Kelompok 2 - Makalah KKD
Kelompok 2 - Makalah KKD
Disusun Oleh:
Kelompok 2 AJ2/B26
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayahnya sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Klien Dewasa dengan Gangguan Sistem Pernapasan :
Pneumnia dan PPOK” guna memenuhi tugas mata kuliah keperawatan klien
dewasa sistem respiratori, kardiovaskuler dan hematologi.
Kelompok menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
oleh sebab itu kelompok menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
iii
3.2. WOC PPOK............................................................................................ 32
BAB IV Asuhan Keperawatan .............................................................................. 33
4.1. Contoh Kasus.......................................................................................... 33
4.2. Pengkajian .............................................................................................. 34
4.3. Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 46
4.4. Intervensi Keperawatan .......................................................................... 47
4.5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ............................................... 50
BAB V Pembahasan.............................................................................................. 58
5.1. Pengkajian .............................................................................................. 58
5.2. Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 58
5.3. Intervensi Keperawatan .......................................................................... 59
5.4. Implementasi Keperawatan .................................................................... 60
5.5. Evaluasi Keperawatan ............................................................................ 61
BAB VI Penutup ................................................................................................... 62
6.1. Kesimpulan ............................................................................................. 62
6.2. Saran ....................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 63
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
membiasakan untuk menjalani pola hidup bersih dan sehat. Dan juga adanya bentuk
asuhan keperawatan yang perlu dilakukan oleh perawat yang meliputi pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
2
1.4. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep teori Pneumonia
2. Untuk mengetahui konsep teori PPOK
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori pada Pneumonia
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori pada PPOK
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan kasus pada PPOK
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
Pneumonia bersifat infeksi karena dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan
parasit. Bakteri menjadi penyebab terbanyak kasus pneumonia (Dahlan, 2014)
2.1.2 Etiologi
Penyebab dari pneumonia ada 2 yaitu infeksi dan non infeksi, sebagai
berikut:
1. Infeksi
a. Virus pernapasan yang paling serius sering terjadi dan lazim yaitu
mycoplasma pneumonia yang terjadi pada usia beberapa tahun pertama
dan anak sekolah dan anak yang lebih tua.
b. Bakteri astreptococcus pneumonia, S.pyogenes, dan Staphylococcus
aureus yang lazim pada anak normal.
c. Haemophilus influenza tipe B menyebabkan pneumonia bakteri pada
anak muda, dan kondisi akan jauh berkurang dengan penggunaan vaksin
efektif rutin.
d. Virus non respirasik, bakteri anterik gramnegatif mikrobakteria,
chlamedia spp, ricketsia spp, pneumositis cariniii dan sejumlah jamur.
e. Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus sincial
pernapasan (respiratory syncitial virus/RSV), parainfluenzae, influenzae
(menyebar melalui droplet , biasanya menyerang pada pasien dengan
imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya adalah cytomegalivirus ,
herpes simplex virus, varicella zoster virus) dan adenovirus.
f. Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
oportunistik, dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup
udara. Organisme yang menyerang adalah Candida sp., Aspergillus sp.,
Cryptococcus neoformans.
2. Non Infeksi
a. Aspirasi makanan atau asam lambung.
b. Benda asing/bahan kimia.
c. Hidrokarbon dan bahan lipoid (merokok).
d. Paparan fisik seperti suhu dan radiasi (Djojodibroto, 2014).
e. Reaksi hipersensitifitas dan pneumonitis akibat obat atau radiasi.
5
f. Penyebab pneumonia karena bakteri cenderung menimbulkan infeksi
lebih besar dari pada agen non bakteri.
g. Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan (Ikawati, 2016).
2.1.3 Manifestasi Klinis
Gejala klinis pneumonia antara lain batuk kering kemudian berubah menjadi
batuk berdahak purulen, batuk berdarah, sesak napas, demam, kesulitan
menelan/minum, dan tampak lemah (Suandi, 2012). Manifestasi klinis meliputi
gejala inflamasi setempat, seperti batuk dan peningkatan produksi mukus. Ketika
dilakukan auskultasi pada daerah yang terkena, suara napas dapat berkurang atau
bahkan tidak ada, dan ronki juga dapat terdengar. Gejala sistemik meliputi dispnea,
takipnea, ortopnea, takikardia, dan demam. Nyeri ketika inspirasi juga dapat terjadi
akibat inflamasi dan pasien mungkin mengalami keletihan ketika berusaha bernapas
(Chang dkk, 2010). Manifestasi Klinis :
1. Demam
2. Dingin
3. Batuk produktif atau kering
4. Malaise
5. Nyeri Pleural Kadang dyspnea dan hemoptysis
6. Sel darah putih berubah (>10.000/mm3 <6.000 mm)
2.1.4 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis Menurut Muttaqin (2019), penatalaksanaan medis
penyakit pneumonia yaitu :
a. Pasien diposisikan dalam posisi fowler dengan sudut 45 derajat Kematian
sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia, kordis, dan
tekanan susunan saraf pusat. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan
pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa dengan baik.
Pemberian O2 yang memadai dapat mencegah hiposia selular.
b. Pemberian bronkodilator Untuk mencegah hilangnya volume cairan
tubuh secara umum, dapat digunakan bronkodilator untuk memperbaiki
pengeluaran sekresi dan distribusi ventilasi. Kadang – kadang, mungkin
timbul dilatasi lambung mendadak, terutama jika pneumonia mengenai
lobus bawah yang dapat menyebabkan hipotensi. Jika hipotensi terjadi
6
cepat, atasi hipoksemia arteri dengan cara memperbaiki volume
intravaskuler dan melakukan dekompresi lambung.
c. Pemberian antibiotik terpilih Pemberian antibiotik terpilih, seperti
penisilin bisa diberikan sekurang – kurangnya seminggu sampai pasien
tidak mengalami sesak napas lagi dan tidak ada komplikasi lain dengan
abses paru. Untuk empiema diperlukan pemberian antibiotik dalam
jangka waktu yang lebih lama. Untuk pasien yang mengalami alergi
penisilin, dapat diberikan eritromisin.
d. Pemberian sefalopsorin Pemberian sefalopsorin kepada pasien yang
alergi terhadap penisilin harus dilakukan dengan hati hati, karena dapat
menyebabkan reaksi hipersen – sitif silang, terutama dari tipe
analfilaksis.
2. Penatalaksanaan Non Farmakologi
Penatalaksanaan lain yang bisa dilakukan pada pasien pneumonia menurut
Nurarif dan Kusuma (2015) yaitu kepada pasien yang penyakitnya tidak berat,
bisa diberikan antibiotik per oral dan tetap tinggal dirumah. Pasien yang l – ebih
tua dari pasien dengan sesak napas atau dengan penyakit jantung atau paru
lainnya, harus dirawat dan diberikan antibiotic melalui infus. Mungkin perlu
diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan pasien akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan keperawatan
yang umumnya dapat diberikan antara lain:
a. Oksigen 1-2 L/menit
b. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip
c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
d. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Selain itu, terdapat peran perawat dalam penatalaksanaan secara non–
farmakologi terhadap penyakit pneuomonia terbagi menjadi dua, yaitu:
7
a. Peran perawat secara primer
Peran perawat disini yaitu memberikan pendidikan kepada keluarga klien
untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit pneumonia dengan
perlindungan kasus dilakukan melalui imunisasi, personal hygiene, dan
sanitasi lingkungan.
b. Peran perawat secara sekunder
Peran perawat disini yaitu dengan memberikan fisioterapi dada, suction,
dan latihan napas dalam dan batuk efektif agar penyakit tidak kembali
kambuh.
Adapun bentuk Pemeriksaan Penunjang Pada Pasien Pneumonia yaitu :
a. Kultur darah
b. Sekresi respirasi
c. Radiologi dada menunjukkan inviltrat mungkin lobus tunggal paru
(pneumonia lobar) atau mungkin lebih difus (bronco pneumonia)
2.1.5 Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian
paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan fibrin, eritrosit,
cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium
hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin
dan leukosit di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel
akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang.
Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang
tidak terkena akan tetap normal (Nursalam, 2016).
Apabila kuman patogen mencapai bronkioli terminalis, cairan edema masuk
ke dalam alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak, kemudian makrofag
akan membersihkan debris sel dan bakteri. Proses ini bisa meluas lebih jauh lagi ke
lobus yang sama, atau mungkin ke bagian lain dari paru- paru melalui cairan
bronkial yang terinfeksi. Melalui saluran limfe paru, bakteri dapat mencapai aliran
darah dan pluro viscelaris. Karena jaringan paru mengalami konsolidasi, maka
8
kapasitas vital dan comliance paru menurun, serta aliran darah yang mengalami
konsolidasi menimbulkan pirau/ shunt kanan ke kiri dengan ventilasi perfusi yang
mismatch, sehingga berakibat pada hipoksia. Kerja jantung mungkin meningkat
oleh karena saturasi oksigen yang menurun dan hipertakipnea. Pada keadaan yang
berat bisa terjadi gagal nafas (Nursalam, 2016).
9
dikalikan lama merokok dalam tahun. Kategori ringan 0-200, sedang 200-600, dan
berat >600 (Elisabeth, 2007).
Pada tahun 1964, penasihat Committee surgeon general of the united states
menyatakan bahwa merokok merupakan faktor risiko utama mortalitas bronkitis
kronik dan emfisema. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dalam waktu satu
detik setelah forced expiratory maneuver (FEV1), terjadi penurunan mendadak
dalam volume ekspirasi yang bergantung pada intensitas merokok. Hubungan
antara penurunan fungsi paru dengan intensitas merokok ini berkaitan dengan
peningkatan kadar prevalensi PPOK seiring dengan pertambahan umur. Prevalansi
merokok yang tinggi di kalangan pria menjelaskan penyebab tingginya prevalensi
PPOK dikalangan pria. Sementara prevalensi PPOK dikalangan wanita semakin
meningkat akibat peningkatan jumlah wanita yang merokok dari tahun ke tahun
(Reily, Edwin, Shapiro, 2008).
PPOK berkembang pada hampir 15% perokok. umur pertama kali merokok,
jumlah batang rokok yang dihisap dalam setahun, serta status terbaru perokok
memprediksikan mortalitas akibat PPOK. Individu yang merokok mengalami
penurunan pada FEV 1 dimana kira-kira hampir 91% perokok berisiko menderita
PPOK (Kamangar, 2010). Second-hand smoker atau perokok pasif berisiko untuk
terkena infeksi sistem pernafasan, dan gejala-gejala asma. Hal ini mengakibatkan
penurunan fungsi paru (Kamangar, 2010). Pemaparan asap rokok pada anak dengan
ibu yang merokok menyebabkan penurunan pertumbuhan paru anak. Ibu hamil
yang terpapar dengan asap rokok juga dapat menyebabkan penurunan fungsi dan
perkembangan paru janin semasa gestasi.
1. Hiperesponsif saluran pernafasan
Menurut Dutch hypothesis, asma, bronkitis kronik, dan emfisema adalah
variasi penyakit yang hampir sama yang diakibatkan oleh faktor genetik
dan lingkungan. sementara British hypothesis menyatakan bahwa asma
dan PPOK merupakan dua kondisi yang berbeda; asma diakibatkan reaksi
alergi sedangkan PPOK adalah proses inflamasi dan kerusakan yang
terjadi akibat merokok.
Penelitian yang menilai hubungan tingkat respon saluran pernafasan
dengan penurunan fungsi paru membuktikan bahwa peningkatan respon
10
saluran pernafasan merupakan pengukur yang signifikan bagi penurunan
fungsi paru (Reily, Edwin,shapiro, 2008).
Meskipun begitu, hubungan hal ini dengan individu yang merokok
masih belum jelas. Hiperesponsif salur pernafasan ini bisa menjurus
kepada remodeling salur nafas yang menyebabkan terjadinya lebih
banyak obstruksi pada penderita PPOK (Kamangar, 2010).
2. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan adalah faktor risiko yang berpotensi untuk
perkembangan dan progresi PPOK pada orang dewasa. Dipercaya bahwa
infeksi salur nafas pada masa anak-anak juga berpotensi sebagai faktor
predisposisi perkembangan PPOK. Meskipun infeksi saluran nafas
adalah penyebab penting terjadinya eksaserbasi PPOK, hubungan infeksi
saluran nafas dewasa dan anak-anak dengan perkembangan PPOK masih
belum bisa dibuktikan (Reily, Edwin, shapiro, 2008).
3. Pemaparan akibat pekerjaan
Peningkatan gejala gangguan saluran pernafasan dan obstruksi
saluran nafas juga bisa diakibatkan pemaparan terhadap abu dan debu
selama bekerja. Pekerjaan seperti melombong arang batu dan perusahaan
penghasilan tekstil daripada kapas berisiko untuk mengalami obstruksi
saluran nafas. Pada pekerja yang terpapar dengan kadmium pula, FEV 1,
FEV 1 /FVC, dan DLCO menurun secara signifikan (FVC,force vital
capacity; DLCO, carbon monoxide diffusing capacity of lung). Hal ini
terjadi seiring dengan peningkatan kasus obstruksi saluran nafas dan
emfisema.
Walaupun beberapa pekerjaan yang terpapar dengan debu dan gas
yang berbahaya berisiko untuk mendapat PPOK, efek yang muncul
adalah kurang jika dibandingkan dengan efek akibat merokok (Reily, Edwin,
Shapiro, 2008).
11
4. Polusi udara
Beberapa peneliti melaporkan peningkatan gejala gangguan saluran
pernafasan pada individu yang tinggal di kota daripada desa yang
berhubungan dengan polusi udara yang lebih tinggi di kota. meskipun
demikian, hubungan polusi udara dengan terjadinya PPOK masih tidak
bisa dibuktikan. Pemaparan terus-menerus dengan asap hasil
pembakaran biomass dikatakan menjadi faktor risiko yang signifikan
terjadinya PPOK pada kaum wanita di beberapa negara.
Meskipun begitu, polusi udara adalah faktor risiko yang kurang
penting berbanding merokok (Reily, Edwin, Shapiro, 2008).
5. Faktor genetik
Defisiensi a1antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang
berisiko untuk terjadinya PPOK. Insidensi kasus PPOK yang disebabkan
defisiensi a1-antitripsin di Amerika serikat adalah kurang daripada satu
peratus. a1-antitrips in merupakan inhibitor protease yang diproduksi di
hati dan bekerja menginhibisi neutrophil elastasedi paru. Defisiensi a1-
antitripsin yang berat menyebabkan emfisema pada umur rata-rata 53
tahun bagi bukan perokok dan 41 tahun bagi perokok (Kamangar, 2010).
2.2.3 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala PPOK antara lain :
1. Batuk produktif, biasanya terjadi di pagi hari
2. Terjadi peningkatan mucus (sputum) yang kental sehingga menyebabkan
kerja silier terganggu yang mengakibatkan sulit untuk membersihkan mucus
(sputum) di jalan nafas. Sputum adalah secret mucus yang dihasilkan dari
paru-paru, bronkus dan trakea.
2.2.4 Patofisiologi
Perubahan patologis pada PPOK terjadi di saluran pernafasan,
bronkiolus dan parenkim paru. Peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear
yang diaktivasi dan makrofag yang melepaskan elastase tidak dapat dihalangi
secara efektif oleh antiprotease. Hal ini mengakibatkan destruksi paru.
Peningkatan tekanan oksidatif yang disebabkan oleh radikal/radikal bebas
di dalam rokok dan pelepasan oksidan oleh fagosit, dan leukosit
12
polimorfonuklear menyebabkan apoptosis atau nekrosis sel yang terpapar.
Penurunan usia dan mekanisme autoimun juga mempunyai peran dalam
patogenesis PPOK (Kamangar, 2010).
1. Bronkitis kronik
Pembesaran kelenjar mukus, perubahan struktur pada saluran
pernafasan termasuk atrofi, metaplasia sel sguamous, abnormalitas silia,
hiperplasia otot lurik, proses inflamasi, dan penebalan dinding bronkiolus
adalah tanda-tanda bronkitis kronik. Eeutrofilia terjadi di lumen saluran
pernafasan dan infiltrasi neutrofil berkumpul di submukosa. Di bronkiolus,
terjadi proses inflamasi mononuklear, oklusi lumen oleh mukus, metaplasia sel
goblet, hiperplasia otot lurik, dan distorsi akibat fibrosis. Semua perubahan
ini dikombinasikan bersama kehilangan supporting alveolar attachments
menyebabkan pernafasan yang terbatas akibat penyempitan lumen
saluran pernafasan dan deformitas dinding saluran pernafasan
(Kamangar, 2010).
2. Emfisema
Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal dan disertai kerusakan dinding alveoli. Terdapat 3 jenis
emfisema menurut morfologinya:
a. Centriacinar Emphysema dimulai dengan destruksi pada
bronkiolus dan meluas ke perifer, mengenai terutamanya bagian
atas paru. Tipe ini sering terjadi akibat kebiasaan merokok yang
telah lama.
b. Panacinar Emphysema (panlobuler) yang melibatkan seluruh
alveolus distal dan bronkiolus terminal serta paling banyak pada
bagian paru bawah. Emfisema tipe ini adalah tipe yang
berbahaya dan sering terjadi pada pasien dengan defisiensi a1-
antitripsin.
c. Paraseptal Emphysema yaitu tipe yang mengenai saluran napas
distal, duktus dan sakus. Proses ini terlokalisir di septa fibrosa
atau berhampiran pleura (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003).
13
2.2.5 Penatalaksanaan
Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah
dibedakan :
1. Pemberian oksigen jangka panjang (Long Term Oxygen Therapy ,
LTOT )
2. Pemberian oksigen pada waktu aktiviti
3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
4. Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan
stabil terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam
setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1-2 L/mnt. Terapi
oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang
sering terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesak
napas dan meningkatkan kemampuan aktivitas. Sebagai parameter
digunakan analisis gas darah atau pulseoksimetri. Pemberian oksigen harus
mencapai saturasi oksigen di atas 91%. Alat bantu pemberian oksigen:
1. Nasal kanul
2. Sungkup venturi
3. Sungkup rebreathing
4. Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan
kondisi analisis gas darah pada waktu tersebut. Ventilasi mekanik pada
PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas
akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan
napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang
ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
1. Ventilasi mekanik tanpa intubasi.
ventilasi mekanik tanpa intubasi. Ventilasi mekanik tanpa intubasi
digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan
selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah
Nonivasive Intermitten Positif Pressure Ventilation (NIPPV) atau
14
Negative Pessure Ventilation (NPV). NIPPV dapat diberikan dengan tipe
ventilasi:
a. Volume control
b. Pressure control
c. Bilevel positive airway pressure (BiPAP)
d. Continous positive airway pressure (CPAP)
NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus
menerus (LTOT / Long Tern Oxygen Theraphy) akan memberikan
perbaikan yang signifikan pada:
a. Analisis gas darah
b. Kualitas dan kuantiti tidur
c. Kualitas hidup
d. Analisis gas darah
Indikasi penggunaan NIPPV:
a. Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan
muskulus respirasi dan abdominal Paradoksal
b. Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35
c. Frekuensi napas >25 kali per menit
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran
napas atas, disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak
sederhana.
2. Ventilasi mekanik dengan intubasi
Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik
di rumah sakit bila ditemukan keadaan sebagai berikut:
a. gagal napas yang pertama kali
b. Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang
jelas dan dapat diperbaiki, misalnya pneumonia.
c. Aktivitas sebelumnya tidak terbatas.
Indikasi penggunaan ventilasi mekanik invasif :
a. Sesak napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi
tambahan dan pergerakan abdominal paradoksal
b. Frekuensi napas >35 permenit
15
c. Hipoksemia yang mengancam jiwa (Pao2< 40 mmHg)
d. Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapni (Pao2< 60 mmHg)
e. Henti napas
f. Samnolen, gangguan kesadaran
g. Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung)
h. Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis,
pneumonia,emboli paru, barotrauma, efusi pleura masif).
i. Telah gagal dalam penggunaan NIPPV
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK
dengan kondisi sebagai berikut :
1. PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal
sebelumnya.
2. Terdapat komorbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan.
3. Aktivitas sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal.
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan
infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya
komplikasi. Gejala eksaserbasi :
1. Sesak bertambah.
2. Produksi sputum meningkat.
3. Perubahan warna sputum.
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
1. Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
2. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
3. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi
saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan
batuk,peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan >
20% baseline atau frekuensi nadi > 20% baseline.
Penyebab eksaserbasi akut, antara lain :
1. Primer
a. Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)
16
2. Sekunder :
a. Pneumonia.
b. Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia.
c. Emboli paru.
d. Pneumotoraks spontan.
e. Penggunaan oksigen yang tidak tepat.
f. Penggunaan obat- obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat.
g. Penyakit metabolik(DM, gangguan elektrolit).
h. Nutrisi buruk.
i. Lingkunagn memburuk/polusi udara.
j. Aspirasi berulang.
k. Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi).
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk
eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan
berat).
Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh
penderita yang telah diedukasi dengan cara:
1. Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah
bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral
dengan bentuk nebuliser.
2. Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
3. Menambahkan mukolitik
2.2.6 Tes Diagnostik
Berikut ini pemeriksaan pendukung yang dapat dilakukan (Ilham, 2022)
1. Chest X-Ray
Chest X-Ray merupakan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai
paru-paru, jantung, dan rongga dada. Chest X- Ray atau bisa disebut dengan foto
thorax dapat menunjukan hiperinflasi paru-paru, diafragma yang mendatar,
terjadinya peningkatan bentuk bronkovaskuler (bronchitis), penurunan tanda
vaskuler (enfisema).
17
2. Darah rutin
Pemeriksaan darah rutin dapat dilakukan untuk melihat seberapa
hemoglobin eritrosit dan leukosit.
3. Uji faal paru
Test faal paru berbasis spirometri mungkin berguna untuk membuat
diagnosis dan memantau perkembangan penyakit. Spirometri juga dikenal
sebagai kapasitas vital paksa, mengukurberapa banyak udara yang dihembuskan
pada volume terbesarnya setelah forced expiratory capacity (FVC). Spirometri
juga dipakai sebagai forced expiratory volume in Isecond (FEV I), dan dapat
digunakan untuk mengukur jumlah udara yangdihembuskan dalam satu detik.
Pemeriksaan ini sangat penting untuk digunakan agar dapat secara jelas
mengamati kondisiobstruktif pernapasan dengan menghitung rasio kedua nilai
ini, yang dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru-paru.Pengurangan
nilai EVF I dan EVC dari ukuran 70% yang menunjukan keterbatasan aliran
udara non-refersible, ialah tipikal penyakit paru obstruktif kronik. Ketika
penyakit paru obstruktif kronis pasien stabil, tes ini dapat dilakukan
2.2.7 Komplikasi
PPOK merupakan penyakit progresif, fungsi paru memburuk dari waktu ke
waktu, bahkan dengan perawatan yang terbaik. Gejala dan perubahan obstruksi
saluran napas harus dipantau untuk menentukan modifikasi terapi dan menentukan
komplikasi. Pada penilaian awal saat kunjungan harus mencakup gejala khususnya
gejala baru atau perburukan dan pemeriksaan fisik. Komplikasi pada PPOK
merupakan bentuk perjalanan penyakit yang progresif dan tidak sepenuhnya
reversibel (Kemenkes, 2021).
1. Gagal Nafas
Gagal nafas dapat dibedakan menjadi :
a. Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah PO2 60 mmHg, dan pHnormal, tata laksana:
• Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2
• Bronkodilator adekuat
• Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktivitas atau waktu
tidur
18
• Antioksidan
• Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing dan posisi condong
kedepan
b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik Infeksi berulang
mengakibatkan:
• Hipertensi pulmoner
• Kor pulmonale
• Gagal jantung kongestif
• Pneumotoraks
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
• Sesak napas atau tanpa sianosis
• Sputum bertambah dan purulen
• Demam
• Kesadaran menurun
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang, pada
kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya
kadar limfositdarah
3. Kor Pulmonale
Kor pulmonale ditandai oleh P. Pulmonal pada EKG, hematokrit >50%,
dapat disertai gagal jantung kanan. Hematokrit polisitemia (hematokrit >55%)
dapat terjadi oleh karena hipoksemia arteri terutama pada perokok. Nilai
hematokrit yangrendah menunjukkan prognosis yang buruk pada pasien PPOK
dan memerlukan pengobatan oksigen jangka panjang. Anemia juga ditemukan
pada pasien PPOK.
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Diagnosis kor pulmonale dapat melalui sejumlah pemeriksaan
diantaranya radiografi, elektrokardiografi, ekokardiografi, skintigraf
radionukleotida, dan pencitraan resonansi magnetik (MRI). Pemeriksaan
diatas tidak serta merta dapat menegakkan diagnosis kor pulmonale secara
akurat.
19
2. CT dan ventilation-perfusion scanning
Pemeriksaan ini tidak dilakukan secara rutin dan hanya dipergunakan
terbatas pada penilaian pasien PPOK yang akan dilakukan operasi untuk
menentukan distribusi emfisema atau bila ada penyakit penyerta lain. HRCT saat
ini sedang diteliti sebagai cara visualisasi menilai patologi saluran napas dan
parenkim lebih tepat.
3. Pengukuran spirometri
Spirometri harus dilakukan minimal setahun sekali untuk dapat
mengidentifikasi pasien yang mengalami penurunan fungsi paru secara cepat
atau jika ditemukan peningkatan gejala atau komplikasi. Uji fungsi paru
lainnya, seperti pengukuran DLCO, kapasitas inspirasi dan pengukuran volume
paru lengkap tidak rutin dikerjakan tetapi mampu memberikan informasitentang
dampak keseluruhan dari penyakit ini dan dapat berharga dalam menyelesaikan
ketidakpastian diagnostik dan penilaian toleransi operasi (Lindayani et al.,
2017).
20
yaitu, periksa ada atau tidaknya pernapasan efektif dengan cara melihat naik
turunnya dinding dada, adanya suara napas tambahan, adanya penggunaan
otot bantu pernapasan, gerakan dinding dada yang simetris, serta memantau
pola napas.
c. Circulation
Pada bagian circulation, yang harus diperhatikan yaitu, fungsi jantung
dan pembuluh darah. Biasanya terdapat gangguan irama, maupun
peningkatan tekanan darah yangsangat cepat, memeriksa pengisian kapiler
dengan cara menilai capillary refill time > 3 detik, warna kulit, suhu tubuh,
serta adanya perdarahan.
d. Disability
Pada penilaian disability, melibatkan evaluasi fungsi sistemsaraf pusat,
yakni dengan menilai tingkat kesadaran pasien dengan meggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS). Adapun penyebab perubahan tingkat
kesadaran yaitu, hipoksia, hiperkapnia, obat–obat analgetik, hipoglikemia.
e. Exposure
Pada pengkajian ini dilakukan ketika pasien mengalami trauma atau
cedera ketika masuk rumah sakit. Pengkajian ini dilakukan dengan
menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien secara
head to toe. Biasanya pada pasien penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
ketika masuk rumah sakit tidak mengalami cedera atau trauma pada bagian
tubuh karena seringkali pasien penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
masuk rumah sakit akibat sesak napas dan batuk, sehingga pada
pengakajian exposure tidak perlu dikaji pada pasien penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK).
2. Pengkajian Sekunder
Pengakajian sekunder pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
menurut Lindayani, (2017) adalah sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data
• Identitas klien
Pada identitas klien meliputi, nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, dan
21
diagnosis medis.
• Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang meliputi, keluhan atau
ganguan yang berhubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
Misalnya, adanya keluhan sesak napas, batuk, nyeri dada, napsu makan
menurun, serta suhu badan meningkat.
• Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit yang pernah di derita oleh penderita yang
berhubungan dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) misalnya,
Asma Bronchial.
• Riwayat Penyakit Keluarga
Mencari informasi kepada anggota keluarga tentang riwayat penyakit
yang ada di dalam keluarga yang berhubungan dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK).
• Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) meliputi pemeriksaan fisikumum persistem, observasi keadaan
umum, pemeriksaan tanda-tanda vital dan pemeriksaan head to toe.
b. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda–tanda vital
Hasil observasi tanda – tanda vital pada klien dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) biasanya, didapatkan peningkatan suhu tubuh
secara signifikan, frekuensi napas meningkat dan disertai sesak napas,
denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh
dan tekanan darah biasanya terdapat penyakit penyerta hipertensi
(Rahmaniar, 2018).
c. Pemeriksaan Head To Toe
Menurut Yana, (2020). Pemeriksaan fisik dapat terbagi menjadi
beberapa bagian yaitu:
• Kepala
Pada pengkajian di bagian kepala, dilihat kebersihan kepala, warna
rambut hitam atau putih, bersih, kepala simetris, tidak ada lesi, tidak ada
benjolan di kepala, dan tidak ada nyeri tekan pada kepala.
22
• Wajah
Pada penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis, biasanya ditemukan
pasien tampak pucat.
• Hidung
Apakah terdapat pernapasan cuping hidung (dypsnea).
• Mulut dan bibir
Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK) ditemukan membran mukosa sianosis (karena terjadi
kekurangan oksigen).
• Thorax
Menurut Brandon D.Brown, (2022). Pemeriksaan fisik pada thoraks
adalah:
➢ Inspeksi
Abnormalitas dinding dada yang biasa terjadi pada pasien Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
Frekuensi pernapasan yang biasanya terdapat pada pasien.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yaitu lebih dari 20 kali
per menit dan pernapasan dangkal.
➢ Palpasi
Pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dapat dilihat,
pergerakan dinding dada biasanya normal kiri dan kanan, adanya
penurunan gerakan dinding pernapasan.
➢ Perkusi
Pada klien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) tanpa
adanya komplikasi, biasanya ditemukan resonan atau bunyi sonor
pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan adanya komplikasi efusi
pleura di dapatkan bunyi redup atau pekak pada dinding paru.
➢ Auskultasi
Pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) terdapat
bunyi napas tambahan seperti, ronchi dan wheezing.
23
• Abdomen
Menurut Brandon D.Brown, (2022). Pemeriksaan fisik pada
abdomen adalah;
➢ Inspeksi
Dapat dilihat kesimterisan pada abdomen dan tidak adanya
benjolan dan tidak terdapat lesi seperti dibawah ini:
o Pursed lips breathing (mulut setengah terkatupatau mencucur).
o Barrel chest (dada tong), diameter antero- posterior dan
transversal sama besar.
o Penggunaan otot bantu napas.
o Hipertropi otot bantu napas.
o Pelebaran sela iga.
o Bilah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyutvena jugularis
di leher dan edema tungkai.
➢ Auskultasi
Terdengar adanya bising usus. Bisingusus normal 12×/menit.
➢ Palpasi
Tidak adanya pembesaran abnormal,tidak adanya nyeri tekan pada
abdomen.
➢ Perkusi
Biasanya pada pasien Penyakit ParuObstruktif Kronis terdengar
bunyi hipersonor.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang sedang dialaminya baik
yang berlangsung secara aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan ini
bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien baik secara individu, keluarga,
komunitas, terhadap kondisi yang berkaitan dengan kesehatan (Kemenkes RI,
2018).
Diagnosis keperawatan yang ditemukan pada pasien dengan diagnosis
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) menurut Listia, (2019) adalah :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
24
napas ditandai dengan, batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum
berlebihan, mengi, wheezing dan ronchi (D.0001).
2. Pola napas tidak efekif berhubungan dengan hambatan upaya napas (mis,
nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan) ditandai dengan
penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas
abnormal (mis,takipnea, bradypnea, hiperventilasi, kusmaul, chyne-stokes)
(D.0005).
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
ditandai dengan penggunaan otot bantu napas meningkat (D.0003).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan dispnea (D.0056).
5. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
6. Ansietas berhubungan dengan terpapar bahaya lingkungan (mis, toksin,
polutan, dan lain-lain) ditandai dengan tampak gelisah, sulit tidur, frekuensi
napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat,
muka tampak pucat (D.0080).
7. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan ditandai
dengan ortopnea, dispnea, edema anasarka dan atau edema perifer,
terdengar suara napas tambahan (D.0022).
8. Keletihan berhubungan dengan gangguan tidur ditandai dengan merasa
kurang tenaga, mengeluh lelah, tidak mampu mempertahankan aktivitas
rutin, tampak lesu (D.0057).
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah langkah ketiga dimana proses
keperawatan yang terdiri dari dua bagian yaitu: Langkah pertama menentukan
luaran yang artinya, menentukan aspek-aspek yang dapat diobservasi dan dapat
diukur meliputi kondisi, perilaku ataupun persepsi pasien, keluarga ataupun
komunitas, sebagai respon terhadap intervensi keperawatan. Langkah kedua yaitu,
menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan oleh perawat kepada pasien
sesuai dengan standar intervensi keperawatan.
25
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas (D.0001).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria hasil :
a. Batuk efektif,meningkat
b. Produksi sputum menurun
c. Wheezing menurun
d. Dipsnea menurun
e. Frekuensi napas menurun
f. Pola napas membaik
Intervensi : Manajemen jala napas (I.01011).
Obsevasi :
a. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
b. Monitor bunyi napas tambahan (ronkhi, wheezing)
c. Monitor sputum (jumlah, warna, bau)
Terapeutik :
a. Posisikan semi fowler atau fowler
b. Berikan minum hangat
c. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
Edukasi
a. Aharkan teknik batuk efektif.
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik.
2. Pola napas tidak efekif b/d hambatan Upaya napas (mis: nyeri saat
bernapas, kelemahan otot pernapasan) (D.0005).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola
napas membaik dengan kriteri hasil :
a. Dispnea menurun
b. Pengunaan otot bantu napas menurun
c. Pemanjangan fase ekspirasi menurun
d. Frekuensi napas membaik
e. Kedalaman napas membaik
26
Intervensi : Terapi oksigen (I.02026)
Observasi :
a. Monitor kecepatan aliran oksigen
b. Monitor posisi alat terapi oksigen
c. Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan
cukup
d. Monitor efektifitas terapi oksigen, jika perlu.
Terapeutik :
a. Pertahankan kepatenan jalan napas
b. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
c. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan Tingkat mobilitas
pasien.
Edukasi :
a. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah.
Kolaborasi
a. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
3. Defisit nutrusi berhubungan dengan anoreksia.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
s t a t u s n u t r i s i m e m b a i k dengan kriteria hasil :
a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b. Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
c. Perasaan cepat kenyang menurun
d. Berat badan index masa tubuh membaik
Intervensi : Manajemen nutrisi (I.03119).
Observasi :
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi makanan yang disukai
c. Monitor asupan makanan
d. Monitor berat badan
Terapeutik :
a. Fasilitasi menentukan pedoman diet
b. berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
27
c. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai.
Edukasi :
a. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.
4. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan (D.0022).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
keseimbangan cairan meningkat.
a. Kelembaban membran mukosa cukup meningkat.
b. Edema menurun.
c. Dehidrasi menurun.
d. Tekanan darah cukup membaik.
e. Membran mukosa cukup membaik.
f. Turgor kulit cukup membaik.
Intervensi : Pemantauan cairan (I.03121).
Observasi :
a. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi.
b. Monitor frekuensi napas.
c. Monitor tekanan darah.
d. Monitor elastisitas atau turgor kulit.
e. Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun,
hematokrik meningkat, haus, lemah, konsentrasi urin meningkat, berat
badanmenurun dalam waktu singkat).
f. Identifikasi tanda-tanda hypervolemia (mis: dispnea, edema perifer,
edema anasarca, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks
hepatojugularis positif, berat badan menurun dalam waktu singkat).
Terapeutik :
a. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisipasien.
Edukasi :
28
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
b. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
5. Keletihan berhubungan dengan gangguan tidur (D.0057).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapakan
tingkat keletihan menurun.
a. Verbalisasi kepulihan energi cukup meningkat
b. Tenaga cukup meningkat
c. Kemampuan melakukan aktivitas rutin cukup meningkat
d. Sianosis menurun
e. Gelisa cukup menurun
f. Frekuensi napas cukup menurun
g. Selera makan cukup membaik
h. Pola napas cukup membaik
i. Pola istirahat cukup membaik
Intervensi : Edukasi aktivitas/istirahat
Observasi :
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.
Terapeutik :
a. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat.
Edukasi :
a. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat.
b. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis: kelelahan, sesak
napas, saat aktivitas).
c. Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai
kemampuan.
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan (intervensi). Proses pelaksanaan implementasi harus
berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan
komunikasi. Tujuan implementasi adalah melaksanakan hasil dari rencana
keperawatan untuk selanjutnya di evaluasi untuk mengetahui kondisi kesehatan
29
pasien dalam periode singkat, mempertahankan daya tahan tubuh, mencegah
komplikasi dan menemukan perubahan system tubuh.
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Menurut Griffith dan Cristence evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan
dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan pasien. Evaluasi adalah
proses penilaian, pencapaian, tujuan serta pengkajian ulang dari rencana
keperawatan.
30
BAB III
WOC
PNEUMONIA Intoleransi
3.1. WOC Pneumonia Aktivitas
Terhirup
Compliance paru
Masuk ke alveoli
Hipertermia Berkeringat, nafsu makan & minum Kerja sel goblet Produksi Sputum Tertelan ke Gangguan
Pertukaran Gas
sputum lambung
Cairan menekan
Resiko Hipovolemia
syaraf frenikus
Konsolidasi cairan sputum Konsolidasi cairan
di jalan nafas sputum di
lambung
Nyeri Akut
Bersihan Jalan Nafas Tidak
Efektif
Masjoer & Suriadi dan rita Y, 2006 dan (Tim Pokja SDKI DPPPPNI,2017)
31
3.2. WOC PPOK
32
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
33
4.2. Pengkajian
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
IDENTITAS
1. Nama Pasien : Ny. S
2. Umur : 53 thn
3. Suku/ Bangsa : Banjar
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMP
6. Pekerjaan : Tidak bekerja
7. Alamat : Jl. Tarmidji
8. Sumber Biaya : Umum
KELUHAN UTAMA
Keluhan utama :
Batuk berdahak
34
- Jenis operasi : ……………………
5. Lain-lain: Tidak ada
Ket:
Laki-laki :
Perempuan :
Pasien :
Tinggal serumah:
Meninggal :
35
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
2. Sistem Pernapasan
a. RR : 24x/menit
b. Keluhan :
✓Sesak Nyeri Waktu Nafas Orthopnea
✓Batuk : ✓ Produktif Tidak Produktif
Sekret : sputum Konsistensi : kental
Warna : putih Bau : ……………………
c. Penggunaan otot bantu nafas : ya ada
d. PCH : Ya ✓Tidak
e. Irama nafas : Teratur ✓Tidak Teratur
f. Friction rub : tidak
g. Pola Nafas : ✓Dispnoe Kusmaul
Cheyne Stokes Biot
h. Suara Nafas : Vesikuler Bronko vesikuler
Trache Bronkhial
✓Ronki ✓Wheezing
Crakles
i. Alat bantu napas :
Masalah Keperawatan :
✓Ya Tidak
Jenis Masker sederhana Flow 6 lpm Bersihan jalan napas
j. Penggunaan WSD : tidak efektif
- Jenis : ....................................................................
- Jumlah cairan : ....................................................................
- Undulasi : ....................................................................
- Tekanan : ....................................................................
k. Tracheostomy : Ya ✓Tidak
................................................................................................................
l. Lain-lain : Spo2 92 %
Masalah Keperawatan :
Pola napas tidak efektif
36
3. Sistem Kardiovaskuler
a. TD : 100/70 mmHg
b. N : 92 x/menit
Keluhan nyeri dada : Ya ✓ Tidak
P : ........................................................
Q : ........................................................ Masalah Keperawatan :
R : ........................................................ Tidak ada
S : ........................................................
T : ........................................................
4. Sistem Persyarafan
a. S : 36,6 C
b. GCS : 456
c. Refleks Fisiologis Patella Triceps Biceps
d. Refleks Patologis Babinsky Brudzinsky Kering
e. Keluhan Pusing Ya ✓Tidak
P : ........................................................
Q : ........................................................
R : ........................................................
S : ........................................................
T : ........................................................
f. Pemeriksaan saraf kranial :
N1 : ✓Normal Tidak
Ket : pasien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan sabun
N2 : ✓Normal Tidak
Ket : Pasien dapat melihat dalam jarak 30 cm
N3 : ✓Normal Tidak
Ket : Refleks pupil terhadap Cahaya (+/+), pasien mampu membuka
mata
37
N4 : ✓Normal Tidak
Ket : Tidak ada deviasi bola mata, tidak ada diplopia dan nistagmus
N5 : ✓Normal Tidak
Ket : Pasien mengalami kelemahan sehingga kesulitan untuk
mengunyah
N6 : ✓Normal Tidak
Ket : Pasien dapat menggerakkan mata kekiri dan kekanan
N7 : ✓Normal Tidak
Ket : Mengerutkan dahi (+), wajah pasien simetris, buka tutup mata
(+)
N8 : ✓Normal Tidak
Ket : Pasien dapat mendengar dengan baik
N9 : ✓Normal Tidak
Ket : Pasien dapat membedakan rasa
N10 : Normal ✓Tidak
Ket : Pasien mengalami gangguan menelan, pasien batuk saat
diberikan air minum.
N11 : ✓Normal Tidak
Ket : Pasien mampu menggerakkan menggeser kanan dan kiri
N12 : ✓Normal Tidak
Ket : Pasien dapat menggerakkan lidahnya
Masalah Keperawatan :
g. Pupil Anisokor ✓Isokor
h. Sclera ✓Anikterus Ikterus Tidak ada
i. Konjunctiva ✓Ananemis Anemis
j. Istirahat/Tidur : 3-4 jam/hari
Gangguan tidur : Sulit tidur pada malam hari
k. IVD :-
l. EVD :-
m. ICP :-
n. Lain-lain : Tidak ada
5. Sistem Perkemihan
a. Kebersihan genetalia ✓Bersih Kotor
b. Sekret Ada ✓Tidak Masalah Keperawatan :
c. Ulkus Ada ✓Tidak Tidak ada
d. Kebersihan meatus ✓Bersih Kotor
e. Keluhan kencing Ada ✓Tidak
Bila ada, jelaskan : tidak ada
f. Kemampuan berkemih ✓Spontan Alat bantu, sebutkan : tidak ada
g. Produksi 1600 ml/hari
Warna Kuning jernih
Bau amoniak
h. Kandung kemih membesar Ya ✓Tidak
i. Nyeri tekan Ya ✓Tidak
j. Intake cairan Oral : 1500 ml/hari
Parenteral : 500 ml/hari
k. Balance cairan excess 400 ml/hari
l. Lain-lain : tidak ada
38
6. Sistem Pencernaan
a. TB : 155 cm BB : 40 kg
b. IMT : 16 kg/m2
c. LOLA : 22 cm
d. Mulut ✓Bersih Kotor Berbau
e. Membran Mukosa ✓Lembab Kering Stomatitis
f. Tenggorokan Sakit menelan ✓Kesulitan menelan
Pembesaran tonsil Nyeri tekan
g. Abdomen Tegang Kembung Ascites
h. Nyeri tekan Ya ✓Tidak
i. Luka operasi Ada ✓Tidak
Tanggal operasi : ……………
Jenis operasi : …………… Masalah Keperawatan :
Lokasi : …………… Defisit Nutrisi
Keadaan : ……………
Drain Ada ✓Tidak
- Jumlah : ……………
- Warna : ……………
- Kondisi area sekitar insersi : ……………
j. Peristaltik : 10 x/menit
k. BAB : 1 x/hari
terakhir tanggal : 25 Februari 2024
l. Konsistensi Keras ✓Lunak
Cair Lendir/Darah
m. Diet Padat ✓Lunak Cair
n. Diet khusus : tidak ada
o. Nafsu makan Baik ✓Menurun
Frekuensi : 1-2 x/hari
p. Porsi makan Habis ✓Tidak
Keterangan : makan 5-6 sendok
q. Lain-lain : Mual muntah
7. Sistem Penglihatan
a. Pengkajian Segmen Anterior dan Posterior
OD OS
Visus
Palpebra
Conjunctiva
Kornea
BMD
Pupil
Iris
Lensa
TIO
39
b. Keluhan nyeri Ya ✓Tidak
P : ........................................................
Q : ........................................................ Masalah Keperawatan :
R : ........................................................
Tidak ada
S : ........................................................
T : ........................................................
c. Luka operasi Ada ✓Tidak
Tanggal operasi : -
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :-
d. Pemeriksaan penunjang lain : tidak ada
e. Lain-lain : tidak ada
8. Sistem Pendengaran
a. Pengkajian Segmen Anterior dan Posterior
OD OS
Aurcicula
MAE
Membran
Tymhani
Rinne
Weber
Swabach
9. Sistem Muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi ✓Bebas Terbatas
b. Kekuatan otot :
5 5
5 5
40
c. Kelainan ekstremitas Ya ✓Tidak
d. Kelainan tulang belakang Ya ✓Tidak
Frankel :-
e. Fraktur Ya ✓Tidak
Jenis :-
f. Traksi Ya ✓Tidak
Jenis :-
Beban :-
Lama Pemasangan : -
g. Penggunaan Spalk/Gips Ya ✓Tidak
h. Keluhan nyeri Ya ✓Tidak
P : ........................................................
Q : ........................................................ Masalah Keperawatan :
R : ........................................................
S : ........................................................ Tidak ada
T : ........................................................
i. Sirkulasi perifer: tidak ada masalah
j. Kompartemen syndrome Ya ✓Tidak
k. Kulit Ikterik Sianosis ✓Kemerahan
Hiperpigmentasi
l. Turgor ✓Baik Kurang Jelek
m. Luka operasi Ada ✓Tidak
Tanggal operasi : -
Jenis operasi :-
Lokasi :-
Keadaan :-
Drain Ada ✓Tidak
Jumlah :-
Warna :-
Kondisi area sekitar insersi : -
n. ROM : aktif
o. POD :-
p. Cardinal Sign : -
q. Lain-lain : tidak ada
TERUS
KADANG-KADANG 4
KELEMBABAN MENERUS SANGAT LEMBAB JARANG BASAH
BASAH
BASAH
41
IMMOBILE SANGAT KETERBATASAN TIDAK ADA 3
MOBILISASI SEPENUHNYA TERBATAS RINGAN KETERBATASAN
SANGAT KEMUNGKINAN 2
NUTRISI ADEKUAT SANGAT BAIK
BURUK TIDAK ADEKUAT
TIDAK
GESEKAN & POTENSIAL 2
BERMASALAH MENIMBULKAN
PERGESERAN BERMASALAH
MASALAH
NOTE: Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa pasien berisiko
mengalamidekubitus (pressure ulcers). TOTAL NILAI 18
(15 or 16 = low risk; 13 or 14 = moderate risk; 12 or less = high risk)
42
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya:
Pasien terlihat gelisah dan saat ditanya perawat menganggap jika penyakit yang
dideritanya adalah cobaan dari Tuhan.
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
Murung/Diam ✓Gelisah Tegang Marah/Menangis
c. Reaksi saat interaksi
✓Kooperatif Tidak Kooperatif Curiga Masalah
d. Gangguan konsep diri : Tidak ada Keperawatan :
e. Lain-lain : Tidak ada
Ansietas
PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN
a. Kebersihan diri
Sebelum masuk rumah sakit pasien mandi 2x/hari, keramas 2x/minggu dibantu
oleh keluarga, kuku pasien dipotong 1x/minggu,
pasien ganti pakaian 2x/hari, pasien sikat gigi dan Masalah
makan 2x/hari dibantu keluarga. Saat di rumah sakit Keperawatan :
pasien mandi, siakt gigi dan ganti pakaian 1x/hari
dibantu oleh keluarga. Makan hanya 5-6 sendok Tidak ada
makan.
b. Kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan :
- Mandi
Dibantu seluruhnya ✓Dibantu sebagian Mandiri
- Ganti pakaian
✓Dibantu seluruhnya Dibantu sebagian Mandiri
- Keramas
✓Dibantu seluruhnya Dibantu sebagian Mandiri
- Sikat gigi
Dibantu seluruhnya ✓Dibantu sebagian Mandiri
- Memotong kuku
✓Dibantu seluruhnya Dibantu sebagian Mandiri
- Berhias
Dibantu seluruhnya ✓Dibantu sebagian Mandiri
- Makan
Dibantu seluruhnya ✓Dibantu sebagian Mandiri
PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Kebiasaan beribadah
- Sebelu sakit ✓Sering Kadang-kadang Tidak pernah
- Selama sakit ✓Sering Kadang-kadang Tidak pernah
b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi
kebutuhan beribadah : Masalah
Pasien beribadah dengan duduk ditempat tidur Keperawatan :
Tidak ada
43
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Laboratorium, Radiologi, EKG, USG, dll)
• Hasil pemeriksaan lab darah: Leukosit : 12.40 10^3/µL. Eritrosit : 4.61 10^3/µL.
Hemoglobin : 13.8 g/dL. Hematokrit : 41.5 %. MCV : 89.9 fL. MCH : 29.9 pg.
MCHC : 33.2 g/dL. PLT : 507 10^3/µL. RDW-SD : 44.7 fL. RDW-CV : 13.3
%. PDW : 15.5 fL. MPV : 8.3 fL. P-LCR : 16 %. PCT : 0.42 %. Neutrofil : 8.7
10^3/µL. Limfosit : 2.20 10^3/µL. Monosit : 1.30 10^3/µL. Eosinofil : 0.04
10^3/µL. Basofil : 0.2 10^3/µL. Ureum : 83.2 mg/dL. Creatinin : 1.3 mg/dL.
Natrium : 136 mmol/L. Kalium : 3.8 mmol/L. Chloride : 101 mmol/L
• Foto Thorax: Tampak dilatasi raunded pembuluh darah pulmonal, Sinus kanan
dan sinus kiri lancip; diafragma normal, Cor tampak membesar dengan
pinggang jantung menonjol; aorta normal, Tulang tulang tervisualisasi intak
• Laboratorium Analisa gas darah: Ph : 7.25 , PCO2 : 59.20 mmHg. Po2 : 77.60
mmHg. SO2% : 92.40. Hct : 33 %. Hb : 10.9 g/dL. FIO2 : 32.0 %. Temp : 36.0
C. Phtc : 7.469. Pco2tc : 56.7 mmHg. Po2tc : 72.7 mmHg. HCO3 : 41.9 mmol/L.
TCO2 : 43.7 mmol/L. Beecf : 17.7 mmol/L. Beb : 16.2 mmol/L. SBC : 40.1
mmol/L. O2Ct : 14.7 mg/dL. O2Cap : 15.1 mg/dL. A : 150.5 mmHg. A-Ado2 :
77.8 mmHg. a/A : 0.5. RI : 1.0. PO2/FIO2 :242.6 mmHg
TERAPI
Spironolactone 25 mg 1x1
Nitrokaf 2,5 mg 1x1
Simvastatin 20 mg 0-0-1
Codein 3 x 10 mg
Furosemide 3x2 ampul
Dexamethasone 1x1 ampul
Infus NaCl 0,9% 500 ml/24 jam
DATA TAMBAHAN LAIN :
Tidak ada
Kelompok 2
44
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS
KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
hipoksia
45
26/2/24 Ds : pasien mengeluh PPOK Defisit nutrisi
mual jika makan, pasien
mengatakan tidak bisa
menghabiskan makanan Inflamasi
Do :
- Pasien terlihat lemas
infeksi
- BB: 40 kg
-IMT: 16
- RR : 28 x/menit
- Spo2 : 92 % leukosit meningkat
imun menurun
anoreksia
Defisit Nutrisi
46
4.4. Intervensi Keperawatan
Hari/Tgl Waktu Diagnosa, Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
27 Dx Keperawatan: Manajemen jalan nafas Manajemen jalan nafas (1.01011)
Februari Bersihan jalan napas tidak efektif b.d (1.01011) O:
2024 hipersekresi jalan napas d.d dispnea O: - Untuk mengetahui pola napas
Tujuan & Kriteria Hasil: - Monitor pola napas (frekuensi, (mis. Frekuensi, kedalaman, dan
Setelah dilakukan tindakan kedalaman, usaha napas) usaha napas
keperawatan selama 3x24 jam - Monitor bunyi napas tambahan - Untuk memantau bunyi napas
diharapkan Bersihan Jalan Napas (ronkhi, wheezing) tambahan (mis terdapat bunyi
(L.01001) meningkat dengan kriteria - Monitor sputum (jumlah, napas ronkhi)
hasil: warna, aroma) - Untuk memantau sputum yang
- Batuk efektif meningkat T: keluar (mis. Jumlah, warna, dan
- Produksi sputum menurun - Posisikan semiFowler atau aroma dari sputum)
- Dispnea menurun Fowler T:
- Berikan minum hangat - Untuk membantu
- Lakukan penghisapan lendir mempertahankan kestabilan
kurang dari 15 detik pola napas
E: - Untuk mengencerkan dahak
- Ajarkan teknik batuk efektif - Untuk memaksimalkan bernapas
dan menurunkan kerja napas,
memberikan kelembaban pada
membrane mukosa, dan
membantu pengenceran sekret
E:
- Untuk membantu pengeluaran
sekret
47
Hari/Tgl Waktu Diagnosa, Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
27 Dx Keperawatan: Terapi Oksigen (I.02026) Terapi Oksigen (I.02026)
Februari Pola napas tidak efektif b.d penurunan O: O:
2024 energi d.d dispnea - Monitor kecepatan aliran - Aliran oksigen yang diberikan
Tujuan & Kriteria Hasil: oksigen disesuaikan dengan pemeriksaan
Setelah dilakukan tindakan - Monitor posisi alat terapi Respiratory Rate dan sesaui
keperawatan selama 3x24 jam oksigen indikasi dokter
diharapkan pola napas (L.01004) - Monitor aliran oksigen secara - Penggunaan aliran oksigen yang
membaik dengan kriteria hasil: periodic dan pastikan fraksi sesaui indikasi akan
- Frekuensi napas membaik yang diberikan cukup memaksimalkan penerimaan
- Kedalaman napas membaik - Monitor efektifitas terapi oksigen yang diberikan
- Penggunaan otot bantu napas oksigen, jika perlu T:
menurun T: - Jalan nafas yang paten dapat
- Pertahankan kepatenan jalan menyebabkan oksigen yang
napas diberikan adekuat mengalir ke
- Siapkan dan atur peralatan jalan nafas pengguna
pemberian oksigen - Untuk memmpermudah pasien
- Gunakan perangkat oksigen bergerak
yang sesuai dengan tingkat E:
mobilitas pasien - Agar bisa melakukan tindakan
E: mandiri
- Ajarkan pasien dan keluarga K:
cara menggunakan oksigen di - Dosis yang di berikan harus
rumah sesuai dengan kebutuhan pasien
K:
- Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
48
Hari/Tgl Waktu Diagnosa, Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
27 Dx Keperawatan: Manajemen nutrisi (I.03119) Manajemen nutrisi (I.03119)
Februari Defisit nutrusi berhubungan dengan O: O:
2024 anoreksia dd BB menurun, mual - Identifikasi status nutrisi - Mengetahui status nutrisi pasien
Tujuan & Kriteria Hasil: - Identifikasi makanan yang - Mengetahui makanan yan
Setelah dilakukan tindakan disukai disukai oleh pasien agar pasie
keperawatan selama 3x24 jam - Monitor asupan makanan semakin suka dan nafsu
diharapkan toleransi aktivitas - Monitor berat badan makanan meningkat
(L.05047) meningkat dengan kriteria T: - Mengontrol makanan yang
hasil: - Fasilitasi menentukan dikonsumsi oleh pasie
- Porsi makanan yang dihabiskan pedoman diet - Mengontrol berat badan yang
meningkat - berikan makanan tinggi kalori ideal untuk pasien
- Pengetahuan tentang pilihan dan tinggi protein T:
makanan yang sehat meningkat - Sajikan makanan secara - Untuk mengetahui kebutuhan
- Perasaan cepat kenyang menarik dan suhu yang sesuai. diet pasien
menurun E: - Untuk pemenuhan gizi yang
- Berat badan index masa tubuh - Ajarkan diet yang dibutuhkan oleh pasien
membaik diprogramkan - Agar makanan pasien lebih
K: menarik dan nafsu makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi bertambah
untuk menentukan jumlah E:
kalori dan jenis nutrient yang - Untuk pasien tetap aman
dibutuhkan, jika perlu. - Untuk mengetahui kemampuan
pasien
K:
- Untuk pemenuhan gizi pasien
49
4.5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Hari/ No.
Waktu Implementasi Paraf Waktu Evaluasi (SOAP) Paraf
Tgl Diagnosa
28 1 07.00 1. Memonitor pola napas pasien Perawat 15.10 S:
Februari (frekuensi, kedalaman, usaha Pasien mengatakan batuk
2024 napas) terus menerus.
2. Memonitor bunyi napas O:
tambahan pada pasien Keadaan umum sedang,
(ronkhi) kesadaran composmentis
3. Memonitor sputum (jumlah, GCS 15, akral hangat CRT <
warna, aroma) 2 detik, turgor kulit baik,
4. Memposisikan semi-fowler terdapat penggunaan otot
5. Memberikan minum hangat bantu napas, produksi
6. Memberikan masker sputum banyak, konsistensi
sederhana 6 lpm kental berwarna putih.
7. Mengajarkan teknik batuk TD: 100/70 mmHg
efektif RR : 28 x/menit
Spo2 : 93 % dengan masker
sederhana 6 lpm
A:
Bersihan jalan napas tidak
efektif belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi no
2,3,4,6,7
50
Hari/ No.
Waktu Implementasi Paraf Waktu Evaluasi (SOAP) Paraf
Tgl Diagnosa
2 07.20 1. Memonitor kecepatan aliran Perawat 15.20 S:
oksigen Pasien mengeluh sesak setiap
2. Memonitor posisi alat terapi kali setelah batuk.
oksigen O:
3. Memonitor aliran oksigen Keadaan umum sedang,
ssecara preiodik dan pastikan kesadaran composmentis
fraksi yang diberikan cukup GCS 15, akral hangat CRT <
4. Memonitor efektifitas terapi 2 detik, turgor kulit baik,
oksigen terdapat penggunaan otot
5. Mempertahankan kepatenan bantu napas.
jalan nafas TD: 100/70 mmHg
6. Menyiapkan dan atur RR : 28 x/menit
peralatan pemberian oksigen Spo2 : 93 % dengan masker
7. Menggunakan perangkat sederhana 6 lpm
oksigen yang sesuai dengan A:
tingkat mobilitas pasien Pola napas tidak efektif
8. Melakukan kolaborasi belum teratasi.
penentuan dosis oksigen P:
Lanjutkan intervensi
3,4,5,6,7
3 07.35 1. Mengidentifikasi status Perawat 15.30 S:
nutrisi Pasien mengeluh mual jika
2. Mengidentifikasi makanan makan, pasien mengatakan
yang disukai tidak bisa menghabiskan
3. Memonitor asupan makanan makanan
51
Hari/ No.
Waktu Implementasi Paraf Waktu Evaluasi (SOAP) Paraf
Tgl Diagnosa
4. Memonitor berat badan O:
5. Memfasilitasi menentukan Keadaan umum sedang,
pedoman diet kesadaran composmentis
6. Memberikan makanan tinggi GCS 15, akral hangat CRT <
kalori dan tinggi protein makanan terlihat tersisa
7. Mensajikan makanan secara dipiring, pasien hanya makan
menarik dan suhu yang sesuai. 5-6 sendok.
8. Mengajarkan diet yang A:
diprogramkan Defisit nutrisi belum teratasi
9. Melakukan kolaborasi dengan P:
ahli gizi untuk menentukan Lanjutkan Intervensi
jumlah kalori dan jenis 1,3,4,5,6,8
nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
29 1 12.20 2. Memonitor bunyi napas Perawat 19.05 S:
Februari tambahan pada pasien pasien mengatakan batuk
2024 (ronkhi) sedikit berkurang.
3. Memonitor sputum (jumlah, O:
warna, aroma) Keadaan umum sedang,
4. Memposisikan semi-fowler kesadaran composmentis
6. Memberikan masker GCS 15, akral hangat CRT <
sederhana 6 lpm 2 detik, turgor kulit baik,
7. Mengajarkan teknik batuk terdapat penggunaan otot
efektif bantu napas, produksi
sputum cukup berkurang,
52
Hari/ No.
Waktu Implementasi Paraf Waktu Evaluasi (SOAP) Paraf
Tgl Diagnosa
konsistensi kental berwarna
putih.
TD: 100/70 mmHg
RR : 23 x/menit
Spo2 : 94 % dengan masker
sederhana 6 lpm
A:
Bersihan jalan napas tidak
efektif belum teratasi.
P:
Lanjutkan intervensi
2.3.4.6.7
2 12.30 3. Memonitor aliran oksigen Perawat 19.10 S:
ssecara preiodik dan pastikan Pasien mengeluh sesak setiap
fraksi yang diberikan cukup kali setelah batuk.
4. Memonitor efektifitas terapi O:
oksigen Keadaan umum sedang,
5. Mempertahankan kepatenan kesadaran composmentis
jalan nafas GCS 15, akral hangat CRT <
6. Menyiapkan dan atur 2 detik, turgor kulit baik,
peralatan pemberian oksigen terdapat penggunaan otot
7. Menggunakan perangkat bantu napas.
oksigen yang sesuai dengan TD: 100/70 mmHg
tingkat mobilitas pasien RR : 24 x/menit
Spo2 : 94 % dengan masker
53
Hari/ No.
Waktu Implementasi Paraf Waktu Evaluasi (SOAP) Paraf
Tgl Diagnosa
sederhana 6 lpm
A:
Pola napas tidak efektif
belum teratasi.
P:
Lanjutkan intervensi
3,4,5,6,7
3 12.40 1. Mengidentifikasi status Perawat 19.15 S:
nutrisi. Pasien mengeluh mual jika
3. Memonitor asupan makanan makan, pasien mengatakan
4. Memonitor berat badan tidak bisa menghabiskan
5. Memfasilitasi menentukan makanan
pedoman diet O:
6. Memberikan makanan tinggi Keadaan umum sedang,
kalori dan tinggi protein kesadaran composmentis
7. Mensajikan makanan secara GCS 15, akral hangat CRT <
menarik dan suhu yang makanan terlihat tersisa
sesuai. dipiring, pasien hanya makan
8. Mengajarkan diet yang 7-9 sendok.
diprogramkan A:
9. Melakukan kolaborasi Defisit nutrisi belum teratasi
dengan ahli gizi untuk P:
menentukan jumlah kalori Lanjutkan Intervensi 3,4,6
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu.
54
Hari/ No.
Waktu Implementasi Paraf Waktu Evaluasi (SOAP) Paraf
Tgl Diagnosa
1 Maret 1 18.00 2. Memonitor bunyi napas Perawat 07.00 S:
2024 tambahan pada pasien Pasien mengatakan batuk
(ronkhi) mulai hilang
3. Memonitor sputum (jumlah, O:
warna, aroma) Keadaan umum sedang,
4. Memposisikan semi-fowler kesadaran composmentis
6. Memberikan nasal kanul 3 GCS 15, batuk efektif
lpm meningkat, baik, produksi
7. Mengajarkan teknik batuk sputum menurun, dispnea
efektif menurun
TD: 100/70 mmHg
RR : 22 x/menit
Spo2 : 96 % dengan nasal
kanul 3 lpm
A:
Bersihan jalan napas tidak
efektif belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
2,3,4,6,7
2 18.10 3. memonitor aliran oksigen Perawat 07.15 S:
ssecara preiodik dan pastikan Pasien mengatakan sudah
fraksi yang diberikan cukup tidak merasakan sesak
4. Memonitor efektifitas terapi O:
oksigen Keadaan umum sedang,
55
Hari/ No.
Waktu Implementasi Paraf Waktu Evaluasi (SOAP) Paraf
Tgl Diagnosa
5. Mempertahankan kepatenan kesadaran composmentis
jalan nafas GCS 15, napas mambaik,
6. Menyiapkan dan atur kedalam nafas membaik, otot
peralatan pemberian oksigen bantu napas menurun
7. Menggunakan perangkat TD: 100/70 mmHg
oksigen yang sesuai dengan RR : 22 x/menit
tingkat mobilitas pasien Spo2 : 96 % dengan nasal
kanul 3 lpm
A:
Pola napas tidak efektif
belum teratasi.
P:
Lanjutkan intervensi
3,4,5,6,7
3 18.15 3. Memonitor asupan makanan Perawat 07.20 S:
4. Memonitor berat badan Pasien mengeluh mual jika
6. Menganjurkan melakukan makan, pasien mengatakan
aktivitas secara bertahap tidak bisa menghabiskan
makanan
O:
Keadaan umum sedang,
kesadaran composmentis
GCS 15, akral hangat CRT <
makanan terlihat tersisa
56
Hari/ No.
Waktu Implementasi Paraf Waktu Evaluasi (SOAP) Paraf
Tgl Diagnosa
dipiring, pasien hanya makan
10-13 sendok.
A:
Defisit nutrisi belum teratasi
P:
Lanjutkan Intervensi 3,4,6
57
BAB V
PEMBAHASAN
Pada Bab 5 akan dilakukan pembahasan tentang asuhan keperawatan kepada Ny. S
dengan diagnose medis PPOK di RS swasta yang dilaksanakan pada tanggal 26
Februari 2024 sampai dengan 1 Maret 2024. Pembahsan proses asuhan keperawatan
ini dimulai dari pengkajian keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi
keperawatan.
5.1. Pengkajian
Penulis melakukan pengkajian/anamnesa terhadap pasien (Ny. S) serta
mendapatkan sebagian informasi dari keluarga pasien. Penulis melakukan
pemeriksaan fisik dan mendapatkan data dari pemeriksaan penunjang.
Data yang didapatkan, Ny. S berusia 53 tahun, berjenis kelamin Wanita dan
tinggal bersama 2 anaknya, suami sudah meninggal. Keluhan utama pasien sesak
dan batuk berdahak. Riwayat penyakit pasien pernah menderita PPOK pada tahun
2022. Pada pemeriksaan fisik pada system pernapasan terdapat irama napas
irregular, terlihat sesak dan terdapat batuk berdahak serta ada otot bantu napas.
5.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa PPOK disesuaikan
dengan diagnosa keperawatan menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berubungan dengan hipersekresi jalan
napas.
Data yang didapat pasien mengeluh batuk disertai dahak, sputum berwarna
putih kental, ada suara ronkhi dan wheezing, RR 28 x/menit, SpO2 92 %,
terpasang O2 masker sederhana 6 lpm. Bersihan jalan napas merupakan ketidak
mampuan seseorang untuk membersihkan jalan napas dari sputum.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi
Data yang didapat hampir sama dengan diagnosa bersihan jalan napas, yang
membedakan terdapat pasien menggunakan otot bantu napas. Pola napas terjadi
karena suplai oksigen yang tidak mencukupi kapasitas paru.
3. Defisit nutrusi berhubungan dengan anoreksia dd BB menurun, mual.
Data yang didapat pasien mengalami penurunan nafsu makan, yang
seharusnya pasien sebelum sakit frekuensi makan 2x/hari sebanyak 1 porsi. Saat
58
sakit dan dirawat di rumah sakit pasien hanya bisa menghabiskan 5-6 sendok
makan karena saat makan pasien merasa tambah sesak.
59
Rencana intervensi keperawatan utama adalah manajemen nutrisi dengan
identifikasi status nutisi, identifikasi makanan, monitor asupan makanan,
monitor berat index masa tubuh membaik, fasilitasi menentukan pedoman diet,
berikan makanan tinggi kalori dan protein, sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai, ajarkan diet yang diprogramkan.
60
5.5. Evaluasi Keperawatan
Ecaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tecapai atau
tidak. Dalam mengevaluasi perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
untuk memahami respon intervensi keperawatan terhadap tujuan serta kriteria hasil
yang sudah dan belum tercapai. Evaluasi keperawatan disusun menggunakan SOAP
secara opesional dengan tahapan dengan sumatif (dilakukan selama proses asuhan
keperawatan) dan formatif (dilakukan diakhir asuhan keperawatan).
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
napas.
Evaluasi yang dilakukan penulis selama 3 hari dengan melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan yang sudah dibuat dan
mendapatkan hasil diakhir masalah keperawatan teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi.
Evaluasi yang dilakukan penulis selama 3 hari dengan melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan yang sudah dibuat dan
mendapatkan hasil diakhir masalah keperawatan teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan.
3. Defisit nutrusi berhubungan dengan anoreksia.
Evaluasi yang dilakukan penulis selama 3 hari dengan melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan intervensi keperawatan yang sudah dibuat dan
mendapatkan hasil diakhir masalah keperawatan teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan.
61
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit paru
kronik berupa obstruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif. Faktor risiko
yang berkaitan dengan PPOL adalah faktor kebiasaan merokok, Riwayat terpapar
polusi udara di lingkungan dan tempat kerja, hiperaktivitas bronkus Riwayat infeksi
daluran napas bawah berulang. Manifestasi pasien dengan PPOK adalah batuk
kronis, berdahak dan sesak napas. Diagnosa untuk pasien PPOK berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Tujuan penatalaksaaan PPOK adalah mengurangi gejala, mencegah
eksaserbasi berulang, mencegah dan memperbaiki penurunan faal paru dan
meningkatkan kualitas hidup penderita.
6.2. Saran
Permasalahan pada masyarakat tentang penyakit PPOK masih banyak.
PPOK juga masih sering dianggap sesak biasa oleh masyarakat. Oleh karena itu
penulis berharap kiranya makalah ini bisa dijadikan literatur sebagai menambah
wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat, mahasiswa maupun pembaca untuk
mengetahui penyebab dan cara mengatasi jika ada orang yang menderita PPOK.
62
DAFTAR PUSTAKA
63