat yang mengakibatkan cidera. Banyaknya
jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah
Sakit yang cukup besar terutama untuk tenaga perawat yang memiliki jumlah
terbesar dalam jumlah kepegawaian rumah sakit, merupakan hal yang potensial
bagi terjadinya kesalahan medis. Kesalahan medis merupakan sebagai suatu
kegagalan tindakan medis yang sebelumnya telah direncanakan. Kesalahan
yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau cedera
pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak
Diharapkan/ KTD).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pengertian pencegahan infeksi ?
1.2.2 Apakah tujuan pencegahan infeksi ?
1.2.3 Apa saja factor yang mempengaruhi terjadinya infeksi ?
1.2.4 Bagaimana cara pengkajian pada pasien yang berisiko terjadi infeksi ?
1.2.5 Bagaiamana prosedur pencegahan infeksi ?
1.2.6 Apakah pengertian pencegahan jatuh?
1.2.7 Apakakah tujuan pencegahan jatuh ?
1.2.8 Apa saja factor yang mempengaruhi resiko jatuh ?
1.2.9 Bagaimana pengkajian pasien resiko jatuh ?
1.2.10 Bagaiamana prosedur pencegahan jatuh ?
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Mengetahui pengertian pencegahan infeksi ?
1.3.2 Mengetahui tujuan pencegahan infeksi ?
1.3.3 Mengetahui factor yang mempengaruhi risiko pencegahan infeksi ?
1.3.4 Mengetahui cara pengkajian pada pasien yang berisiko terjadi infeksi?
1.3.5 Mengetahui prosedur pencegahan infeksi ?
1.3.6 Mengetahui pengertian pencegahan jatuh?
1.3.7 Mengetahui tujuan pencegahan jatuh ?
1.3.8 Mengetahui factor yang mempengaruhi resiko jatuh ?
1.3.9 Mengetahui cara pengkajian pasien resiko jatuh ?
1.3.10 Mengetahui prosedur pencegahan jatuh ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Prevention of Infection
1.1. Pengertian
Infeksi merupakan suatu suatu keadaan yang disebabkan oleh
mikroorganisme pathogen, dengan/tanpa disertai gejala klinis. Infeksi terkait
pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections) yang disingkat HAIs
merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya di mana Ketika masuk tidak ada infeksi tapi
muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah
sakit dan tenaga Kesehatan terkait proses pelayanan Kesehatan di fasilitas
pelayanan Kesehatan.
1.2. Tujuan
Pencegahan dan pengendalian infeksi bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan Kesehatan, sehingga melindungi sumber
daya manusia Kesehatan, pasien dan masyarakat dari penyakit infeksi terkait
pelayanan Kesehatan.
1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi
Rantai infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang harus ada untuk
menimbulkan infeksi. Dalam melakukan Tindakan pencegahan dan pengendalian
infeksi dengan efektif, perlu dipahami secara cermat rantai infeksi. Kejadian
infeksi di fasilitas pelayanan Kesehatan dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai
penularan, apabila satu mata rantau diputus atau dihilangkan maka penularan
infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Enam komponen rantai penularan infeksi,
yaitu:
a) Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi.
Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasite.
Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi
yaitu: pathogenesis, virulensi dan jumlah (dosis atau “load”). Makin cepat
diketahui agen infeksi dengan pemeriksaan klinis atau laboratorium
mikrobiologi, semakin cepat pula upaya pencegahan dan
penanggulangannya bisa dilaksanakan.
b) Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembangbiak dan siap ditularkan kepada penjamu atau manusia.
Berdasarkan penelitian, reservoir terbanyak adalah pada manusia, alat
medis, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan bahan-
bahan organic lainnya. Dapat juga ditemui pada orang sehat, permukaan
kulit, selaput lendir mulut, saluran napas atas, usus dan vagina juga
merupakan reservoir.
c) Portal of exit ( Pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi
(mikroorganisme) meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran
cerna, saluran kemih serta transplasenta.
d) Metode transmisi/cara penularan adalah metode transport mikroorganisme
dari wadah/reservoir ke penjamu yang rentan. Ada beberapa metode
penularan yaitu: (1) kontak;langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3)
airbone, (4) melalui vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan (5)
melalui vector (biasanya serangga dan binatang pengerat).
e) Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi memasuki
penjamu yang rentan dapat melalui saluran napas, saluran cerna, saluran
kemih dn kelamin atau melalui kulit yang tidak utuh.
f) Susceptible (pejamu rentan) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh
menurun sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat
mempengaruhi kekebalan adalah umur, status gizi, status imunisasi,
penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma, pasca pembedahan dan
pengobatan dengan imunosupresan.
Faktor lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin, rasa tau etnis tertentu,
status ekonomi, pola hidup, pekerjaan dan herediter.
Faktor resiko HAIs meliputi :
1) Umur : neonatus dan orang usia lanjut lebih rentan
2) Status imun yang rendah/ terganggu (immune-compromised): penderita
dengan penyakit kronik, penderita tumor ganas, pengguna obat-obatan
imunosupresan.
3) Gangguan/interupsi barrier anatomis:
- Kateter urin : meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK).
- Prosedur operasi : dapat menyebabkan infeksi daerah operasi ( IDO)
atau “surgical site infection”(SSI).
- Intubasi dan pemakaian ventilator : meningkatkan kejadian “ventilator
Associated Pneumonia” (VAP).
- Kanula vena dan arteri : phlebitis, IAD
- Luka bakar dan trauma
4) Implantasi benda asing :
- Pemakaian mesh pada operasi hernia
- Pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu jantung
- “cerebrospinal fluid shunts”
- “vasvular/vascular prostheses”.
5) Perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang tidak bijak
dapat menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya bakteri
resisten terhadap berbagai antimikroba.
1.4. Pengkajian pada pasien yang beresiko terjadinya infeksi
Pengkajian resiko infeksi (Infection Control Risk Assesment/ICRA HAIs terdiri
dari 4 langkah, yaitu :
1) Identifikasi resiko
Proses manajemen resiko bermula dari identifikasi resiko dan melibatkan:
a. Perhitungan beratnya dampak potensial dan kemungkinan munculnya
resiko
b. Identifikasi aktifitas-aktifitas dan pekerjaan yang menempatkan
pasien, tenaga Kesehatan dan pengunjung pada resiko
c. Identifikasi agen infeksius yang terlibat; dan
d. Identifikasi cara transmisi.
2) Analisa resiko
a. Mengapa hal ini terjadi?
b. Berapa sering hal ini terjadi?
c. Siapa saja yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut?
d. Di mana kejadian itu terjadi?
e. Apa dampak yang mungkin terjadi jika Tindakan yang sesuai tidak
dilakukan?
f. Berapa besar biaya untuk mencegah kejadian tersebut?
3) Kontrol resiko
a. Mencari strategi untuk mengurangi resiko yang akan mengeliminasi
atau mengurangi resiko atau mengurangi kemungkinan resiko yang
ada menjadi masalah.
4) Monitoring resiko
a. Memastikan rencana pengurangan resiko dilaksanakan
b. Hal ini dapat dilakukan dengan audit dan surveilans memberikan
umpan balik kepada staf dan manajer terkait.
1.5. Prosedur pencegahan infeksi pada pasien
Ruang lingkup pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi :
a. Kewaspadan standar
- Kebersihan tangan : menjaga kebersihan tangan dengan mencuci
tangan dengan air dan sabun/alcohol menggunakan 6 langkah cuci
tangan.
- Penggunaan alat pelindung diri (APD): sarung tangan, masker, gaun
pelindung, google/perisai wajah, sepatu pelindung dan topi pelindung.
Pemantau penggunaan alat pelindung diri sesuai dengan indikasi.
Memakai dan melepaskan APD dengan cara yang tepat.
- Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien
 Pre cleaning : pembersihan awal
 Pembersihan
 Desinfektan tingkat tinggi (DTT)
 Sterilisasi alat
a. Sterilisator uap Tekanan Tinggi (autoklaf)
b. Sterilisator Panas Kering (Oven)
- Pengendalian lingkungan
 Kualitas udara
 Kualitas air
 Permukaan lingkungan
 Desain dan konstruksi bangunan
- Pengelolaan limbah
 Identifikasi jenis limbah
 Pemisahan limbah
 wadah tempat penampungan sementara limbah infeksius
berlambang biohazard
 Pengangkutan
 Tempat penampungan limbah sementara
 Pengelolahan limbah
 Penanganan limbah benda tajam/pecahan kaca
 Pembuangan benda tajam, pengolahan tumpahan cairan tubuh
dan merkuri dengan spill kit
- Penatalaksanaan linen
 Linen infeksius dan non infeksius
- Perlindungan petugas Kesehatan
 Tatalaksana pajanan
 Tatalaksana pajanan bahan infeksius di tempat kerja
 Langkah dasar tatalaksana klinis profilaksis pasca pajanan
HIV pada kasus kecelakaan kerja
 Posbindu karyawan secara berkala
- Penempatan pasien
- Kebersihan pernapasan/ etika batuk bersin
- Praktek menyuntik yang aman
- Praktek lumbal pungsi yang aman
b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
 Kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui kontak
 Kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui droplet
 Kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara (airbone)
 Melalui Common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
 Melalui Vektor (lalat, nyamuk, tikus)
c. Bundles HAIs
- Pencegahan dan pengendalian ventilator Associated Pneumonia
(VAP)
- Pencegahan dan pengendalian infeksi aliran darah (Blood Stream
Infection/BSI)
- Pencegahan dan pengendalian Infeksi Saluran Kemih (ISK)
- Pencegahan dan pengendalian Infeksi Daerah Operasi (IDO)
d. Penggunaan antimikroba bijak
e. Surveilans Infeksi
f. Pendidikan dan pelatihan

2. Prevention of Falls /Resiko Jatuh


2.1. Pengertian
Jatuh adalah suatu kejadian atau insiden seseorang mengalami jatuh secara
tidak sengaja atau tidak direncanakan dengan arah jatuh ke lantai atau ke tempat
yang lebih rendah hingga menyebabkan orang tersebut cedera maupun tidak
cedera.
Resiko jatuh pada pasien merupakan pasien yang memiliki resiko untuk
jatuh yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor fisiologis yang berakibat
pada kejadian cedera. Oleh karena itu pasien dengan resiko jatuh harus
diidentifikasi melalui proses pengkajian untuk mengurangi resiko jatuh pada
pasien. Pasien-pasien yang memiliki resiko jatuh tinggi diantaranya pasien lansia,
anak-anak, dan lain-lain.
2.2. Tujuan
suatu proses untuk mencegah kejadian jatuh pada pasien dengan cara:
1. mengidentifikasi pasien yang memiliki resiko tinggi jatuh dengan
menggunakan assesmant resiko jatuh
2. melakukan assessment ulang pada semua pasien
3. melakukan assessment yang berkesinambungan terhadap pasien yang beresiko
jatuh dengan menggunakan assessment resiko jatuh harian
4. menetapkan standar pencegahan dan penangan resiko jatuh secara
komprehensif
2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko jatuh
Terdapat beberapa faktor resiko jatuh pada pasien di rumah sakit, yakni :
a. Faktor intrinsik
Faktor instrinsik merupakan faktor internal yang berasal dari dalam
tubuh pasien. Faktor ini dibagi menjadi 3, diantaranya :
1. Faktor host
Faktor Host atau kondisi tubuh yang mempunyai resiko jatuh meliputi:
- kondisi tubuh disabilitas
- perubahan neuromuskuler akibat penyakit yang dialami pasien seperti
penurunan kesadaran
- gangguan keseimbangan tubuh dan gangguan musculoskeletal pada
pasien dengan fraktur ekstremitas bawah
- perubahan fisik akibat proses penuaan seperti penurunan pendengaran,
penurunan visus, penurunan mental
- lambatnya pergerakan dan gangguan neuropati perifer seperti
peningkatan tekanan intra kranial dan stroke
- kelemahan tubuh seperti arthritis, Parkinson dan gangguan system
kardiovaskuler.
2. Faktor aktifitas
Faktor aktifitas yang memiliki resiko jatuh seperti seseorang dengan
mobilitas tinggi dan postur tubuh yang tidak stabil. Kelompok pasien yang
dirawat di rumah sakit yang memiliki resiko jatuh paling tinggi seperti
pasien aktif, pasien dengan penurunan kesadaran dan pasien dengan
gangguan keseimbangan.
3. Faktor penggunaan obat-obatan
Faktor obat-obatan yang mengakibatkan pasien memiliki resiko jatuh
seperti jenis obat yang dikonsumsi. Jatuh akibat terapi obat disebut dengan
jatuh aitrogenik. Obat-obatan yang meningkatkan resiko jatuh meliputi
obat-obatan golongan sedative dan hipnotik yang memiliki efek pada
gangguan stabilitas tubuh, golongan obat antidepresan seperti diazepam
yang menyebabkan efek relaksasi sehingga meningkatkan resiko jatuh
pada pasien.
b. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik merupakan faktor eksternal yang berasal dari luar tubuh
pasien, antara lain: lantai basah atau silau, ruangan berantakan, pencahayaan
kurang, kabel longgar atau lepas, alas kaki tidak pas, dudukan toilet yang
rendah dan kursi atau tempat tidur.
Selain itu, faktor resiko yang juga dapat dikelompokkan menjadi kategori
dapat diperkirakan (anticipated) dan tidak dapat diperkirakan (unanticipated).
Faktor resiko yang dapat diperkirakan merupakan hal-hal yang diperkirakan
dapat terjadi sebelum pasien jatuh.

Intrinsik (berhubungan dengan Ekstrinsik (berhubungan


kondisi pasien) dengan lingkungan)
Dapat diperkirakan  Riwayat jatuh  Lantai basah/silau,
sebelumnya ruangan
 Inkontinesia berantakan,
 Gangguan pencahayaan
kognitif/psikologis kurang, kabel
longgar/lepas
 Gangguan  Alas kaki tidak pas
keseimbangan/mobilitas  Dudukan toilet
 Usia >65 tahun yang rendah
 Osteoporosis  Kursi atau tempat
 Status Kesehatan yang tidur beroda
buruk  Rawat inap
 Gangguan berkepanjangan
muskuloskeletal  Peralatan yang
tidak aman
 Peralatan rusak
 Tempat tidur
ditinggalkan
dalam posisi tinggi
Tidak dapat  Kejang  Reaksi individu
diperkirakan  Aritmia jantung terhadap obat-
 Stroke atau serangan obatan
iskemik sementara (
Transient Ischaemic
Attack-TIA)
 Pingsan
 Serangan jatuh ( Drop
Attack)
 Penyakit kronis

2.4. Pengkajian pada pasien yang beresiko terjadi jatuh


Komponen utama dari proses pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan
adalah sesmen pasien untuk memperoleh informasi terkait status medis, begitu juga
untuk pasien yang mempunyai resiko jatuh.
Assessment pasien dengan resiko jatuh dibutuhkan dalam membuat
keputusan-keputusan terkait :
1. Status Kesehatan pasien
2. Kebutuhan dan permasalahan keperawatan
3. Intervensi guna memecahkan permasalahan Kesehatan yang sudah
teridentifikasi atau juga memcegah permasalahan yang timbul di masa
mendatang.
4. Serta tindak lanjut untuk memastikan untuk memastikan hasil-hasil yang
diharapkan pasien terpenuhi.
Dalam penatalaksanaan pengelolaan pasien dengan resiko jatuh meliputi:
1. Petugas penanggungjawab : dokter dan perawat
2. Perangkat kerja :
a. Status rekam medis pasien
b. Tanda resiko pasien jatuh (gelang kuning)
c. Formular pengkajian resiko jatuh
d. Formular dokumentasi informasi perawat tentang assessment dan
intervensi resiko jatuh
3. Tatalaksana assessment resiko pasien jatuh
a. Assessment awal/ skrining
Perawat akan melakukan penilaian dengan assessment resiko jatuh
dalam waktu 4 jam dari pasien masuk RS dan mencatat hasil assessment
dan langsung dilakukan tatalaksana resiko jatuh.
b. Assesment ulang
1. Setiap pasien akan dilakukan assessment ulang resiko jatuh setiap :
saat tranfer pasien ke unit lain, adanya perubahan kondisi pasien,
adanya kejadian jatuh pada pasien.
2. Penilaian/assessment resiko jatuh dengan menggunakan pengkajian
skala morse fall scale, humpty dumty dan Sydney scoring, skala
edmososon serta rencana keperawatan akan diperbaharui/dimodifikasi
sesuai dengan hasil assessment.
3. Untuk mengubah kategori dari resiko tinggi ke rendah diperlukan skor
<25 dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut.
c. Perawat yang bertugas akan mengidentifikasi dan menerapkan prosedur
pencegahan jatuh berdasarkan pada:
1. Kategori resiko jatuh (rendah, sedang, tinggi)
2. Kebutuhan dan keterbatasan per pasien
3. Riwayat jatuh sebelumnya dan penggunaan alat pengaman (safety
devices)
4. Assessment klinis harian
Assessment ulang resiko jatuh dilaksanakan setiap hari, saat transfer ke
unit lain. Adanya perubahan kondisi pasien, adanya kejadian jatuh pada
pasien.
d. Prosedur pencegahan jatuh pada pasien yang beresiko rendah, sedang, atau
tinggi harus diimplementasikan dan penggunaan peralatan yang sesuai
harus optimal.
e. Manajemen resiko pasien jatuh/ intervensi pencegahan pasien jatuh.
4. Tatalaksana pengisian formular assessment resiko jatuh
a. Skala morse fall ( assessment resiko jatuh pasien dewasa)
1) Kotak identitas harus diisi lengkap meliputi : nama pasien, nomor
rekam medis pasien, tanggal lahir pasien dan jenis kelamin.
2) Kotak berikutnya diisi tanggal dan jam assessment dan nama ruangan
tempat pasien dirawat
3) Cara melakukan scoring :
a) Riwayat jatuh
 Skor 25 : pasien pernah jatuh sebelumnya saat ini,
atau jika ada Riwayat jatuh fisiologis karena kejang
atau gangguan gaya berjalan menjelang dirawat
 Skor 0 : tidak pernah jatuh
 Catatan: bila pasien jatuh pertama kali skor langsung
25
b) Diagnose sekunder
 Skor 15: jika diagnosis medis lebih dari satu dalam
status pasien
 Skor 0 : jika tidak
c) Bantuan berjalan
 Skor 30 : jika pasien berjalan mencengkram
furniture untuk topangan/berpegangan pada perabot:
dinding, lemari, meja, kursi
 Skor 15 : jika pasien menggunakan kruk, tongkat
atau walker
 Skor 0 : jika pasien berjalan tanpa alat bantu/ dibantu
menggunakan kursi roda atau tirah baring dan tidak
dapat bangkit dari tempat tidur sama sekali
d) Terapi IV/ anti-koagulan
 Skor 20 : jika Terapi intravena terus menerus
 Skor 0 : jika tidak
e) Jika terpasang infus
 Skor 20 : jika terpasang infus
 Skor 0 : jika tidak terpasang infus
f) Gaya berjalan/transfer
 Skor 30 : jika gaya berjalan terganggu, pasien
mengalami kesulitan bangkit dari kursi berupaya
bangun dengan mendorong lengan kursi atau dengan
melambung (menggunakan beberapa kali upaya
untuk bangkit) kepala tertunduk, melihat ke bawah
karena keseimbangan pasien buruk, menggenggam
furniture, orang atau alat bantu jalan dan tidak dapat
berjalan tanpa bantuan
 Skor 10 : jika gaya berjalan lemah, membungkuk tapi
dapat mengangkat kepala saat berjalan tanpa
kehilangan keseimbangan, Langkah pendek-pendek
dan mungkin diseret-seret
 Skor 0 : jika gaya berjalan normal dengan ciri berjalan
kepala tegak, lengan terayun bebas di samping tubuh
dan melangkah tanpa ragu-ragu
g) Status mental
 Skor 15 : jika Sering lupa keterbatasan yang dimiliki
 Skor 0 : Sadar akan kemampuan diri sendiri
4) Tingkat resiko ditentukan sebagai berikut :
 Skor 0-24 : beresiko rendah, lakukan perawatan umum yang baik
 Skor 25-44 : beresiko sedang, lakukan intervensi jatuh standar
 Skor >/ = 45 : beresiko tinggi, lakukan intervensi resiko tinggi
b. Skala humpty dumpty ( assessment resiko jatuh pasien anak
1) Kotak identitas harus diisi lengkap meliputi : nama pasien, nomor rekam
medis pasien, tanggal lahir pasien dan jenis kelamin pasien
2) Kotak berikutnya diisi tanggal dan jam assessment dan nama ruangan
tempat pasien
3) Cara melakukan scoring :
a) Umur
 Skor 4: jika umur di bawah 3 tahun
 Skor 3 : jika umur pasien 3-7 tahun
 Skor 2 : jika umur pasien 7-13 tahun
 Skor 1 : jika umur pasien > 13 tahun
b) Jenis kelamin
 Skor 2 : jika pasien berjenis kelamin laki-laki
 Skor 1 : jika pasien berjenis kelamin perempuan
c) Diagnosis
 Skor 4 : jika pasien didiagnosis kelahiran neurologi (kejang,
infeksi SSP, cedera kepala)
 Skor 3 : jika pasien mengalami gangguan saluran napas,
dehidrasi, anemia, anoreksia, dan sinkop
 Skor 2 : jika disertai gangguan perilaku dan psikis (autis,
sindrom down, dll)
d) Gangguan kognitif
 Skor 3 : jika pasien tidak sadar/over estinme terhadap
kemampuan dirinya
 Skor 2 : jika pasien lupa keterbatasan pada dirinya
 Skor 1 : jika pasien mengetahui dan menyadari kemampuan
sebenarnya dari dirinya
e) Faktor lingkungan
 Skor 4 : jika pasien mempunyai Riwayat jatuh dari tempat
tidur saat bayi dan anak
 Skor 3 : jika pasien menggunakan alat penopang saat berjalan
 Skor 2 : jika pasien hanya dapat berada di tempat tidur saat
perawatan
 Skor 1 : jika pasien dapat melakukan aktivitas di ruang
perawatan
f) Respon terhadap operasi/obat
 Skor 3 : jika pasien respon terhadap operasi dan efek obat
anastesi dalam waktu 24 jam
 Skor 2 : jika pasien respon terhadap operasi dan efek obat
anastesi dalam waktu 48 jam
 Skor 1 : jika pasien respon terhadap operasi dan efek obat
anastesi dalam waktu > 48 jam
g) Obat-obatan beresiko tinggi
 Skor 2 : jika pasien menggunakan salah satu obat diuretic,
narkotik , sedative, anti psikotik, laktasif, vasolidator, anti
aritmia, anti hipertensi, obat hipoglikemik, antidepresan,
neuroleptic, NSAID
 Skor 1 : jika pasien tidak
h) Penggunaan obat
 Skor 3 : jika pasien menggunakan lebih dari satu obat sedative
(kecuali pasien ICU yang menggunakan sedasi dan paralisis)
hipnotik, barbiturate, fenotiazin, antidepresan,
laksan/diuretika, narkotik
 Skor 2 : jika pasien menggunakan sedasi dan paralisis
hipnotik, barbiturate, fenotiazin, antidepresan,
laksan/diuretika, narkotik
 Skor 1 : jika pasien menggunakan obat selain terapi di atas
4) Tingkat resiko ditentukan sebagai berikut :
 7-11 resiko rendah, lakukan intervensi jatuh resiko rendah
 >/= 12 resiko tinggi, lakukan intervensi resiko tinggi.
c. Sidney scoring ( assessment resiko jatuh pasien geriatric)
1) Kotak identitas harus diisi lengkap meliputi : nama pasien, nomor
rekam medis pasien, tanggal lahir pasien dan jenis kelamin pasien
2) Kotak berikutnya diiisi tanggal dan jam assessment dan nama ruangan
tempat pasien dirawat
3) Cara melakukan scoring
1. Riwayat jatuh
 Skor 6 : jika salah satu dari pertanyaannya ya
2. Status mental
 Skor 14 : jika salah satu dari pertanyaan jawabannya ya
3. Penglihatan
 Skor 1 : jika salah satu dari pertanyaan jawabannya ya
4. Kebiasaan berkemih
Skor 2 : jika salah satu dari pertanyaan jawabannya ya
5. Transfer dari tempat tidur ke kursi Kembali lagi ke tempat tidur
dan mobilitas
 Skor 0 : jika jumlah nilai transfer dan mobilitas 0-3
 Skor 7 : jika jumlah nilai transfer dan kobilitas 4-6
4) Tingkat resiko ditentukan sebagai berikut :
a) 0-5 : resiko rendah
b) 6-16 : resiko sedang
c) 17-30 : resiko tinggi
d. Skala edmonson (assessment resiko jatuh pasien psikiatri)
1) Kotak identitas harus berisi lengkap meliputi : nama pasien, nomor
rekam medis pasien, tanggal lahir pasien dan jenis kelamin pasien
2) Kotak berikutnya diisi tanggal dan jam assessment dan nama ruangan
tempat pasien dirawat
3) Cara melakukan scoring
a. Usia
 Skor 8 bila usia pasien kurang dari 50 tahun
 Skor 10 bila usia pasien 50-70 tahun
 Skor 26 bila usia lebih dari 80 tahun
b. Status mental
 Skor 4 jika kesadaran baik/orientasi baik setiap saat
 Skor 12 jika agitasi/ansietas
 Skor 13 jika kadang-kadang bingung
 Skor 14 jika bingung atau disorientasi
c. Elimanasi
 Skor 8 jika mandiri mampu mengontrol BAB/BAK
 Skor 12 jika dower catheter/colostomy
 Skor 10 jika BAB/BAK dibantu
 Skor 12 jika gangguan eliminasi (inkontinensia/nocturia,
frekuensi tidak teratur)
 Skor 12 jika inkontinensia(mengompol) tetapi mampu
untuk mobilisasi/pergerakan mandi
d. Pengobatan
 Skor 10 tidak minum obat-obatan
 Skor 10 jika mendapat obat-obatan jantung
 Skor 12 jika mendapatkan obat-obatan psikotropika
termasuk benzodiazepine dan anti depresan
 Skor 12 jika mendapat tambahan obat-obatan atau PRN
(psikiatri, anti nyeri) yang diberikan dalam 24 jam
terakhir
e. Diagnose
 Skor 10 jika bipolar/skizofrenia afektif
 Skor 8 jika penyalahgunaan zat/alkohol
 Skor 10 jika gangguan depresi mayor/berat
 Skor 12 jika demensia/delirium
f. Pergerakan
 Skor 7: Mandiri/keseimbangan baik/immobile
 Skor 8 : Menggunakan alat bantu yang tepat (tongkat,
walker)
 Skor 10 : Vertigo/hipotensi ortostatik/kelemahan
 Skor 8 : Tidak stabil tapi minta bantuan dan sadar akan
kemampuan
 Skor 15 : Tidak stabil tapi lupa akan keterbatasan
g. Nutrisi
 Skor 12 : makandan minum sangat sedikit
 Skor 0 : Tidak ada kelainan nafsu makan
h. Gangguan tidur
 Skor 8 : Tidak ada gangguan
 Skor 12 : Ada laporan gangguan dari pasien, petugas atau
keluarga
i. Riwayat jatuh
 Skor 8 : Tidak ada Riwayat jatuh
 Skor 14 : Riwayat jatuh dalam 3 bulan terakhir
4) Tingkat resiko ditentukan sebagai beikut :
- Tidak beresiko : skor <90
- Beresiko : skor >90
2.5 Prosedur pencegahan jatuh pada pasien
a. intervensi pencegahan pasien jatuh
intervensi untuk pencegahan pasien jatuh yang memiliki resiko rendah, resiko
sedang dan resiko tinggi harus diimplementasikan dengan peralatan yang
memadai. Perubahan kategori ini dari resiko tinggi ke resiko rendah diperlukan
assessment dan reassessment sebanyak 2 kali secara berturut-turut dengan skor
<25 untuk assessment pada oarng dewasa. Skrining dilakukan pada seluruh
pasien yang dating ke rumah sakit harus dilakukan skrining.
b. Tindakan pencegahan pasien jatuh secara umum
1. Perawat menawarkan bantuan kepada pasien untuk ke kamar mandi
setiap 2 jam sekali saat pasien tidak tidur
2. Perawat memasang kedua sisi pegangan tempat tidur
3. Perawat meletakkan tombol panggilan yang terjangkau oleh pasien
dan diajarkan pasien bagaimana cara penggunaan tombol panggilan
tersebut
4. Perawat meminta pasien untuk jangan ragu meminta bantuan patugas
jika dibutuhkan
5. Perawat menata atau meletakkan barang-barang pribadi pasien yang
mudah dijangkau oleh pasien
6. Perawat melakukan konferensi mingguan diikuti oleh tim keperawatan
atau tim medis
7. Perawat melakukan rujukan pasien ke unit yang sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan pasien dengan melakukan assessment yang lebih
spesifik
8. Perawat mengajarkan dan mendemonstrasikan kepada pasien untuk
menggunakan sisi tubuh yang sehat atau yang lebih kuat saat hendak
bangun atau turun dari tempat tidur
c. Tindakan pencegahan pasien jatuh akibat fisiologis
1. Perawat memberikan orientasi kamar atau ruang perawatan kepada
pasien dan keluarga
2. Perawat melibatkan pasien dalam pemilihan aktivitas sehari-hari yang
sesuai dengan tingkat kemampuan pasien
3. Perawat melakukan pemantauan ketat terhadap efek obat-obatan yang
dikonsumsi pasien termasuk penggunaan obat psikotropika
4. Perawat memberikan lingkungan yang nyaman bagi pasien dari
kebisingan ruangan
5. Perawat melakukan assessment ulang terhadap resiko jatuh pada
pasien
6. Perawat menyediakan dukungan emosional dan psikologis bagi pasien
dan keluarga
d. Tindakan pencegahan pasien jatuh akibat faktor lingkungan
1. Perawat memfasilitasi tombol panggilan pada pasien yang terjangkau
oleh pasien
2. Perawat memberikan posisi tempat tidur rendah sehingga dapat
mengurangi resiko jatuh pasien
3. Perawat memastikan lantai ruangan tata, tidak basah, tidak licin, dan
tidak menurun
4. Perawat memastikan pencahayaan ruangan adekuat
5. Perawat memastikan ruangan rapi dan tidak membahayakan
pergerakan pasien
6. Perawat memastikan sarana toilet terjangkau oleh pasien
e. Tindakan pencegahan pasien jatuh dalam kategori resiko tinggi
1. Perawat memberikan penanda bagi pasien dengan resiko jatuh tinggi
menggunakan gelang berwarna kuning yang dipakaikan di
pergelangan tangan pasien
2. Perawat menyarankan pasien untuk menggunakan sandal atau sepatu
yang tidak licin
3. Perawat menawarkan bantuan ke kamar mandi jika dibutuhkan pasien
4. Perawat mengkaji kebutuhan terapi rehabilitasi
5. Perawat memastikan tempat tidur pasien rendah
f. Tindakan pencegahan resiko jatuh pada anak, yaitu dilakukan Tindakan
pencegahan kejadian jatuh secara umum dan hal-hal berikut :
1. Posisikan tempat tidur/brankard dalam posisi roda terkunci
2. Pagar sisi tempat tidur/brankard dalam posisi berdiri/terpasang
3. Lingkungan bebas dari peralatan yang tidak digunakan
4. Berikan penjelasan kepada orangtua tentang pencegahan jatuh
5. Pastikan pasien memiliki stiker penanda resiko jatuh pada gelang
indentitas dan tanda kewaspadaan dan panel informasi pasien
g. Manajemen setelah kejadian pasien jatuh
1. Perawat melakukan pengkajian apakah pasien mengalami cedera
setelah jatuh seperti abrasi, kontusio, laserasi, fraktur, dan cedera
kepala
2. Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital pasien secara rutin
3. Perawat melakukan pengkajian apakah ada keterbatasan gerak pada
pasien sehingga memiliki resiko jatuh dengan menggunakan skala
morse fall scale
4. Perawat melakukan pemantauan pada pasien dengan ketat terutama
yang memiliki resiko tinggi
5. Perawat melakukan pencatatan yang rutin dalam status pasien
6. Perawat melaporkan kejadian jatuh dan melakukan laporan insiden
jatuh pada pasien
7. Perawat melakukan modifikasi rencana asuhan keperawatan
interdisiplin sesuai dengan kondisi pasien.
h. Edukasi pasien dan keluarga
1. Perawat memberikan informasi pada pasien dan keluarga mengenai
faktor resiko jatuh dan menganjurkan mereka untuk turut serta
mengikuti strategi pencegahan jatuh yang telah ditetapkan di rumah
sakit. Saat pasien hendak pulang rumah, pasien dan keluarga juga perlu
diberikan edukasi mengenai faktor resiko jatuh di lingkungan rumah.
2. Perawat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga terkait
penggunaan alat bantu jalan sesuai kebutuhan dan kondisi pasien
3. Perawat mengedukasi dan mendemonstrasikan kepada pasien terkait
penggunaan pegangan tempat tidur
4. Perawat memberikan informasi pada pasien mengenai obat yang
dikonsumsi mulai dari indikasi, dosis, frekuensi minum obat, efek
samping, dan interaksi obat terhadap makanan atau obat-obatan lain
5. Dokumentasikan
Perawat melakukan dokumentasi terkait semua kegiatan pencegahan
resiko jatuh pada catatan keperawatan pasien
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1. Kasus Semu


Ny. X pada tanggal 2 Oktober 2023 datang ke UGD RSUA Surabaya dengan
diagnosa medis stroke non haemoragic. Keadaan Ny. X somnolen dengan tanda-
tanda vital : TD 210/110 mmHg, Nadi 90 x/menit, suhu 38,9 0C dan RR 21 x/menit.
pada tubuh sebelah kanan terjadi kelemahan anggota tubuh (tangan dan kaki kanan)
dengan kekuatan otot 0, pasien kesulitan berbicara. Di UGD Ny. X mendapatkan
pemasangan infus di tangan kiri dan pemasangan kateter, 5 jam kemudian pasien
dipindahkan ke ruang rawat inap. Pada tanggal 11 Oktober perawat melakukan
pemeriksaan di setiap ruangan. Didapatkan handrail pasien tidak terpasang
meskipun telah ada tanda risiko jatuh. Tanda-tanda vital : TD 190/100 mmHg, Nadi
80 x/menit, suhu 38,6 0C, dan RR 20 x/menit. Masih terpasang infus cairan RL 21
tpm di tangan kiri dengan pemasangan pada tanggal 11 Oktober dan masih
terpasang kateter. Pada urine bag ditemukan adanya urin keruh, berbau menyengat.
Menurut penuturan keluarga, pasien juga mengeluh nyeri dan berasa panas di
daerah kemaluan. Kantong urine terisi setengahnya.

Pengkajian data ( tgl : 11 Oktober 2023 pukul 08.00 )


1. Identitas pasien
Nama : Ny. X
Umur : -
Alamat : -
Diagnosa medis : stroke non haemoragic
2. Lingkungan kerja
Di RS swasta Surabaya, sudah tersedia wastafel, handsanitizer disetiap ruangan,
sarung tangan bersih dan steril, masker, terdapat handrail di setiap bed pasien,
terdapat label risiko jatuh (berwarna kuning) dan pita/pin kuning di gelang
pasien.
3. System rujukan
RS swasta Surabaya.
4. Pemeriksaan Kesehatan
Setelah dilakukan anamnesa oleh perawat, Ny. X mengeluh nyeri dan terasa
panas pada daerah kemaluan, terdapat bau menyengat dan urine berwarna keruh,
serta didapatkan handrail tidak terpasang.
5. Pemakaian APD
Di RS tersebut petugas kesehatan menggunakan APD yang tersedia, seperti
masker, handscoon dll saat akan melakukan tindakan medis ke pasien.
6. Kecelakaan Kerja
Saat perawat melakukan tindakan ke ruangan pasien, pasien mengeluh nyeri dan
panas pada daerah kemaluan, terdapat bau menyengat dan urine berwarna keruh.
Diduga karena perawat jarang melakukan tindakan vulva hygiene dan perawatan
kateter. Serta tanggal pemasangan kateter sudah lebih 7 hari.
7. Penyakit yang Timbul dari Kecelakaan Kerja
Risiko Infeksi : Nyeri dan terasa panas pada daerah kemaluan.
Risiko Jatuh : berisiko cidera jika pasien jatuh dari bed pasien.
8. Kecelakaan Yang Sering Terjadi
Dalam kasus Risiko Infeksi dan Risiko Jatuh termasuk kualifikasi Moderat,
dengan Probabilitas sering terjadi (beberapa kali pertahun) dan Tingkat
Signifikan minor.
9. Penanggulangan
Ny. X mendapatkan perawatan berupa vulva hygiene dan penggantian kateter
<7 hari dan berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic dan
handrail dipasang.

Analisa Data Hazard :


1. Identifikasi Bahaya
a. Handrail tidak terpasang.
b. Terdapat urine keruh dan berbau menyengat, pasien mengeluh nyeri dan
panas pada daerah kemaluan.
c. Bahaya termasuk bersifat biologi dan fisik.
d. Rumusan terjadinya : Perawat atau keluarga lupa memasang handrail bed
pasien yang dapat berisiko pasien jatuh dan mungkin terdapat perlukaan pada
saluran kemih atau infeksi saluran kemih yang diakibatkan mungkin perawat
tidak melakukan tindakan keperawatan sesuai SOP yaitu melakukan
perawatan kateter minimal 7 hari sekali.
2. Analisa bahaya
a. Pengamanan/pengendalian : pendisiplinan petugas untuk mengecek
keamanan pasien di setiap ruangan terutama pada pasien dengan tanda
kuning, selain itu petugas harus mematuhi SOP tindakan yang ada dan lebih
disiplin dalam menggunakan APD yang sesuai serta melakukan perawatan
terutama pada pemasangan kateter.
b. Kemungkinan/probability : resiko terjadi infeksi pada saluran kemih yang
tinggi, kelalaian yang berpotensi menyebabkan pasien jatuh dari tempat tidur
sehingga menimbulkan kecelakaan kerja pada pasien
3. Pengukuran tingkat kemungkinan kejadian
Kelompok unlikely : kejadian yang dapat terjadi pada waktu tertentu
4. Pengukuran tingkat koonsekuensi yang dapat timbul
Moderat
5. Menentukan tingkat resiko dengan pengelompokan
Signifikan Risk (II)
3.2. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : Kekuatan otot Risiko jatuh
 Pasien kesulitan dalam menurun berhubungan dengan
menggerakkan anggota badan kekuatan otot
utamanya anggota badan sebelah menurun (D.0143)
kanan.
 Pasien sulit untuk berbicara.
DO :
 Tekanan darah: 190/100 mmHg.
 Kekuatan otot : 0
 Nadi: 80x/menit
 Suhu : 38,6 0C
 Terdapat tanda risiko jatuh pada
tempat tidur pasien dan di gelang
identitasnya.
 Handrall pasien tidak terpasang
meskipun telah ada tanda risiko
jatuh.
DS : Efek prosedur Risiko infeksi
 Pasien BAK dibantu dengan invasive berhubungan dengan
pemasangan kateter karena efek prosedur
kesulitan dalam menggerakkan invasive (D. 0142)
anggota badannya utamanya
sebelah kanan.
 Menurut penuturan keluarga,
pasien juga mengeluh nyeri dan
berasa panas pada daerah
kemaluan.
DO :
 Suhu : 38,6 0C
 Kekuatan otot : 0
 Pada urin bag ditemukan urin
berwarna keruh dan bau
menyengat.
 Kantong urin terisi setengahnya.

3.3. Intervensi Keperawatan


No. Kriteria Hasil Intervensi
1. Setelah dilakukan 1x24 jam Pencegahan Jatuh (I. 14540)
tindakan keperawatan Observasi :
diharapkan pasien 1. Identifikasi faktor risiko jatuh.
mengalami penuruan tingkat 2. Identifikasi risiko jatuh setidaknya
jatuh dengan kriteria hasil : sekali setiap shift atau sesuai kebijakan.
1. Jatuh dari tempat tidur Terapeutik :
menurun (5) 1. Orientasikan ruangan pada pasien dan
2. Pergerakan ekstremitas keluarga.
meningkat (5) 2. Pastikan roda tempat tidur selalu dalam
3. Kekuatan otot keadaan terkunci.
meningkat (5) 3. Pasang handrall tempat tidur.
4. Rentang gerak Edukasi :
meningkat (5) 1. Ajarkan cara menggunakan bel untuk
memanggil perawat.
2. Setelah dilakukan 1x24 jam Pencegahan Infeksi (I. 14539)
tindakan keperawatan Observasi :
diharapkan pasien 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
mengalami penurunan sistemik
tingkat infeksi dengan Terapeutik :
kriteria hasil :
1. Nyeri menurun (5)
2. Suhu tubuh menurun (5) 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
2. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Perawatan Kateter Urine (I. 04164)
Observasi :
1. Monitor kepatenan kateter urine.
2. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
kemih.
3. Monitor tanda dan gejala obstruksi
aliran urine.
4. Monitor kebocoran kateter, selang, dan
kantung urine.
Terapeutik :
1. Gunakan teknik aseptic selama
perawatan kateter urine.
2. Pastikan selang kateter dan kantung urin
terlepas dari lipatan.
3. Pastikan kantung urin diletakkan di
bawah ketinggian kandung kemih.
4. Lakukan perawatan perineal minimal 1
kali sehari.
5. Lakukan irigasi rutin dengan cairan
isotonis untuk mencegah kolonisasi
bakteri.
6. Kosongkan kantung urin jika telah terisi
setengahnya.
7. Ganti kateter dan kantung urine secara
rutin.
8. Jaga privasi selama melakukan tindakan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur, dan
risiko sebelum pemasangan kateter

3.4. Implementasi Keperawatan


1. Perawat harus menerapakan 6 (SKP) Sasaran Keselamatan Pasien
terutama Risiko Infeksi dan Risiko Jatuh.
2. Perawat menggunakan APD sesuai ketentuan.
3. Perawat harus menjalankan 6 SKP dengan benar agar terhindar dari
kejadian tidak diharapkan (KTD).
4. Perawat harus mematuhi SOP yang sudah ditetapkan rumah sakit.
5. Koordinasi dengan komite K3 mengenai :
a. Penetapan Kebijakan K3RS
Direktur membuat kebijakan RS yang harus dilaksanakan oleh semua
petugas RS.
b. Perencanaan K3RS
Manajemen K3 RS menyediakan label/tanda resiko jatuh dan label
lain untuk mencegah kejadian tidak diharapkan.
c. Pelaksanaan rencana K3RS :
 Petugas Kesehatan/perawat memasang label/tanda risiko jatuh dan
label lain sesuai dengan SOP dan ketentuan yang sudah disepakati.
 Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam system
pelaporan rumah sakit.
 Inspeksi dan pengujian inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan
untuk menilai keadaan K3 secara umum
d. Pemantauan dan evaluasi kinerja K3RS :
 Manajemen K3 Rumah Sakit membantu dalam pemantauan
kepatuhan petugas dalam melaksanakan sasaran keselamatan
pasien dalam bekerja.
 Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan
keselamatan, memastikan dan menilai pengelolaan K3 dan
menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta
pengembangan mutu.
e. Peninjauan dan peningkatan kinerja K3RS :
 Adanya sosialisasi tetang risiko infeksi dan risiko jatuh dari
menejemen.
 Melaksanakan audit atau evaluasi secara konsisten.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya , maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
a. Prevention of Infection
Infeksi merupakan suatu suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
pathogen, dengan/tanpa disertai gejala klinis. Infeksi terkait pelayanan Kesehatan (Health
Care Associated Infections) yang disingkat HAIs merupakan infeksi yang terjadi pada
pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya di mana
Ketika masuk tidak ada infeksi tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena
pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga Kesehatan terkait proses pelayanan
Kesehatan di fasilitas pelayanan Kesehatan dengan tujuan dari pencegahan infeksi ini yaitu
meningkatkan kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan Kesehatan dengan memperhatikan
factor – factor yang mempengaruhi terjadi infeksi tersebut termasuk resiko HAIS melalui
suatu pengkajian dan melakukan pencegahan infeksi pada pasien sesuai prosedur yang ada.
b.Prevention of Falls /Resiko Jatuh
Resiko jatuh pada pasien merupakan pasien yang memiliki resiko untuk jatuh yang
disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor fisiologis yang berakibat pada kejadian
cedera dengan tujuan mencegah pasien jatuh dengan cara mengidentifikasi pasien yang
memiliki resiko tinggi jatuh dan melakukan assessment ulang pada pasien secara
berkesinambungan dengan memperhatikan factor – factor yang mempengaruhi terjadinya
resiko tersebut melalui tahapan – tahapan pengkajian dan tatalaksana assessment serta
tatalaksana pengisian formular assessment resiko jatuh menggunakan skala morse dan
skoring dan melakukan pencegahan jatuh pada pasien sesuai prosedur yang telah
ditetapkan.
4.2 Saran
Kejadian infeksi dan resiko jatuh pada pasien terkadang masih terjadi dibeberapa
pelayanan kesehatan meskipun hanya sebagian kecil, kiranya pembuatan makalah ini dapat
menambah pengetahuan mahasiswa/mahasiswi keperawatan tentang pencegahan infeksi
dan resiko jatuh pada pasien demi meningkatkan kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan
Kesehatan saat bekerja nanti.
DAFTAR PUSTAKA
Massa, Kartini, dkk. 2023. Buku Ajar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Jambi:
PT. Sonpedia Publishing Indonesia
Komite PPI, RSUD Dr.Muhammad Zein Painan. 2022. Revisi Panduan ICRA
(Infection Control Risk Assesment)
Perdalin. 2021. Buku Pedoman Pengendalian Infeksi. Jakarta: UI Publishing
Nurhayati. 2021. Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja dalam Keperawatan.
Aceh : Syiah Kuala University Press
Panduan Asesmen Resiko Pasien Jatuh, Rumah Sakit Umum Kuningan Medical
Center. 2021.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Kesehatan
Panduan Resiko Jatuh Rumah Sakit Jiwa Prof. HB.Saanin Padang.. 2016.

Anda mungkin juga menyukai