Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KESELAMATAN PASIEN

DAN KESEHATAN KERJA DALAM KEPERAWATAN LANJUTAN


HASIL IDENTIFIKASI RUANG AR-FACHRUDIN
DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

Dosen Pembimbing

Mareta Akhriansyah, S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun Oleh:
Kelas Reg. A Kelompok 1
1. Ririn Yulinda 19.1420130.02
2. Fajar Eka Susanti 19.1420130.13
3. Cici Ulan Dari 19.1420130.04
4. Dinda Miranda 19.1420130.15
5. Rosa Lara Sakti 19.1420130.06
6. Agung Triyanto 19.1420130.18
7. Maya Romanti 19.1420130.09
8. Hapidz Nurrahman 19.1420130.20

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADAPALEMBANG
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN INDIVIDU HASIL IDENTIFIKASI PRAKTIK KLINIK
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA RUMAH SAKIT
DI RUANG AR-RACHRUDINRUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH PALEMBANG

Tempat:

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG


Jl. Jend Ahmad Yani Jl. Silaberanti No. 13, 13 Ulu, Kec. Seberang Ulu II,
Kota Palembang, Sumatera Selatan

Pada tanggal 10 Oktober - 22 Oktober 2022

Mengetahui,

CI Klinik Pembimbing Akademik

Ade Irma Hutasuhut, SKM Ns. Mareta Akhriansyah, S.Kep,. M.Kep

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya baik itu berupa sehat fisik, maupun akal pikiran sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan praktikum individu Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 2022 ini tepat pada waktunya.
Tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak sanggup untuk menyelesaikan laporan
ini.
Dalam penulisan dan pelaksanaan praktikum K3RS ini mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ersita, S.Kep., Ners., M.Kes, selaku Ketua STIK Bina Husada Palembang
2. Ade Irma Hutasuhut, SKM, selaku Wakil Ketua Komite K3 Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang
3. Kardewi, S.Kep., Ners., M.Kes, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan STIK Bina Husada Palembang
4. Mareta Akhriansyah, S.Kep, Ners, M.Kep selaku Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan dan saran
5. Seluruh Staf Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
6. Rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan saran dan masukan kepada
kami dalam proses praktikum
Kami menyadari kekurangan dan keterbatasan yang ada pada proses
praktikum dan penulisan laporan ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun yang dapat memberikan perubahan kearah
yang lebih positif dalam proses pembelajaran dimasa yang akan datang, semoga
Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepada kita semua.

Pelembang, 20 Oktober 2022

Kelompok 1

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Tujuan..........................................................................................................3
1.3 Manfaat........................................................................................................4
1.4 Metode Praktik.............................................................................................5
1.5 Sistematika Penulisan..................................................................................5
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................6
2.1 Keselamatan Kesehatan Kerja Rumah Sakit................................................6
2.2 Data Umum Rumag Sakit............................................................................8
2.3 Keselamatan Kesehatan Kerja Rumah Sakit................................................9
2.4 Hazard........................................................................................................17
2.5 Sampah dan Limbah Rumah Sakit.............................................................25
2.6 Penanggulangan Kebakaran.......................................................................34
BAB III KEADAAN UMUM RUMAH SAKIT...................................................40
3.1 Sejarah Rumuh Sakit Muhammadiyah......................................................40
3.2 Visi dan Misi..............................................................................................40
3.3 Jumlah Tempat Tidur Di Ruangan Rawat Inap.........................................41
3.4 Pelayanan Khusus......................................................................................41
3.5 Pelayanan Penunjang Medis......................................................................41
3.6 Fasilitas Pelayanan Umum.........................................................................42
BAB IV HASIL IDENTIFIKASI HAZARD.........................................................43
BAB V PEMBAHASAN.......................................................................................58
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................62
6.1 Kesimpulan................................................................................................62
6.2 Saran...........................................................................................................63
DAFATAR PUSTAKA.........................................................................................64

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelaksanaan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu


bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh,
merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat
luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering
terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan
pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja,
sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan,
Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari
pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam
kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat
menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung
yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS.

1
Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya K3
di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan
dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-
bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan
ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan
kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung
yang ada di lingkungan RS.
Dalam pelaksanaan K3 Rumah Sakit memerlukan organisasi yang
dapat menyelenggarakan program K3RS secara menyeluruh dan berada di
bawah pimpinan Rumah Sakit yang dapat menentukan kebijakan Rumah
Sakit. Semakin tinggi kelas Rumah Sakit umumnya memiliki tingkat risiko
keselamatan dan Kesehatan Kerja yang lebih besar karena semakin banyak
pelayanan, sarana, prasarana dan teknologi serta semakin banyak keterlibatan
manusia di dalamnya (sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien,
pengunjung, pengantar, kontraktor, dan lain sebagainya). Untuk
terselenggaranya K3RS secara optimal, efektif, efesien dan
berkesinambungan, Rumah Sakit membentuk atau menunjuk satu unit kerja
fungsional yang mempunyai tanggung jawab menyelenggarakan K3RS. Unit
kerja fungsional dapat berbentuk komite tersendiri atau terintegrasi dengan
komite lainnya, dan/atau instalasi K3RS.
Kebutuhan untuk membentuk unit kerja fungsional tersebut
disesuaikan dengan besarnya tingkat risiko keselamatan dan Kesehatan Kerja,
sehingga pada Rumah Sakit dapat memiliki komite atau instalasi K3RS, atau
memiliki keduanya. Rumah Sakit harus membuat perencanaan K3RS yang
efektif agar tercapai keberhasilan penyelenggaraan K3RS dengan sasaran yang
jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3RS dilakukan untuk menghasilkan
perencanaan strategi K3RS, yang diselaraskan dengan lingkup manajemen
Rumah Sakit.

2
Perencanaan K3RS tersebut disusun dan ditetapkan oleh pimpinan
Rumah Sakit dengan mengacu pada kebijakan pelaksanaan K3RS yang telah
ditetapkan dan selanjutnya diterapkan dalam rangka mengendalikan potensi
bahaya dan risiko K3RS yang telah teridentifikasi dan berhubungan dengan
operasional Rumah Sakit. Dalam rangka perencanaan K3RS perlu
mempertimbangkan peraturan perundangundangan, kondisi yang ada serta
hasil identifikasi potensi bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Setiap Rumah Sakit tentu memiliki sistem penanganan dan
pecegahan kecelakaan kerja baik itu kecelakaan kerja karena kesalahan dari
karyawan maupun kecelakaan kerja yang disebabkan oleh bencana, adanya
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja dirumah sakit sangat
penting untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja. Selain harus adanya sistem
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit juga diperlukan
fasilitas pendukung terselenggaranya kesehatan dan keselamatan kerja
dirumah sakit secara maksimal seperti tangga darurat penghubung antar
ruangan, rambu penunjuk jalan, titik berkumpul, sistem pemadam kebakaran
serta Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang disediakan di beberapa titik
yang memiliki resiko tinggi terjadinya kecelakaan kerja.
Adanya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit (SMK3RS) tidak lepas dari masih tingginya angka Kecelakaan
Akibat Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dirumah sakit.
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
(SMK3RS) berpedoman pada Peraturan Menteri No 66 Tahun 2016 dimana
ada beberapa aspek pendukung seperti: Penetapan kebijakan, penetapan
organisasi K3RS, dan pelaksanaan K3RS.
Sebagai contoh Rumah Sakit Muhammadiya melakukan proses
evaluasi program kerja Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk
mengetahui keberhasilan suatu program. Selain itu review program juga
bermanfaat untuk menyesuaikan program dengan peraturan undang-undang
yang berlaku. Rumah Sakit juga mengadakan audit secara berkala. Audit
yang dilakukan bersifat internal dan eksternal (Ibrahim,2017).

3
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu mengenal ruangan lingkup keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit serta tata cara pencegahan dan penggulangan
serta perlindungan pada terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan
akibat kerja sesuai standar K3RS.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Peserta praktikum mampu mengidentifikasi hazard yang ada di tempat
praktik di Rumah Sakit Muhammadiah Palembang
2. Peserta praktikum mampu mengidentifikasi resiko hazard yang ada di
tempat prakti di Rumah Sakit Muhammadiah Palembang
3. Peserta mampu menyusun program pencegahan kecelakaan keja di
tempat praktik di Rumah Sakit Muhammadiah Palembang
4. Peserta praktikum mampu menerapkan program pencegahan
Kecelakaan akibat kerja di tempat praktik di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang
5. Peserta mampu menentukan perencanaan oprasional dan tindakan
pengontrolan berdasarkan Analisa SWO: Analisa SWOT dan POA
6. Peserta mampu menunjukan penemuan hazard maupun tindakan yang
berhubungan dengan hazard (POA): sosialisasi hasil temuan, Analisa
SWOT dan POA yang akan dikerjakan.

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Mahasiswa


Menambahkan pengetahuan dan pengalaman dalam menganalisa
hasil temuan kesehatan keselamatan kerja (K3) secara nyata di lapangan
maupun dilingkup K3RS.

1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan


Memberikan informasi dan data kepada STIK BINA HUSADA

4
terkait bagaimana proses praktik klinik keperawatan kesehatan
keselamatan kerja di rumah sakit (K3) mahasiswa program studi ilmu
keperawatan di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.

1.3.3 Bagi Rumah Sakit


Memberikan masukan bagi Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang tentang upaya peningkatan mutu pelayanan.

1.4 Metode Praktik

Pada proses pelaksanaan praktikum metode yang digunakan adalah


metode obervasi langsung (identifikasi hazard), wawancara mendalam (indepth
interview) dan kegiatan yang dilaksanakan seperti diskusi kelompok (focus
group discussion) dan simulasi, pelayanan POA (planning of action) dan
seminar hasil praktikum.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan diketik dengan huruf time new roman, spasi 1,5
spasi, kertas A4 dan ukuran tulisan 12, margin top 3 cm, bottom 3 cm, left 4 cm
dan right 3cm
Adapun sistematika penulisan sebagai berikut
Cover depan tugas kelompok
KATA PENGANTAR
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III KEADAAN UMUM RUMAH SAKIT
BAB IV HASIL IDENTIFIKASI
BAB V PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran Foto, Dll

5
6
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


2.1.1 Definisi Keselamatan Kesehatan Kerja

Menurut International Labour Organization (ILO) kesehatan


keselamatan kerja atau Occupational Safetyand Health adalah
meningkatkan dan memelihara derajat tertinggi sama pekerja baik secara
fisik, mental, dan kesejahteraan sosial disemua jeni spekerjaan, mencegah
terjadinya gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan,
melindungi pekerja pada setiappekerjaan dari resiko yang timbul dari
faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan, menempatkan dan
memelihara pekerja dilingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi
fisiologis dan psikologi untuk menciptakan kesesuaian antara pekerjaan
dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya
(AnitaDewiPrahastutiSujoso,2012).
Pengertian K3 menurut OSHA adalah kesehatan dan keselamatan
kerja adalah aplikasi ilmu dalam mempelajari resiko keselamatan
manusia dan properti baik dalam industri maupun bukan. Kesehatan
keselamatan kerja merupakan multidisiplin ilmu yang terdiri atas fisika,
kimia, biologi dan ilmu perilaku dengan aplikasi pada manufaktur,
transportasi, penanganan material bahaya (Anita Dewi
Menurut Depkes 2003, kesehatan kerja adalah cabang ilmu
kesehatanyang mempelajari tentang teknik, metode serta berbagai upaya
penyerasian antara beban kerja, kapasitas kerja dan lingkungan kerja.

1. Keamanan kerja
Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung
terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa material maupun
nonmaterial.
a. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat material
diantaranya sebagaiberikut:

7
b. Bajukerja,
c. Helm,
d. Kacamata,
e. Sarungtangan,
f. Sepatu
g. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat nonmaterial
adalah sebagai berikut:
h. Buku petunjuk penggunaan alat
i. Rambu-rambudanisyaratbahaya,
j. Himbauan,
k. Petugaskeamanan.
Usaha pencegahan da pengobatan terhadap penyakit atau gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja
maupun penyakit umum. Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan,
keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu
keadaan bebas dari penyakit. Menurut Undang-undang pokok
Kesehatan RI No.9 Tahun1960, BABI pasal 2, keadaan sehat diartikan
sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan.

2. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keadaan terhindar dari
bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain keselamatan
kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja.
Tidak ada seorang pundi duniaini yang menginginkan terjadinya
kecelakaan.Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis, bentuk,
dan lingkungan dimana pekerjaan itu dilaksanakan.

8
2.2 RUMAH SAKIT

2.2.1 Pengertian Rumah sakit


Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang mengadakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang meluangkan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Sedangkan definisi rumah sakit menurut keterangan dari Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004
mengenai Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Rumah sakit
adalah sarana pelayanan kesehatan, lokasi berkumpulnya orang sakit
maupun orang sehat, atau bisa menjadi lokasi penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya perusakan lingkungan dan gangguan kesehatan.
Dari definisi diatas, lokasi tinggal sakit melakukan sejumlah jenis
pelayanan diantaranya pelayanan medik, pelayanan penunjang medik,
pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan penambahan
kesehatan, sebagai tempat edukasi dan atau pelatihan medik dan semua
medik, sebagai tempat riset dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang
kesehatan serta guna menghindari risiko dan gangguan kesehatan
sebagaimana yang dimaksud, sampai-sampai perlu adanya penyelenggaan
kesehatan lingkungan lokasi tinggal sakit cocok dengan persyaratan
kesehatan.
Pengertian Rumah sakit didirikan dan diadakan dengan destinasi
utama menyerahkan pelayanan kesehatan dalam format acuhan perawatan,
perbuatan medis dan diagnostik serta upaya rehabilitasi medis guna
memenuhi keperluan pasien. Pemenuhan keperluan untuk pasien ini pasti
didasarkan atas batas-batas keterampilan rumah sakit tersebut masing-
masing.
Rumah sakit merupakan suatu organisasi perumahan yang memakai
Perpaduan perlengkapan ilmiah yang rumit dan khusus, yang difungsikan
oleh kumpulan tenaga terlatih dan terdidik dalam menghadapi masalah-
masalah yang sehubungan dengan pengetahuan medic canggih untuk
destinasi pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik.

9
2.2.2 Fungsi Rumah Sakit
a. Penyelenggaraan pelayanan penyembuhan dan pemulihan kesehatan
cocok dengan standar pelayanan lokasi tinggal sakit
b. Pemeliharaan dan penambahan kesehatan perorangan melewati pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai keperluan
medis
c. Penyelenggaraan edukasi dan pelatihan sumber daya insan dalam
rangkapeningkatan keterampilan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d. Penyelenggaraan riset dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka penambahan pelayanan kesehatan dengan
menyimak etika ilmu pengetahuan bidang kesehata.

2.3 KESELAMATAN KESEHATAN KERJA RUMAH SAKIT (K3RS)


2.3.1 Pengertian
K3RS (Keselamatan dan 0Kesehatan Kerja Rumah Sakit) adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi
sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan kecelakan kerja
dan penyakit akibat kerja di rumah sakit. Pengertian tersebut merupakan
pengertian yang ada pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.K3RS sangat perlu
untuk dilaksanakan karena banyaknya risiko yang dialami oleh tenaga medis
di fasilitas rumah sakit. Selain itu, K3RS juga disyaratkan oleh regulasi-
regulasi di Republik Indonesia.

2.3.2 Tujuan
1. Berdasarkan Permenkes nomor 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Rumah Sakit, beberapa tujuan dalam pelaksanaan K3RS
dapat dirangkum:

2. Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit bertujuan untuk mencegah


terjadinya kecelakaan.

10
3. Manajemen risiko K3RS bertujuan untuk meminimalkan risiko
keselamatan dan kesehatan di Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan
efek buruk terhadap keselamatan dan kesehatan SDM Rumah Sakit, pasien,
pendamping pasien, dan pengunjung.

4. Pengaturan K3RS bertujuan untuk terselenggaranya keselamatan dan


Kesehatan Kerja di Rumah Sakit secara optimal, efektif, efisien dan
berkesinambungan.

5. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan


dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit bertujuan untuk melindungi sumber
daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun lingkungan Rumah Sakit dari pajanan dan limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3).

6. Pencegahan dan pengendalian kebakaran bertujuan untuk memastikan


SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, dan aset
Rumah Sakit aman dari bahaya api, asap, dan bahaya lain.

7. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan


Kerja bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dengan
memastikan kehandalan sistem utilitas dan meminimalisasi risiko yang
mungkin terjadi.

8. Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja


Rumah Sakit bertujuan untuk melindungi SDM Rumah Sakit, pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari
potensi bahaya peralatan medis baik saat digunakan maupun saat tidak
digunakan.

9. Kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana bertujuan untuk


meminimalkan dampak terjadinya kejadian akibat kondisi darurat dan
bencana yang dapat menimbulkan kerugian fisik, material, dan jiwa,
mengganggu operasional, serta menyebabkan kerusakan lingkungan, atau
mengancam finansial dan citra Rumah Sakit.

11
10. Unit Pelayanan Kesehatan Kerja Rumah Sakit bertujuan untuk
menurunkan kejadian dan prevalensi penyakit pada SDM Rumah Sakit dari
penyakit menular, penyakit tidak menular, penyakit akibat kerja, dan
kecelakaan akibat kerja.

2.3.3 Ruang lingkup


 Sarana higene yang memantau pengaruh lingkungan kerja terhadap tenaga
kerja antara lain pencahayaan, bising, suhu / iklim kerja.
 Sarana Keselamatan kerja yang meliputi pengamanan pada peralatan
kerja, pemakaian alat pelindung diri dan tanda/rambu-rambu peringatan dan
alat pemadam kebakaran.
 Sarana Kesehatan Kerja yang meliputi pemeriksaan awal, berkala dan
khusus, gizi kerja, kebersihan diri dan lingkungan.
 Ergonomi yaitu kesehatan antara alat kerja dengan tenaga kerja.

2.3.4 Sistem Manajemen K3RS


Merupakan bagian dari sistem manajemen Rumah Sakit secara
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelaksanaan, proses, dan sumber daya yang ditimbulkan bagi pengembangan,
penerapan pencapaian, dan pemeliharaan kebijakkan kesehatan dan
keselamatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna tercapainya tempat kerja aman, efisien dan produktif.
(Depkes RI, 2009).

2.3.5 Dasar Hukum Dan Pedoman K3RS


1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918);
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

12
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5309);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
184, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
10. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
159);

13
11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2012 tentang Akreditasi
Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 413);
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1221);
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan
Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1197);
15. Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.6655

2.3.6 Penerapan keslamatan dan kesehatan kerja (K3RS)


Kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit atau yang dikenal dengan
K3 RS mulai mendapat perhatian serius dari manajemen rumah sakit sejak
diberlakukannya sistem akreditasi rumah sakit oleh Komite Akreditasi Rumah
Sakit (KARS). Pada awal tahun 2017 KARS mengeluarkan Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit yang merupakan penyempurnaan dari KARS versi
2012. Dalam SNARS 2017 pada kelompok Standar Manajemen Rumah Sakit
terdapat Bab mengenai Manajemen Fasilitas dan Keselamatan atau dikenal
dengan MFK. Didalam MFK terdapat 24 standar dan 104 penilaian yang dapat
dikelompokankedalam enam bidang, yaitu:
1) Keselamatan dan Keamanan
2) Bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbahnya
3) Manajemen Penanggulangan Bencana
4) Sistem Proteksi Kebakaran
5) Peralatan Medis
6) Sistem Penunjang
Rumah sakit diwajibkan untuk mengelola keenam bidang tersebut dalam
upaya mencegah kecelakaan dan kerugian bag pasien, pengunjung dan staf
rumah sakit. Untuk penerapan MFK ini, maka rumah sakit diwajibkan untuk

14
menbentuk komite K3 atau instalasi K3 sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 66 tahun 2016 tentang standar kesehatan dan keselamatan
kerja di rumah sakit. Dalam permenkes 66 TH 2016 juga disebutkan tentang 5
prinsip SMK3 (Sistem Manajemen K3) sesuai dengan PP 50 Tahun 2012
tentang SMK3. Lima prinsip tersebut adalah:
1) Kebijakan
2) Perencanaan
3) Implementasi
4) Monitoring Evaluasi
5) Tindak lanjut/perbaikan berkelanjutan
Artinya, dalam menerapkan K3 di rumah sakit harus dimulai dengan
Komitmen dari Top Manajemen atau direktur rumah sakit yang dituangkan
dalam bentuk kebijakan K3. Hal ini juga dinyatakan didalam MFK 1 tentang
Kepemimpianan dan Perencanaan. Tanpa komitmen yang kuat dari direktur
rumah sakit maka penerapan K3 secara baik akan menjadi sulit diwujudkan.
Ada beberapa langkah berikut yang dapat dilakukan dalam menerapkan K3 di
rumah sakit, langkah ini menjadi penting karena K3 Rumah Sakit dapat
dikatakan merupakan hal yang baru dan masih dianggap belum begitu penting,
yaitu:
1. Mendapatkan komitmen dari Direktur Rumah Sakit. Langkah awal dalam
penerapan K3 rumah sakit adalah dengan mendapatkan komitmen dari
direktur rumah sakit, artinya direktur rumah sakit secara serius mendukung
dan terlibat dalam program-program K3 yang akan dijalankan.
2. Membentuk komite K3. Setelah mendapatkan komitmen dari direktur
rumah sakit, dan salah satu bentuk wujud dari komitmen tersebut, direktur
membentuk Komite K3 rumah sakit dimana ketua komitenya adalah
direktur atau satu level dibawahnya. Komite K3 rumah sakit bertugas
mebuat kebijakan K3 RS dan program-program K3 lainnya. Pembentukan
Komite K3 RS disertai dengan Surat Keputusan (SK) direktur, ada dua
jenis SK yang perlu dikeluarkan oleh direktur, yaitu:
1) SK Pembentukan Organisasi Komite K3, dan
2) SK penunjukan/penugasan untuk semua anggota Komite K3.

15
3. Setelah komite K3 terbentuk, maka dilakukan kickoffmeting untuk
membahas rancangan Kebijakan K3 Rumah Sakit yang nantinya akan
ditanda tangani oleh direktur rumah sakit. Kebijakan K3 RS
mencerminkan komitmen K3 dari direktur rumah sakit untuk mematuhi
peraturan perundangan terkait K3 yang berlaku, komitmen untuk
merencanakan dan menerapkan K3 untuk mencegahan Kecelakaan Akibat
Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) bagi semua
staff/karyawan rumah sakit baik yang permanen, kontrak, outsourcing atau
vendor/kontraktor. Kebijakan dibuat dalam bentuk tertulis dan ditanda
tangani oleh direktur.
4. Langkah berikutnya adalah melakukan sosialisasi kebijakan K3 kepada
seluruh karyawan rumah sakit untuk mendapatkan dukungan dan
keterlibatan dari seluruh karyawan. Sosialisasi ini melibatkan semua
manajemen termasuk direktur. Hal ini penting dilakukan untuk
menunjukan keseriusan dari semua manajemen dalam penerapan K3 di
rumah sakit. Kegagalan dalam mensosialisasikan kebijakan K3 kepada
seluruh karyawan akan berakibat pada kegagalan dalam penerapan
program-program K3 berikutnya. Sosialisasi dapat dilakukan dalam
bentuk komunikasi langsung oleh direktur kepada seluruh karyawan
rumah sakit, atau berjenjang melalui manajemen rumah sakit sampai pada
level karyawan paling bawah. Sosialisasi tidak hanya membacakan poin-
poin kebijakan akan tetapi juga penjelasan yang detil dari poin-poin
tersebut agar dapat dipahami oleh semua karyawan.
5. Setelah sosisaliasi kebijakan dilakukan dengan baik, maka dilanjutkan
dengan membuat perencanaan program-program K3. Langkah ini dimulai
dengan Identifikasi Bahaya di tempat kerja. Kenapa membuat program K3
dimulai dengan identifikasi bahaya? Kenapa tidak copypaste saja dari
rumah sakit lain? tentu saja hal tersebut tidak bisa kita lakukan, karena
program K3 adalah program pengendalian bahaya dan risiko ditempat
kerja, maka harus dimulai dengan melihat dan mengenal
(mengidentifikasi) bahaya dan risiko ditempat kerja masing-masing,
karena potensi bahaya dan risiko disetiap tempat bisa berbeda-beda.

16
Identifikasi bahaya bisa dilakukan dengan berbagai teknik atau metode,
misalnya dengan teknik inspeksi, jobsafety analisis (JSA) atau
qualitativeriskassessment (HIRA). Dari hasil identifikasi bahaya makan
dibuatlah program-program pengendalian dari bahaya dan risko yang
ditemukan.  Dalam membuat program K3 harus ditentukan sasaran yang
ingin dicapai, tolok ukur keberhasilan (KPI), penanggung jawab
pelaksana, target waktu dan anggaran yang diperlukan.
6. Langkah berikutnya menerapkan atau menjalankan program yang sudah
dibuat. Penerapan program adalah menjadi tanggung jawab semua
instalasi rumah sakit, tergantung pada jenis program yang dijalankan di
instalasi masing-masing. Komite K3 bertanggung jawab mengawasi,
mengevaluasi dan memberikan masukan terhadap program K3 berjalan.
7. Untuk memastikan konsistensi penerapan program K3 agar tetap berada
pada jalur yang ditetapkan, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi
(Monev) secara berkala. Ada tiga cara dalam melakukan monev, yaitu:
1) Inspeksi K3 secara berkala, paling kurang 1 kali dalam 1 bulan.
2) Audit K3 minimal 1 kali dalam 1 tahun
3) Rapat komite k3 untuk membahas program-program berjalan atah hasil
inspeksi K3, minimal 1 kali dalam 1 bulan.
8. Langkah terakhir dan juga merupakan kunci keberhasilan dari program K3
adalam Tindak Lanjut atau perbaikan secara terus-menerus dari hasil
temuan Monev yang dilakukan. Temuan-temuan yang merupakan gap atau
kekurangan dalam implementasi program K3 harus diperbaiki dan ditindak
lanjuti. Ada tiga kelompok temuan dari kegiatan Monev, yaitu:
1. Potensi bahaya dan risiko yang sudah dikendalikan dengan baik, ini
harus dipertahankan.
2. Potensi bahaya dan risiko yang dikendalikan parsial, ini harus
diperbaikan dan dilenkapi pengendaliannya.
3. Potensi bahaya dan risiko yang belum dikendalikan sama sekalu, ini
harus dibuat program pengendaliannya.

17
2.4 HAZARD

2.4.1 Definisi Hazard Rumah Sakit


Hazard Rumah Sakit merupakan semua sumber situasi atapun aktivitas
yang berpotensi menimbulkan cedera, kecelakaan kerja atau penyakit akibat
kerja, berdasarkan OHSAS 1z001: 200Rh.
Resiko dapat diartikan sebagai suatu kombinasi dari kemungkinan
terjdinya peristiwa yang berhubungan dengan cidera parah atau sakit akibat
kerja dan terpaparnya seseorang atau alat pada suatu bahaya, OSHAS 1z001:
200Rh.
Bahaya adalah sumber, situasi atau tindakan yang berpotensi
menciderai manusia atau kombinasi dari semuanya (Puspitasari, 2010).
Berdasarkan Kurniawan (2008) mengatakan bahwa hazard adalah faktor-
faktor instrinsik yang melekat pada sesuatu berupa barang atau kondisi dan
mempunyai potensi menimbulkan efek kesehatan maupun keselamatan kerja
serta lingkungan yang memberikan dampak buruk.
Secara umum terdapat 5 faktor bahaya K3 ditempat kerja, antara lain:
1) Fisik, contoh: suara bisisng, getaran, panas, debu, listrik.
2) Kimia, contoh: pelarut, desinfektan, sitotoksik, pengawet, gas medis.
3) Biologi, contoh: virus, bakteri, parasit, serangga.
4) Ergonomi, contoh: pekerjaan manual, pekerjaan berulang, postur salah.
5) Psikososial, contoh: jam kerja panjang, jaga malam, rekan kerja.

2.4.2 Macam-macam Hazard Rumah Sakit


Berikut merupakan penjelasan mengenai sistem pengendalian bahaya
dan resiko rumah sakit yang harus dilakukan di rumah sakit, modul
pelatihan dasar wajib pengendalian resiko bahaya Rumah sakit:
1. Resiko Bahaya Fisik

18
Bahay fisik berpotensi menimbulkan terjadinya penyakit kerja
(PAK), dari penyakit yang ringan akibat pajanan bising, sampai penyakit
yang berat seperti kanker akibat pajanan radiasi pengion. Jenis-jenis
bahaya yang termasuk dalam golongan resiko bahaya fisik adalah
sebagai berikut.
1) Resiko bahaya mekanik
Resiko yang paling sering terjadi adalah tertusuk jarum terpeleset
ataupun menabrak dinding pintu kaca. Pengendalian yang harus
dilakukan antara lain: penggunaan safetybox limbah tajam kebijakan
dilarang menutup kembali jarum bekas pemasangan keramik anti
licin pada koridor dan lantai yang miring pemasangan rambu awas
licin pemasangan kaca film dan stiker pada dinding pintu kaca agar
lebih kelihatan.
 Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita
ketahui di rumah sakit banyak digunakan kereta dorong untuk
mengangkut pasien dan barang-barang logistik. Resiko yang
dapat muncul adalah pasien jatuh jadi brankar tempat tidur,
terjepit, tertabrak kereta dorong, dan lain-lain.
 Resiko terjepit tertimbun dan tenggelam. Resiko ini dapat terjadi
dimana saja meskipun kejadiannya tidak terlalu sering. Hal-hal
yang perlu diperhatikan terutama diruang perawatan anak dan
ruang perawatan jiwa. Pastikan tidak ada pintu jendela atau
fasilitas lain yang memiliki resiko untuk terjepit tenggelam
tersebut.
 Resiko jatuh dari ketinggian yang sama, terpeleset tersandung
dan lain-lain. Resiko ini terutama pada lantai-lantai yang miring
baik di koridor ramp atau batas lantai dengan halaman. Pastikan
area yang beresiko licin sudah ditandai dan jika perlu pasanglah
handrill atau pemasangan alat lantai anti licin serta rambu
peringatan awas licin.
 Jatuh dari ketinggian berbeda. Resiko ini pada ruang perawatan
anak dan jiwa. Selain itu perlu diperhatikan pada pekerjaan

19
kontruksi bangunan atau pembersihan kaca pada posisi yang
cukup tinggi.
2) Resiko bahaya radiasi
a. Resiko ini terdapat diruang radiologi, radio therapy kedokteran
nuklirdan beberapa kamar operasi yang memiliki x-ray.
Pengendalian yang harus dilakukan antara lain : pemasangan
rambu peringatan bahaya radiasi pengecekan tingkat paparan
radiasi secara berkala dan pemantauan paparan radiasi.
b. Bahaya radiasi non pengion adalah radiasi elektromagnetik
dengan energi yang tidak cukup untuk ionisasi misal radiasi infra
merah atau radiasi gelombang mikro.
3) Resiko bahaya kebisingan
a) Resiko ini terdapat pada ruang boileri generator listrik dan ruang
chiller. Pengendalian yang harus dilakukan antara lain : substitusi
peralatan melalui alat-alat baru dengan intensitas kebisingan
yang lebih rendah penggunaan pelindung telinga dan pemantauan
tingkat kebisingan secara berkala oleh sanitasi.
b) Berdasar peraturan Menteri Kesehatan RI no 1204 tahun 2004
tentang pengendalian lingkungan fisik irumah sakit seluruh area
pelayanan pasien harus dipantau dan dikendalikan tingkat
kebisingannya minimal 3 bulansekali.
c) Dirumah sakit pemantauan ini sudah dilakukan oleh ISLRS dan
hasil temuan yang tidak memenuhi persyaratan di analisa dan
dikendalikan bersama IPSRS dan unit K3 serta dilaporkan
kepada manajemen rumah sakit.
4) Resiko bahaya pencahayaan
Resiko bahaya pencahayaan adalah pencahayaan pada lingkungan
kerja yang kurang atau berlebih. Tingkat pencahayaan diseluruh area
rumah sakit juga telah dipantau dan dilaporkan seperti resiko bahaya
kebisingan tersebut.
5) Resiko bahaya listrik

20
Resiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan kesentrum.
Pengendalian yang harus dilakukan adalah adanya kebijakan
penggunaan peralatan listrik harus memenuhi SNI serta dilakukan
pengecekan secara rutin bak fungsi dan kelayakan peralatan listrik di
rumah sakit.

2. Resiko Bahaya Biologi


Resiko bahaya biologi yang paling banyak adalah akibat kuman
patogen daripasienyang ditularkan melalui darah cairan tubuh dan udara.
Pengendalian yang harus dilakukan adalah melalui sanitasi dan harus
didukung dengan housekeeping yang baik dari seluruh karyawan dan
penghuni rumah sakit.
Bahaya bilogi berpotensi menimbulkan penyakit infeksi aakibat
kerja (PAK), dari penyakit yaang ringan seperti flu biasa sampai HIV
bagi pekerja kesehatan. Jenis mikroorganisme yang termasuk dalam
golongan faktor bilogik serta pekerja beresiko terpajan antara lain virus
(Hep B/C, HIV-AIDS), bakteri (Tuberculosis, Bruselosis, Leptospirosis).

3. Resiko Bahaya Kimia


Resiko dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi
yang meliputi:
a) Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi
lingkungan dan peralatan dirumah sakit seperti, mengepel lantai
desinfeksi peralatan dan permukaan peralatan dan ruangan dan lain-
lain.
b) Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan
mencuci permukaan kulit pasien seperti alkohol iodinepovidone dan
lain-lain.
c) Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen
dan peralatan lainnya.
d) Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan
pemeriksaan labolatorium klinik dan patologi anatomi

21
e) Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk
pengobatan pasien.
f) Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan
penunjang pengobatan pasien seperti oksigen karbon dioxide
nitrogen nitrit oxidenitrousoxide dan lain-lain.

4. Resiko Bahaya Fisiologi


Resiko ini terdapat pada sebagian besar kegiatan dirumah sakit
berupa kegiatan angkat dan angkut, posisi duduk, ketidaksesuaian antara
peralatan kerja dan ukuran fisik pekerja. Resiko ini misalnya terjadi pada
pekerjaan angkat dan angkut baik pasien maupun barang.

5. Resiko Bahaya Psikologi


Resiko bahaya psikologi dapat terjadi diseluruh rumah sakit
berupa ketidakharmonisan hubungan antar manusia didalam rumah sakit
baik sesama staff, staff dengan pasien maupun staff dengan pimpinan.
Resiko psikologi akan memberikan pengaruh pada perilaku atau
semangat kerja petugas sehingga produktivitas akan menurun. Upaya
pengendalian yang dilakukan untuk resiko ini adalah dengan
mengadakan pertemuan antar satuan kerja antar staff dan pimpinan pada
acara-acara bersama yang bertujuan agar terjalin komunikasi dengan
baik. Sehingga secara psikologi hal ini berdampak baik pada proses
pengakraban dengan harapan resiko bahaya psikologi dapat ditekan
seminimal mungkin.

6. Hazard Unsafe Conditioin


1) Peralatan pengamatan/pelindung/rintangan yang tidak memadaiatau
tidak memenuhi syarat
2) Bahan alat-alat/peralatan rusak
3) Terlalu sempit /sempit
4) Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang memadai
5) Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan

22
6) Keterampilan/tata/letak (Housekeeping) yang jelek
7) Lingkunagn berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap dan lain-lain
8) Bising
9) Paparan radiasi
10) Ventilasi dan penerangan yang kurang. Majid, A (2005)

7. Hazard Unsafe Action


1) Mengoprasikan alat/perawatan tanpa wewenang
2) Gagal untuk memberikan peringatan
3) Gagal untuk mengamankan.
4) Bekerja dengan kecepatan yang salah
5) Menyebabkan alat alat berantakan
6) Memindahkan alat kesehatan
7) Menggunakan alat alatdengan cara yang salah
8) Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.

2.4.3 Pengendalian resiko bahaya


Setelah kita ketahui jenis-jenis resiko bahaya dirumah sakit ternyata
seluruh resikobahay tersebut terdapat dirumah saki. Beberapa contoh sistem
pengendalian resiko bahaya yang telaah dilakukan dirumah sakit adalah
sebagai berikut:
1. Resiko bahaya fisik
a) Mekanik:
Resiko yang paling sering terjadi adalah tertusuk jarum dan
terpeleset atau menabrak dinding pintu kaca. Pengendalian yang
sudah dilakukan antara lain: penggunaan safetybox limbah tajam
kebijakan dilarang menutup kembali jarum bekas pemasangan
keramik anti licin pada koridor dan lantai yang miring, pemasangan
rambu awas licin, pemasangan kaca film dan stiker pada dinding
pintu kaca agar lebih kelihatan, kebijakan penggunaan sabuk

23
keselamatan pada pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian lebih
dari 2 meter dan lain-lain.
b) Resiko bahaya radiasi
Resiko ini terdapat diruang radiologi radio therapi kedokteran
nuklir ruang cath lab dan beberapa kamar operasi oyang memiliki
fluoroskopi w x-ray. Pemgendalian yang sudah dilakukan antara lain:
pemasangan rambu peringatan bahaya radiasi pelatihan proteksi
bahaya radiasi penyediaan APD radiasi pengecekan tingkat paparan
radiasi secara berkala dan pemantauan paparan radiasi pada petugas
radiasi dengan personal dosimetri pada petugas radiasi.
c) Resiko bahaya kebisingan:
Terdapat pada ruang boileri generator listrik dan ruang
chiller. Pengendalian yang telah dilakukan antara lain: subtitusi
peralatan dengan alat-alat baru dengan ambang kebisingan yang
lebih rendahi penggunaan pelindung telinga dan pemantauan tingkat
kebisingan secara berkala oleh instansi sanitasi lingkungan rumah
sakit (ISLRS).
d) Resiko bahaya pencahayaan:
Resiko bahaya ini terutama disatuan kerja dengan pekerjaan
teliti seperti dikamar operasi dan labolatorium. Pengendalian yang
sudah dilakukan adalah pemantauan tingkat pencahayaan secara
berkala oleh ISLRS dan hasil pemantauan dilaporkan ke Direkturi
Teknik dan Unit K3 untuk tindak lanjut ruangan yang
tingkatpencahayaannya tidak memenuhi persyaratan.
e) Resiko bahaya listrik:
Resiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan kesentrum.
Pengendalian yang telah dilakukan adalah adanya kebijakan
penggunaan peralatan listrik harus memenuhi standar nasional
indonesia, SNI dan harus dipasang oleh bagian ISPRS atau orang
yang kompeten.
f) Resiko bahaya akibat iklim kerja:

24
Resiko ini meliputi kondisi temperatur dan kelembapan
dilakukan oleh ISLRS. Acuan dari standar temperatur dan
kelembaban mengacu pada keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1402 Tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah
sakit.
g) Resiko bahaya akibat getaran:
Resiko bahaya getaran tidak terlalu signifikan. Dari telaah
yang telah dilakukan unit K3 resiko bahaya getaran ditemukan
dibagian taman akibat dari mesin pemotong rumput dan klinik gigi
akibat dari mesin bor gigi tetapi tingkat getaran pada ke 2 lokasi
tersebut masih dalam batas yang diijinkan.
2. Resiko bahaya biologi
Resiko bahaya biologi yang paling banyak adalah akibat kuman
patogen dari pasien yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh
dropet dan udara. Pengendalian resiko ini telah dilakukan oleh Tim
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) akan tetapi termasuk dalam
area pemantauan unit K3. resiko air bornedissease dikendalikan dengan
rekayasa ruangan tekanan negatif beserta peraturan administratif dan
APD.
3. Resiko bahaya kimia
Resiko ini terutama terhadap bahan kimia golongan berbahaya
dan beracu, B3. pengendalian yang telah dilakukan adalah dengan
identifikasi bahan-bahan B3 pelabelan standari penyimpanan standari
penyiapan MSDS penyiapan P3K, APD dan safetyshower serta pelatihan
teknis bagi petugas pengelola B3, rekayasa juga dilakukan dengan
penggunaan laminaryairflow pada pengelolaan obat dan B3 lainnya.
4. Resiko bahaya ergonomi
Resiko ini banyak terjadi pada pekerjaan angkat dan angkut baik
pasien maupun barang. Sosialisasi cara mengangkat dan mengangkut
yang benar selalu dilakuka. Selain itu dalam pemilihan sarana dan
prasarana rumah sakit juga harus mempertimbangkan faktor ergonomi

25
tersebut terutama peralatan yang dibeli dari negara lain yang secara fisik
terdapat perbedaan ukuran badan.
5. Resiko bahaya psikologi
Resiko psikologi tidak terlalu kelihatan akan tetapi selalu ada
meeskipun kadarnya tidak terlalu mencolok. Upaya yang dilakukan
antara lain dengan mengadakan pertemuan antar satuan kerja antar staff
dan pimpinan dan pada acara-acara bersama seperti saat ulang tahun rs
dan lain-lain yang bertujuan agar terjalin komunikasi yang baik sehingga
secara psikologi menjadi lebih akrab dengan harapan resiko bahaya
psikologi dapat ditekan seminimal mungkin.

2.5 SAMPAH DAN LIMBAH RUMAH SAKIT

2.5.1 Pengertian Sampah


Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut
derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada
konsep sampah, yang ada hanya produk- produk yang dihasilkan setelah dan
selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam
kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka sampah dapat
dibagi menurut jenis- jenisnya.
Pengertian limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan
dari kegiatan Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas
yang dapat mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius,
(Depkes,2006).
Sampah merupakan material sisa baik dari hewan, manusia, maupun
tumbuhan yang tidak terpakai lagi dan dilepaskan ke alam dalam bentuk
padatan, cair ataupun gas. Sampah merupakan barang yang dianggap sudah
tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya tetapi masih
bisa dipakai atau dikelola dengan prosedur yang benar.

2.5.2 Sampah Berdasarkan Sumbernya

26
Sampah dikelompokan berdasarkan sumber penghasil sampah. Ada
beberapa sumber penghasil sampah.
1. Sampah dari rumah tangga
Sampah yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga antara lain
berupa sisa hasil pengolahan makanan, barang bekas dari perlengkapan
rumah tangga, kertas, kardus, gelas, kain, tas bekas, sampah dari kebun
dan halaman, batu baterai, dan lain – lain. Terdapat jenis samapah rumah
tangga yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3), yang perlu
penanganan khusus, agar tidak berdampak pada llingkungan, seperti batu
baterai, bekas kosmetik, pecahan lampu, bekas semir sepatu dan lain-
lain.
2. Sampah dari pertanian
Sampah yang berasal dari kegiatan pertanian pada umumnya
berupa sampah yang mudah membusuk seperti rerumputan dan jerami.
Penanganan sampah dari kegiatan pertanian pada umumnya dilakukan
pembakaran, yang dilakukan setelah panen. Jerami dikumpulkan dipojok
sawah, kemudian dibakar. Masih sedikit petani yang memanfaatkan
jerami untuk pupuk. Selain sampah yang mudah membusuk, kegiatan
pertanian menghasikan sampah yang masuk kategori B3 seperti pestisida
dan pupuk buatan, sehingga perlu dilakukan penanganan khusus agar
tidak mencemari lingkungan. Sampah pertanian lainnya yaitu plastik
yang digunakan sebagai penutup tempat tumbuh – tumbuhan yang
berfungsi untuk mengurangi penguapan dan penghambat pertumbuhan
gulma, seperti pada penanaman cabai.
3. Sampah sisa bangunan
Pembangunan gedung – gedung yang dilakukan selama ini, akan
menghasilkan sampah, seperti potongan kayu, triplek, dan bambu.
Kegiatan pembanguanan juga menghasilkan sampah seperti semen
bekas, pasir, spesi, batubata, pecahan ubin/ keramik, potongan besi,
pecahan kaca, dan kaleng bekas. Semakin banyak pembangunan gedung
atau bangunan, maka akan semakin banyak jumlah sampah yang
dihasilkan.

27
4. Sampah dari perdagangan dan perkantoran
Kegiatan pasar tradisional, warung, supermarket, toko, pasar
swalayan, mall, menghasilkan jenis sampah yang beragam. Sampah dari
perdagangan banyak menghasilkan sampah yang mudah membusuk,
seperti sisa makanan, dedaunan, dan menghasilkan sampah tidak
membusuk, seperti kertas, kardus, plastik, kaleng dan lain – lain.
Kegiatan perkantoran termasuk fasilitas pendidikan menghasilkan
sampah seperti kertas bekas, alat tulis – menulis, toner foto copy, pita
printer, kotak tinta printer, baterai, bahan kimia dari laboratorium, pita
mesin ketik, klise film, komputer rusak, dll.
5. Sampah dari industri
Kegiatan industri menghasilkan jenis sampah yang beragam
tergantung dari bahan baku yang digunakan, proses produksi, dan out
produk yang dihasilkan. Penerapan produksi bersih di industri perlu
dilakukan untuk meminimasi jumlah sampah yang dihasilkan (Suwerda,
2012).
6. Sampah dari kegiatan rumah sakit
Sampah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit selain
sampah umum yang dihasilkan oleh para pengunjung rumah sakit
maupun pegawai dapat berupa sampah botol infus, cairan tubuh,
potongan tubuh, tajam,radioaktif, gas, dimana sampah rumah sakit
digolongkan sampah infeksius.

2.5.3 Jenis Sampah


Jenis – jenis sampah menurut Amos Noelaka dalam Bakar (2014)
sampah dibagi menjadi tiga bagian yakni:
1. Sampah organik
Sampah organik merupakan barang yang dianggap sudah tidak
terpakai dan dibuang oleh pemilik atau pemakai sebelumnya, tetapi
masih bisa dipakai, dikelola dan dimanfaatkan dengan prosedur yang
benar. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami.
Sampah organik merupakan sampah yang mudah membusuk seperti, sisa
daging, sisa sayuran, daun-daun, sampah kebun dan lainnya.

28
2. Sampah anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-
bahan nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses
teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah ini merupakan sampah
yang tidak mudah menbusuk seperti, kertas, plastik, logam, karet, abu
gelas, bahan bangunan bekas danlainnya.
3. Sampah B3 (Bahan Berbahaya Beracun)
Pada sampah berbahaya atau bahan beracun (B3), sampah ini
terjadi dari zat kimia organik dan nonorganik serta logam- logam berat,
yang umumnya berasal dari buangan industri. Pengelolaan sampah B3
tidak dapat dicampurkan dengan sampah organik dan nonorganik.
Sampah ini dikelola oleh badan khusus, dikelola sesuai dengan peraturan
pemerintah. Selain dihasilkan oleh industry, rumah sakit juga
menghasilkan sampah B3 yang tak kalah berbahayanya, seperti sampah
infeksius, sampah radioaktif, sampah, sitotoksik dan gas.

2.5.4 Karakteristik Sampah


Menurut KistinnahI, Lestari, 2006 Karakteristik sampah, ditinjau dari
kualifikasinya ada delapan macam yaitu:
1 Garbage. Yaitu sampah yang terdiri dari bahan – bahan organic yang
mempunyai sifat lekas membusuk (Biodegradibility prosesnya cepat)
Sampah jenis ini lekas membusuk kira – kira dalam waktu sekitar 18
jam. Yang termasuk dalam kategori sampah jenis ini antara lain: Sampah
dapur.
2. Rubbish. Yaitu sampah yang terdiri dari bahan - bahan organic atau
anorganik yang tidak / tahan berubah sifatnya. Contoh dari sampah ini
adalah: sampah plastic, kaleng / logam, kertas, kaca.
3. Ashes atau dust. Yaitu sampah – sampah sisa pembakaran dan dari
bahan – bahan partikel kecil yang mempunyai sifat mudah beterbangan.
a. Sampah jalan. Yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan,
yang terdiri dari campuran bermacam – macam sampah, daun daunan
kertas, plastic, pecahan kaca, besi, debu dansebagainya.

29
b. Bangkai binatang, Yaitu bangkai binatang yang mati karena alam,
ditabrak kendaraan atau dibuang oleh orang.
c. Sampah industri. Yaitu sampah yang berasal dari industry atau pabrik
– pabrik, sampah ini tergantung jenis industrinya, missal kimia
beracun, kertas, bahan berbahaya.
d. Sampah pyembangunan. Yaitu sampah dari proses pembangunan
gedung, rumah dan sebagainya yang berupa puing – puing potongan –
potongan kayu, besi beton, bambo, hancuran gedung dan sebagainya.
e. Sampah berbahaya Adalah kimia beracun, pestisida, pupuk,
radioaktif, sampah rumah sakit / puskesmas yang dapat
membahayakan manusia.

2.5.5 Sampah Rumah Sakit


Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan sampah
yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatanpenunjang lainnya.
Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat dikatakan
bahwa jenis sampah dan sampah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks.
Secara umum sampah dan sampah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok
besar, yaitu sampah atau sampah medis dan non medis baik padat maupun
cair. Sampah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis,
perawatan gigi, farmasi atau sejenis, perawatan penelitian atau pendidikan
yang menggunakan bahan- bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa
membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk sampah
medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di
dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Sampah benda tajam
Sampah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut
tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau
menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet
pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki

30
potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau
tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh
darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
2 Sampah infeksius
Sampah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
a. Sampah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan intensif)
b. Sampah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit
menular.
3. Sampah jaringan tubuh
Sampah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan
tubuh, biasanya dihasilkan pada saatpembedahan atau otopsi.
4. Sampah sitotoksik
Sampah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin
terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan
atau tindakan terapi sitotoksik. Sampah yang terdapat sampah sitotoksik
didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc
5. Sampah farmasi
Sampah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-
obatyang terbuang karena yang tidak memenuhi spesifikasi atau
kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau
dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh
institusi yang bersangkutan dan Sampah yang dihasilkan selama
produksi obat- obatan.
6. Sampah kimia
Sampah kimia adalah Sampah yang dihasilkan dari penggunaan bahan
kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi,
dan riset.
7. Sampah radioaktif
Sampah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio
isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida.

31
Sampah ini dapat berasal dari antara lain: tindakan kedokteran nuklir, m
i l i t e r dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas. Sampah
cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik
fisik, kimia dan biologi.
8. Sampah Plastik
Sampah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah
sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang yang
terbuat dari plastik dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

2.5.6 Pengelolaan Sampah


Pengolahan sampah merupakan bagian dari penangan sampah dan
menurut UU no 18 tahun 2008 didifinisikan sebagai proses perubahan
bentuk sampah dengan mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah. Pengolahan sampah merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
mengurangi jumlah sampah, disamping memanfaatkan nilai yang masih
terkandung dalam sampah itu sendiri (bahan daur ulang, produk lain, dan
energy). Pengolahan sampah dapat dilakukan berupa pengomposan,
recycling/daur ulang, pembakaran (insinerasi) dan lain-lain. Secara umum
pengolahan sampah dilakukan dengan berbagai tahapan diantaranya adalah:
pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan proses akhir
sampah, dimana sampah-sampah tersebut jika dikembalikan kemedia
lingkungan tidak akan berdampak buruk baik bagi manusia, hewan maupun
lingkungan itu sendiri.
Rumah sakit salah satu penghasil sampah yang tergolong sampah
berbahaya harus dikelola dengan baik. Pengelolaan sampah rumah sakit
diatur oleh perundang-undangan agar akhir proses sampah rumah sakit tidak
menjadi permasalahan baru bagi lingkungan sekitarnya, maka dari itu
perlunya perhatian khusus terhadap pengelolaan sampah rumah sakit, mulai
dari pemilahan, penampungan, pengangkutan, dan proses akhir, agar proses
akhir dapat melindungi lingkungan dari kerusakan akibat sampah rumah
sakit.
Secara singkat pengelolaan dan pembuangan sampah medis adalah
sebagai berikut:

32
1. Pengumpulan (Pemilahan Dan Pengurangan)
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan
proses yang kontinyu yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan :
kelancaran penanganan dan penampungan sampah, pengurangan
volume dengan perlakuan pemisahan sampah B3 dan non B3 serta
menghindari penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian
label yang jelas dari berbagai jenis sampah untuk defisiensibiaya,
petugas dan pembuangan .
2. Pewadahan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak
mudah bocor atau berlumut, terhindar dari sobek atau pecah,
mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam pengelolaan
sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer
seperti dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti
telah ditetapkan dalam Permenkes RI no.986/Men.Kes/Per/1992 dimana
kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard untuk sampah
infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk
sampah citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif
untuk sampah radioaktif dan kantong berwarna hitam dengan tulisan
“domestik”
3. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal
dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan
awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator (pengolaha drainase).
Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong
sebagai yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta
petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja
khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis
ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal
memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi
petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan

33
angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus
kuat dan tidak bocor.
4. Pengolahan dan Pembuangan
Metode yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah
medis tergantung pada faktor-faktor khusus yang sesuai dengan institusi
yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan
yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah
medis (medicalwaste) yang mungkin diterapkan adalah:
a. Incinerasi
b. Sterilisasi dengan uap panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh
bersuhu 121 C)°
c. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethyleneoxide
atau formaldehyde)
d. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan
kimia sebagai desinfektan)
e. Inaktivasi suhu tinggi
f. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi)
g. Microwavetreatment
h. Grinding dan shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran
sampah)
i. Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume
yang terbentuk.
5. Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan
digunakan di rumah sakit antara lain: ukuran, desain, kapasitas yang
disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan dibakar dan
disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara,
penempatan lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah
dalam kompleks rumah sakit dan jalur pembuangan abu, serta perangkap
untuk melindungi incinerator dari Bahaya kebakaran. Keuntungan
menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah,
dapat membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik

34
menjadi non toksik, infeksius menjadi non infeksius), lahan yang
dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak tergantung pada
iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah.
Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt
dimusnahkan terutama sampah dari logam dan botol, serta dapat
menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan
pollutioncontrol berupa cyclon (udara berputar) atau bagfilter (penghisap
debu). Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari
incinerator dan ditimbun dilahan yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat
dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah pencemar
udara yang sesuai.
6. Adanya kerjasama dengan pihak ke-3
Ada beberapa rumah sakit yang tidak mampu untuk
menyediakan alat pembakar sampah (incinerator), dapat bekerjasama
dengan pihak ke-3 yang sudah ditunjuk dan mempunyai ijin
pengoperasian alat pembakar sampah (Incinerator) dari pemerintah.

2.5.7 Pengertian Peranan


Peranan bersinonim dengan ‘pengaruh’. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, ‘pengaruh’ berarti “daya yang ada atau timbul dari sesuatu
(orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan
seseorang. Jika dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat kolektif di dalam
masyarakat, maka pengaruh adalah “daya yang ada atau timbul dari
organisasi yang ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan
masyarakat. Makna peranan secara implisit menunjukkan kekuatan.
Kekuatan tersebut berlaku baik secara internal maupun eksternal terhadap
individu atau kelompok yang menjalankan peranan tersebut.

2.6 Penanggulangan Kebakaran (Alat Pemadam Api Ringan)

2.6.1 Pengertian Penanggulangan Kebakaran

Penanggulangan kebakaran adalah usaha menyadari atau

35
mewaspadai akan faktor- faktor yang menjadi sebab munculnya atau
terjadinya kebakaran dan mengambil langkah- langkah untuk mencegah
kemungkinan tersebut menjadi kenyataan. Penanggulangan kebakaran
membutuhkan suatu program pendidikan dan pengawasan beserta
pengawasan karyawan, suatu rencana pemeliharaan yang cermat dan
teratur atas bangunan dan kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan,
penyediaan dan penempatan yang baik dari peralatan pemadam
kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap- pakainya maupun
dari segi mudah dicapainya.
2.6.2 Prinsip Penanggulangan Kebakaran

Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada
tempat yang tidak kita hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar
dikendalikan. Api terjadi karena persenyawaan dari:
- Sumber panas, seperti energi elektron (listrik statis atau dinamis),
sinar matahari, reaksi kimia dan perubahan kimia.
- Benda mudah terbakar, seperti bahan-bahan kimia, bahan bakar,
kayu, plastik dan sebagainya.
- Oksigen (tersedia di udara)

2.6.3 Pengenalan Kelas-Kelas Kebakaran

Kebakaran di Indonesia dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:


1. Kelas A
Kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda padat, misalnya
kertas, kayu, plastik, karet, busa dan lain-lainnya. Media pemadaman
kebakaran untuk kelas ini berupa: air, pasir, karung goni yang
dibasahi, dan Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api
tepung kimia kering.
2. Kelas B
Kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda mudah terbakar
berupa cairan, misalnya bensin, solar, minyak tanah, spirtus, alkohol
dan lain-lainnya. Media pemadaman kebakaran untuk kelas ini

36
berupa: pasir dan Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api
tepung kimia kering. Dilarang memakai air untuk jenis ini karena
berat jenis air lebih berat dari pada berat jenis bahan di atas sehingga
bila kita menggunakan air maka kebakaran akan melebar kemana-
mana.
3. Kelas C
Kebakaran yang disebabkan oleh listirik. Media pemadaman
kebakaran untuk kelas ini berupa: APAR (Alat Pemadam Api
Ringan) atau racun api tepung kimia kering. Matikan dulu sumber
listrik agar kita aman dalam memadamkan kebakaran.

2.6.4 Peralatan Pencegahan Kebakaran

1. APAR / Fire Extinguishers / Racun Api


Peralatan ini merupakan peralatan reaksi cepat yang multi
guna karena dapat dipakai untuk jenis kebakaran A,B dan C.
Peralatan ini mempunyai berbagai ukuran beratnya, sehingga dapat
ditempatkan sesuai dengan besar-kecilnya resiko kebakaran yang
mungkin timbul dari daerah tersebut, misalnya tempat penimbunan
bahan bakar terasa tidak rasional bila di situ kita tempatkan racun api
dengan ukuran 1,2 Kg dengan jumlah satu tabung. Bahan yang ada
dalam tabung pemadam api tersebut ada yang dari bahan kinia
kering, foam / busa dan CO2, untuk Halontidak diperkenankan
dipakai di Indonesia.
2. Hydrant
Sebuah hidran adalah tindakan proteksi kebakaran aktif , dan
sumber air yang disediakan di sebagian besar wilayah perkotaan ,
pinggiran kota dan pedesaan dengan layanan air kota untuk
memungkinkan petugas pemadam kebakaran untuk memasuki
pasokan air kota untuk membantu memadamkan api.
Ada 3 jenis hydran, yaitu :
a. hydran gedung
b. hydran halaman dan

37
c. hydran kota.
3. Detektor Asap / Smoke Detector
Peralatan yang memungkinkan secara otomatis akan
memberitahukan kepada setiap orang apabila ada asap pada suatu
daerah maka alat ini akan berbunyi, khusus untuk pemakaian dalam
gedung.
4. Fire Alarm
Peralatan yang dipergunakan untuk memberitahukan kepada
setiap orang akan adanya bahaya kebakaran pada suatu tempat.
5. Sprinkler
Peralatan yang dipergunakan khusus dalam gedung.
a. Sudahkah kompor dimatikan? Kompor minyak tanah dan gas
harus di rawat dengan baik, sehinnga api bisa menyala dengan
baik. Untuk kompor minyak tanah, pastikan sumbu kompor
masih panjang. Untuk kompor gas pastikan tidak ada kebocoran
di selang atau sistem yang lain. Kalau perlu dipasang gas
detector.
b. Lampu penerangan dengan bahan bakar minyak sebaiknya
dimatikan sebelum tidur.
c. Apabila menggunakan nyamuk bakar, pastikan ditaruh di tempat
yang aman. Jauh dari benda-benda yang mudah terbakar.
d. Pastikan bahwa instalasi listrik di rumah anda aman. Ketahuilah
berapa besar daya yang bisa dipakai di rumah, dengan melihat
circuit breaker di meteran rumah. Apabila tertulis 10A, secara
sederhana berarti daya yang bisa dipakai adalah sebesar 10 x 220
= 2200 Watt.
Dan perhatikan pula pembagian beban dan jebes kabel yang dipakai.
e. Pembebanan yang berlebihan pada satu stop kontak akan
menyebabkan kabel panas dan akan bisa memicu kebakaran. Ini
biasanya dilakukan dengan penumpukan beberapa stop kontak
atau T pada satu titik sumber listrik.
f. Pastikan stop kontak dan steker (kontak tusuk) dalam keadaan

38
baik. Sehingga waktu steker dimasukkan dalam stop kontak,
terjadi sambungan yang stabil (tidak bergerak-gerak, orang Jawa
bilang oglak- aglik). Karena ini akan menimbulkan percikan api
yang dapat memicu kebakaran.
g. Pergunakan pemutus arus listrik(sekering) yangsesuai, jangan
dibesarkan.
h. Apabila ada kabel listrik yang terkelupas atau terbuka, harus
segera diperbaiki. Karena bisa menyebabkan hubungan pendek.
i. Jangan sekali-kali mencantol listrik, karena anda tidak memiliki
sistem pengaman yang sesuai. Dan PLN biasanya sudah
memperhitungkan distribusi beban listrik, apabila ada beban
berlebihan akan mengganggu jaringan listrik yang ada.

2.6.5 Penanggulangan

 Pasang detektor asap di langit-langit rumah, di luar kamar tidur dan


disetiap lantai untuk rumah betingkat. Alat ini perlu di test setiap
bulan untuk memastikan selalu dalam kondisi baik.
 Sediakan alat pemadam kebakaran di rumah anda. Apabila anda bisa
membelinya, siapkanlah selimut pemadam (fire blanket) untuk di
dapur dan kamar tidur. Juga pemadam kebakaran, untuk rumah

39
pakailah pemadam kebakaran jenis bubuk (powder).
 Apabila anda tidak mau membeli peralatan di atas, persiapkanlah
pemadam kebakaran dari ledeng rumah. Siapkan selang yang cukup
panjang, dan quick connection. Pasang beberapa qucik connection di
keran rumah anda, terutama apabila rumah anda cukup luas. Sehingga
ada beberapa titik untuk bisa memasang selang anda dengan cepat.
Juga sebagai pengganti fire blanket, sediakan karung goni (karung
beras yang terbuat dari serat manila hennep). Basahi karung goni
sebelum dipakai untuk memadamkan api.
Panggil pemadam kebakaran apabila masih sempat. Pasang nomor
penting dekat telephone, atau program telephone untuk nomor- nomor
penting. Ingat bahwa mereka tidak akan datang dalam waktu singkat,
kemungkinan api telah berkobar lebih besar.

2.6.6 Penyelamatan diri

Kasus seperti yang saya uraikan di blog sebelum ini tidak perlu
terjadi apabila penghuni rumah sudah melakukan pengenalan dan
pengecekan rumah dengan seksama.
 Buat rencana penyelamatan diri bersama dengan keluarga, dengan
menentukan sedikitnya dua jalur keluar dari setiap kamar. Ini bisa
melalui pintu ataupun jendela, jadi perhatikan apakah teralis rumah
akan mengganggu rencana ini. Buatlah denah penyelamatan diri di
rumah bersama dengan keluarga.
 Persiapkan lampu senter di dekat tempat tidur.
 Saat kebakaran, sebenarnya asap yang membuat orang menjadi panik
dan tidak dapat bernafas dengan leluasa. Merangkaklah atau merunduk
di bawah, tutup mulut dan hidung dengan kain yang dibasahi.
 Keluarlah dari pintu atau jendela yang terdekat menuju ke tempat yang
aman. Pastikan bahwa pintu dapat dengan cepat dibuka pada kondisi
darurat, demikian pula jika harus melalui jendela.
 Apabila terjebak api, pastikan balut tubuh anda dengan selimut tebal

40
2.6.7 Lingkungan yang Aman

Banyak kebakaran sudah terlambat untuk dipadamkan karena


linkungan sekitar terlalu padat. Jalan terlalu sempit untuk dilalui mobil
pemadam kebakaran dan sumber air sulit didapatkan. Untuk menciptakan
lingkungan yang aman, berarti juga lingkungan harus mempersiapkan diri
jika terjadi kebakaran. Lingkungan sekitar perlu dirapikan sehingga
apabila ada kondisi darurat dengan mudah dicapai oleh mobil pemadam
kebakaran, ketahui lokasi pemadam kebakaran terdekat dan apabila ada
hydrant disekitar perlu dicheck apakah masih berfungsi. Lingkungan yang
aman bisa terwujud apabila warga sekitar memiliki kesadaran akan
keselamatan.

BAB III

KEADAAN UMUM RUMAH SAKIT

3.1 Sejarah Rumah Sakit Muhammadiyah

Sejak tahun 1965 cita-cita Muhammadiyah yang ingin mendirikan


amal usaha dibidang kesehatan khususnya dalam bentuk rumah sakit yang

41
konprehensif telah menjadi obsesi tokoh-tokoh Muhammadiyah di suatra
selatan. Wacana pendirian ruah sakit tersebut selanjutnya di aktualisasikan
oleh beberapa tokoh Muhammadiyah diantaranya adalah Hm. Sidik Adiem,
Djamain St. Maraj, KH. Masjhur Azhari, HM. Rasjid Talib, H. Zahari Abidin,
SH, H. Anang Kiro, HM. Soeripto, A. Sjarkowi Bakri, HM. Fauzi Shoad.
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang adalah usaha perserikatan
muhammadiyah yang di resmikan pada tanggal 10 Dzhulhijah 1417 Hijriah
atau 18 april 1997 oleh Gubernur Provinsi sumatera selatan (Bapak H. Ramli
Hasan Basri) Bersama Ketua PP Muhammadiyah (Bapak Prof .DR. Amin Rais
) merupakan satu satunya amal usaha dibawah pimpinan wilayah (PWM)
Sumsel.

3.2 Visi dan Misi

Visi : Terwujudnya Rumah Sakit yang Profesional dalam Pelayana


Berkarakter Islami.

Misi:
1. Memberikan Pelayanan, Pendidikan, dan penelitia, kesehatan secara
profesional, modern dan islami.
2. Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
3. Mewujudkan Citra sebagai wahana ibadah dan mengemban Dakwah
AmarMa”RufNahiMunkar dalam bidang kesehatan
4. Menjadi pusat Persemainan kader Muhammadiyah dalam bidang pelayan,
pendidikam dalam penelitian kesehatan.

Motto:

Melayani Sebagai Ibadah dan dakwah

3.3 Jumlah Tempat Tidur Di Ruangan Rawat Inap

No Nama Vip Vip Kel Kel Kelas Kelas Isol Infe ∑


. Ruangan Khu Uta as as 2 3 asi ksi

42
sus ma 1A 1B
1. Ibnu 2 7 - - - - - - 9
Sina
2. Mas 1 6 8 - - - - - 15
Mansyur
3. Ar- - - 10 - - - - - 16
Fachrudi
n
4. Rasyid - - 4 - 7 18 - - 29
Thalib
5. Ibnu - - 6 - 10 24 - - 40
Rasyid
6. Ahmad - - - 8 20 24 2 8 62
Dahlan
7. Siti - 2 4 2 5 24 2 - 39
Walidan
i
8. Icu - - - - - - - - 5
Total 3 15 32 10 48 90 4 8 215

3.4 Pelayanan Khusus

Pelayanan Tempat Inkubator Box Bayi Jumlah


Tidur
Kamar Operasi 3 - - 3
Kemoterapi 3 - - 3
Fisioterapi 4 - - 3
Perawatan - 12 36 48
Perinatal
Hemodialisis 5 - - 5

3.5 Pelayanan Penunjang Medis

farmasi gizi laboratorium Patologi anatomi

radiologi Bank darah Ruang operasi Ruang persalinan


3.6 Fasilitas Pelayanan Umum

• Masjid Asy-Syifa’

•Rehabilitasi
Bank dan ATM
Kamar jenazah ambulance loundry
medik

43
• Kantin Umum

• Koperasi Pegawai

• Fotokopi

• Area parkir kendaraan yang luas

• Bimbingan Rohani Pasien

• Penyelenggaraan Jenazah

• Pengelolaan ZIS

BAB IV

HASIL IDENTIFIKASI HAZARD DI RUANGAN AR FACHRUDIN


RUAMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEBANG

44
I. DATA UMUM

NamaRuangan : AR FACHRUDIN
Data Pegawai

Jumlah : 17 orang
Jenis Kelamin : 17 OrangWanita
1 OrangLaki-Laki (Scurity)
Hari Kerja : Senin-minggu
Jam Kerja/ Shift kerja :
Dinas Pagi (Pukul 07.30-13.30)
Dinas Siang (Pukul 13.30-19.30)
Dinas Malam (Pukul 19.30-07.30)

II. PROSES KERJA PROSEDUR KERJA: (Dalam bentuk skema/bagan)


a. Fungsi ruang ditempat kerja

ALUR BERKAS REKAM MEDIS


Pendaftaran

Berkas rekam medis Pasien baru/lama


baru

Pengambilan berkas

Poli

Rawat jalan Tindakan

45
Rawat inap
Penyimpanan

Petugas ekspedisi Ruang rekam medis Coding


berkas rekam medis

III.FASILITASKESEHATAN

1. TempatSampah :Ada/ Tidak *)


- Pemisahan limbah padat,cair dan infeksius di RS
Ada/Tidak*)
2. Kamar Mandi : Ada/ Tidak
3. Tempat Istirahat : Ada/Tidak, Jumlah 4
4. Tempat Cuci Tangan/wastafel : Ada/Tidak, Jumlah 3
- Ketersediaanhasil : Cukup/Kurang
- Kebersihan : Cukup/Kurang

IV. FASILITAS/ALATK3 : Ada/Tidak,


Bila ada Sebutkan :
1. APAR : ada 1
2. Alaram kebakaran : ada

46
V. IDENTIFIKASI PENILAIAN TINGKAT RESIKO DAN PERENCANAAN PENGENDALIAN K3 RUMAH SAKIT

Unit Bagian: Ruang AR-Fachrudin


No Identifikasi Resiko Tingkat Upaya pengendalian Rekomendasi
Hazard yangditimbulkan Resiko yang telah Tupen Tupan
dilakukan
1 Hazard Fisik Resiko terjadi PxD Pada saat ini belum Melakukan pebersihan Memasang filterasi
 Debu (yang bersin, dan alergi, 3x2=6 apa upaya yang pada kipas diruangan pada bagian luar kipas
ada di kipas dan mata gatal Sedang dilakukan nurse station angin (penyaring
angina di debu) dan melakukan
nurse pembersihan
station)
 Pencahayaa - - - -
n: tidak
ditemukan
 Kebisingan: - - - -
tidak
ditemukan
 Getaran: - - - -

tidak
ditemukan
 Radiasi: - - -
tidak -
ditemukan
 Suhu: tidak - - -
ditemukan -

2 Hazard Resiko penularan PxD • Mencuci tangan Memasang poster wajib Melakukam
Biologi penyakit influenza 3x3= 9 procedural masker di area ruangan desinfektan steril
 Virus Tinggi • Penggunaan APD untuk pembersihan
 Bakteri ruangan isolasi

 Parasite
3 Hazard Kimia Resiko terjadi PxD • Bekerja sesuai Menghimbau para Menambahkan
Cairan iritasi kulit pada 2x2= 4 SOP pekerja untuk selalu lemari B3 untuk
Desinfektan pekerja yang Sedang • Menggunakan menggunakan APD penyimpanan bahan-
steril membersihkan dan APD bahan kimia serta
mensterilkan memakai APD
ruangan lengkap
4 Hazard Tidak ditemukan - - - -
Ergonomi
(Tidak
ditemukan)
5 Hazard Tidak - - - -
Psikologi ditemukan
(tidak
diteukan)
6 Unsafe Resiko lantai PxD Sudah adanya tanda Membersihkan genagan Perbaikan plafon dan
Condition basah dan licin lantai licin atau air ketika terjadinya peasangan poster
3x3= 9
a. Kebocor mengakibatkan peringatan lantai licin kebocoran secara wajib masker
an pada resiko jatuh Tinggi berkala terlebih di
atap musim hujan

b. Ketidak Resiko jika PxD Sudah ada rencana di Menyampaikan ke pada Pengecekan berkala
sedian tidak ada apar di gantikan tapi belum pikah yang pertanggung untuk ketersedian apar
3x4= 12
apar di ruangan ketika terialisasikan jawab dalam di ruangan
ruangan terjadi sesuatu extreme mennyediankan apar di
yg tidak di ruangan
inginkan maka
dapat
menimbulkan
bahaya yang
patal
7 Unsafe Tidak ditemukan - - - -
Action
Tidak
ditemukan
VI. ALATPERLINDUNGANDIRI

1. Jenis APD yang ada di tempat kerja

✔ Sarung tangan Kacamata

✔ Masker Lain-lain-

Apron
2. Pegawai yang menggunakan APD ketika kerja?(uraikansecaraumum)

✔ Ya Selalu dipakai Kadang-kadang

Tidak : Alasan-
VII. SIKAP KERJA

1. Posisi postur tubuh dalam kerja (uraikan secara umum jenis pekerjaan)

a. Dudu: Saat mengelola berkas rekam medis

b. Berdiri: Saat mengambil dan menyimpan berkas rekam medis

2. Kesesuaian antara posisi tubuh dengan alat kerja (uraikan secara rinci
untuk setiap posisi tubuh)

= Posisinya standar SOP kerja


3. Keluhan yang dirasakan selama kerja = Tidak ada

4. lain-lain

VIII. PEMELIHARAAN ALAT DAN ALAT BANTU KERJA

√ Kursi roda √ Barancard √ Dll : Tangga



√ Tempat tidur √ Troly Oksigen

Kesimpulan dan saran :

1. Kesimpulan : masih kurangnya pegawai dalam memperhatikan penggunaan


APD terkhususnya penggunaan masker
2. Saran : sebaiknya lebih memperhatikan kembali SOP dalam pemakaian APD
terkhusunya penggunaan masker
DATA UMUM RUMAH SAKIT

1.NamaRumahSakit :RS Muhammadiyah Palembang


2.AlamatRumah Sakit : Jl.Jendral Ahmad Yani Kel.13 Ulu Kec. SU 1
Palembang
3. JumlahTenagaKerja :
- KaryawanTetap : Dokter Umum : 19 Orang
Dokter Spesialis : 52 Orang
Perawat : 171 Orang
-Karyawantidaktetap : Dokter Umum : - Orang
Dokter Spesialis : - Orang
Perawat : - Orang
: - Orang
: - Orang
: - Orang

4. Kapasitas Perawatan :
- Jumlah ruang rawat : 8 Ruangan
- Jumlah tempat tidur : 215 Tempat tidur
PENGOLAHAN LIMBAH RUMAH SAKIT

Nama Rumah Sakit : Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang


Unit Bagian : AR Fachrudin
Tanggal Pemeriksaan : 19 Oktober 2022

Jenis limbah : Domestik

Sumber Limbah : Limbah padat

1. Sumber Limbah :Limbah padat (masker bekas, kertas, tisu)


2. Lokasi Sumber :Rekam Medis
3. Perkiraan jumlah limbah :3 Kg/hari
4. Penggolongan limbah yang sedang/telah dilakukan:

a. Cara pengumpulan :

Limbah padat pengumpulan nya di masukkan di satu tempat kotak


sampah.

b. Cara penyimpanan limbah :

Limbah padat dengan cara semua tempat penampungan limbah harus


diberi tanda yang jelas.

c. Cara Pembuangan/pengolahan :

Limbah padat dengan cara penimbunan terbuka, insenerasi, daur


ulang.
5. Upaya/saran peningkatan/penyempurnaan pengelolaan limbah
Melakukan sosialisasi dan pelatihan secara rutin terkait SOP
pengelolaan limbah, semua petugas melakukan tindakan medis untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya
pengelolaan limbah yang baik dan benar, sehingga tidak
membahayakan manusia dan lingkungan sekitar.
PENGENDALIAN KEBAKARAN

Nama Rumah Sakit : RS MUHAMMADIYAH PALEMBANG


UnitKerja/ Bagian : APAR
Tanggal Pemeriksaan : 19 Oktober 2022

I. Kondisi fisik/faktor penyebab kebakaran


1. Kondisi bangunan/ruangan : ✔ Permanen

Semi Permanen
Jumlah tenaga kerja per unit kerja
(4 Unit kerja )
Jumlah pasien (untuk ruang rawat
di)

2. Catu Daya : PLN,Daya 50 KvA

Genset,kapasitas 350 KvA

UPS Ada, ✔ Tidak Ada

Jumlah : -
3. Kondisi Instalasi Listrik Peralatan listrik:
Suplay dari Genset diruangan : ✔ Ada, Tidak ada

4. Akses Evakuasi Penyelamatan Kebakaran : ✔ Ada


Tidak ada
Ada tidak memadai

5. Lokasi evakuasi : ✔ Ada Tidak ada


Keterangan : Di ruang arsip tempat
penyimpanan berkas
6. Jalan Darurat : ✔ Ada Tidak ada
II. Alat Pemadam Kebakaran:
1. APAR
Jenis : Ada 3 ( Powder, Cir, Busa)
Jumlah : 54 titik
Penempatan : Disetiap ruangan
2. Alarm ✔ : Ada Tidak ada
3. Sprinkler : Ada ✔ Tidak ada
4. Hydrant : Ada ✔ Tidak ada
5. Smoke Dektetor : Ada ✔ Tidak ada

Kebakaran

III. Team Khusus pengendalian kebakaran: ✔ Ada


Tidak ada Pelatihan : Ada
IV. Saran : Tidak ada
ANALISA SWOT

Ruang : AR Fachrudin

Threatness
Strength Weakness Opportunity
(Ancaman
(Kekuatan) (Kelemahan) (Kesempatan)
)
1. Ruang tersendiri  Jalur evakusia  Merencanakan  Terdapat
2. K3: Terdapat yang tidak ada dan melakukan resiko
APAR untuk untuk pasien perbaikan untuk lebih
penanggulangan kursi roda mencegah besar
kebakaran dan  Tidak adanya terjadinya tertular
lantai turunan poster area kecelakaan penyakit
ditandai dengan wajib masker akibat kerja salah
garis warna  Lantai keramik  Adanya satunya
kuning ada beberapa mahasiswa COVID-
3. Terdapat LIFT yang rusak praktik 19,
4. Tersedia jalur (retak)  Adanya pelatihan Pneumo
darurat apabila  plapon ruangan untuk pegawai nia, TB
terjadi beberapa ada mengenai K3 dan
kebakaran yang rusak Rumah Sakit influenz
5. Adanya CI yang seperti a
mengkoordinir penggunaan
mahasiswa yang APAR dan
sedang praktek simulasi
belajar lapangan kebakaran
( PBL)
PLANNING OF ACTION (POA)

Data Masalah Tujuan Perencanaan Metode Sasaran PJ


1. Unsafe Ketika terjadi Terhindar dari Menyampaikan ke pada Pengajuan Pegawai Kelomp
dan
pengunju
condition: sesuatu yang kecelakaan kerja pihak yang ng pasien ok 1
ketidak tidak di inginkan dan penyakit bertanggung jawab
sedian apar (kebakaran) akibat kerja dalam menyadikan
di ruangan maka dapat 1. Agar tidak apar di ruangan dn
menimbulkan menimbulkan pengecekan berkala
bahaya yang bahaya yang untuk kesedian apar
patal. patal dan
menyebabkan
kerugian

2. Unsafe Resiko lantai Agar tidak ada lagi Membersihkan Pengajuan Pegawai
dan
pengunju
Condition: basah dan licin kebocoran atap genangan air ketika ng pasien
kebocoran mengakibatkan atau plafon terjadi bocor dan
pada atap resiko jatuh perbaikan plafond

3. Hazard Resiko Agar tidak tertulat Memasang poster Edukasi Pegawai dan
biologi: penularan dari penyakit wajib masker di area pengunjung
virus dan penyakit (seperti: ruangan pasien serta
bakteri influenza) pasien

4. Hazard fisik: Resiko alergi dan Agar tidak terjadi Melakukan Pengajuan Pegawai

debu gatal pada mata alergi dan debu pembersihan kipas


pada ruangan angin dan memasang
dapat berkurang filterasi pada bagian
atau pun di luar kipas angin
bersikan
5. Hazard Resiko terjadinya Tidak terjadi Monitor kepatuhan Edukasi Pegawai

kimia : iritasi kulit gangguan iritasi pegawai dalam


menggunkan apd dan
Cairan kulit
Menghimbau para pekerja
desinfektan
untuk selalu benggunakan
steril
APD
BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Hasil Hazard Identifikasi Di Ruangan Ar-Fachrudin

Berdasrkan hasil identifikasi terhadap hazard fisik, hazard biologi,


kimia, fisik, unsafe condition, risiko yang timbul:

5.1.1 Hazard Fisik: Debu


Debu yang kami temukan di ruangan al facrudin terdapat di kipas
angin diruang nurse station hal tersebut berdampak bahaya bagi perawat
yang berdinas di ruang tersebut karena akan menimbulkan masalah
kesehatan seperti penapasan bisa sesak nafas, dan gangguan pernafasan
lainnya maka kami
Debu adalah jenis polusi udara yang paling umum dan dapat
berasal dari berbagai sumber. Ada debu yang bisa terlihat secara kasat
mata, ada pula yang tidak. Paparan debu dalam kehidupan sehari-hari
sering kali sulit untuk dihindari. tubuh manusia memiliki berbagai sistem
pertahanan untuk menangkal bahaya dari menghirup debu. Namun, ketika
debu terhirup secara terus-menerus atau dalam jumlah berlebih, Anda
berisiko mengalami gangguan pernapasan
menurut kami dengan keadaan debu yang terdapat di kipas angin
pada ruang nurse station bisa menimbulkan penyakit dan membahayakan
kesehatan pada perawat yang ada di ruang tersebut penyakit yang bisa
terjadi adalah penyakit sesak nafas atau saluran pernapasan.

5.1.2 Hazard biologi: virus dan bakteri

Virus, bakteri dan parasit yang kami temukan diruang al facrudin


terdapat di ruang tindakan, hal tersebut dapat berdampak bukan hanya bagi
perawat tetapi bisa bagi pasien dan keluarga pasien
Faktor Virus adalah agen penyakit menular yang ukurannya sangat
kecil. Kebanyakan virus ukurannya sangat kecil dan berbentuk bulat.
Diameter ukurannya hanya sekitar 20-200 nanometer. Berbeda dengan
virus, ukuran bakteri lebih besar. Umumnya 10 sampai 100 kali lebih
besar ukurannya dari virus dengan panjang antar 1-3 mikron. Bakteri
berbentuk menyerupai bola atau batang, yang terdiri dari cincin DNA yang
dikelilingi oleh mesin seluler di dalam membran lemak. Parasit adalah
bagian dari kelompok besar organisme yang disebut eukariota. Parasit
berbeda dari bakteri atau virus karena sel mereka berbagi banyak fitur
dengan sel manusia. Mereka menggantungkan hidup pada organisme lain.
Menurut kami Virus, bakteri dan parasit diruang tindakan jika
tertular dapat mengakibatkan penyakit infeksi seperti covid, malaria,
influenza dan penyakit lainnya
5.1.3 Hazard Kimia: Desinfektan
Hazard kimia cairan disinfektan steril merupakan bahan yang
digunakan untuk sterilisasi ruangaan yang biasa digunakan dirumah sakit
dan digunakan untuk menghilangkan bakteri maupun virus akan tetapi
penggunaan zat kimia tersebut dapat menimbulkan banyak efek samping
yang bahaya.
Hazard kimia adalah jenis bahaya pekerjaan yang disebabkan oleh
paparan bahan kimia di tempat kerja. Paparan bahan kimia di tempat kerja
dapat menyebabkan efek kesehatan yang merugikan baik akut maupun
jangka panjang. Terdapat banyak jenis bahan kimia berbahaya, seperti
neurotoksin, zat imun, zat dermatologi, karsinogen, racun reproduksi,
racun sistemik, asmagen, zat pneumokoniotik, dan pemeka. Bahaya ini
dapat menyebabkan risiko fisik dan/atau kesehatan.
Terpapar cairan desinfektan dan terkena kulit dampaknya terhadap
kulit akan menyebabkan iritasi pada kulit. Faktor lingkungan kimia
merupakan salah satu lingkungan yang memungkinkan penyebab
kecelakaan kerja. Faktor tersebut dapat berupa bahan baku suatu produk,
hasil dari suatu produksi dari suatu proses sendiri atau limbah produksi.
Berdasarkan bahan kimianya, bahaya yang terlibat dapat bervariasi,
sehingga penting untuk mengetahui dan menerapkan APD.Maka
sebaiknya penggunaan disinfektan diruangan di berikan perhatikan khusus
yaitu dengan cara menyimpan penyimpanan khusus untuk diinsfektan
5.1.4 Unsafe Condition: atap bocor dan tidak tersedianya apar di ruangan
 Atap Bocor
Kebocoran yang kami temui diruang al facrudin terdapat di plafon
ruangan hal tersebut berbahaya jika tidak diatasi dikarenakan jika hujan
dan plafon mengalami kebocoran dan air yang terdapat di plafon jatuh air
tersebut bisa membahayakan dan beresiko jatuh bagi perawat, pasien dan
keluarga pasien yang ada diruang al fachrudin.
Pemasangan atap yang dilakukan kurang tepat merupakan salah
satu penyebab utama terjadinya kebocoran. Atap genting yang dipasang
kurang tepat dapat melorot dan mengalami pergeseran. Celah yang
ditimbulkan oleh atap yang melorot merupakan tempat masuknya air hujan
dan bisa mengakibatkan bocor.
Akibat dari kebocoran atap dan rebesan air hujan menyebabkan
banyak genangan air yang dapat menyebabkan lantai licin dan dapat
beresiko terjatuh terlebih setelah hujan yang curah hujannya cukup sering
terjadi hal ini haruslah diperhatikan guna mencegah hal hal yang tidak
diinginkan.
 Tidak Tersedianya APAR Di Ruangan
Alat Pemadam Api Ringan (APAR) tidak ditemukan pada ruangan
Ar Fachrudin pada tempatnya, saat ditanyakan pada pegawai yang berjaga,
pegawai mengatakan bahwa Apar sudah habis dipakai 3 hari sebelumnya,
dan sampai sekarang belum di sediakan kembali, sehingga ini dapat
menyebabkan resiko terjadinya kebakaran jika tidak dapat diredakan
dengan menggunakan Apar saat terjadinya kebakaran.
APAR adalah alat perlindungan kebakaran aktif yang digunakan
untuk memadamkan api atau mengendalikan kebakaran kecil, biasanya
dalam situasi darurat. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) pada umumnya
berbentuk tabung yang diisikan dengan bahan pemadam api yang
bertekanan tinggi. Dalam hal Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),
APAR merupakan peralatan wajib yang harus dilengkapi oleh setiap
Perusahaan dan rumah sakit dalam mencegah terjadinya kebakaran yang
dapat mengancam keselamatan pekerja dan asset perusahaannya. APAR
dapat digolongkan menjadi beberapa Jenis, Diantaranya terdapat 4 jenis
APAR yang paling umum digunakan, yaitu :
1. Alat Pemadam Api (APAR) Air / Water
2. Alat Pemadam Api (APAR) Busa / Foam
3. Alat Pemadam Api (APAR) Serbuk Kimia / Dry Chemical Powder
4. Alat Pemadam Api (APAR) Karbon Dioksida / Carbon Dioxide (CO2).
Menurut kami dengan ketidaktersediaannya Apar pada ruangan Ar
Fachrudin sangat beresiko menyebabkan api yang menyebar luas jika saat
terjadi kebakaran di ruangan, maka dari itu pegawai K3 ruangan harus
selalu mengecek dan mengisi kembali Apar yang telah digunakan.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Hazard Fifik


Paparan debu dala kehidupan sehari harinserung kali sulit
dihindari, sebab debu yang tibul dala julah yang berlebih dapat menjadikan
asalah serius bagi kesehatan. Debu adalah jenis populasi udara yang paling
umum dan dapat berasal dari berbagai sumberbahaya kesehatan dari
enghirup debu, dapak dari debu bagi kesehatan ialah antara lain, alergi,
iritasi saluran nafas. Infeksi saluran pernafasan, phenoucioniasis dsb.
6.1.2 Hazard Biologi
Yaitu virus dan bakteri dari sampel pasien Bila terkontaminasi
dengan cairan sampel pasien akan menimbulkan sederet masalah bila
bakteri atau virus terpapar kedalam tubuh dampak dari virus tersebut adalah
bisa menyebabkan tertularnya penyakit yang sama dengan
penderitasehingga upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan
cara memakai APD lengkap seperti hanscoon, apron dan masker.

6.1.3 Hazard kimia


Terpapar cairan desinfektan dan terkena kulit dampaknya terhadap
kulit akan menyebabkan iritasi pada kulit. Faktor lingkungan kimia
merupakan salah satu lingkungan yang memungkinkan penyebab
kecelakaan kerja. Faktor tersebut dapat berupa bahan baku suatu produk,
hasil dari suatu produksi dari suatu proses sendiri atau limbah produksi.

6.1.4 Unsafe Condition: atap bocor


Akibat dari kebocoran atap dan rebesan air hujan enyebabkan banyak
genangan air yang dapat enyebabkan lanntai licin dan dapat beresiko
terjatuh terlebih diusi hujan yang curah hujannya cukup sering terjadi hal
ini haruslah diperhatikan guna mencegah hal hal yang tidak diinginkan.

Unsafe Condition: ketidak sediaan APAR diruangan, hal ini


sangatlah beresiko apabila suatu hal yang tidak diinginkan terjadi dan tidak
tersedianya APAR merupakan hal yang sangat fatal baik bagi pihak rumah
sakit dan masyarakat serta pasien yang dirawat.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang


Di harapkan organisasi kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dapat memonitoring hal-hal yang
berkaitan dengan K3, melakukan evaluasi secara continue dalam
pelaksanaan K3RS yang berguna dan bermanfaat dalam meningkatkan
mutu pelayanan Rumah Sakit. Untuk ruang Laboratorium penambahan
Ruang khusus.
6.2.2 Bagi STIK Bina Husada Palembang
Diharapkan pihak institusi pendidikan STIK Bina Husada
Palembang membekali mahasiswa dengan materi K3 yang lebih
konfrehensip sehingga mampu menjadi fasilitator dilahan praktek.
6.2.3 Bagi Mahasiswa
Di harapkan kelompok berikutnya untuk melakukan peninjauan
hasil identifikasi dan melanjutkan implementasi sesuai dengan rencana.
yang udah dibaut.
DAFATAR PUSTAKA

Sujoso, Anita Dwi Prahastuti. Dasat-dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja.


Jember: Badan Penerbit UNEJ, 2012.

Silalahi, Bennett N.B dan silalahii, Rumoondang. 1991. Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pustaka Binaman Pressido.

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan


dan Keselamatan kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Indonesia. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja.

Y. Iindriani. 2016. Potensi Bahaya dan Resiko Rumah Sakit. Jakarta : Yudistira
Osha. Asia. 2018. Hazard di Rumah Sakit . Bandung. Jawa Barat:
GCL.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia . 2018. Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia nomor 52 Tahun 2018. Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fasilitas Pelayanan Kesehatan
: Jakarta Kemenrian Kesehatan RI.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia . 2016. Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia nomor 66 Tahun 2016. Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit : Jakarta
Kemenrian Kesehatan RI.

Http://web.rshs.or.id/limbah-rumah-sakit/ Brunner, C.R. 1996. Incinerator


System Handbook. United States. Incinerator Consultans Inc.
Colony, S. 2001. Hospital Waste Management at SMF

Anda mungkin juga menyukai