Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEWASPADAAN UNIVERSAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Dosen Pengampu : Dr. drg. WIWORO HARYANI, M. Kes

Disusun oleh :

Sally Sukma Anugrah P07125319042 Angelita Sinaga P07125319046


Rizki Arkan Alhabsy P07125319043 Chyntia Ayu Nurlita P07125319024
Yeni Siswanty P07125319031 Sri Mulatsih P07125319020
Iffah Mutmainah P07125319040 Stivani Octobrina S P07125319048
Rizni Angga Pratiwi P07125319037 Hakkul Annia P07125319018
Vika Septo Novita S P07125319038 Wahdalena P07125319003
Shanti Yolanda P07125319011

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
ALIH JENJANG DIV KEPERAWATAN GIGI
2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Pertama- tama penulis panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat rahmat- Nya lah penulisan makalah ini dapat selesai
tepat pada waktunya.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) serta untuk menambah wawasan penulis mengenai
Kewaspadaan Universal dalam pelayanan kesehatan yang nantinya dapat
dijadikan sebagai pegangan kita di masa mendatang.

Banyak kendala muncul yang dalam penyelesaian makalah ini. Namun karena
kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak, pada akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan tepat waktu.
Penulis menyadari banyak materi yang belum penulis sertakan dalam makalah
ini, Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun guna
perbaikan dalam penulisan selanjutnya di masa yang akan datang. Akhir kata
penulis berharap agar makalah ini dapat berguna bagi para pembaca khususnya
bagi nusa dan bangsa umumnya.

Yogyakarta, Februari 2020

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………..…........... i

DAFTAR ISI .............................................................................. ii

2
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………….............………. 1

B. Rumusan Masalah……………................………………..... 2

C. Tujuan ……………………..…........................…………… 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kewaspadaan Universal.................................... 3


B. Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan...............
C. Contoh Kasus Terkait Kewaspadaan .................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…................……………………………………

B. Saran……………………...........…………………………..

DAFTAR PUSTAKA…………..........………………………....

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi adalah suatu keadaan saat tubuh kemasukan bibit penyakit

(kuman) sehingga menimbulkan gejala demam atau panas tubuh sebagai

suatu reaksi tubuh menolak antigen (kuman) agar dapat melumpuhkan atau

mematikan kuman tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa ndonesia, infeksi

merupakan peradangan; kemasukan bibit penyakit; ketularan penyakit.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas dalam rangka meningkatkan

efektifitas penanganan PONED (Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) di

Puskesmas, maka pengendalian penyakit infeksi penting dilaksanakan,

mengingat dewasa ini di Indonesia telah memasuki epidemi HIV/AIDS

gelombang kelima yang ditandai dengan munculnya kasus HIV/AIDS pada

ibu rumah tangga/para isteri, bahkan Ibu dengan janin yang sedang

dikandungnya.

Data sampai 2001 tercatat 2000 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di

Indonesia dan sepertiga diantaranya adalah wanita. Ternyata kasus infeksi

HIV bertambah lebih cepat diantara wanita dan dalam waktu yang tidak

terlalu lama akan menyusul jumlah infeksi pada laki-laki. Kasus HIV (+)

tidak menampilkan gejala dan tanda klinik yang spesifik, tetapi dapat

menularkan penyakit sebagaimana kasus Hepatitis B(+). Sementara itu dalam

melakukan pengelolaan kasus HIV/AIDS, petugas mesehatan dapat terinfeksi

bila terjadi kontak dengan cairan tubuh/darah pasien. Dalam memberikan

4
pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas, ataupun diluar

masa itu, petugas kesehatan selalu memiliki risiko terinfeksi oleh

mikroorganisme melalui darah/cairan tubuh. Maka setiap petugas pelaksana

pelayanan kesehatan perlu memegang prinsip-prinsip pencegahan infeksi,

khususnya prinsip Kewaspadaan Universal (KU). Kewaspadaan Universal

adalah pedoman yang ditetapkan untuk mencegah penyebaran berbagai

penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh di lingkungan rumah

sakit atau sarana kesehatan lainnya. Konsep yang dianut adalah bahwa semua

darah/cairan tubuh harus dikelola sebagai sumber yang dapat menularkan

HIV, Hepatitis B dan berbagai penyakit lain yang ditularkan melalui

darah/cairan tubuh.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Kewaspadaan Universal?
2. Bagaimana Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan ?

3. Contoh Kasus Terkait Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan

C. Tujuan Makalah

Ada beberapa tujuan dalm penulisan makalah ini, diantaranya:

a. Mahasiswa mampu menjaga diri dari penyebaran infeksi dan mampu


mencegah infeksi.
b. Mengetahui tentang Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan.
c. Mahasiswa dapat menerapkan Kewaspadaan Universal untuk
mencegah terjadinya infeksi dan mengurangi penularan penyakit yang
diakibatkan oleh infeksi.

BAB II

PEMBAHASAN

5
A. KEWASPADAAN UMUM/UNIVERSAL PRECAUTION

1. Defenisi Kewaspadaan Universal (Universal Precaution)

adalah suatu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh


tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dengan didasarkan
pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit,
baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam & ninuk, 2007).
Kewaspadaan universal (Universal Precaution) merupakan suatu upaya yang
dilakukan untuk melindungi petugas pelayanan kesehatan dari infeksi lewat darah
dan cairan tubuh dan mencegah penularan dari pasien ke pasien dan dari petugas
ke pasien (Tietjen, dkk,2004).

Kewaspadaan universal adalah suatu cara penanganan baru untuk


meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa
memperdulikan status infeksi. Kewaspadaan universal hendaknya dipatuhi oleh
tenaga kesehatan karena ia merupakan panduan mengenai pengendalian infeksi
yang dikembangkan untuk melindungi para pekerja di bidang kesehatan dan para
pasiennya sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit yang disebarkan
melalui darah dan cairan tubuh tertentu. Penerapan Kewaspadaan Umum
diharapakan dapat menurunkan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari
sumber yang diketahui maupun tidak diketahui. Penerapan ini merupakan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap
semua pasien dan di semua fasilitas pelayanan kesehatan (Tietjen, dkk, 2004).

Kewaspadaan umum tersebut ditujukan untuk melindungi setiap orang


(pasien, klien, dan petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak.
Kewaspadaan baku berlaku untuk darah, tubuh/semua cairan tubuh, sekresi dan
ekskresi (kecuali keringat), luka pada kulit, dan selaput lender, kulit dan membran
mukosa yang tidak utuh. Penerapan ini adalah untuk mengurangi risiko penularan
mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau yang tidak
diketahui (misalnya si pasien, benda yang terkontaminasi, jarum suntik bekas
pakai, dan spuit) di dalam sistem pelayanan kesehatan (Tietjen, dkk, 2004).

Dalam menggunakan Kewaspadaan Universal petugas kesehatan


memberlakukan semua pasien sama, tanpa memandang penyakit atau diagnosanya
dengan asumsi bahwa resiko atau infeksi berbahaya.

Dalam semua sarana kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas dan praktek
dokter gigi, tindakan yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan cairan tubuh, atau
penggunaan alat medis yang tidak steril, dapat menjadi sumber infeksi penyakit tersebut
pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain. Jadi seharusnya ada pedoman untuk
mencegah kemungkinan penularan terjadi. Pedoman ini disebut sebagai kewaspadaan

6
universal. Harus ditekankan bahwa pedoman tersebut dibutuhkan tidak hanya untuk
melindungi terhadap penularan HIV, tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain
yang dapat berat dan sebetulnya lebih mudah menular.

2. Tujuan Kewaspadaan Umum

Nursalam (2007), menyatakan bahwa kewaspadaan umum perlu


diterapkan dengan tujuan:

a. Mengendalikan infeksi secara konsisten.


b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak terdiagnosa
atau tidak terlihat seperti risiko.
c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien.
d. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya.

3. Pelaksanaan Kewaspadaan Umum

Penerapan Kewaspadaan Universal merupakan bagian dari upaya


pengendalian infeksi di sarana pelayanan kesehatan yang tidak terlepas dari peran
masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya yaitu pimpinan termasuk staf
administrasi, staf pelaksana pelayanan termasuk staf penunjangnya dan juga
pengguna yaitu pasien dan pengunjung sarana kesehatan tersebut. Penerapan
Kewaspadaan Umum didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh
sangat potensial menularkan penyakit baik yang berasal dari pasien maupun
petugas kesehatan (Nursalam, 2007).

Penerapan Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) didasarkan


pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh sangat potensial menularkan
penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Prosedur
Kewaspadaan Universal ini juga dapat dianggap sebagai pendukung program K3
bagi petugas kesehatan (Nursalam, 2007).

B. KEWASPADAAN UNIVERSAL DI PELAYANAN KESEHATAN

1. Komponen Utama Kewaspadaan Umum/Kewaspadaan Baku

Menurut Tietjen (2004) penggunaan pembatas fisik, mekanik, atau


kimiawi antara mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan
kehamilan, pasien rawat inap merupakan alat yang sangat efektif untuk mencegah
penularan infeksi. Adapun prinsip utama prosedur Kewaspadaan Universal dalam
pelayanan kesehatan adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi
ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan menjadi
beberapa kegiatan pokok seperti:

7
b. Cuci Tangan

Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis
dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Tujuannya adalah
untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan
mengurangi jumlah mikroorganisme sementara (Dahlan dan Umrah, 2013).

Wirawan (2013) menjelaskan bahwa manfaat mencuci tangan selama 20


detik yaitu sebagai berikut:

a. Mencegah risiko tertular flu, demam dan penyakit menular lainnya


sampai 50%.
b. Mencegah tertular penyakit serius seperti hepatitis A, meningitis
dan lain-lain.
c. Menurunakan risiko terkena diare dan penyakit pencernaan lainnya
sampai 59%.
d. Jika mencuci tangan sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa
ditinggalkan, sejuta kematian bisa dicegah setiap tahun.
e. Dapat menghemat uang karena anggota keluarga jarang sakit.

Mencuci tangan memakai sabun sebaiknya dilakukan sebelum dan setelah


beraktifitas. Samsuridjal (2009) menjelaskan bahwa pada dasarnya air untuk cuci
tangan hendaknya air yang mengalir. Penggunaan sabun hendaknya mengenai
seluruh tangan dan diperlukan waktu agar kontak kulit dan sabut dapat terjadi.

Mencuci tangan dilakukan dalam 5 (lima) momen yaitu :

1. Sebelum kontak dengan pasien


2. Sebelum tindakan aseptic
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien

6 (enam) langkah cuci tangan:

1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok
kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling
mengunci
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

Prinsip dari 6 langkah cuci tangan antara lain:

8
1. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan
antiseptik (handrub) atau dengan air mengalir dan sabun antiseptik
(handwash)
2. Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60
detik.
3. 5 (lima) kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash

c. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga
kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi
bahaya atau penyakit akibat kerja. NIOSH menyatakan alat pelindung diri (APD)
alat yang mempunyai kemampuan melindungi pekerja dari bahaya ditempat kerja.
Penggunaan alat pelindung diri dimaksudkan untuk melindungi atau mengisolasi
pekerja dari hazard kimia atau fisik dan biologi yang mungkin dijumpai. Alat
pelindung diri digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu enak
dipakai, tidak menggangu kerja, memberikan perlindungan yang efektif terhadap
jenis bahaya.

Tujuan penggunaan alat pelindung diri bagi petugas kesehatan adalah


untuk melindungi tenaga kesehatan dari bahaya akibat kerja, terciptanya perasaan
aman dan terlindung bagi tenaga kerja sebagian mampu meningkatkan motivasi
utuk yang berprestasi dan memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan
keselamatan kerja

Syarat – syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan APD perlindungan


sempurna (menutupi bagian tubuh tertentu), fleksibel, bisa digunakan atau dipakai
pria dan wanita, tidak menimbulkan bahaya sampingan, tidak mudah rusak atau
dapat diganti, sesuai standar dan tidak membatasi gerak petugas menarik dan
nyaman digunakan.

Jenis – jenis Alat Pelindung Diri (APD) :

a. Sarung tangan

Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak


darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh. Selaput
lendir pasien dan benda yang terkontaminasi. Sarung tangan harus selalu dipakai
oleh petugas sebelum kontak dengan darah atau semua jenis cairan tubuh, sekret
ekskreta dan benda yang terkontaminasi.

b. Pelindung wajah / masker/ kaca mata

9
Pemakaian pelindung wajah dimaksudkan untuk melindungi selaput lendir
hidung, mulut, dan mata selama melakukan tindakan atau perawatan pasien yang
memungkinkan terjadinya percikan darah dan cairan tubuh lain. Jenis alat yang
digunakan meliputi masker, kaca mata,atau pelindung wajah digunakann sesuai
kemungkinan percikan darah selama tindakan berlangsung.

c. Penutup kepala

Tujuan pemakaian tutup kepala adalah mencegah jatuhnya


mikroorganisme yang ada dirambut dan kulit kepala petugas terhadap alat- alat /
daerah steril dan juga sebaliknya untuk melindungi kepala / rambut petugas dari
percikan bahan – bahan dari pasien.

d. Gaun pelindung (baju kerja / celemek)

Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah melindungi petugas dari


kemungkinan genangan atau percikan darah cairan tubuh lain yang dapat
mencemari baju atau seragam. Indikasi pemakaian gaun pelindung yaitu seperti
pada saat membersihkan luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase,
menuangkan cairan terkontaminasi kedalam lubang pembuangan / toilet,
mengganti pembalut, menangani pasien dengan perdarahan masif.

e. Sepatu pelindung

Tujuan pemakaian adalah melindungi kaki petugas dari tumpahan/ percikan darah
atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam
atau kejatuhan alat kesehatan. Sepatu harus menutupi seluruh ujung dan telapak
kaki dan tidak dianjurkan untuk menggunakan sandal atau sepatu terbuka.

Tidak semua alat pelindung tubuh harus dipakai. Jenis pelindung tubuh
yang dipakai tergantung pada jenis tindakan atau kegiatan yang dkerjakan.

Pemilihan jenis alat pelindung diri yang sesuai setiap kali melakukan
tindakan :

1. Resiko rendah

 Kontak dengan kulit


 Tidak terpajan darah langsung

Contoh : infeksi, oksigenisai, perawatan luka ringan, memberikan obat secara


anal, tetes mata.

Alat pelindung diri yang dipakai sarung tangan tidak esensial

10
2. Resiko sedang

Kemungkinan terpajan darah namun tidak ada cipratan. Contoh


pemeriksaan : pemeriksaan felvis, insersi IUD, melepas IUD, pemasangan kateter
intra vena, transfuse darah, penanganan spesimen laboratorium,perawatan luka
berat, ceceran darah. Alat pelindung diri yang dipakai yaitu sarung tangan,
mungkin perlu gaun pelindung atau celemek

3. Resiko tinggi

 Kemungkinan terpajan dan kemungkinan terciprat


 Perdarahan massif

Contoh tindakan bedah mayor, bedah mulut, persalinan vagina. Alat


pelindung diri yang dipakai sarung tangan, celemek, kacamata pelindung, masker.

Jenis penyakit yang beresiko terhadap penularan infeksi :

 Hiv
 Cacar air
 Congjungtivitis
 Hepatitis A
 Hepatitis B
 Influenza
 Campak
 Mump (gondongan)
 Pertusis
 Salmonela / shigela
 Tuberkolosis

Jadi sangat penting bagi petugas kesehatan untuk menggunakan alat pelindung
diri (APD) untuk terhindar dari penularan penyakit infeksi.

d. Keselamatan Menggunakan Jarum suntik

Keselamatan menggunakan jarum suntik sebaiknya menggunakan tiap-tiap


jarum dan spuit hanya sekali pakai, tidak melepas jarum dari spuit setelah
Universitas Sumatera Utara digunakan tidak menyumbat, membengkokkan, atau
mematahkan jarum sebelum dibuang dan membuang jarum dan spuit di wadah
anti bocor (Tietjen,dkk, 2004). Perlu diperhatikan dengan cermat ketika
menggunakan jarum suntik atau benda tajam lainnya. Setiap petugas kesehatan
bertanggung jawab atas jarum dan alat tajam yang digunakan sendiri, yaitu sejak
pembukaan paking, penggunaan, dekontaminasi hingga kepenampungan
sementara yang berupa wadah alat tusukan. Untuk menjamin ketaatan prosedur

11
tersebut maka perlu menyediakan alat limbah tajam atau tempat pembuangan alat
tajam di setiap ruangan, misalnya pada ruang tindakan atau perawatan yang
mudah dijangkau oleh petugas. Menurut Tietjen (2004) apabila jarum dan spuit
sekali pakai tidak tersedia dan perlu memasang kembali penutup jarum, maka
gunakan metode penutupan “satu tangan” dengan cara:

1) Tempatkan penutup jarum pada permukaan rata dan kokoh


kemudian angkat tangan anda.
2) Kemudian dengan satu tangan memegang spuit, gunakan jarum
untuk menyekop tutuo tersebut dengan penutup di ujung jarum,
putar spuit tegak lurus sehingga jarum dan spuit mengarah ke atas.
3) Akhirnya, dengan sumbatan yang sekarang ini menutup ujung
jarum sepenuhnya, peganglah spuit ke arah atas dengan pangkal
dekat pusat (dimana jarum itu bersatu denagn spuit dengan satu
tangan dan gnakan tangan lainnya untuk menyegel tutup dengan
baik).
e. Sterilisasi Alat

Pengelolaan alat kesehatan dapat mencegah penyebaran infeksi melalui


alat kesehatan yang digunakan, atau menjamin alat tersebut selalu dalam kondisi
steril dan siap pakai. Pemilihan pengelolaan alat tergantung pada kegunaan alat
dan berhubungan dengan tingkat risiko penyebaran infeksi (Nursalam, 2007).
Menurut Nystrom (1981) yang dikutip Tietjen (2004), dekontaminasi adalah
langkah pertama dalam mensterilkan instrumen bedah/tindakan, sarung tangan
dan peralatan lainnya yang kotor (terkontaminasi), terutama jika akan dibersihkan
dengan tangan misalnya, merendam barang-barang yang terkontaminasi dalam
larutan klorin 0,5% atau disinfektan lainnya yang tersedia dengan cepat dapat
membunuh HBV dan HIV. Dengan demikian, menjadikan instrumen lebih aman
ditangani sewaktu pembersihan. Setelah instrumen barangbarang lain
didekontaminasi, kemudian perlu dibersihkan, dan akhirnya dapat disterilisasi
atau didisinfeksi tingkat tinggi. Proses yang dipilih untuk pemrosesan akhir
bergantung pada apakah instrumen ini akan bersinggungan dengan darah atau duh
tubuh, sekresi atau ekskresi pasien.

2. Alasan Kewaspadaan Universal Sering Diabaikan

Ada banyak alasan mengapa kewaspadaan universal tidak diterapkan,


termasuk :

1) Kurangnya pengetahuan petugas pelayan kesehatan


2) Kurang dana untuk menyediakan pasokan yang dibutuhkan,
misalnya sarung tangan dan masker
3) Kurangnya pasokan pennyedia yang dibutuhkan

12
3. Risiko jika Kewaspadaan Universal Kurang Diterapkan

Kewaspadaan universal diciptakan untuk melindungi terhadap kecelakaan


yang dapat terjadi. Kecelakaan yang paling umum adalah tertusuk jarum suntik,
yaitu jarum suntik yang dipakai pada pasien menusuk kulit seorang petugas
layanan kesehatan.

Penelitian menunjukkan bahwa risiko penularan rata-rata dalam kasus


pasien yang bersangkutan terinfeksi HIV adalah kurang lebih 0,3%, dibandingkan
dengan 3% untuk hepatitis C dan lebih dari 30% untuk hepatitis B. Jika darah dari
pasien yang terinfeksi mengenai selaput mukosa (misalnya masuk mata) petugas
layanan kesehatan, risiko penularan HIV adalah kurang lebih 0,1%. Walaupun
belum ada data tentang kejadian serupa dengan darah yang dicemar hepatitis B,
risiko jelas jauh lebih tinggi.

Kewaspadaan Universal yang tidak sesuai dapat menghasilkan bukan


hanya resiko pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain, tetapi juga
peningkatan pada stigma dan diskriminasi yang dihadapi oleh ODHA.

C. CONTOH KASUS TERKAIT KEWASPADAAN UNIVERSAL DI


PELYANAN KESEHATAN

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. SARAN

14
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan R I (2003), Evaluasi Akreditasi Pokja 12 RS Jakarta,


Direktorat Pelayanan Medis. Jakarta
http://www.diskes.baliprov.go.id/id/PENGENDALIAN-PENYAKIT-INFEKSI---PPI--
PADAPELAYANAN-OBSTETRI-NEONATAL-EMERGENSI-DASAR--PONED-

15

Anda mungkin juga menyukai