Dosen Pembimbing
Disusun Oleh:
Kelas Reg. A Kelompok 1
1. Ririn Yulinda 19.1420130.02
2. Fajar Eka Susanti 19.1420130.13
3. Cici Ulan Dari 19.1420130.04
4. Dinda Miranda 19.1420130.15
5. Rosa Lara Sakti 19.1420130.06
6. Agung Triyanto 19.1420130.18
7. Maya Romanti 19.1420130.09
8. Hapidz Nurrahman 19.1420130.20
Tempat:
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya baik itu berupa sehat fisik, maupun akal pikiran sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan praktikum individu Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 2022 ini tepat pada waktunya.
Tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak sanggup untuk menyelesaikan laporan
ini.
Dalam penulisan dan pelaksanaan praktikum K3RS ini mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ersita, S.Kep., Ners., M.Kes, selaku Ketua STIK Bina Husada Palembang
2. Ade Irma Hutasuhut, SKM, selaku Wakil Ketua Komite K3 Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang
3. Kardewi, S.Kep., Ners., M.Kes, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan STIK Bina Husada Palembang
4. Mareta Akhriansyah, S.Kep, Ners, M.Kep selaku Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan dan saran
5. Seluruh Staf Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
6. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan saran dan masukan kepada
kami dalam proses praktikum
Kami menyadari kekurangan dan keterbatasan yang ada pada proses
praktikum dan penulisan laporan ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun yang dapat memberikan perubahan kearah
yang lebih positif dalam proses pembelajaran dimasa yang akan datang, semoga
Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepada kita semua.
Kelompok 1
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARiii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................................3
1.3 Manfaat........................................................................................................4
1.4 Metode Praktik.............................................................................................5
1.5 Sistematika Penulisan..................................................................................5
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................6
2.1 Keselamatan Kesehatan Kerja Rumah Sakit................................................6
2.2 Data Umum Rumag Sakit............................................................................8
2.3 Keselamatan Kesehatan Kerja Rumah Sakit................................................9
2.4 Hazard........................................................................................................17
2.5 Sampah dan Limbah Rumah Sakit.............................................................25
2.6 Penanggulangan Kebakaran.......................................................................34
BAB III KEADAAN UMUM RUMAH SAKIT...................................................40
3.1 Sejarah Rumuh Sakit Muhammadiyah......................................................40
3.2 Visi dan Misi..............................................................................................40
3.3 Jumlah Tempat Tidur Di Ruangan Rawat Inap.........................................41
3.4 Pelayanan Khusus......................................................................................41
3.5 Pelayanan Penunjang Medis......................................................................41
3.6 Fasilitas Pelayanan Umum.........................................................................42
BAB IV HASIL IDENTIFIKASI HAZARD.........................................................43
BAB V PEMBAHASAN.......................................................................................58
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................62
6.1 Kesimpulan................................................................................................62
6.2 Saran...........................................................................................................63
DAFATAR PUSTAKA.........................................................................................64
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3
di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan
dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-
bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan
ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan
kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung
yang ada di lingkungan RS.
Dalam pelaksanaan K3 Rumah Sakit memerlukan organisasi yang
dapat menyelenggarakan program K3RS secara menyeluruh dan berada di
bawah pimpinan Rumah Sakit yang dapat menentukan kebijakan Rumah
Sakit. Semakin tinggi kelas Rumah Sakit umumnya memiliki tingkat risiko
keselamatan dan Kesehatan Kerja yang lebih besar karena semakin banyak
pelayanan, sarana, prasarana dan teknologi serta semakin banyak keterlibatan
manusia di dalamnya (sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien,
pengunjung, pengantar, kontraktor, dan lain sebagainya). Untuk
terselenggaranya K3RS secara optimal, efektif, efesien dan
berkesinambungan, Rumah Sakit membentuk atau menunjuk satu unit kerja
fungsional yang mempunyai tanggung jawab menyelenggarakan K3RS. Unit
kerja fungsional dapat berbentuk komite tersendiri atau terintegrasi dengan
komite lainnya, dan/atau instalasi K3RS.
Kebutuhan untuk membentuk unit kerja fungsional tersebut
disesuaikan dengan besarnya tingkat risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja,
sehingga pada Rumah Sakit dapat memiliki komite atau instalasi K3RS, atau
memiliki keduanya. Rumah Sakit harus membuat perencanaan K3RS yang
efektif agar tercapai keberhasilan penyelenggaraan K3RS dengan sasaran yang
jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3RS dilakukan untuk menghasilkan
perencanaan strategi K3RS, yang diselaraskan dengan lingkup manajemen
Rumah Sakit.
2
Perencanaan K3RS tersebut disusun dan ditetapkan oleh pimpinan
Rumah Sakit dengan mengacu pada kebijakan pelaksanaan K3RS yang telah
ditetapkan dan selanjutnya diterapkan dalam rangka mengendalikan potensi
bahaya dan risiko K3RS yang telah teridentifikasi dan berhubungan dengan
operasional Rumah Sakit. Dalam rangka perencanaan K3RS perlu
mempertimbangkan peraturan perundangundangan, kondisi yang ada serta
hasil identifikasi potensi bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Setiap Rumah Sakit tentu memiliki sistem penanganan dan
pecegahan kecelakaan kerja baik itu kecelakaan kerja karena kesalahan dari
karyawan maupun kecelakaan kerja yang disebabkan oleh bencana, adanya
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja dirumah sakit sangat
penting untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja. Selain harus adanya sistem
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit juga diperlukan
fasilitas pendukung terselenggaranya kesehatan dan keselamatan kerja
dirumah sakit secara maksimal seperti tangga darurat penghubung antar
ruangan, rambu penunjuk jalan, titik berkumpul, sistem pemadam kebakaran
serta Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang disediakan di beberapa titik
yang memiliki resiko tinggi terjadinya kecelakaan kerja.
Adanya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit (SMK3RS) tidak lepas dari masih tingginya angka Kecelakaan
Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dirumah sakit.
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
(SMK3RS) berpedoman pada Peraturan Menteri No 66 Tahun 2016 dimana
ada beberapa aspek pendukung seperti: Penetapan kebijakan, penetapan
organisasi K3RS, dan pelaksanaan K3RS.
Sebagai contoh Rumah Sakit Muhammadiya melakukan proses
evaluasi program kerja Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk
mengetahui keberhasilan suatu program. Selain itu review program juga
bermanfaat untuk menyesuaikan program dengan peraturan undang-undang
yang berlaku. Rumah Sakit juga mengadakan audit secara berkala. Audit
yang dilakukan bersifat internal dan eksternal (Ibrahim,2017).
3
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
4
terkait bagaimana proses praktik klinik keperawatan kesehatan
keselamatan kerja di rumah sakit (K3) mahasiswa program studi ilmu
keperawatan di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
Sistematika penulisan diketik dengan huruf time new roman, spasi 1,5
spasi, kertas A4 dan ukuran tulisan 12, margin top 3 cm, bottom 3 cm, left 4 cm
dan right 3cm
Adapun sistematika penulisan sebagai berikut
Cover depan tugas kelompok
KATA PENGANTAR
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III KEADAAN UMUM RUMAH SAKIT
BAB IV HASIL IDENTIFIKASI
BAB V PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran Foto, Dll
5
6
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Keamanan kerja
Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung
terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa material maupun
nonmaterial.
a. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat material
diantaranya sebagaiberikut:
7
b. Bajukerja,
c. Helm,
d. Kacamata,
e. Sarungtangan,
f. Sepatu
g. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat nonmaterial
adalah sebagai berikut:
h. Buku petunjuk penggunaan alat
i. Rambu-rambudanisyaratbahaya,
j. Himbauan,
k. Petugaskeamanan.
Usaha pencegahan da pengobatan terhadap penyakit atau gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja
maupun penyakit umum. Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan,
keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu
keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-undang pokok
Kesehatan RI No.9 Tahun1960, BABI pasal 2, keadaan sehat diartikan
sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan.
2. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari
bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan
kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja.
Tidak ada seorang pundi duniaini yang menginginkan terjadinya
kecelakaan.Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk,
dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.
8
2.2 RUMAH SAKIT
9
2.2.2 Fungsi Rumah Sakit
a. Penyelenggaraan pelayanan penyembuhan dan pemulihan kesehatan
cocok dengan standar pelayanan lokasi tinggal sakit
b. Pemeliharaan dan penambahan kesehatan perorangan melewati pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai keperluan
medis
c. Penyelenggaraan edukasi dan pelatihan sumber daya insan dalam
rangkapeningkatan keterampilan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d. Penyelenggaraan riset dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka penambahan pelayanan kesehatan dengan
menyimak etika ilmu pengetahuan bidang kesehata.
2.3.2 Tujuan
1. Berdasarkan Permenkes nomor 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit, beberapa tujuan dalam pelaksanaan K3RS
dapat dirangkum:
10
3. Manajemen risiko K3RS bertujuan untuk meminimalkan risiko
keselamatan dan kesehatan di Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan
efek buruk terhadap keselamatan dan kesehatan SDM Rumah Sakit, pasien,
pendamping pasien, dan pengunjung.
11
10. Unit Pelayanan Kesehatan Kerja Rumah Sakit bertujuan untuk
menurunkan kejadian dan prevalensi penyakit pada SDM Rumah Sakit dari
penyakit menular, penyakit tidak menular, penyakit akibat kerja, dan
kecelakaan akibat kerja.
12
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5309);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
184, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
10. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
159);
13
11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi
Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 413);
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1221);
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan
Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1197);
15. Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.6655
14
menbentuk komite K3 atau instalasi K3 sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 66 tahun 2016 tentang standar kesehatan dan keselamatan
kerja di rumah sakit. Dalam permenkes 66 TH 2016 juga disebutkan tentang 5
prinsip SMK3 (Sistem Manajemen K3) sesuai dengan PP 50 Tahun 2012
tentang SMK3. Lima prinsip tersebut adalah:
1) Kebijakan
2) Perencanaan
3) Implementasi
4) Monitoring Evaluasi
5) Tindak lanjut/perbaikan berkelanjutan
Artinya, dalam menerapkan K3 di rumah sakit harus dimulai dengan
Komitmen dari Top Manajemen atau direktur rumah sakit yang dituangkan
dalam bentuk kebijakan K3. Hal ini juga dinyatakan didalam MFK 1 tentang
Kepemimpianan dan Perencanaan. Tanpa komitmen yang kuat dari direktur
rumah sakit maka penerapan K3 secara baik akan menjadi sulit diwujudkan.
Ada beberapa langkah berikut yang dapat dilakukan dalam menerapkan K3 di
rumah sakit, langkah ini menjadi penting karena K3 Rumah Sakit dapat
dikatakan merupakan hal yang baru dan masih dianggap belum begitu penting,
yaitu:
1. Mendapatkan komitmen dari Direktur Rumah Sakit. Langkah awal dalam
penerapan K3 rumah sakit adalah dengan mendapatkan komitmen dari
direktur rumah sakit, artinya direktur rumah sakit secara serius mendukung
dan terlibat dalam program-program K3 yang akan dijalankan.
2. Membentuk komite K3. Setelah mendapatkan komitmen dari direktur
rumah sakit, dan salah satu bentuk wujud dari komitmen tersebut, direktur
membentuk Komite K3 rumah sakit dimana ketua komitenya adalah
direktur atau satu level dibawahnya. Komite K3 rumah sakit bertugas
mebuat kebijakan K3 RS dan program-program K3 lainnya. Pembentukan
Komite K3 RS disertai dengan Surat Keputusan (SK) direktur, ada dua
jenis SK yang perlu dikeluarkan oleh direktur, yaitu:
1) SK Pembentukan Organisasi Komite K3, dan
2) SK penunjukan/penugasan untuk semua anggota Komite K3.
15
3. Setelah komite K3 terbentuk, maka dilakukan kickoffmeting untuk
membahas rancangan Kebijakan K3 Rumah Sakit yang nantinya akan
ditanda tangani oleh direktur rumah sakit. Kebijakan K3 RS
mencerminkan komitmen K3 dari direktur rumah sakit untuk mematuhi
peraturan perundangan terkait K3 yang berlaku, komitmen untuk
merencanakan dan menerapkan K3 untuk mencegahan Kecelakaan Akibat
Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) bagi semua
staff/karyawan rumah sakit baik yang permanen, kontrak, outsourcing atau
vendor/kontraktor. Kebijakan dibuat dalam bentuk tertulis dan ditanda
tangani oleh direktur.
4. Langkah berikutnya adalah melakukan sosialisasi kebijakan K3 kepada
seluruh karyawan rumah sakit untuk mendapatkan dukungan dan
keterlibatan dari seluruh karyawan. Sosialisasi ini melibatkan semua
manajemen termasuk direktur. Hal ini penting dilakukan untuk
menunjukan keseriusan dari semua manajemen dalam penerapan K3 di
rumah sakit. Kegagalan dalam mensosialisasikan kebijakan K3 kepada
seluruh karyawan akan berakibat pada kegagalan dalam penerapan
program-program K3 berikutnya. Sosialisasi dapat dilakukan dalam
bentuk komunikasi langsung oleh direktur kepada seluruh karyawan
rumah sakit, atau berjenjang melalui manajemen rumah sakit sampai pada
level karyawan paling bawah. Sosialisasi tidak hanya membacakan poin-
poin kebijakan akan tetapi juga penjelasan yang detil dari poin-poin
tersebut agar dapat dipahami oleh semua karyawan.
5. Setelah sosisaliasi kebijakan dilakukan dengan baik, maka dilanjutkan
dengan membuat perencanaan program-program K3. Langkah ini dimulai
dengan Identifikasi Bahaya di tempat kerja. Kenapa membuat program K3
dimulai dengan identifikasi bahaya? Kenapa tidak copypaste saja dari
rumah sakit lain? tentu saja hal tersebut tidak bisa kita lakukan, karena
program K3 adalah program pengendalian bahaya dan risiko ditempat
kerja, maka harus dimulai dengan melihat dan mengenal
(mengidentifikasi) bahaya dan risiko ditempat kerja masing-masing,
karena potensi bahaya dan risiko disetiap tempat bisa berbeda-beda.
16
Identifikasi bahaya bisa dilakukan dengan berbagai teknik atau metode,
misalnya dengan teknik inspeksi, jobsafety analisis (JSA) atau
qualitativeriskassessment (HIRA). Dari hasil identifikasi bahaya makan
dibuatlah program-program pengendalian dari bahaya dan risko yang
ditemukan. Dalam membuat program K3 harus ditentukan sasaran yang
ingin dicapai, tolok ukur keberhasilan (KPI), penanggung jawab
pelaksana, target waktu dan anggaran yang diperlukan.
6. Langkah berikutnya menerapkan atau menjalankan program yang sudah
dibuat. Penerapan program adalah menjadi tanggung jawab semua
instalasi rumah sakit, tergantung pada jenis program yang dijalankan di
instalasi masing-masing. Komite K3 bertanggung jawab mengawasi,
mengevaluasi dan memberikan masukan terhadap program K3 berjalan.
7. Untuk memastikan konsistensi penerapan program K3 agar tetap berada
pada jalur yang ditetapkan, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi
(Monev) secara berkala. Ada tiga cara dalam melakukan monev, yaitu:
1) Inspeksi K3 secara berkala, paling kurang 1 kali dalam 1 bulan.
2) Audit K3 minimal 1 kali dalam 1 tahun
3) Rapat komite k3 untuk membahas program-program berjalan atah hasil
inspeksi K3, minimal 1 kali dalam 1 bulan.
8. Langkah terakhir dan juga merupakan kunci keberhasilan dari program K3
adalam Tindak Lanjut atau perbaikan secara terus-menerus dari hasil
temuan Monev yang dilakukan. Temuan-temuan yang merupakan gap atau
kekurangan dalam implementasi program K3 harus diperbaiki dan ditindak
lanjuti. Ada tiga kelompok temuan dari kegiatan Monev, yaitu:
1. Potensi bahaya dan risiko yang sudah dikendalikan dengan baik, ini
harus dipertahankan.
2. Potensi bahaya dan risiko yang dikendalikan parsial, ini harus
diperbaikan dan dilenkapi pengendaliannya.
3. Potensi bahaya dan risiko yang belum dikendalikan sama sekalu, ini
harus dibuat program pengendaliannya.
17
2.4 HAZARD
18
Bahay fisik berpotensi menimbulkan terjadinya penyakit kerja
(PAK), dari penyakit yang ringan akibat pajanan bising, sampai penyakit
yang berat seperti kanker akibat pajanan radiasi pengion. Jenis-jenis
bahaya yang termasuk dalam golongan resiko bahaya fisik adalah
sebagai berikut.
1) Resiko bahaya mekanik
Resiko yang paling sering terjadi adalah tertusuk jarum terpeleset
ataupun menabrak dinding pintu kaca. Pengendalian yang harus
dilakukan antara lain: penggunaan safetybox limbah tajam kebijakan
dilarang menutup kembali jarum bekas pemasangan keramik anti
licin pada koridor dan lantai yang miring pemasangan rambu awas
licin pemasangan kaca film dan stiker pada dinding pintu kaca agar
lebih kelihatan.
Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita
ketahui di rumah sakit banyak digunakan kereta dorong untuk
mengangkut pasien dan barang-barang logistik. Resiko yang
dapat muncul adalah pasien jatuh jadi brankar tempat tidur,
terjepit, tertabrak kereta dorong, dan lain-lain.
Resiko terjepit tertimbun dan tenggelam. Resiko ini dapat terjadi
dimana saja meskipun kejadiannya tidak terlalu sering. Hal-hal
yang perlu diperhatikan terutama diruang perawatan anak dan
ruang perawatan jiwa. Pastikan tidak ada pintu jendela atau
fasilitas lain yang memiliki resiko untuk terjepit tenggelam
tersebut.
Resiko jatuh dari ketinggian yang sama, terpeleset tersandung
dan lain-lain. Resiko ini terutama pada lantai-lantai yang miring
baik di koridor ramp atau batas lantai dengan halaman. Pastikan
area yang beresiko licin sudah ditandai dan jika perlu pasanglah
handrill atau pemasangan alat lantai anti licin serta rambu
peringatan awas licin.
Jatuh dari ketinggian berbeda. Resiko ini pada ruang perawatan
anak dan jiwa. Selain itu perlu diperhatikan pada pekerjaan
19
kontruksi bangunan atau pembersihan kaca pada posisi yang
cukup tinggi.
2) Resiko bahaya radiasi
a. Resiko ini terdapat diruang radiologi, radio therapy kedokteran
nuklirdan beberapa kamar operasi yang memiliki x-ray.
Pengendalian yang harus dilakukan antara lain : pemasangan
rambu peringatan bahaya radiasi pengecekan tingkat paparan
radiasi secara berkala dan pemantauan paparan radiasi.
b. Bahaya radiasi non pengion adalah radiasi elektromagnetik
dengan energi yang tidak cukup untuk ionisasi misal radiasi infra
merah atau radiasi gelombang mikro.
3) Resiko bahaya kebisingan
a) Resiko ini terdapat pada ruang boileri generator listrik dan ruang
chiller. Pengendalian yang harus dilakukan antara lain : substitusi
peralatan melalui alat-alat baru dengan intensitas kebisingan
yang lebih rendah penggunaan pelindung telinga dan pemantauan
tingkat kebisingan secara berkala oleh sanitasi.
b) Berdasar peraturan Menteri Kesehatan RI no 1204 tahun 2004
tentang pengendalian lingkungan fisik irumah sakit seluruh area
pelayanan pasien harus dipantau dan dikendalikan tingkat
kebisingannya minimal 3 bulansekali.
c) Dirumah sakit pemantauan ini sudah dilakukan oleh ISLRS dan
hasil temuan yang tidak memenuhi persyaratan di analisa dan
dikendalikan bersama IPSRS dan unit K3 serta dilaporkan
kepada manajemen rumah sakit.
4) Resiko bahaya pencahayaan
Resiko bahaya pencahayaan adalah pencahayaan pada lingkungan
kerja yang kurang atau berlebih. Tingkat pencahayaan diseluruh area
rumah sakit juga telah dipantau dan dilaporkan seperti resiko bahaya
kebisingan tersebut.
5) Resiko bahaya listrik
20
Resiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan kesentrum.
Pengendalian yang harus dilakukan adalah adanya kebijakan
penggunaan peralatan listrik harus memenuhi SNI serta dilakukan
pengecekan secara rutin bak fungsi dan kelayakan peralatan listrik di
rumah sakit.
21
e) Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk
pengobatan pasien.
f) Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan
penunjang pengobatan pasien seperti oksigen karbon dioxide
nitrogen nitrit oxidenitrousoxide dan lain-lain.
22
6) Keterampilan/tata/letak (Housekeeping) yang jelek
7) Lingkunagn berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap dan lain-lain
8) Bising
9) Paparan radiasi
10) Ventilasi dan penerangan yang kurang. Majid, A (2005)
23
keselamatan pada pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian lebih
dari 2 meter dan lain-lain.
b) Resiko bahaya radiasi
Resiko ini terdapat diruang radiologi radio therapi kedokteran
nuklir ruang cath lab dan beberapa kamar operasi oyang memiliki
fluoroskopi w x-ray. Pemgendalian yang sudah dilakukan antara lain:
pemasangan rambu peringatan bahaya radiasi pelatihan proteksi
bahaya radiasi penyediaan APD radiasi pengecekan tingkat paparan
radiasi secara berkala dan pemantauan paparan radiasi pada petugas
radiasi dengan personal dosimetri pada petugas radiasi.
c) Resiko bahaya kebisingan:
Terdapat pada ruang boileri generator listrik dan ruang
chiller. Pengendalian yang telah dilakukan antara lain: subtitusi
peralatan dengan alat-alat baru dengan ambang kebisingan yang
lebih rendahi penggunaan pelindung telinga dan pemantauan tingkat
kebisingan secara berkala oleh instansi sanitasi lingkungan rumah
sakit (ISLRS).
d) Resiko bahaya pencahayaan:
Resiko bahaya ini terutama disatuan kerja dengan pekerjaan
teliti seperti dikamar operasi dan labolatorium. Pengendalian yang
sudah dilakukan adalah pemantauan tingkat pencahayaan secara
berkala oleh ISLRS dan hasil pemantauan dilaporkan ke Direkturi
Teknik dan Unit K3 untuk tindak lanjut ruangan yang
tingkatpencahayaannya tidak memenuhi persyaratan.
e) Resiko bahaya listrik:
Resiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan kesentrum.
Pengendalian yang telah dilakukan adalah adanya kebijakan
penggunaan peralatan listrik harus memenuhi standar nasional
indonesia, SNI dan harus dipasang oleh bagian ISPRS atau orang
yang kompeten.
f) Resiko bahaya akibat iklim kerja:
24
Resiko ini meliputi kondisi temperatur dan kelembapan
dilakukan oleh ISLRS. Acuan dari standar temperatur dan
kelembaban mengacu pada keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1402 Tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah
sakit.
g) Resiko bahaya akibat getaran:
Resiko bahaya getaran tidak terlalu signifikan. Dari telaah
yang telah dilakukan unit K3 resiko bahaya getaran ditemukan
dibagian taman akibat dari mesin pemotong rumput dan klinik gigi
akibat dari mesin bor gigi tetapi tingkat getaran pada ke 2 lokasi
tersebut masih dalam batas yang diijinkan.
2. Resiko bahaya biologi
Resiko bahaya biologi yang paling banyak adalah akibat kuman
patogen dari pasien yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh
dropet dan udara. Pengendalian resiko ini telah dilakukan oleh Tim
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) akan tetapi termasuk dalam
area pemantauan unit K3. resiko air bornedissease dikendalikan dengan
rekayasa ruangan tekanan negatif beserta peraturan administratif dan
APD.
3. Resiko bahaya kimia
Resiko ini terutama terhadap bahan kimia golongan berbahaya
dan beracu, B3. pengendalian yang telah dilakukan adalah dengan
identifikasi bahan-bahan B3 pelabelan standari penyimpanan standari
penyiapan MSDS penyiapan P3K, APD dan safetyshower serta pelatihan
teknis bagi petugas pengelola B3, rekayasa juga dilakukan dengan
penggunaan laminaryairflow pada pengelolaan obat dan B3 lainnya.
4. Resiko bahaya ergonomi
Resiko ini banyak terjadi pada pekerjaan angkat dan angkut baik
pasien maupun barang. Sosialisasi cara mengangkat dan mengangkut
yang benar selalu dilakuka. Selain itu dalam pemilihan sarana dan
prasarana rumah sakit juga harus mempertimbangkan faktor ergonomi
25
tersebut terutama peralatan yang dibeli dari negara lain yang secara fisik
terdapat perbedaan ukuran badan.
5. Resiko bahaya psikologi
Resiko psikologi tidak terlalu kelihatan akan tetapi selalu ada
meeskipun kadarnya tidak terlalu mencolok. Upaya yang dilakukan
antara lain dengan mengadakan pertemuan antar satuan kerja antar staff
dan pimpinan dan pada acara-acara bersama seperti saat ulang tahun rs
dan lain-lain yang bertujuan agar terjalin komunikasi yang baik sehingga
secara psikologi menjadi lebih akrab dengan harapan resiko bahaya
psikologi dapat ditekan seminimal mungkin.
26
Sampah dikelompokan berdasarkan sumber penghasil sampah. Ada
beberapa sumber penghasil sampah.
1. Sampah dari rumah tangga
Sampah yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga antara lain
berupa sisa hasil pengolahan makanan, barang bekas dari perlengkapan
rumah tangga, kertas, kardus, gelas, kain, tas bekas, sampah dari kebun
dan halaman, batu baterai, dan lain – lain. Terdapat jenis samapah rumah
tangga yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), yang perlu
penanganan khusus, agar tidak berdampak pada llingkungan, seperti batu
baterai, bekas kosmetik, pecahan lampu, bekas semir sepatu dan lain-
lain.
2. Sampah dari pertanian
Sampah yang berasal dari kegiatan pertanian pada umumnya
berupa sampah yang mudah membusuk seperti rerumputan dan jerami.
Penanganan sampah dari kegiatan pertanian pada umumnya dilakukan
pembakaran, yang dilakukan setelah panen. Jerami dikumpulkan dipojok
sawah, kemudian dibakar. Masih sedikit petani yang memanfaatkan
jerami untuk pupuk. Selain sampah yang mudah membusuk, kegiatan
pertanian menghasikan sampah yang masuk kategori B3 seperti pestisida
dan pupuk buatan, sehingga perlu dilakukan penanganan khusus agar
tidak mencemari lingkungan. Sampah pertanian lainnya yaitu plastik
yang digunakan sebagai penutup tempat tumbuh – tumbuhan yang
berfungsi untuk mengurangi penguapan dan penghambat pertumbuhan
gulma, seperti pada penanaman cabai.
3. Sampah sisa bangunan
Pembangunan gedung – gedung yang dilakukan selama ini, akan
menghasilkan sampah, seperti potongan kayu, triplek, dan bambu.
Kegiatan pembanguanan juga menghasilkan sampah seperti semen
bekas, pasir, spesi, batubata, pecahan ubin/ keramik, potongan besi,
pecahan kaca, dan kaleng bekas. Semakin banyak pembangunan gedung
atau bangunan, maka akan semakin banyak jumlah sampah yang
dihasilkan.
27
4. Sampah dari perdagangan dan perkantoran
Kegiatan pasar tradisional, warung, supermarket, toko, pasar
swalayan, mall, menghasilkan jenis sampah yang beragam. Sampah dari
perdagangan banyak menghasilkan sampah yang mudah membusuk,
seperti sisa makanan, dedaunan, dan menghasilkan sampah tidak
membusuk, seperti kertas, kardus, plastik, kaleng dan lain – lain.
Kegiatan perkantoran termasuk fasilitas pendidikan menghasilkan
sampah seperti kertas bekas, alat tulis – menulis, toner foto copy, pita
printer, kotak tinta printer, baterai, bahan kimia dari laboratorium, pita
mesin ketik, klise film, komputer rusak, dll.
5. Sampah dari industri
Kegiatan industri menghasilkan jenis sampah yang beragam
tergantung dari bahan baku yang digunakan, proses produksi, dan out
produk yang dihasilkan. Penerapan produksi bersih di industri perlu
dilakukan untuk meminimasi jumlah sampah yang dihasilkan (Suwerda,
2012).
6. Sampah dari kegiatan rumah sakit
Sampah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit selain
sampah umum yang dihasilkan oleh para pengunjung rumah sakit
maupun pegawai dapat berupa sampah botol infus, cairan tubuh,
potongan tubuh, tajam,radioaktif, gas, dimana sampah rumah sakit
digolongkan sampah infeksius.
28
2. Sampah anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-
bahan nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses
teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah ini merupakan sampah
yang tidak mudah menbusuk seperti, kertas, plastik, logam, karet, abu
gelas, bahan bangunan bekas danlainnya.
3. Sampah B3 (Bahan Berbahaya Beracun)
Pada sampah berbahaya atau bahan beracun (B3), sampah ini
terjadi dari zat kimia organik dan nonorganik serta logam- logam berat,
yang umumnya berasal dari buangan industri. Pengelolaan sampah B3
tidak dapat dicampurkan dengan sampah organik dan nonorganik.
Sampah ini dikelola oleh badan khusus, dikelola sesuai dengan peraturan
pemerintah. Selain dihasilkan oleh industry, rumah sakit juga
menghasilkan sampah B3 yang tak kalah berbahayanya, seperti sampah
infeksius, sampah radioaktif, sampah, sitotoksik dan gas.
29
b. Bangkai binatang, Yaitu bangkai binatang yang mati karena alam,
ditabrak kendaraan atau dibuang oleh orang.
c. Sampah industri. Yaitu sampah yang berasal dari industry atau pabrik
– pabrik, sampah ini tergantung jenis industrinya, missal kimia
beracun, kertas, bahan berbahaya.
d. Sampah pyembangunan. Yaitu sampah dari proses pembangunan
gedung, rumah dan sebagainya yang berupa puing – puing potongan –
potongan kayu, besi beton, bambo, hancuran gedung dan sebagainya.
e. Sampah berbahaya Adalah kimia beracun, pestisida, pupuk,
radioaktif, sampah rumah sakit / puskesmas yang dapat
membahayakan manusia.
30
potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau
tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh
darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
2 Sampah infeksius
Sampah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
a. Sampah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan intensif)
b. Sampah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit
menular.
3. Sampah jaringan tubuh
Sampah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan
tubuh, biasanya dihasilkan pada saatpembedahan atau otopsi.
4. Sampah sitotoksik
Sampah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan
atau tindakan terapi sitotoksik. Sampah yang terdapat sampah sitotoksik
didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc
5. Sampah farmasi
Sampah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-
obatyang terbuang karena yang tidak memenuhi spesifikasi atau
kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau
dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh
institusi yang bersangkutan dan Sampah yang dihasilkan selama
produksi obat- obatan.
6. Sampah kimia
Sampah kimia adalah Sampah yang dihasilkan dari penggunaan bahan
kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi,
dan riset.
7. Sampah radioaktif
Sampah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio
isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida.
31
Sampah ini dapat berasal dari antara lain: tindakan kedokteran nuklir, m
i l i t e r dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. Sampah
cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik
fisik, kimia dan biologi.
8. Sampah Plastik
Sampah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah
sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang yang
terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.
32
1. Pengumpulan (Pemilahan Dan Pengurangan)
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan
proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan :
kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan
volume dengan perlakuan pemisahan sampah B3 dan non B3 serta
menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian
label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk defisiensibiaya,
petugas dan pembuangan .
2. Pewadahan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak
mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah,
mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan
sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer
seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti
telah ditetapkan dalam Permenkes RI no.986/Men.Kes/Per/1992 dimana
kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah
infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk
sampah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif
untuk sampah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan
“domestik”
3. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal
dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan
awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolaha drainase).
Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong
sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta
petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja
khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis
ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal
memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi
petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan
33
angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus
kuat dan tidak bocor.
4. Pengolahan dan Pembuangan
Metode yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah
medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi
yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan
yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah
medis (medicalwaste) yang mungkin diterapkan adalah:
a. Incinerasi
b. Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh
bersuhu 121 C)°
c. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethyleneoxide
atau formaldehyde)
d. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan
kimia sebagai desinfektan)
e. Inaktivasi suhu tinggi
f. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi)
g. Microwavetreatment
h. Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran
sampah)
i. Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume
yang terbentuk.
5. Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan
digunakan di rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang
disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan
disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara,
penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah
dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap
untuk melindungi incinerator dari Bahaya kebakaran. Keuntungan
menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah,
dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik
34
menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang
dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada
iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah.
Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt
dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat
menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan
pollutioncontrol berupa cyclon (udara berputar) atau bagfilter (penghisap
debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari
incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat
dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar
udara yang sesuai.
6. Adanya kerjasama dengan pihak ke-3
Ada beberapa rumah sakit yang tidak mampu untuk
menyediakan alat pembakar sampah (incinerator), dapat bekerjasama
dengan pihak ke-3 yang sudah ditunjuk dan mempunyai ijin
pengoperasian alat pembakar sampah (Incinerator) dari pemerintah.
35
mewaspadai akan faktor- faktor yang menjadi sebab munculnya atau
terjadinya kebakaran dan mengambil langkah- langkah untuk mencegah
kemungkinan tersebut menjadi kenyataan. Penanggulangan kebakaran
membutuhkan suatu program pendidikan dan pengawasan beserta
pengawasan karyawan, suatu rencana pemeliharaan yang cermat dan
teratur atas bangunan dan kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan,
penyediaan dan penempatan yang baik dari peralatan pemadam
kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap- pakainya maupun
dari segi mudah dicapainya.
2.6.2 Prinsip Penanggulangan Kebakaran
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada
tempat yang tidak kita hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar
dikendalikan. Api terjadi karena persenyawaan dari:
- Sumber panas, seperti energi elektron (listrik statis atau dinamis),
sinar matahari, reaksi kimia dan perubahan kimia.
- Benda mudah terbakar, seperti bahan-bahan kimia, bahan bakar,
kayu, plastik dan sebagainya.
- Oksigen (tersedia di udara)
36
berupa: pasir dan Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api
tepung kimia kering. Dilarang memakai air untuk jenis ini karena
berat jenis air lebih berat dari pada berat jenis bahan di atas sehingga
bila kita menggunakan air maka kebakaran akan melebar kemana-
mana.
3. Kelas C
Kebakaran yang disebabkan oleh listirik. Media pemadaman
kebakaran untuk kelas ini berupa: APAR (Alat Pemadam Api
Ringan) atau racun api tepung kimia kering. Matikan dulu sumber
listrik agar kita aman dalam memadamkan kebakaran.
37
c. hydran kota.
3. Detektor Asap / Smoke Detector
Peralatan yang memungkinkan secara otomatis akan
memberitahukan kepada setiap orang apabila ada asap pada suatu
daerah maka alat ini akan berbunyi, khusus untuk pemakaian dalam
gedung.
4. Fire Alarm
Peralatan yang dipergunakan untuk memberitahukan kepada
setiap orang akan adanya bahaya kebakaran pada suatu tempat.
5. Sprinkler
Peralatan yang dipergunakan khusus dalam gedung.
a. Sudahkah kompor dimatikan? Kompor minyak tanah dan gas
harus di rawat dengan baik, sehinnga api bisa menyala dengan
baik. Untuk kompor minyak tanah, pastikan sumbu kompor
masih panjang. Untuk kompor gas pastikan tidak ada kebocoran
di selang atau sistem yang lain. Kalau perlu dipasang gas
detector.
b. Lampu penerangan dengan bahan bakar minyak sebaiknya
dimatikan sebelum tidur.
c. Apabila menggunakan nyamuk bakar, pastikan ditaruh di tempat
yang aman. Jauh dari benda-benda yang mudah terbakar.
d. Pastikan bahwa instalasi listrik di rumah anda aman. Ketahuilah
berapa besar daya yang bisa dipakai di rumah, dengan melihat
circuit breaker di meteran rumah. Apabila tertulis 10A, secara
sederhana berarti daya yang bisa dipakai adalah sebesar 10 x 220
= 2200 Watt.
Dan perhatikan pula pembagian beban dan jebes kabel yang dipakai.
e. Pembebanan yang berlebihan pada satu stop kontak akan
menyebabkan kabel panas dan akan bisa memicu kebakaran. Ini
biasanya dilakukan dengan penumpukan beberapa stop kontak
atau T pada satu titik sumber listrik.
f. Pastikan stop kontak dan steker (kontak tusuk) dalam keadaan
38
baik. Sehingga waktu steker dimasukkan dalam stop kontak,
terjadi sambungan yang stabil (tidak bergerak-gerak, orang Jawa
bilang oglak- aglik). Karena ini akan menimbulkan percikan api
yang dapat memicu kebakaran.
g. Pergunakan pemutus arus listrik(sekering) yangsesuai, jangan
dibesarkan.
h. Apabila ada kabel listrik yang terkelupas atau terbuka, harus
segera diperbaiki. Karena bisa menyebabkan hubungan pendek.
i. Jangan sekali-kali mencantol listrik, karena anda tidak memiliki
sistem pengaman yang sesuai. Dan PLN biasanya sudah
memperhitungkan distribusi beban listrik, apabila ada beban
berlebihan akan mengganggu jaringan listrik yang ada.
2.6.5 Penanggulangan
39
pakailah pemadam kebakaran jenis bubuk (powder).
Apabila anda tidak mau membeli peralatan di atas, persiapkanlah
pemadam kebakaran dari ledeng rumah. Siapkan selang yang cukup
panjang, dan quick connection. Pasang beberapa qucik connection di
keran rumah anda, terutama apabila rumah anda cukup luas. Sehingga
ada beberapa titik untuk bisa memasang selang anda dengan cepat.
Juga sebagai pengganti fire blanket, sediakan karung goni (karung
beras yang terbuat dari serat manila hennep). Basahi karung goni
sebelum dipakai untuk memadamkan api.
Panggil pemadam kebakaran apabila masih sempat. Pasang nomor
penting dekat telephone, atau program telephone untuk nomor- nomor
penting. Ingat bahwa mereka tidak akan datang dalam waktu singkat,
kemungkinan api telah berkobar lebih besar.
Kasus seperti yang saya uraikan di blog sebelum ini tidak perlu
terjadi apabila penghuni rumah sudah melakukan pengenalan dan
pengecekan rumah dengan seksama.
Buat rencana penyelamatan diri bersama dengan keluarga, dengan
menentukan sedikitnya dua jalur keluar dari setiap kamar. Ini bisa
melalui pintu ataupun jendela, jadi perhatikan apakah teralis rumah
akan mengganggu rencana ini. Buatlah denah penyelamatan diri di
rumah bersama dengan keluarga.
Persiapkan lampu senter di dekat tempat tidur.
Saat kebakaran, sebenarnya asap yang membuat orang menjadi panik
dan tidak dapat bernafas dengan leluasa. Merangkaklah atau merunduk
di bawah, tutup mulut dan hidung dengan kain yang dibasahi.
Keluarlah dari pintu atau jendela yang terdekat menuju ke tempat yang
aman. Pastikan bahwa pintu dapat dengan cepat dibuka pada kondisi
darurat, demikian pula jika harus melalui jendela.
Apabila terjebak api, pastikan balut tubuh anda dengan selimut tebal
40
2.6.7 Lingkungan yang Aman
BAB III
41
konprehensif telah menjadi obsesi tokoh-tokoh Muhammadiyah di suatra
selatan. Wacana pendirian ruah sakit tersebut selanjutnya di aktualisasikan
oleh beberapa tokoh Muhammadiyah diantaranya adalah Hm. Sidik Adiem,
Djamain St. Maraj, KH. Masjhur Azhari, HM. Rasjid Talib, H. Zahari Abidin,
SH, H. Anang Kiro, HM. Soeripto, A. Sjarkowi Bakri, HM. Fauzi Shoad.
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang adalah usaha perserikatan
muhammadiyah yang di resmikan pada tanggal 10 Dzhulhijah 1417 Hijriah
atau 18 april 1997 oleh Gubernur Provinsi sumatera selatan (Bapak H. Ramli
Hasan Basri) Bersama Ketua PP Muhammadiyah (Bapak Prof .DR. Amin Rais
) merupakan satu satunya amal usaha dibawah pimpinan wilayah (PWM)
Sumsel.
Misi:
1. Memberikan Pelayanan, Pendidikan, dan penelitia, kesehatan secara
profesional, modern dan islami.
2. Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
3. Mewujudkan Citra sebagai wahana ibadah dan mengemban Dakwah
AmarMa”RufNahiMunkar dalam bidang kesehatan
4. Menjadi pusat Persemainan kader Muhammadiyah dalam bidang pelayan,
pendidikam dalam penelitian kesehatan.
Motto:
42
sus ma 1A 1B
1. Ibnu 2 7 - - - - - - 9
Sina
2. Mas 1 6 8 - - - - - 15
Mansyur
3. Ar- - - 10 - - - - - 16
Fachrudi
n
4. Rasyid - - 4 - 7 18 - - 29
Thalib
5. Ibnu - - 6 - 10 24 - - 40
Rasyid
6. Ahmad - - - 8 20 24 2 8 62
Dahlan
7. Siti - 2 4 2 5 24 2 - 39
Walidan
i
8. Icu - - - - - - - - 5
Total 3 15 32 10 48 90 4 8 215
• Masjid Asy-Syifa’
•Rehabilitasi
Bank dan ATM
Kamar jenazah ambulance loundry
medik
43
• Kantin Umum
• Koperasi Pegawai
• Fotokopi
• Penyelenggaraan Jenazah
• Pengelolaan ZIS
BAB IV
44
I. DATA UMUM
NamaRuangan : AR FACHRUDIN
Data Pegawai
Jumlah : 17 orang
Jenis Kelamin : 17 OrangWanita
1 OrangLaki-Laki (Scurity)
Hari Kerja : Senin-minggu
Jam Kerja/ Shift kerja :
Dinas Pagi (Pukul 07.30-13.30)
Dinas Siang (Pukul 13.30-19.30)
Dinas Malam (Pukul 19.30-07.30)
Pengambilan berkas
Poli
45
Rawat inap
Penyimpanan
III.FASILITASKESEHATAN
46
V. IDENTIFIKASI PENILAIAN TINGKAT RESIKO DAN PERENCANAAN PENGENDALIAN K3 RUMAH SAKIT
tidak
ditemukan
Radiasi: - - -
tidak -
ditemukan
Suhu: tidak - - -
ditemukan -
2 Hazard Resiko penularan PxD • Mencuci tangan Memasang poster wajib Melakukam
Biologi penyakit influenza 3x3= 9 procedural masker di area ruangan desinfektan steril
Virus Tinggi • Penggunaan APD untuk pembersihan
Bakteri ruangan isolasi
Parasite
3 Hazard Kimia Resiko terjadi PxD • Bekerja sesuai Menghimbau para Menambahkan
Cairan iritasi kulit pada 2x2= 4 SOP pekerja untuk selalu lemari B3 untuk
Desinfektan pekerja yang Sedang • Menggunakan menggunakan APD penyimpanan bahan-
steril membersihkan dan APD bahan kimia serta
mensterilkan memakai APD
ruangan lengkap
4 Hazard Tidak ditemukan - - - -
Ergonomi
(Tidak
ditemukan)
5 Hazard Tidak - - - -
Psikologi ditemukan
(tidak
diteukan)
6 Unsafe Resiko lantai PxD Sudah adanya tanda Membersihkan genagan Perbaikan plafon dan
Condition basah dan licin lantai licin atau air ketika terjadinya peasangan poster
3x3= 9
a. Kebocor mengakibatkan peringatan lantai licin kebocoran secara wajib masker
an pada resiko jatuh Tinggi berkala terlebih di
atap musim hujan
b. Ketidak Resiko jika PxD Sudah ada rencana di Menyampaikan ke pada Pengecekan berkala
sedian tidak ada apar di gantikan tapi belum pikah yang pertanggung untuk ketersedian apar
3x4= 12
apar di ruangan ketika terialisasikan jawab dalam di ruangan
ruangan terjadi sesuatu extreme mennyediankan apar di
yg tidak di ruangan
inginkan maka
dapat
menimbulkan
bahaya yang
patal
7 Unsafe Tidak ditemukan - - - -
Action
Tidak
ditemukan
VI. ALATPERLINDUNGANDIRI
✔ Masker Lain-lain-
Apron
2. Pegawai yang menggunakan APD ketika kerja?(uraikansecaraumum)
Tidak : Alasan-
VII. SIKAP KERJA
1. Posisi postur tubuh dalam kerja (uraikan secara umum jenis pekerjaan)
2. Kesesuaian antara posisi tubuh dengan alat kerja (uraikan secara rinci
untuk setiap posisi tubuh)
4. lain-lain
4. Kapasitas Perawatan :
- Jumlah ruang rawat : 8 Ruangan
- Jumlah tempat tidur : 215 Tempat tidur
PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT
a. Cara pengumpulan :
c. Cara Pembuangan/pengolahan :
Semi Permanen
Jumlah tenaga kerja per unit kerja
(4 Unit kerja )
Jumlah pasien (untuk ruang rawat
di)
Jumlah : -
3. Kondisi Instalasi Listrik Peralatan listrik:
Suplay dari Genset diruangan : ✔ Ada, Tidak ada
Kebakaran
Ruang : AR Fachrudin
Threatness
Strength Weakness Opportunity
(Ancaman
(Kekuatan) (Kelemahan) (Kesempatan)
)
1. Ruang tersendiri Jalur evakusia Merencanakan Terdapat
2. K3: Terdapat yang tidak ada dan melakukan resiko
APAR untuk untuk pasien perbaikan untuk lebih
penanggulangan kursi roda mencegah besar
kebakaran dan Tidak adanya terjadinya tertular
lantai turunan poster area kecelakaan penyakit
ditandai dengan wajib masker akibat kerja salah
garis warna Lantai keramik Adanya satunya
kuning ada beberapa mahasiswa COVID-
3. Terdapat LIFT yang rusak praktik 19,
4. Tersedia jalur (retak) Adanya pelatihan Pneumo
darurat apabila plapon ruangan untuk pegawai nia, TB
terjadi beberapa ada mengenai K3 dan
kebakaran yang rusak Rumah Sakit influenz
5. Adanya CI yang seperti a
mengkoordinir penggunaan
mahasiswa yang APAR dan
sedang praktek simulasi
belajar lapangan kebakaran
( PBL)
PLANNING OF ACTION (POA)
2. Unsafe Resiko lantai Agar tidak ada lagi Membersihkan Pengajuan Pegawai
dan
pengunju
Condition: basah dan licin kebocoran atap genangan air ketika ng pasien
kebocoran mengakibatkan atau plafon terjadi bocor dan
pada atap resiko jatuh perbaikan plafond
3. Hazard Resiko Agar tidak tertulat Memasang poster Edukasi Pegawai dan
biologi: penularan dari penyakit wajib masker di area pengunjung
virus dan penyakit (seperti: ruangan pasien serta
bakteri influenza) pasien
4. Hazard fisik: Resiko alergi dan Agar tidak terjadi Melakukan Pengajuan Pegawai
PEMBAHASAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
Y. Iindriani. 2016. Potensi Bahaya dan Resiko Rumah Sakit. Jakarta : Yudistira
Osha. Asia. 2018. Hazard di Rumah Sakit . Bandung. Jawa Barat:
GCL.