Anda di halaman 1dari 27

FAKTOR RISIKO PENGGUNAAN PESTISIDA PADA TANAMAN

TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PETANI DI


KECAMATAN BERASTAGI TAHUN 2016

DISUSUN OLEH :

Nama : ANITA SUSANTI SINULINGGA

NIM : 160101009

Penyusunan Makalah ini Untuk Memenuhi Tugas Ilmu Kesehatan


Masyarakat

Dosen: DR. ERLEDIS SIMANJUNTAK, SKM, M.KES

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DIREKTORAT


PASCA SARJANA UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN 2016
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan paper
dengan judul “Faktor Resiko Penggunaan Pestisida Terhadap Kesehatan Petani di
kecamatan Berastagi Tahun 2016”.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen
Pengampuh mata kuliah ibu DR. Erledis Simanjuntak, SKM, M.Kes serta teman-
teman sekalian yang telah membantu, sehingga paper ini terselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman saya, saya yakin masih banyak kekurangan dalam paper ini, Oleh
karena itu harapan saya adanya kritik dan saran yang membangun untuk lebih
menyempurnakan paper saya di lain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan paper ini ialah, mudah-
mudahan apa yang saya susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-
teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau
mengambil hikmah dari judul ini ( masyarakat desa dan masyarakat kota ) sebagai
tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.
Akhir kata saya berharap semoga paper tentang “Faktor Resiko Penggunaan
Pestisida Terhadap Kesehatan Petani di kecamatan Berastagi Tahun 2016” dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Medan, 22 November 2016

Anita. S. Sinulingga

ii
DAFTAR ISI
Halaman

Lembar Judul .................................................................................. i

Kata Pengantar .................................................................................. ii

Daftar Isi .................................................................................. iii

I. Pendahuluan .................................................................................. 1
II. Permasalahan .................................................................................. 4
III. Landasan Teori .................................................................................. 5
IV. Pembahasan .................................................................................. 12
V. Kesimpulan .................................................................................. 20
VI. Saran .................................................................................. 21
Daftar Pustaka

iii
FAKTOR RISIKO PENGGUNAAN PESTISIDA PADA TANAMAN
TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PETANI DI
KECAMATAN BERASTAGI TAHUN 2016

Oleh: Anita Susanti Sinulingga


Nim: 1160101009
I. Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan negara agraris yang
sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Banyak
wilayah kabupaten di Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk
perkebunan sebagai sumber penghasilan utama daerah. Dari hasil pertanianlah
kebutuhan hidup mereka bisa terpenuhi, salah satu daerah yang masyarakatnya
mendominasi pekerjaan sebagai petani adalah kabupaten Karo. Hasil pertanian
mereka banyak dikirim ke daerah-daerah dan menjadi sumber penghasilan semasa
hidupnya.
Berbicara tentang pertanian, para petani tidak terlepas dari yang namanya
pestisida. Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida yang berarti
pembunuh. Jadi pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk
membunuh atau mengendalikan berbagai hama. menurut Suyono dalam buku
pencemaran kesehatan lingkungan bahwa pengertian pestisida adalah zat atau
campuran bahan yang digunakan untuk membunuh hama, agen biologis (seperti
virus atau bakteri), antimikroba, desinfektan, atau alat yang digunakan terhadap
hama, yaitu hama serangga , patogen tanaman, rumput liar, moluska, burung,
mamlia, ikan, nematoda (cacing gelang), dan mikroba yang menganggu
kebutuhan manusia akan makanan. (Suyono, 2014)
Kabupaten Karo sebagai salah satu sentra pertanian bagi Sumatera Utara
terutama tanaman hortikultura jenis sayur-sayuran dan buah-buahan. Pertanian
merupakan mata pencaharian terbanyak di masyarakat Karo. Hasil pertanian dari
kabupaten ini tidak hanya dipasarkan ke dalam negeri tetapi juga luar negeri.
Kabupaten Karo terdiri dari 13 kecamatan dimana masing-masing kecamatan
memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Salah satunya adalah Kecamatan

1
Berastagi. Masyarakat yang bekerja sebagai petani dalam melakukan
pekerjaannya untuk meningkatkan hasil pertanian maka petani selalu
menggunakan pestisida untuk mengurangi serangan hama ataupun serangga pada
usaha pertaniannya. (Eka Lestar, 2015)
Menurut (Djojosumarto, 2008), kontaminasi pestisida pada manusia yang
masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan tanda dan gejala yang dapat dirasakan
oleh penderita dan dapat diamati oleh orang lain. Namun, masyarakat pada
umumnya menganggap gejala-gejala yang timbul pada diri mereka setelah
melakukan aplikasi pestisida merupakan hal yang sudah biasa dan tidak
berbahaya. Mereka tidak mengecek atau periksa ke rumah sakit atau tenaga
kesehatan terkait dengan gejala-gejala yang timbul yang mengakibatkan tidak
terdeteksinya kasus keracunan pestisida di masyarakat sehingga efek kronis tidak
dapat dicegah. (Sularti dkk, 2012)
Berdasarkan beberapa hasil penelitian bahwa penggunaan pestisida dapat
berdampak pada kesehatan petani, konsumen dan lingkungan. Adapun faktor
yang mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida adalah faktor dari dalam
tubuh (internal) dan dari luar tubuh (eksternal). Faktor dari dalam tubuh antara
lain umur, jenis kelamin, genetik, status gizi, kadar hemoglobin, tingkat
pengetahuan dan status kesehatan. Sedangkan faktor dari luar antara lain
banyaknya jenis pestisida yang digunakan, jenis pestisida, dosis pestisida,
frekuensi penyemprotan, masa kerja menjadi penyemprot, lama menyemprot,
pemakaian alat pelindung diri, cara penanganan pestisida, kontak terakhir dengan
pestisida, ketinggian tanaman, suhu lingkungan, waktu menyemprot dan
tindakan terhadap arah angin. Hal-hal tersebutlah yang masih banyak diabaikan
oleh para petani Indonesia terutama didaerah pedesaan. (Achmadi, 2012).
Faktor kurangnya pengetahuan petani akan penggunaan pestisida yang
benar, serta akibat yang ditimbulkannya baik bagi manusia maupun lingkungan
menjadi penyebab tidak terkontrolnya penggunaan pestisida. Penggunaan
pestisida yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan
bahkan residu yang dihasilkan akan membahayakan manusia itu sendiri. ( Wiji
dkk, 2014)

2
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak dampak negatif dari
penggunaan pestisida, dampak negatif tersebut diantaranya kasus keracunan pada
manusia, ternak, polusi lingkungan dan resistensi hama. Data yang dikumpulkan
WHO menunjukkan 500.000-1.000.000 orang per tahun di seluruh dunia telah
mengalami keracunan pestisida dan sekitar 500-1000 orang per tahun diantaranya
mengalami dampak yang sangat fatal seperti kanker, cacat, kemandulan dan
gangguan pada hepar. Penggunaan pestisida yang tidak terkendali akan
menimbulkan bermacam-macam masalah kesehatan dan pencemaran lingkungan.
Penggunaan pestisida yang dipengaruhi oleh daya racun, volume dan tingkat
pemajanan secara signifikan mempengaruhi dampak kesehatan. Semakin tinggi
daya racun pestisida yang digunakan semakin banyak tanda gejala keracunan yang
dialami petani. (Maria, 2009)
Manusia dapat terpajan pestisida secara langsung dan tidak langsung.
Pajanan pestisida secara langsung dapat terjadi pada saat pengaturan di lahan
pertanian, akibat pekerjaan dan pada waktu di rumah. Pajanan pestisida tidak
langsung terjadi melalui air minum, udara, debu dan makanan. Pajanan pestisida
secara tidak langsung lebih sering terjadi dibandingkan paparan langsung.
Diperkirakan bahwa sebanyak 25 juta pekerja pertanian mengalami keracunan
pestisida setiap tahun di seluruh dunia yang tidak disengaja. (Catur Yuantari, dkk,
2013)
Pada paper yang disajikan ini saya akan mengkaji dampak pajanan pestisida
yang masuk ke tubuh petani berbasis analisis risiko yaitu melalui tahap
identifikasi bahaya. Sehingga dapat digunakan untuk menentukan program atau
kegiatan pencegahan pajanan pestisida pada tubuh petani. Oleh karena itu,
penulis tertarik melakukan penulisan paper tentang “Faktor Resiko Penggunaan
Pestisida Terhadap Kesehatan Petani di kecamatan Berastagi Tahun 2016”.
Agar dapat menambah pengetahuan dan menjadi sadar tentang pentingnya
kesehatan sehingga dapat membantu mencegah dan meminimalisir masalah baik
penyakit maupun keracunan akibat pestisida pada petani tersebut.

3
II. Permasalahan
Pada masa sekarang ini dan masa mendatang, orang lebih menyukai produk
pertanian yang alami dan bebas dari pengaruh pestisida walaupun produk
pertanian tersebut di dapat dengan harga yang lebih mahal dari produk pertanian
yang menggunakan pestisida. Pestisida yang paling banyak menyebabkan
kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida
sintetik, yaitu golongan organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh
senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini
peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai. (Sularti, 2012)
Dalam beberapa kasus keracunan pestisida langsung, (Djojosumarto, 2008)
menyatakan bahwa pekerjaan yang paling sering menimbulkan kontaminasi
adalah saat mengaplikasikan terutama menyemprotkan pestisida. Penyemprotan
pestisida yang tidak memenuhi aturan akan mengakibatkan banyak dampak, di
antaranya dampak kesehatan bagi manusia yaitu timbulnya keracunan pada petani
itu sendiri. (Djafaruddin, 2008)
Berdasarkan hasil survei pendahuluan masih banyak penggunaan pestisida
oleh petani di Kecamatan Berastagi yang kurang tepat. Diantaranya penyimpanan
pestisida yang kurang diperhatikan. Pencampuran yang tidak menggunakanan
APD. Pada saat penyemprotan petani tidak menggunakan alat pelindung diri yang
lengkap bahkan beberapa diantaranya melakukan penyemprotan sambil merokok
bahkan tidak memperhatikan arah angin. Penyemprotan sering dilakukan pada
pagi hari dan dilanjutkan dengan menyiangi tanaman sehingga petani seringkali
tidak langsung mandi setelah melakukan penyemprotan. Namun biasanya petani
hanya mencuci tangan kemudian beristirahat sebentar sambil merokok di sekitar
lahan pertanian. Petani biasanya mandi pada sore hari setelah selesai melakukan
pekerjaan di ladang mereka. Beberapa petani mengaku sering merasakan gatal di
kulit, pusing, dan mual setelah melakukan penyemprotan. Tetapi karena gejala itu
tidak begitu mengganggu mereka biasanya tidak terlalu mempermasalahkannya.
(Roy dkk, 2014)
Tingkat keracunan pestisida akan berpengaruh terhadap status kesehatan
petani di desa Berastagi yang selanjutnya berdampak pada produktivitas, baik

4
pada tingkat individu maupun daerah. Pada tingkat individu, munculnya penyakit
berarti adanya biaya pengobatan dan pengurangan hari kerja efektif. Mengingat
mayoritas penduduknya adalah petani, maka status kesehatan yang rendah
menyebabkan membengkaknya anggaran kesehatan disamping turunnya
produktivitas. Sektor kesehatan ini merupakan komponen utama dalam indeks
pembangunan manusia (IPM). (Roy dkk, 2014)

III. Landasan Teori


A. Pengertian pestisida
Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti
pembunuh, jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Pestisida mempunyai arti yang sangat luas, yang
mencakup sejumlah istilah lain yang lebih tepat, karena pestisida lebih banyak
berkenaan dengan hama yang digolongkan kedalam senyawa racun yang
mempunyai nilai ekonomis dan diidentifikasikan sebagai senyawa kimia yang
dapat digunakan untuk mengendalikan, mencegah, menangkis, mengurangi jasad
renik pengganggu (Sutikno, 2000). Secara luas pestisida diartikan sebagai suatu
zat yang bersifat racun, menghambat pertumbuhan/perkembangan, tingkh laku,
perkembangbiakan, kesehatn, pengaruh hormon, penghambat makanan, membuat
mandul, sebagai pengikat, penolak dan aktivitas lainnya yang mempengaruhi
OPT. Sedangkan menurut The United State Federal Environmental Pestiade
Control Act, Pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk
memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda,
cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus,
bakteri atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau
semua zat atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan
tanaman atau pengering tanaman. (Maria, 2009)
B. Dampak Pestisida
Dampak negatif penggunaan pestisida dilingkungan pemberantasan hama
dan penyakit tanaman dengan menggunakan pestisida dapat menimbulkan
masalah ekologi yang rawan. Keadaan ini mengakibatkan pencemaran tanah dan

5
air, adanya resiko yang tinggi keracunan bagi manusia yang memperlakukan
pestisida dan tanaman, kemungkinan adanya residu pestisida yang tinggi pada
produk-produk yang dipasarkan dan biaya produksi yang tinggi. Dewasa ini kasus
mengenai residu atau pencemaran pestisida pada hasil pertanian menjadi sorotan
tajam. Hal ini disebabkan karena residu pestisida yang terkandung pada tanaman
yang dikonsumsi dapat mengganggu kesehatan manusia bahkan membahayakan
manusia. Dalam kaitan ini, pengujian analisis residu pestisida di laboratorium
selalu digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah hasil pertanian ada
pada tingkat yang aman atau tidak untuk dikonsumsi.
1. Dampak Bagi Kesehatan Petani
Penggunaan pestisida bisa mengontaminasi pengguna secara langsung
sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini, keracunan bisa
dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu keracunan akut ringan, keracunan akut
berat dan kronis. Keracunan akut ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi
kulit ringan, badan terasa sakit dan diare. Keracunan akut berat menimbulkan
gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernapas keluar air liur, pupil mata
mengecil dan denyut nadi meningkat. Selanjutnya, keracunan yang sangat berat
dapat mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan
tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun, Keracunan kronis
dalam jangka waktu yang lama bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa
gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida
diantaranya iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta
gangguan saraf, hati, ginjal dan pernapasan. (Maria, 2009)
2. Dampak Bagi Konsumen
Dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan kronis
yang tidak segera terasa. Namun, dalam jangka waktu lama mungkin bisa
menimbulkan gangguan kesehatan. Meskipun sangat jarang, pestisida dapat pula
menyebabkan keracunan akut, misalnya dalam hal konsumen mengkonsumsi
produk pertanian yang mengandung residu dalam jumlah besar. (Maria, 2009)

6
Selain dampak pestisida diatas dampak lainnya yaitu menghambat
perkembangan kognitif. Pada kehamilan bisa beresiko terjadinya kelainan
bawaan. Residu pestisida ini bisa terdapat dalam jenis buah dan sayuran segar
sehingga kita memerlukan kehati-hatian dalam mengkonsumsinya. Penggunaan
pestisida bisa terjadi pada saat proses produksi di lahan atau selama pasca panen.
Pestisida yang tidak sengaja termakan oleh ibu hamil dapat menyebabkan bayi
cacat lahir. Cacat lahir seperti spina bifida, bibir sumbing, kaki pengkor, dan
sindrom down bisa diakibatkan paparan pestisida. Untuk memperkecil resiko, ibu
hamil harus selektif dalam mengkonsumsi makanan dan minuman. Para ilmuwan
dan dokter mengemukakan bahwa pestisida terutama jenis atrazine dapat
meningkatkan risiko keguguran dan kemandulan (kualitas dan mobilitas spenna
menurun). Paparan pestisida selama 3 bulan sebelum konsepsi dan selama
kehamilan akan meningkatkan resiko keguguran spontan pada ibu hamil. Selain
itu, bayi yang dilahirkan juga beresiko terkena leukemia dan menggangu
kecerdasan anak. Ibu yang terpapar pestisida sejak kehamilan akan berpengaruh
pada pembentukan janin dalam kandungan.
Residu pestisida bisa meningkatkan risiko kelainan bawaan tertentu selama
perkembangan janin. Apalagi selama perkembangannya janin belum mampu
mendetoksifikasi racun yang ada. Pada anak, paparan pestisida dapat
menunrunkan stamina tubuh serta perhatian dan konsentrasinya. Begitu pun
memori dan koordinasi tangan mata yang terganggu, serta semakin besar kesulitan
anak dalam membuat gambar berupa garis sederhana. Pestisida cukup erat
hubungannya dengan kanker. Lebih dari 260 pestisida berkaitan dengan beragam
jenis kanker seperti limfoma, leukemia, saxcoma, jaringan lunak, kanker hati, dan
kanker paru-paru. Salah satu pestisida yaitu atrazine, pembunuh gulma yang
banyak digunakan di pertanian tebu dan terdeteksi dalam air keran. Petani juga
banyak menggunakan berbagai bahan kimia untuk menjaga tanaman dari serangan
hama. Satu jenis buah atau sayuran bisa menggunakan lebih dari 17 macam bahan
kimia, sehingga buah dan sayur paling banyak terpapar pestisida dan residu yang
banyak menempel di kulit buah dijumpai pada apel, pir, serta anggur. Pada

7
sayuran, jenis yang paling banyak terpapar pestisida adalah seledri, paprika,
bayam dan wortel. (Heranayanti, 2012)
3. Dampak Bagi Kelestarian Lingkungan
Dampak penggunaan pestisida bagi pencemaran lingkungan (air, tanah dan
udara), terbunuhnya organisme non target karena terpapar secara langsung,
terbunuhnya organisme non target karena pestisida memasuki rantai makanan,
menumpuknya pestisida dalam jaringan tubuh organisme melalui rantai makanan
(bioakumulasi), pada kasus pestisida yang persisten (bertahan lama), konsentrasi
pestisida dalam tingkat trofik rantai makanan semakin keatas akan semakin tinggi
(bioakumulasi), penyederhanaan rantai makanan alami, penyederhanaan
keragaman hayati, menimbulkan efek negatif terhadap manusia secara tidak
langsung melalui rantai makanan.
4. Dampak Sosial Ekonomi
Penggunaan pestisida yang tidak terkendali menyebabkan biaya produksi
menjadi tinggi, timbulnya biaya sosial, misalnya biaya pengobatan dan hilangnya
hari kerja jika terjadi keracunan, publikasi negatif di media massa (Maria, 2009)
C. Peraturan dan Pengarahan Kepada Para Pengguna
Peraturan dan cara-cara penggunaan pestisida dan pengarahan kepada para
pengguna perlu dilakukan, karena banyak dari pada pengguna yang tidak
mengetahui bahaya dan dampak negatif pestisida terutama bila digunakan pada
konsentrasi yang tinggi, waktu penggunaan dan jenis pestisida yang digunakan.
Kesalahan dalam pemakaian dan penggunaan pestisida akan menyebabkan
pembuangan residu pestisida yang tinggi pada lingkungan pertanian sehingga
akan menganggu keseimbangan lingkungan dan mungkin organisme yang akan
dikendalikan menjadi resisten dan bertambah jumlah populasinya. Untuk
melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya
kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka
peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan
Pemerintah No. 7 Tahun 1973. (Sudarmo, 2000)
Standar keamanan untuk pengaplikasian pestisida dan pengarahan untuk
penggunaan yang aman dari pestisida, seperti cara pelarutan, jumlah (konsentrasi),

8
frekuensi dan periode dari aplikasi, ditentukan oleh aturan untuk meyakinkan
bahwa tingkat residu tidak melebihi dari standar yang telah ditetapkan.
Keamanan dari produk-produk pertanian dapat dijamin bila bahan-bahan kimia
pertanian diaplikasikan berdasarkan standar keamanan untuk pengaplikasian
pestisida. Mengarakan kursus-kursus kepada para pengguna pada penggunaan
yang aman dari pestisida, dengan penggunaan yang bijaksana dari pestisida yang
akan menghasilkan perbaikan dalam produksi dan kualitas pertanian tanpa
meninggalkan dampak negatif pada lingkungan. Kursus-kursus ini dapat diadakan
oleh organisasi industri-industri bahan-bahan kimia pertanian. Setiap kemasan
dari bahan-bahan kimia pertanian harus dilengkapi/menggunakan keterangan
perlindungan bagi keamanan pengguna. Jenis dan tingkat perlindungan berbeda
tergantung pada tingkat keracunan dari masing-masing bahan kimia pertanian.
Penyimpanan yang tepat dari bahan-bahan kimia pertanian dan keterangan
mengenai pelepasan dari bahan kimia pertanian ke lingkungan termasuk tingkat
yang dapat meracuni dan digambarkan pada label dari kemasan tersebut. Dengan
memperhatikan keterangan-keterangan ini, keamanan para pengguna, keamanan
dari pangan, keamanan dari konsumen pangan dan keamanan lingkungan dapat
diwujudkan. ( Diana, 2001)
D. Pencemaran Oleh Pestisida
Tahun 1942 merupakan awal dari gerakan revolusi kimia dalam bidang
pertanian, dimana pada tahun itu telah berhasil diciptakan suatu pestisida buatan
(sintesis) yang merupakan suatu bentuk persenyawaan yang digugus aktif. Melalui
penggunaan pestisida, hama-hama yang merusak tumbuhan pertanian dapat
dimusnahkan. Sehingga kemudian manusia terus menggunakan senyawa kimia ini
untuk menuntaskan masalah-masalah hama pertanian. Pestisida pertama yang
dihasilkan adalah jenis DDT (Dikhloro Difenil Trikhloroetana, dan kemudian
diikuti oleh bermaca-macam jenis lainnya. Senyawa DDT mempunyai daya racun
yang sangat luas. Bahan aktif yang dikandung oleh pestisida tersebut tidak hanya
membunuh serangga dan hama pertanian lainnya, tetapi juga membunuh hewan
ternak dan manusia. (Heryando, 2008)

9
Penggunaan pestisida dalam jumlah kecil sudah dapat membahayakan
mereka yang sensitif terhadap pestisida. Termasuk dalam jenis pestisida
pembasmi hama biasa, seperti DDT, obat pembasmi kecoak/lipas dan tikus, yang
lazim digunakan sehari-hari dalam rumah tangga. Bagi kelompok yang sensitif,
penggunaan pestisida sedikit saja mengakibatkan asma, bronkitis (gangguan pada
saluran pernapasan), eksim, dan sakit kepala yang terus-menerus. Jika pestisida di
satu pihak sangat membantu pertanian, di pihak lain merusak fungsi kekebalan
tubuh manusia yaitu keadaan yang membuat tubuh makin mudah terinfeksi virus
atau bakteri, dan yang mengurangi kemampuan tubuh memperbaiki dirinya
sendiri. Kerusakan terus-menerus dan sistem kekebalan itu akan menambah besar
kemungkinan orang untuk menderita penyakit kanker dan berbagai penyakit
jantung. Tubuh manusia menimbun pestisida di dalam jaringan otak, sumsum
tulang, hati, usus dan limpa dengan menghirup pestisida ataupun bekas-bekasnya
melalui pernapasan langsung, dengan kontak badan dengan memakan bekas-bekas
pestisida yang terdapat di dalam makanan dan minuman. Juga dikatakan, dalam
jangka panjang pestisida dapat menambah kepekaan orang terhadap penyakit-
penyakit kronis yang membutuhkan sistem kekebalan tubuh yang baik untuk
memperbaiki atau menjaga kesehatan.(Tresna, 2008)
E. Penggolongan Pestisida
Menurut (Wudianto, 2010) penggolangan pestisida yaitu : a. Berdasarkan
sasaran : 1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang bisa
mematikan semua jenis serangga. 2. Fungisida adalah bahan yang mengandung
senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah
fungsi/cendawan 2. (Isdoyan, 2015) Menurut (Sudarmo, 2007), pestisida setelah
diaplikasikan bila bisa bertahan pada bidang sasaran atau pada lingkungan dalam
jangka waktu yang relatif lama maka dikatakan persisten. Berdasarkan
persistennya, pestisida dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan, yaitu yang
persisten dan yang kurang persisten. Pestisida yang sangat persisten dapat
meninggalkan residu sangat lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui
rantai makanan sebagai contoh adalah organoklorin, seperti dichloro diphenyl
trichloretane (DDT), siklodien, heksaklorosikloheksan (HCH) dan endrin.

10
Pestisida yang tergolong kurang persisten efektif terhadap berbagai jenis OPT
sasaran tetapi di dalam tanah cepat terdegradasi antara lain adalah kelompok
organofosfat, misalnya disulfoton, parathion, diazinon, azodrin, dan 2-gophacide.
(Euis, 2016)
F. Pengendalian Pestisida
Penurunan kadar residu pestisida pada pangan dapat dilakukan dengan
beberapa pendekatan yaitu secara fisik dan kimia. Residu pestisida pada produk
pertanian dapat dikurangi dengan cara mencuci produk tersebut dengan air yang
mengalir untuk beberapa kali, kemudian direndam di dalam air selama satu jam.
Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa detergen dapat digunakan untuk
melepaskan residu pestisida pada buah-buahan. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk menurunkan residu pestisida adalah dengan mengatur
jarak/frekuensi penyemprotan pestisida sesuai dengan golongannya karena masa
degradasi organophosphat dan karbamat dalam lingkungan sekitar 2 minggu,
maka frekuensi/jarak penyemprotan golongan ini adalah 2 minggu sekali. (Eko,
2014)
G. Faktor-faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida
antara lain :
1. Umur; fenomena alam, semakin lama seseorang hidup semakin bertambah
umurnya dan semakin banyak pula pemaparan yang dialaminya. Semakin
bertambah tua seseorang maka kemampuan metabolismenya akan
mengalami penurunan, demikian juga fungsi enzim cholinseterasenya akan
mengalami penurunan aktifitasnya.
2. Tingkat Pendidikan; pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan formal
juga akan memberikan pengaruh terhadap kemampuan adaptasi seseorang
serta lebih mudah menerima pesan-pesan yang disampaikan. Sehingga
penanganan/pengelolaan pestisida juga akan lebih baik.
3. Masa Kerja; merupakan masa waktu berapa lama petani mulai melakukan
pekerjaannya. Sehingga semakin lama ia menjadi petani maka semakin
banyak pula kemungkinan untuk terjadi kontak dengan pestisida. Penurunan

11
aktifitas cholinesterase dalam darah akan terjadi hingga 2 minggu setelah
penyemprotan.
4. Lama kerja per hari; dalam melakukan penyemprotan seseorang tidak boleh
lebih dari 2 jam. Semakin lama melakukan penyemprotan maka akan
semakin tinggi intensitas pemaparan yang terjadi.
5. Jenis pestisida; kaitannya dengan efek fungsi fisiologis yang ditimbulkan
terhadap tubuh, golongan organofosfat dan Carbamate lebih berbahaya
dalam bentuk gas.
6. Dosis pestisida; pemakaian besar, maka akan semakin mempermudah
terjadinya keracunan pada petani pengguna.
7. Frekuensi penyemprotan; semakin sering petani melakukan penyemprotan
dengan menggunakan pestisida, maka akan semakin besar pula
kemungkinan untuk terjadinya keracunan.
8. Waktu penyemprotan; perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan
penyemprotan berkaitan dengan suhu lingkungan yanag dapat membuat
pengeluaran keringat lebih banyak pada siang hari, sehingga akan terjadi
kemungkinan penyerapan pestisida melalui kulit lebih mudah.
9. Arah angin waktu penyemprotan; harus diperhatikan oleh petani pada saat
melakukan kegiatan penyemprotan. Penyemprotan yang baik bila dilakukan
searah dengan arah angin.
10. Penggunaan Alat Pelindung diri; penggunaan alat pelindung diri merupakan
proteksi untuk mecegah terjadinya kecelakaan akibat kerja, termasuk
terjadinya keracunan pestisida pada petani waktu melakukan kegiatan
penyemprotan. (Hendra, 2008)
IV. PEMBAHASAN
Berdasarkan dari landasan teori diatas, maka gangguan kesehatan yang
dialami oleh kebanyakan warga kecamatan Berastagi disebabkan oleh faktor
sebagai berikut:
1. Penyimpanan pestisida merupakan salah satu faktor yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan pestisida. Hasil pengamatan yang dilakukan
sarana penyimpanan pestisida sangatlah sederhana terutama bagi petani yang

12
menyimpan pestisida di kebun/ladang. Ada yang hanya meletakkan di atas papan-
papan yang disusun namun ada juga yang menyimpan dalam gudang atau pondok
sederhana yang tertutup. Petani yang menyimpan di rumah, pestisida diletak di
belakang rumah dalam keadaan masih berlabel. Namun sangat dekat dengan dapur
atau kamar mandi pemilik. Ada juga petani menyimpan pestisida di teras
rumahnya dan posisinya sering terkena dengan sinar matahari. Dari uraian diatas
dapat dikatakan bahwa kesadaran petani mengenai bahaya pestisida masih rendah.
Rendahnya kesadaran ini mungkin disebabkan rendahnya pengetahuan petani
mengenai dampak pestisida pada tubuh. (Eka, 2014) Cara penyimpanan yang
terbuka ini memiliki risiko termakan atau terminum karena tidak jauh dari
jangkauan anak-anak. Menurut aturan penggunaan pestisida, pestisida yang
disimpan dianjurkan untuk disimpan pada ruang tertutup dan terhindar dari sinar
matahari untuk mengurangi faktor terjadinya penguapan akibat reaksi kimia dan
fisika bahan kimia pestisida dengan udara. Selain itu, wadah pestisida yang sudah
digunakan haruslah dibuang dan tidak tersebar dimana-mana. Sebab sisa-sisa
pestisida yang ada di dalam kemasan pestisida yang telah habis pakai bisa saja
mengalami reaksi dengan udara dan mencemari lingkungan bahkan membuat
masyarakat terpapar dengan pestisida secara tidak langsung. Hal ini sesuai dengan
pernyataan (Sudarmo, 2007) bahwa pestisida harus disimpan di tempat yang
khusus dan dikunci agar jauh dari jangkauan anak-anak dan tidak terkena sinar
matahari langsung.
2. Proses Pencampuran Pestisida Sebelum digunakan atau disemprotkan
petani penyemprot biasanya mencampur pestisida terlebih dahulu ke dalam wadah
sebelum dimasukkan ke alat penyemprot. Pencampuran ini dilakukan untuk
melarutkan atau mencampur pestisida sesuai dengan dosis dan takaran yang
dianjurkan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa petani di Kecamatan Berastagi
melakukan proses pencampuran yang masih kurang tepat. Petani mengatakan
bahwa pencampuran sebaiknya dilakukan di ruangan tertutup untuk menghindari
adanya hembusan angin yang dapat menyebabkan terbangnya pestisida mengenai
tubuh petani. Hal ini bertentangan dengan teori bahwa pencampuran pestisida

13
sebaiknya dilakukan di tempat yang memiliki sirkulasi udara yang baik karena di
tempat tertutup pestisida memiliki daya racun yang lebih tinggi sehingga dapat
mengakibatkan keracunan melalui pernapasan. (Soemirat, 2003)
Proses pencampuran pestisida dilakukan pada ember kecil dan kemudian
dituangkan ke pompa gendong. Pada saat mencampur pestisida tersebut, petani
mengaduk pestisida menggunakan sendok kayu, ranting kayu, bahkan ada yang
langsung menggunakan tangan. Alasan yang diutarakan pada petani rata-rata
karena hal tersebut sudah biasa dan tidak ada pengaduk khusus pestisida sehingga
petani menggunakan apa yang ada baik yang dibawa dari rumah ataupun yang ada
disekitarnya. Hal ini dialami pada saat kontak langsung mencampur pestisida
Bahkan ada petani yang mengaku kemerahan dan panas atau sakit seperti rasa
pedih pada bagian yang terkena pestisida yang mana dirasakan pada tangan
mereka dan akan menghilang paling cepat 3 hari dan selambat-lambatnya 10 hari.
Cara mencampur pestisida ini juga menjadi perhatian dalam keselamatan
kerja pada penggunaan pestisida. Dengan metode pencampuran yang seperti ini
maka sangat besar kemungkinan terjadi kontak langsung dengan bahan kimia.
Kontak langsung dalam pencampuran pestisida sangat tidak dianjurkan sebab
kontak langsung dengan pestisida maka akan memicu terjadinya keracunan
pestisida. Lambat laun bila kontak terus terjadi maka petani penyemprot pestisida
dapat mengalami keluhan ataupun gejala-gejala seperti muntah-muntah, mual,
pusing, iritasi dan beberapa gejala lain sesuai dengan tingkat keracunan yang
dialami. (Eka, 2015)
Petani pada saat melakukan pencampuran dan penyemprotan tidak
menggunakan alat pelindung diri yang standar, mereka langsung menyentuh
pestisida dengan konsentrat tinggi sehingga pajanan pestisida dapat juga melalui
dermal. Sebagian besar petani tidak merasakan tubuhnya terkena pajanan pestisida
hanya bagian tangan yang mereka rasakan, bila berdasarkan hasil observasi bagian
punggung petani terkena resapan pestisida pada waktu mengggendong tangki
penyemprot saat melakukan penyemprotan. (Maria dkk, 2015)
Hal yang perlu diperhatikan apabila terkena pestisida pada saat proses
pencampuran ini adalah dengan langsung membersihkannya dengan air dan sabun

14
ataupun arang aktif sesuai dengan sifat dan jenis bahan kimia yang terkena.
Masih banyak petani yang membiarkan saja dirinya kontak langsung dengan
pestisida. Petani merasa terciprat ataupun terkena pestisida sudah merupakan hal
biasa sehingga mereka membiarkan saja tanpa membersihkan pestisida yang
terkena pada tubuh. Menurut Wudianto (2001), sewaktu mempersiapkan pestisida
yang akan disemprotkan, pilihlah tempat yang sirkulasi udaranya lancar.
(Djojosumarto, 2008)
Di tempat tertutup, pestisida yang berdaya racun tinggi terlebih yang mudah
menguap, dapat mengakibatkan keracunan melalui pernapasan bahkan bisa
mengakibatkan kebakaran. Selain itu jangan biarkan anak-anak berada disekitar
lokasi ini. Buka tutup kemasan dengan hati-hati agar pestisida tidak berhamburan
atau memercik mengenai bagian tubuh. Setelah itu tuang dalam gelas ukur,
timbangan atau alat pengukur lain dalam drum atau ember khusus. Bukan wadah
yang biasa untuk keperluan makan, minum dan mencuci. Tambahkan air lagi
sesuai dosis dan konsentrasi yang dianjurkan. Untuk pencampuran pestisida
janganlah dalam tangki penyemprot karena sudah dipastikan apakah pestisida dan
air yang telah tercampur sempurna atau belum. Campuran yang kurang sempurna
akan mengurangi keefektifannya. (Wudianto, 2005)
Proses Penyemprotan Pestisida Penyemprotan pestisida merupakan proses
dimana pestisida digunakan sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida, di antaranya adalah keadaan
angin, suhu udara, kelembaban dan curah hujan. Begitu juga dengan cara
menyemprot pestisida. Diusahakan sebaiknya para petani menyemprot dengan
cara yang dapat menghindari kontak langsung dengan pestisida yang
disemprotkan. Sebab itu pestisida harus disemprotkan sesuai dengan tinggi
tanaman. Semakin tinggi tanaman yang disemprot maka semakin besar risiko
terpajan pestisida baik karena terpercik, terciprat, terbawa aliran udara, ataupun
kontak langsung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penyemprot pestisida
menyemprotkan pestisida pada tanaman yang rendah seperti daun prei, daun sop,
kubis, kentang, tomat, wortel, strawberry dan cabe. Dari keseluruhan tanaman

15
tersebut hanya kebun cabe yang cukup tinggi namun hanya setinggi paha petani.
Metode atau cara menyemprot petani sebagian besar dengan arah ke bawah sesuai
dengan tinggi tanaman. Penyemprotan biasanya dilakukan mulai pukul 06.00–
11.00 pagi dilanjutkan pada sore hari mulai pukul 15.00–18.00 sore bila
diperlukan. Petani berpendapat bahwa penyemprotan pada siang hari dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan pestisida membunuh hama tanaman. Hal
ini sudah benar karena (Djojosumarto, 2008) mengatakan penyemprotan yang
terlalu pagi atau terlalu sore menyebabkan pestisida yang menempel pada bagian
tanaman sulit kering sehingga terjadi keracunan tanaman, sedangkan
penyemprotan pada siang hari menyebabkan bahan aktif pestisida menjadi terurai
oleh sinar matahari sehingga daya bunuhnya menjadi berkurang.
Dari hasil pengamatan petani tidak menggunakan pakaian pelindung
ataupun celemek plastik untuk menghindari bahaya tertumpah atau terpercik.
Petani hanya menggunakan sepatu boot dan topi. Dengan tidak lengkapnya
pemakaian pelindung diri kemungkinan risiko terkena pestisida cukup tinggi
terutama pada petani yang menggunakan pompa gendong sebagai media
penyemprot. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan petani masihlah kurang
tentang risiko bahaya pestisida sehingga bertindak dengan perilaku yang tidak
aman. Sikap dan tindakan petani yang kurang mendukung adalah petani kurang
setuju terhadap pemakaian APD, karena dianggap mengganggu dan kurang
nyaman digunakan. Disamping itu mereka beranggapan bahwa APD tidak terlalu
penting untuk digunakan, karena mereka menganggap selama menggunakan
pestisida mereka baik-baik saja walaupun tanpa menggunakan APD .Penggunaan
pestisida yang begitu tinggi merupakan masalah serius karena akan menyebabkan
tingginya residu pestisida pada tanaman. Selain itu penggunaan yang melebihi
dosis yang ditentukan juga dapat menyebabkan hama menjadi resisten terhadap
pestisida.
Hasil penelitian terdahulu menunjukkan petani menyemprot tanpa
memperhatikan arah angin namun dengan arah bolak-balik sesuai dengan barisan
tanaman. Sebenarnya petani mengetahui bahwa arah penyemprotan yang baik
adalah sesuai dengan arah angin namun mereka menganggap menyemprot dengan

16
memperhatikan arah angin lebih merepotkan dan memakan banyak waktu. Selain
itu belum ditemukan efek langsung dari cara penyemprotan secara bolak-balik
terhadap kesehatan sehingga petani tidak mengubah cara penyemprotannya.
Namun dengan tidak mengikuti arah angin petani berisiko terpapar pestisida
seperti terpercik atau terkena langsung ke bagian tubuh dan pakaian akibat
hembusan angin yang berbalik ke arah tubuh penyemprot. Dan lebih berisiko
apabila pestisida yang disemprotkan langsung mengenai organ mata yang tidak
dilindungi dengan kaca mata pelindung. Sebaiknya petani memakai alat
pelinndung diri yang wajib dikenakan untuk meminimalkan masuknya pestisida
lewat jalur pernapasan, inhalasi dan pencernaan, oleh karena itu pemakaian
masker, topi, sarung tangan, baju lengan panjang dan celana panjang sangat
dianjurkan untuk mengurangi risiko masuknya pestisida dalam tubuh yang dapat
mempengaruhi tingkat cholinesterase. (Eka, 2015)
Penyemprotan pestisida yang hanya berjarak 2 hari sebelum panen dan dosis
peptisida yang di berikan pada sayur terlalu tinggi. Hal ini di sebabkan karena jika
petani menyemprotkan pestisida dengan interval yang jauh dari masa panennya
maka sayur tersebut akan cepat berjamur dan diganggu hama, terutama pada
daunnya. Jadi jika interval penyemprotan tidak terlalu jauh dari masa panennya
maka sayur yang di dapatkan oleh petani akan lebih bagus. Namun, petani hanya
melihat hasil dari sayur tanpa mengetaui berapa waktu yang di butuhkan oleh
pestisida untuk melakukan penguraian pada sayur tersebut. Hal ini sesuai dengan
hasil wawancara bahwa banyak responden masih melakukan penyemprotan
kurang dari satu minggu sebelum dipanen. (Wiji dkk, 2014)
Para petani jarang menggunakan alat pelindung berupa masker pada saat
melakukan penyemprotan dengan alasan sudah terbiasa. Umumnya petani
menggunakan pestisida dalam tangki pencampuran sampai habis karena sudah
memperkirakan sebelumnya volume yang dibutuhkan untuk luas tanaman yang
dimiliki dalam satu kali penyemprotan namun ada juga yang membuang sisanya
di sungai. Setelah penyemprotan sebagian besar petani membersihkan alat-alat
penyemprotan di saluran irigasi, di sungai dan sebagian lainnya di sumur. Hal ini
mencerminkan bahwa pemahaman petani atas bahaya pestisida masih terbatas.

17
Para petani tidak menyadari bahaya pestisida karena salah dalam penggunaannya.
Ada empat macam penanganan pestisida yang beresiko membahayakan pengguna
yaitu membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat insektisida (produk
pestisida yang belum diencerkan), petani umunya menyimpan sesaat di dalam
rumah, mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan,
insektisida dapat masuk lewat kulit ketika melakukan pencampuran;
mengaplikasikan atau menyemprot pestisida, dengan tidak menggunakan masker
penutup mulut dan hidung, insektisida akan terhisap masuk saluran pernafasan
juga menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit; dan mencuci alat-alat
aplikasi yang beresiko mencemari lingkungan (Djojosumarto, 2008). Cara aplikasi
yang digunakan di tempat penelitian sangat berbeda dengan yang sudah
ditentukan. Petani biasa menggunakan tutup botol sebagai takarannya. Sejumlah
air sesuai takaran dimasukkan ke dalam wadah atau tangki alat semprot, lalu
dimasukkan pestisida dengan menggunakan tutup botol dan diaduk sampai
merata. Misalnya membuat konsentrasi 2 ml pestida per liter air maka jumlah
airnya 20 liter dan pestisidanya 40 ml atau 4 x tutup botol. (Euis, 2016)
Ketika pestisida masuk ke dalam tubuh, pestisida akan menempel pada
enzim kholinesterase, akibatnya terjadi hambatan pada aktifitas enzim
kholinesterase, sehingga terjadi akumulasi substrat (asetilkholin) pada sel efektor.
Keadaan tersebut akan menyebabkan gangguan pada syaraf yang berupa aktifitas
kholinergik secara terus menerus akibat asetikholin yang tidak dihidrolisis.
Asetilkholin berperan sebagai jembatan penyebrangan bagi mengalirnya getara-
getaran syaraf. Melalui sistem syaraf inilah organ-organ didalam tubuh menerima
informasi untuk mempergiat atau mengurangi aktifitas sel pada organ. Pada
sistem syaraf, stimulasi yang diterima dijalarkan melalui serabut-serabut syaraf
(akson) dalam bentuk impuls. Setelah impuls syaraf oleh asetilkholin
diseberangkan/diteruskan melalui serabut, enzim kholinesterase memecahkan
asetilkholin dengan cara menghidrolisis asetilkholin menjadi kholin dan sebuah
ion asetat, impuls syaraf kemudian berhenti. (Hendra, 2008)
Karena itu penggunaan alat pelindung diri yang lengkap sangatlah
dianjurkan bagi penyemprot pestisida. Penggunaan APD oleh aplikator atau

18
penyemprot pestisida akan menurunkan risiko terpajan pestisida, berdasarkan
Permenkes No. 258/ MENKES/PER/III/1992 tentang Persyaratan Penggunaan
Pestisida, untuk perlengkapan pelindung yang minimal harus digunakan
berdasarkan jenis pekerjaan dan klasifikasi pestisida khusus penyemprotan di luar
gedung dengan klasifikasi pestisida yaitu:(1) Pestisidia yang sangat berbahaya
sekali: sepatu boot, baju terusan lengan panjang dan celana lengan panjang, topi,
pelindung muka, masker, dan sarung tangan. (2)Pestisida yang sangat berbahaya:
sepatu kanvas, baju terusan lengan panjang dan celana lengan panjang, topi,
masker. (3) Pestisida yang berbahaya; sepatu kanvas, baju terusan lengan panjang
dan celana panjang, topi, masker. 4. Pestisida yang cukup berbahaya: sepatu
kanvas, baju terusan lengan panjang dan celana panjang, topi.
Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan perkataan lain,
perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai
tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara sadar oleh
individu yang bersangkutan. Skinner dalam Notoadmodjo (2010) seorang ahli
psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang
terhadap stimul (rangsangan dari luar),oleh karena perilaku itu terjadi melalui
proses adanya stimulus terhadap organism dan kemudian organisme tersebut
merespons. Pengetahuan adalah hasil penginderan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga,
dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Karena dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa prilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi skiap tidak
dapat langsung dilihat tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuain raeksi terhadap stimulus
tertentu. ( Isdoyan, 2015) Dengan pengetahuan yang dimiliki oleh para petani dan
sikap yang sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan maka efektifitas dalam
penggunaan pestisida akan menurun dan mengurangi risiko terhadap konsumen.

19
V. Kesimpulan
Petani merupakan pekerja sektor informal sehingga sangat tergantung dari
peran pemerintah terkait dengan keselamatan kerja dan keamanan pangan sebagai
produk hasil pertanian. Perilaku dan pengetahuan yang kurang tepat dalam
penggunaan pestisida akan berdampak pada kesehatan dan pencemaran
lingkungan. Sebaiknya perlu dilakukan peningkatan pengetahuan petani dalam
menggunakan pestisida. Dengan harapan, pengetahuan yang dimiliki petani
tentang pestisida tepat dan benar yang nantinya akan berperilaku tepat dan benar
juga dalam menggunakan pestisida di lahan pertanian sehingga pencemaran pada
lingkungan dan kesehatan petani akan menjadi lebih baik. Faktor Risiko yang
berhubungan dalam penggunaan pestisida dengan keluhan kesehatan yang
dirasakan pada petani penyemprot di Kecamatan Berastagi adalah kurangnya
pengetahuan petani terhadap penyimpanan, pencampuran dan penyemprotan
pestisida.
Untuk itu, pemerintah perlu mengontrol dan mengawasi petani dalam
menggunakan pestisida hal ini dapat dilakukan oleh Dinas Pertanian untuk
memantau penggunaan pestisida oleh petani. Sebaiknya petani saat menggunakan
pestisida memperhatikan petunjuk pada label yang terdapat pada kemasan. Saat
melakukan pencampuran, perlu memperhatikan jenis pestisida yang dicampur
yaitu bahan aktifnya, jumlah pestisida yang boleh dicampur, serta ketepatan dosis.
Disamping itu perlu kepatuhan petani dalam menggunakan alat pelindung diri
selama menggunakan pestisida.
Diharapkan kepada petani agar mempunyai perilaku yang baik dalam
penggunaan pestisida sehingga tidak terjadi keluhan kesehatan, perlunya
ditingkatkan penyuluhan dan sosialisasi pada petani tentang tata cara
penggunaan pestisida secara baik, perlunya ditingkatkan penyuluhan dan
sosialisasi pada petani tentang bahaya pestisida dan dampak negatif dari pestisida.

20
VI. Saran
Berdasarkan simpulan diatas, maka saran yang dikemukakan adalah :
1. Sebaiknya program kerja Dinas Pertanian dengan Dinas Kesehatan
mengenai kesehatan petani dalam penggunaan pestisida saling terkait
dimana Dinas Pertanian menggalakkan penyuluhan tentang bagaimana
mengaplikasikan pestisida yang tepat dan aman serta bahaya-bahaya apa
yang dapat ditimbulkan oleh pestisida. Sedangkan Dinas Kesehatan
memantau kesehatan petani terutama diwaspadai mengenai gejala dan
tanda-tanda keracunan pestisida. Penekanan materi penyuluhan meliputi:
Pengetahuan pestisida dan bahayanya, penggunaan dosis sesuai aturan,
praktek penanganan pestisida dari mulai mencampur sampai menyimpan
sisa pestisida, penanganan sisa kemasan, waktu yang tepat untuk
melakukan penyemprotan , pemakaian APD, arah angin serta penyakit
kronis akibat dari keracunan pestisida.
2. Perlu dilakukan evaluasi dan monitoring di lapangan dari hasil penyuluhan
yang telah dilakukan selama ini.
3. Dinas Pertanian perlu melakukan pemeriksaan residu pestisida pada tanah,
air serta sayuran untuk mendapatkan hasil pertanian yang baik serta layak
dikonsumsi.
4. Mengaktifkan kelompok tani yang telah terbentuk dalam menjalankan
program Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan dalam meningkatkan
penggunaan pestisida yang benar dan tepat serta mencegah kerusakan
lingkungan akibat penggunaan pestisida.

21
Daftar Pustaka

Budi Sungkawa, Hendra. 2008. Hubungan Riwayat Paparan Pestisida Dengan


Kejadian Goiter pada Petani Hortikultura. Thesis. Universitas Diponogoro,
Semarang.
Catur Yuantari, Budi Widiarnako, Henna Rya. 2013. Tingkat Pengetahuan Petani
Dalam Menggunakan Pestisida. ISBN 978-602-17001-1-2, 142-148.
Djafaruddin. 2008. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Jakarta: Bumi
Aksara.
Djojosumarto. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta: Kanisisus.
Hartini, Eko. 2014. Kontaminasi Residu Pestisida dalam Buah Melon. KEMAS 10
(1) (2014), ISSN 1858-1196.
Hernayanti. 2012. Bahaya Pestisida Terhadap Lingkungan. Bio.Unsoed.ac.id.1-6.
Kardinan. 2000. Pestisida Ramuan Nabati dan Aplikasi. Jakarta: Penebar
Surabaya.
Mahyuni, Eka Lestari. 2015. Faktor Resiko Dalam Penggunaan Pestisida
Terhadap Keluhan Kesehatan pada Petani di Kecamatan Berastagi
Kabupaten Karo. Vol.9, No.1, Maret 2015, pp. 79 – 89 ISSN: 1978 – 0575,
79-89.
Maria, Budi, Henna. 2015. Analisis Risiko Pajanan Pestisida Terhadap Kesehatan
Petani. KEMAS 10 (2) (2015), ISSN 1858-1196, 239-245.
Maria Goretti, Catur Yuantari. 2009. Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan
Pestisida dan Dampaknya pada Kesehatan Petani di Area Pertanian
Hortikultura Desa Sumber Rejo Jawa Tengah. Thesis. Universitas
Diponogoro, Semarang.
Nur, Isdoyan. 2015. Hubungan Perilaku Petani Jeruk Keprok dalam Penggunaan
Pestisida Kimia dengan Keluhan Kesehatan Petani di Desa Sari Murni
Randangan, 1-9.
Palar, Heryando. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Lingkungan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Roy, Indra, Devi. 2014. Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida dan Alat
Pelindung diri (APD) Serta Keluhan Kesehatan Petani di Desa Suka Julu
Kecamatan Barus Jahe., 1-7.
Sastrawijaya, Tresna. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
Soemirat. 2003. Toksikologi Lingkungan. Bandung: Gadjah Mada University
Press.
Sofia, Diana. 2001. Pengaruh Pestisida Dalam Lingkungan Pertanian. digitalized
by USU digital librar, 1-7.
Sudarmo. 2007. Pestisida. Yogyakarta: Kanisius.
Sularti, Abi Muhlisin. 2012. Tingkat Pengetahuan Bahaya Pestisida dan
Kebiasaan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dilihat dari Munculnya Tanda
Gejala Keracunan Pada Kelompok Tani di Karanganyar. 154-164.
Sutikno. 2000. Dasar-dasar Pestisida dan Dampak Penggunaannya. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Suyono. 2014. Pencemaran Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
Umar Fahmi, Achmadi. 2012. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Wudianto. 2005. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Swadaya.
Wiji, Zulfan, Tengku. 2014. Hubungan Pengetahuan, Persepsi dan Perilaku
Petani dalam Penggunaan Pestisida pada Lingkungan di Kelurahan
Maharatu Pekanbaru. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Riau,
220-237.

Anda mungkin juga menyukai