Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN


INTOKSIKASI
ORGANOFOSFAT

MITRA KELUARGA DELTAMAS

i
TAHUN 2023

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
PRAKATA.................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 2
1.3 Tujuan........................................................................................... 2
1.4 Manfaat.......................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian...................................................................................... 3
2.2 Keracunan Pestisida..................................................................... 4
2.3 Cara Masuk Pestisida Ke Tubuh................................................. 5
2.3.1 Kontaminasi Melalui Kulit (Dermal Contamination)......... 5
2.3.2 Terhisap Masuk Ke Dalam Saluran Pernapasan (Inhalation) 6
2.3.3 Masuk Ke Dalam Saluran Pencernaan Makanan Melalui
Mulut (Oral)......................................................................... 7
2.4 Gejala Keracunan Pestisida......................................................... 8
2.5 Mekanisme Kerja.......................................................................... 8
2.6 Pertolongan Pertama.................................................................... 9
2.7 Pencegahan Keracunan Pestisida................................................ 10
2.7.1 Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)............ 11
2.7.2 Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)........... 15
2.7.3 Pencegahan Tingkat Ketiga (Tersier Prevention)................ 16
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................... 17
ii
3.2 Saran.............................................................................................. 17
3.2.1 Kepada Masyarakat............................................................... 17
3.2.2 Kepada Mahasiswa Keperawatan......................................... 18
3.2.3 Kepada Perawat.................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pestisida yang merupakan salah satu hasil teknologi modern telah terbukti mempunyai
peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian. Kenyataannya membuktikan bahwa
di beberapa negara yang sedang berkembang, produksi pertanian meningkat tinggi setelah
aplikasi pestisida. Penggunaan bahan-bahan beracun itu pada awalnya dianggap sebagai cara
yang ampuh untuk mematikan unsur-unsur pengganggu tanaman pertanian, kemudian
penyebaran racun ke tanaman pangan justru menimbulkan masalah baru yang lebih berat.
Resiko bagi keselamatan pengguna adalah kontak langsung terhadap pestisida, yang dapat
mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan akut dapat menimbulkan gejala
sakit kepala, mual, muntah dan sebagainya, bahkan beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi
kulit dan kebutaan. Keracunan kronis tidak selalu mudah diprediksi dan dideteksi karena efeknya
tidak segera dirasakan, walaupun akhirnya juga menimbulkan gangguan kesehatan.
Selama ini, penggunaan pestisida oleh petani bukan atas dasar keperluan pengendalian
secara indikatif, namun dilaksanakan secara “Cover Blanket System” artinya ada atau tidak ada
hama tanaman, racun berbahaya ini terus disemprotkan ke tanaman, teknik penyemprotan yang
kadang melawan arah angin menyebabkan petani memiliki kedudukan ganda yang di kenal
sebagai pelaku dan penderita keracunan pestisida. Sebagai pelaku karena sistem penggunaan
yang tidak tepat sasaran, sehingga dapat menimbulkan bahaya terhadap orang lain. Sebagai
penderita, petani akan mengalami ancaman keracunan akibat pekerjaannya.
Menurut Laode (2001), keracunan pestisida tersebut disebabkan juga bahwa petani tidak
melindungi dirinya dengan masker maupun kaos tangan saat mencampur dan menyemprotkan
cairan pestisidanya. Akibatnya, udara yang dihirup bersamaan saat menyemprot itu masuk ke
dalam jaringan tubuh, terlebih saat bersamaan petani menghisap rokok.

4
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin membahas tentang tinjauan konsep
tentang keracunan pestisida beserta penatalaksanaan yang dapat dilakukan sebagai upaya
penanganan keracunan pestisida.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan tinjauan konsep terkait keracunan pestisida;
2. Mendeskripsikan pertolongan pertama pada keracunan pestisida;

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Pestisida (Inggris: pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti
mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umum pestisida dapat didefenisikan
sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest
(hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas peredaran,
penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta
jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
b. Memberantas rerumputan
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak
termasuk pupuk
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan atau ternak
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah
tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.

5
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah
atau air.

Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah sebagai
berikut.
1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah,
atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri,
jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang
terdapat pada manusia dan binatang.
2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman
atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).

2.2 Keracunan Pestisida


Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia ke dalam tubuh manusia melalui
kontak langsung, inhalasi, ingesti, dan absorpsi sehingga menimbulkan dampak negatif bagi
tubuh. Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga
mengakibatkan keracunan.
Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Keracunan akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan
terasa sakit dan diare.
b. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas,
keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi meningkat, pingsan.
c. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan menimbulkan
gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan
penggunaan pestisida diantaranya: iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada
bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernafasan.
Ada 4 macam pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam penggunaan
pestisida yakni:

6
a. Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida (produk pestisida yang
belum diencerkan).
b. Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan.
c. Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida.
d. Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.
Diantara keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan kontaminasi
adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida. Namun yang paling
berbahaya adalah pekerjaan mencampur pestisida. Saat mencampur, kita bekerja dengan
konsentrat (pestisida dengan kadar tinggi), sedang saat menyemprot kita bekerja dengan pestisida
yang sudah diencerkan.

2.3 Cara Masuk Pestisida Ke Tubuh


Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yakni: kontaminasi
memalui kulit (dermal contamination), terhisap masuk kedalam saluran pernafasan (inhalation)
dan masuk melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral).

2.3.1 Kontaminasi Melalui Kulit (Dermal Contamination)


Pestisida yang menempel di permukaan kulit bias meresap masuk ke dalam tubuh dan
menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling
sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan keracunan akut. Lebih dari 90% kasus
keracunan diseluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit. Risiko bahaya karena
kontaminasi lewat kulit dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut:
a. Toksitas dermal (dermal LD 50) pestisida yang bersangkutan maka makin rendah angka
LD 50 makin berbahaya.
b. Konsentrasi pestisida yang menempel pada kulit, yaitu semakin pekat pestisida maka
semakin besar bahayanya.
c. Formulasi pestisida misalnya formulasi EC dan ULV atau formulasi cair lebih mudah
diserap kulit dari pada formulasi butiran.
d. Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya mudah sekali meresapkan
pestisida. Kulit punggung tangan lebih mudah meresapkan pestisida dari pada kulit
telapak tangan.
7
e. Luas kulit yang terpapar pestisida yaitu makin luas kulit yang terpapar makin besar
risikonya.
f. Kondisi fisik yang bersangkutan. Semakin lemah kondisi fisik seseorang, maka semakin
tinggi risiko keracunannya.

Dalam penggunaanya atau aplikasi pestisida, pekerjaan-pekerjaan yang menimbulkan


risiko kontaminasi lewat kulit adalah sebagai berikut.
a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh droplet atau drift
pestisidanya dan menyeka wajah dengan tangan, lengan baju atau sarung tangan yang
terkontaminasi pestisida.
b. Pencampuran pestisida.
c. Mencuci alat-alat pestisida.

2.3.2 Terhisap Masuk Ke Dalam Saluran Pernapasan (Inhalation)


Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung merupakan yang
terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus
(misalnya, kabut asap dari fogging) dapat masuk kedalam paru-paru, sedangkan partikel yang
lebih besar akan menempel di selaput lendir hidung atau di kerongkongan. Bahaya penghirupan
pestisida lewat saluran pernapasan juga dipengaruhi oleh LD 50 pestisida yang terhirup dan
ukuran partikel dan bentuk fisik pestisida.
Pestisida berbentuk gas yang masuk ke dalam paru-paru dan sangat berbahaya. Partikel
atau droplet yang berukuran kurang dari 10 mikron dapat mencapai paru-paru, namun droplet
yang berukuran lebih dari 50 mikron mungkin tidak mencapai paru-paru, tetapi dapat
menimbulkan gangguan pada selaput lendir hidung dan kerongkongan. Gas beracun yang
terhisap ditentukan oleh:
a. Konsentrasi gas di dalam ruangan atau di udara
b. Lamanya paparan
c. Kondisi fisik seseorang (pengguna)

8
Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran pernafasan
adalah sebagai berikut.
a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur dan sebagainya) di ruangan tertutup
atau yang ventilasinya buruk.
b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas (misalnya fumigasi),
aerosol serta fogging, terutama aplikasi di dalam ruangan; aplikasi pestisida berbentuk
tepung (misalnya tepung hembus) mempunyai risiko tinggi.
c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan)

2.3.3 Masuk Ke Dalam Saluran Pencernaan Makanan Melalui Mulut (Oral)


Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan
kontaminasi kulit. Karacunan lewat mulut dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:
a. Kasus bunuh diri.
b. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.
c. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang
terkontaminasi pestisida.
d. Drift (butiran halus) pestisida terbawa angin masuk ke mulut.
e. Meniup kepala penyembur (nozzle) yang tersumbat dengan mulut, pembersihan nozzle
dilakukan dengan bantuan pipa kecil.
f. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya diangkut atau disimpan dekat
pestisida yang bocor atau disimpan dalam bekas wadah atau kemasan pestisida.
g. Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam bekas wadah makanan atau
disimpan tanpa label sehingga salah ambil.

9
2.4 Gejala Keracunan Pestisida

Gejala keracunan khususnya pestisida dari golongan organofosfat dan karbamat tidak
spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti: pusing, mual, dan lemah.
Gejala klinik baru akan timbul bila aktivitas kolinesterase 50% dari normal atau lebih rendah.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel gejala klinis tingkat keracunan pestisida dibawah
ini.

Tabel 2.1 Gejala Klinis untuk Setiap Tingkatan Keracunan Dan Prognosisnya

Aktivitas
Tingkatan
Kolinesterase Gejala Klinis Prognosis
Keracunan
(%)
Lemah, sakit kepala, pening, mau muntah,
Sadar dalam
50-75 Ringan berliur banyak, mata berair, miosis, detak
waktu 1-3 hari
jantung cepat.
Lelah mendadak, penglihatan, berliur banyak
, berkeringat, muntah diare, sukar bernafas, Sadar dalam
25-50 Sedang hipertonia, tremor pada tangan dan kepala, waktu 1-2
miosis, nyeri dada, sianosis pada membran Minggu
mucosa
Tremor mendadak, kejang-kejang, otot tidak Kematian karena
0-25 Berat dapat digerakkan, intensif sianosis, gagal pernafasan
pembengkakan paru, koma. dan gagal jantung

2.5 Mekanisme Kerja


Pestisida meracuni tubuh manusia dengan mekanisme kerja sebagai berikut:
1. Mempengaruhi kerja enzim/hormon.
Enzim dan hormon terdiri dari protein komplek yang dalam kerjanya perlu adanya aktivator
atau kofaktor yang biasanya berupa vitamin. Bahan racun yang masuk kedalam tubuh dapat
menonaktifkan aktivator sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja atau langsung
non aktif. Pestisida masuk dan berinteraksi dengan sel sehingga akan menghambat atau
10
mempengaruhi kerja sel, contohnya gas CO menghambat haemoglobin dalam mengikat
atau membawa oksigen
2. Merusak jaringan sehingga timbul histamin dan serotin. Hal tersebut akan menimbulkan
reaksi alergi, juga kadang-kadang akan terjadi senyawa baru yang lebih beracun.
3. Fungsi detoksikasi hati (hepar).
Pestisida yang masuk ketubuh akan mengalami proses detoksikasi (dinetralisasi) di dalam
hati oleh fungsi hati (hepar). Senyawa racun ini akan diubah menjadi senyawa lain yang
sifatnya tidak lagi beracun terhadap tubuh.

2.6 Pertolongan Pertama


Pertolongan pertama korban keracunan akut pestisida di lapangan menurut Djojosumarto
(2008) adalah sebagai berikut.
1. Sikap dalam menghadapi keracunan akut pestisida.
Segera lakukan pertolongan pertama dan jangan menunggu datangnya ahli untuk menolong.
a. Bekerja dengan tenang sesuai dengan metode.
b. Hindari kontaminasi diri selama melakukan pengobatan.
c. Tentukan tindakan apa yang harus lebih dahulu dilaksanakan seperti mengatasi
pernafasan dan menghentikan kontak lebih lanjut.
2. Tindakan dekontaminasi
a. Akhiri paparan
Pindahkan penderita, jauhkan dari kontaminasi selanjutnya. Hindarkan kontak kulit
dan/atau inhalasi dari uap atau debu pestisida.
b. Tanggalkan pakaian yang terkontaminasi seluruhnya dengan cepat, termasuk sepatu.
Kumpulkan pakaian dalam tempat yang terpisah untuk di cuci sebelum digunakan
lagi.
c. Bersihkan pestisida dari kulit, rambut, dan mata dengan menggunakan air yang
banyak.
3. Tindakan dalam pertolongan pertama
a. Umum

11
Penderita perlu dirawat dengan tenang karena penderita dapat kembali mengalami
agitasi. Tempatkan penderita dalam posisi sebaik mungkin yang akan membantu
mencegah penderita dari bahaya komplikasi.
b. Posisi
Tempatkan penderita dalam posisi miring kesamping dengan kepala lebih rendah
dari tubuh dan kepala menoleh kesamping. Bila pasien tidak sadar jaga agar saluran
nafas tetap terbuka dengan menarik dagu ke depan dan kepala ke belakang.
c. Suhu tubuh
Perawatan harus lebih berhati-hati dengan mengontrol suhu pada penderita yang
tidak sadar. Bila suhu tubuh penderita tinggi sekali dan keringat berlebihan,
dinginkan dengan menggunakan spon air dingin. Bila penderita merasa kedinginan,
dapat ditutupi dengan selimut untuk mempertahankan suhu normal.
d. Pestisida yang tertelan
1) Induksi muntah umumnya tidak dianjurkan sebagai pertolongan pertama.
2) Baca label produk untuk indikasi apakah induksi muntah boleh atau tidak
dilakukan atau bila produk sangat toksik, seperti tanda tengkorak dengan
tulang bersilang atau tanda "tangan merah".
3) Induksi muntah hanya dilakukan pada penderita yang sadar.

e. Pernafasan
Bila terjadi henti nafas (muka atau lidah pasien dapat diputar) dan kemudian dagu
ditarik ke depan untuk mencegah lidah terdorong kebelakang yang akan menutup
jalan nafas.
f. Kejang-kejang
Tempatkan pengganjal padat diantara gigi-gigi dan cegah agar penderita jangan
sampai terluka.
g. Hal yang perlu di perhatikan yaitu jangan biarkan penderita merokok atau minum
alkohol.

2.7 Pencegahan Keracunan Pestisida

12
2.7.1 Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Setiap orang yang dalam pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida seperti petani
penyemprot, harus mengenali dengan baik gejala dan tanda keracunan pestisida. Tindakan
pencegahan lebih penting daripada pengobatan. Sebagai upaya pencegahan terjadinya keracunan
pestisida sampai ke tingkat yang membahayakan kesehatan, orang yang berhubungan dengan
pestisida harus dapat memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Memilih Pestisida
Memilih bentuk atau formulasi pestisida juga sangat penting dalam penggunaan pestisida.
Formulasi pestisida yang bagainana yang harus kita pilih, apakah cairan, butiran, atau bentuk
lainnya. Kalau dilihat dari bahaya pelayangan di udara, pestisida berbentuk butiran paling
sedikit kemungkinannya untuk melayang. Pestisida yang berbentuk cairan, bahaya
pelayangannya lebih kecil jika dibandingkan dengan pestisida berbentuk tepung. Disamping
itu pertimbangan lain dalam memilih formulasi pestisida adalah alat yang akan digunakan
untuk menyebarkan pestisida tersebut. Bila kita memiliki alat penyemprot tentunya kita lebih
tepat menggunakan pestisida berbentuk cairan Emulsible Concentrate (EC), Wettable Powder
(WP), atau Soluble Powder (SP). Apabila tidak ada alat sama sekali, kita pilih pestisida yang
berbentuk butiran.
b. Alat Yang Digunakan dalam Aplikasi Pestisida
Menurut Wudianto (2007) alat yang digunakan dalam aplikasi pestisida tergantung formulasi
yang digunakan. Pestisida yang berbentuk butiran (granula) untuk menyebarkan tidak
membutuhkan alat khusus, cukup dengan ember atau alat lainnya yang bisa digunakan untuk
menampung pestisida tersebut dan sarung tangan agar tangan tidak berhubungan langsung
dengan pestisida. Pestisida berwujud cairan Emulsible Concentrate (EC) atau bentuk tepung
yang dilarutkan Wettable Powder (WP) atau Soluble Powder (SP) memerlukan alat
penyemprot untuk menyebarkan. Sedangkan pestisida yang berbentuk tepung hembus bisa
digunakan alat penghembus. Pestisida berbentuk fumigant dapat diaplikasikan dengan alat
penyuntik pohon kelapa untuk jenis insektisida yang digunakan memberantas penggerek
batang. Alat penyemprot yang biasa digunakan yaitu penyemprot gendong, pengabut
bermotor tipe gendong (Power Mist Blower and Duster), mesin penyemprot tekanan tinggi
(High Pressure Power Sprayer), dan jenis penyemprot lainnya. Penggunaan alat penyemprot

13
ini disesuaikan dengan kebutuhan terutama yang berkaitan dengan luas areal pertanian
sehingga pemakaian pestisida menjadi efektif.
c. Teknik dan Cara Aplikasi
Teknik dan cara aplikasi ini sangat penting diketahui oleh pengguna pestisida, terutama untuk
menghindarkan bahaya pemaparan pestisida terhadap tubunya, orang lain dan lingkungannya.
Ada beberapa petunjuk dan teknik serta cara aplikasi pestisida yang diberikan oleh pemerintah
yaitu:
1. Gunakanlah pestisida yang telah terdaftar dan memperoleh izin dari menteri Pertanian R.I
Jangan sekali-sekali menggunakan pestisida yang belum terdaftar dan memperoleh izin.
2. Pilihlah pestisida yang sesuai dengan hama atau penyakit tanaman serta jasad sasaran
lainnya yang akan dikendalikan, dengan cara lebih dahulu membaca keterangan kegunaan
pestisida dalam label pada wadah pestisida.
3. Belilah pestisida dalam wadah asli yang tertutup rapat dan tidak bocor juga tidak rusak,
dengan label asli yang berisi keterangan lengkap dan jelas, jangan membeli dan
menggunakan pestisida dengan label dalam bahasa asing.
4. Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum bekerja dengan
pestisida itu.
5. Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di tempat terbuka atau
dalam ruangan dalam ventilasi baik.
6. Pakailah sarung tangan dan gunakanlah wadah, alat pengaduk dan alat penakar khusus
untuk pestisida.
7. Gunakanlah pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan menggunakan
pestisida dengan takaran yang berlebihan atau kurang karena dapat mengurangi
keefektifannya.
8. Periksalah alat penyemprot dan usahakanlah supaya dalam keadaan baik, bersih dan tidak
bocor.
9. Hindarkanlah pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata, mulut dan
pakaian.
10. Apabila ada luka pada kulit, tutuplah luka tersebut dengan baik sebelum bekerja dengan
perban. Pestisida lebih mudah terserap melalui kulit yang terluka.

14
11. Pilihlah pestisida yang sesuai dengan hama atau penyakit tanaman serta jasad sasaran
lainnya yang akan dikendalikan, dengan cara lebih dahulu membaca keterangan kegunaan
pestisida dalam label pada wadah pestisida.
12. Belilah pestisida dalam wadah asli yang tertutup rapat dan tidak bocor juga tidak rusak,
dengan label asli yang berisi keterangan lengkap dan jelas, jangan membeli dan
menggunakan pestisida dengan label dalam bahasa asing.
13. Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum bekerja dengan
pestisida itu.
14. Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di tempat terbuka atau
dalam ruangan dalam ventilasi baik.
15. Pakailah sarung tangan dan gunakanlah wadah, alat pengaduk dan alat penakar khusus
untuk pestisida.
16. Gunakanlah pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan menggunakan
pestisida dengan takaran yang berlebihan atau kurang karena dapat mengurangi
keefektifannya.
17. Periksalah alat penyemprot dan usahakanlah supaya dalam keadaan baik, bersih dan tidak
bocor.
18. Hindarkanlah pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata, mulut dan
pakaian.
19. Apabila ada luka pada kulit, tutuplah luka tersebut dengan baik sebelum bekerja dengan
perban. Pestisida lebih mudah terserap melalui kulit yang terluka.
20. Selama menyemprot pakailah alat pengaman, berupa masker penutup hidung dan mulut,
sarung tangan, sepatu boot, dan jaket atau baju berlengan panjang.
21. Jangan menyemprot melawanan dengan arah angin.
22. Waktu yang baik untuk penyemprotan adalah pada waktu terjadi aliran udara naik
(thermik) yaitu antara pukul 08.00-11 WIB atau sore hari pukul 15-18.00 WIB.
Penyemprotan terlalu pagi atau terlalu sore mengakibatkan pestisida yang menempel pada
bagian tanaman akan terlalu lama mengering mengakibatkan tanaman yang disemprot
keracunan.

15
23. Peyemprot segera mandi dengan bersih menggunakan sabun dan pakaian yang digunakan
segera dicuci.
24. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan penyemprotan.
25. Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Air bekas cucian
sebaiknya dibuang ke lokasi yang jauh dari sumber air dan sungai.

d. Tempat menyimpan Pestisida


Tempat menyimpan pestisida biasa berupa almari atau peti khusus atau biasa juga ruangan
khusus yang tidak mudah dijangkau anak-anak atau hewan piaraan. Bila perlu tempat
penyimpanan ini dikunci kemudian letakkan tempat penyimpanan ini jauh dari tempat bahan
makanan, minuman, dan sumber api. Peletakan pestisida tidak dianjurkan di gudang bahan
makanan.
Usahakan tempat pestisida mempunyai ventilasi yang cukup, tidak terkena matahari langsung,
dan tidak terkena air hujan agar pestisida tidak rusak.
e. Mengelola wadah Pestisida
Pestisida harus tetap tersimpan dalam wadah atau bungkus aslinya yang memuat label atau
keterangan mengenai penggunaannya. Dengan demikian bila ata keracunan akan digunakan
lagi petujukya masih jelas. Wadah tidak bocor dan tertutup rapat. Bila terkena uap air atau zat
asam, pestisida bias rusak dan tidak efektif lagi. Pindahkan isi bila wadah bocor ke tempat
yang merek dagangnya sama dengan petunjuk yang masih jelas. Bila tidak ada, pindahkan ke
tempat lain yang tertutup rapat dengan menuliskan keterangan mengenai merek dagangnya,
bahan aktifnya, kegunaannya, dan cara penggunaanya. Wadah pestisida yang sudah tidak
berguna dirusak agar tidak dimanfaatkan untuk keperluan lain atau dengan cara mengubur
wadah tersebut jauh dari sumber air.

2.7.2 Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)


Dalam penanggulangan keracunan pestisida penting dilakukan untuk kasus keracunan akut
dengan tujuan menyelamatkan penderita dari kematian yang disebabkan oleh keracunan akut.
Adapun penanggulangan keracunan pestisida adalah sebagai berikut:

16
a. Organofosfat, bila penderita tak bernafas segara beri nafas buatan , bila racun terlelan lakukan
pencucian lambung dengan air, bila kontaminasi dari kulit, cuci dengan sabun dan air selama
15 menit. Bila ada berikan antidot: pralidoxime(Contrathion). Pengobatan keracunan
organofosfat harus cepat dilakukan. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan
dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya gejala
penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat,
pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt kholinesterase harus diukur dan bila
kandungannya jauh dibawah normal, keracunan mesti terjadi dan gejala segera timbul. Beri
atropine 2mg iv/sc tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi yaitu: muka kemerahan,
pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140 x/menit. Ulangi pemberian atropin bila
gejala-gejala keracunan timbul kembali. Awasi penderita selama 48 jam dimana diharapkan
sudah ada recovery yang komplit dan gejala tidak timbul kembali. Kejang dapat diatasi
dengan pemberian diazepam 5 mg iv, jangan diberikan barbiturat atau sedativ yang lain.
b. Carbamat, penderita yang gelisah harus ditenangkan, recoverery akan terjadi dengan cepat.
Bila keracunan hebat, beri atropin 2 mg oral/sc dosis tunggal dan tak perlu diberikan obat-
obat lain.

2.7.3 Pencegahan Tingkat Ketiga (Tersier Prevention)


Upaya yang dilakukan pada pencegahan keracunan pestisida adalah:
1. Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber paparan, lepaskan pakaian
korban dan cuci/mandikan korban.
2. Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban diinstruksikan
agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada waktu untuk menolong korban.
3. Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang
pestisida yang memepari korban dengan membawa label kemasan pestisida.
4. Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/penyuluhan tentang tentang pestisida sehingga jika
terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama.

17
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pestisida merupakan suatu bahan kimia yang berfungsi untuk memusnahkan hewan
maupun tumbuhan liar (hama) yang dianggap mengganggu tanaman utama yang
dikembangbiakkan oleh petani. Konsumen yang utama dalam penggunaan pestisida adalah
petani untuk memelihara tanaman pertanian. Kandungan bahan kimia yang terdapat di dalam
pestisida bermacam-macam jumlahnya. Hampir keseluruhan kandungan pestisida merupakan zat
kimia berbahaya jika masuk ke dalam tubuh manusia dalam jumlah yang banyak. Keracunan
pestisida merupakan masuknya zat kimia yang terkandung dalam pestisida melebihi ambang
batas yang dapat ditoleransi tubuh. Masuknya zat kimia di dalam pestisida ke dalam tubuh dapat
melalui beberapa cara yaitu melalui mulut (oral) bersama dengan makanan, pernapasan (inhalasi)
serta kontaminasi langsung melalui kulit. Jika zat kimia yang masuk ke dalam tubuh berada pada
jumlah yang banyak, hal tersebut dapat mengakibatkan timbulnya gejala keracunan seperti mual,
muntah, pusing, diare, kejang bahkan hilang kesadaran hingga koma. Pertolongan pertama yang
dapat dilakukan pada pasien dengan keracunan pestisida yaitu dekontaminasi zat kimia yang
terpapar pada pasien. Untuk menghindari terjadinya keracunan pestisida, diperlukan suatu
tindakan pencegahan dalam penggunaan dan pengelolaan pestisida baik berupa pencegahan
primer, sekunder, maupun tersier.

3.2 Saran
3.2.1 Kepada Masyarakat
Masyarakat diharapkan untuk senantiasa melakukan prosedur yang benar pada saat
menyimpan dan memakai pestida dengan memperhatikan aspek-aspek kesehatan dan
keselamatan saat bekerja agar tidak terjadi keracunan pestisida.

3.2.2 Kepada Mahasiswa Keperawatan


Mahasiswa diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang tata cara
pemakaian dan penyimpanan pestisida yang benar, pencegahan agar tidak terjadi keracunan,
beserta pertolongan pertama kepada keracunan pestisida.

18
3.2.3 Kepada Perawat
Perawat khususnya perawat komunitas serta perawat bidang kesehatan dan keselamatan
kerja diharapkan untuk senantiasa memberikan informasi terkait keracunan pestisida kepada
masyarakat khususnya petani dan buruh serta rutin terjun ke lapangan untuk melakukan
observasi agar dapat mengetahui apakah petani telah melakukan prosedur pencegahan terjadinya
keracunan pestisida.

Lampiran Soal

19
1. Pak Bruno memiliki lahan seluas 1 hektar, untuk meningkatkan hasil bertaninya Pak Bruno
menyemprotkan pestisida ke tanaman di ladangnya. Berdasarkan kasus tersebut, apa tujuan
dilakukan dilakukan penyemprotan pestisida?
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak
tanaman.
b. Merangsang pertumbuhan rumput liar
c. Meningkatkan serangan hama
d. Merangsang pertumbuhan tanaman gulma
e. Merangsang pertumbuhan ulat

2. Tuan Musa melakukan penyemprotan pestisida di ladang taninya, selama ini Tuan Musa
merasa nyaman dengan pekerjaannya, namun karena tetangga sebelah rumahnya mengalami
keracunan pestisida saat bertani maka Tuan Musa mengalami ketakutan akan terjadinya
keracunan sehingga tindakan Tuan Musa lebih berhati-hati saat melakukan penyemprotan
pestisida. Berdasarkan kasus tersebut, hal apa yang sebaiknya dilakukan Tuan Musa supaya
aman dalam penyemprotan pestisida
a. Memakai APD lengkap yang terdiri dari topi, baju, sepatu boot, sarung tangan,
kaca mata, dan masker.
b. Menyemprot pestida berlawanan dengan arah angin
c. Tidak perlu menggunakan APD karena selama ini sudah dirasa aman
d. Hanya memakai topi saja karena untuk menghindari panasnya terik matahari, dan merasa
bahwa pestisida itu tidak bahaya
e. Menghentikan pekerjaannya sebagai petani

3. Pak Bernat melakukan penyemprotan pestisida ke tanaman di ladangnya, dan tanpa disadari
ternyata penyemprotan yang dilakukannya berlawanan dengan arah angin, sehingga Pak
Bernat mengalami keracunan. Berdasarkan kasus tersebut, apa bahaya pestisida bila terhirup?
a. Tidak mempengaruhi organ tubuh
b. Merusak jaringan tubuh
c. Menguatkan sel tubuh

20
d. Tidak memiliki dampak yang signifikan bila terhirup
e. Pestisida tidak berbahaya apabila terhirup

4. Pak Patric ingin melakukan penyemprotan di ladang taninya. Hal apa yang harus dilakukan
Pak Patric sebelum melakukan penyampuran pestisida sebelum melakukan penyemprotan,
supaya aman saat penyampuran pestisida?
a. Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum bekerja
dengan pestisida itu.
b. Tak perlu membaca label pestisida
c. Langsung mencampur pestisida dengan air seperti biasanya
d. Tak perlu ragu saat melakukan penyampuran pestisida, meskipun tanpa memakai
pelindung
e. Semua jawaban salah

5. Pak Jatru mengalami masalah tubuh dengan tanda dan gejala lemah, sakit kepala, pening,
mau muntah, berliur banyak, mata berair, miosis, detak jantung cepat, dengan kondisi yang
demikian Pak Jatru kemudian pingsan dan baru sadar setelah 1 hari. Berdasarkan kasus
tersebut Pak Jatru diduga mengalami keracunan pestida. Dari tanda gejala yang timbul, kira-
kira Pak Jatru mengalami keracunan pada grate...
a. Ringan
b. Sedang
c. Berat
d. Sangat berat
e. Semua jawaban benar

21
DAFTAR PUSTAKA

Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka

Sartono. 2002. Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika

Sembiring Dewan., 2007. Pengetahuan Sikap dan Tindakan Tentang Pengelolaan Pestisida
Pada Petani Jeruk Di Desa Sinaman Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo Tahun 2007.
Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Silaban, R. 2005. Strategi Pencegahan Keracunan Pestisida Pada Petani Hortikultura di


Kecamatan Jorlang Hataran Kabupaten Simalungun. Tesis. Medan: Pasca Sarjana USU

Wudianto, R. 2010. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta: Penebar Swadaya

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung, suntikan
dan absorpsi melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan
merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi hati atau lebih organ atau jaringan.(Mc Graw-
Hill Nursing Dictionary)
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran pencernaan, saluran
nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis.
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida lainnya dan sering
menyebabkan keracunan pada manusia.Bila tertelan, meskipun hanya dalam jumlah sedikit, dapat
menyebabkan kematian pada manusia.Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam
plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya.Enzim tersebut secara normal
menghidrolisis acetylcholine menjadi asetat dan kholin.Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah
acetylcholine meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat
dan perifer.Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian
tubuh.
Walaupun memiliki sifat toksisitas yang tinggi, tetapi penggunaan organofosfat untuk pengobatan pada
manusia tetap dilakukan berbagai studi untuk mengambil efek terapeutik dari organofosfat (Lindell,
22
2003).Pada sekitar tahun 1930 sintesis penghambat kolineterase pertama kali dipakai untuk penyakit
gangguan otonom pada otot rangka pada pengobatan Parkinsonisme. Studi kemudian dilanjutkan pada
takrin yang merupakan penghambat kolineterase pertama pada pengobatan penyakit Alzheimerdan
dilepaskan pada pengobatan klinik pada tahun 1993 (Dyro, 2006)

B. ETIOLOGI
Sumber Racun
Sumber racun bermacam-macam seperti polusi limbah industi yang mengandung logam berat,
bahan makanan yang terkontaminasi oleh kuman salmonella, sthapilococcus clostridium botulinum,
jamur beracun. Begitu pula berbagai macam obat jika diberikan melampaui dosis normal tidak
menyembuhkan penyakitnya melainkan memberikan efek samping yang merupakan racun bagi tubuh.
Pada dasarnya semua bahan dapat menyebabkan keracunan tergantung seberapa banyak bahan
tersebut masuk kedalam tubuh. Bahan-bahan yang dapat menyebabkan keracunaan adalah :
1. Obat-obatan : Salisilat, asetaminofen, digitalis, aminofilin
2. Gas toksin : Karbon monoksida, gas toksin iritan
3. Zat kimia industri : Metil alkohol, asam sianida, kaustik, hidrokarbon
4. Zat kimia pertanian : Insektisida
5. Makanan : Singkong, Jengkol, Bongkrek
6. Bisa ular atau serangga

Keracunan Insektisida
Keracunan organofosfat, salah satu unsur insektisida (racun serangga), lebih sering dijumpai
karena memang banyak dipakai. Organofosfat sering dicampur dengan bahan pelarut minyak tanah.
Dengan demikian, pada keracunan ini harus diperhatikan tanda-tanda dan penatalaksanaan keracunan
minyak tanah selain akibat organofosfat itu sendiri.
* GEJALA KLINIS
Terjadi proses sekresi atau keluarnya air mata secara berlebih, urinasi, diare, gejala kerusakan
lambung, miosis (pengecilan ukuran manik mata), dan bronkokonstriksi (penyempitan bronkus) dengan
sekresi berlebihan. Disamping itu, anak tampak sesak dan banyak mengeluarkan lendir serta mulutnya
berbusa. Bisa juga terjadi bradikardia atau perlambatan denyut jantung, hingga kurang dari 60 kali per
menit. Gejala lainnya adalah hiperglikemia (konsentrasi gula darah yang tinggi), kejang, penurunan
kesadaran sampai koma.

23
* PERTOLONGAN PERTAMA
a.Setiap pasien yang datang karena keracunan, maka yang harusdilakukan adalah :
1. Anamnese; cari penyebab dan berapa banyak yang ditelan.
2. Nilai kesadarannya, observasi tanda-tanda vital.
3. Bebaskan jalan nafas, beri oksigen 3 –4 lt/menit.
b. Pasang infus Dex 5 % /RD/RL
c. Berikan injeksi SA 2 mg IV setiap 15 menit, dan diulangsampai ada gejala atropinisasi :
1) Muka merah
2) Mulut kering
3) Tahikardi
4) Midriasis
d. Isap lendir yang berlebihan dengan suction.
e. Cegah dan perlambat terjadinya absorbsi dengan melakukan :
1) Beri minum susu yang banyak.
2) Bila susu belum tersedia, berikan air putih sebanyakbanyaknya.
3) Rangsang supaya muntah, dengan cara; merangsangpharynx dan belakang lidah dengan tongspatel.
4) Bila kesadaran pasien menurun, maka cepat lakukanpemasangan NGT (Naso Gastric Tube).
f. Lakukan lavage/bilas lambung dengan susu cair, kalau tidak ada atau belum tersedia berikan air hangat
38 derajat Celciussebanyak 300 cc.Miringkan pasien ke sebelah kiri agak setengah telungkup,pertahankan
posisi ini selama prosedur berlangsung.
g. Mulut dihisap dengan suction catheter, mencegah terjadinyaaspirasi pada saat pasien muntah.
h.Lavage lambung ini dilakukan terus sampai bersih, yangterbukti dari susu tidak mengandung minyak
lagi atau airsudah jernih.Prosedur ini tidak boleh ditunda-tunda, harus segera dilaksanakan.Kalau susu/air
hangat belum tersedia, lakukan dengan air biasadulu. Dan pada akhir prosedur, lambung harus kosong
dan NGTsementara jangan dilepas dulu. Pada waktu melakukan bilaslambung, secara simultan dapat
diberikan mucolitik, mylanta sirup,atau injeksi Tagamet/Ulsikur 1 amp IV yang diencerkan dandiberikan
secara perlahan-lahan.Selain itu cegah pasien agar tidak bertambah kedinginan, tetapi jangan diberi
kompres panas, cukup diberi selimut saja. Setelahkegawatan pasien telah diatasi, maka dianjurkan
padapasien/keluarga untuk dirawat
C. Patofisiologi
Insektisida bekerja dengan menghambat dan menginaktifasikan enzim asetilkolin
nesterase.Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan syaraf pusat,

24
ganglion autonom, ujung-ujung syaraf parasimpatis dan ujung-ujung syaraf motorik.Hambatan asetilkolin
nesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.

SSP

Sambungan

25
Penekanan aktivitas
cardiac aspirasi

Gangguan nutrisi kuranag dari


kebutuhan tubuh

D. Manifestasi Klinis.

26
E. Gejala keracunan dapat dibagi dalam dua golongan yaitu :
1. Gejala muskarinik .
Hypersekresi kelanjar keringat, air mata, air liur, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Dapat juga
ditemukan gejala nause, nyeri perut, diare, muntah, inkontinensia alvi dan urin, bronkokontriksi, miosis,
bradikardi, dan hypotensi. Pada keracunan paration tidak selalu ditemukan miosis dan hypotensi.
2. Gejala nikotinik.
Twiching dan fasikulasi otot lurik dan kelemahan otot. Ditemukan pula gejala sentral seperti ketakutan,
gelisah, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi, tremor dan kejang.
F. Komplikasi
Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan Organophosphorus –
Induceddeleyed Neuropathy ( OPIDN ). Sindrom ini berkembang dalam 8 – 35 hari sesudah pajanan
terhadap organofosfat.
Kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kelemahan pada jari dan kaki berupa food
drop.
Kehilangan sensori sedikit terjadi serta refleks tendon dihambat.

G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap ( urin, gula darah, cairan lambung,
analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit, urea N, kreatinin, glukosa, transaminase
hati ), EKG, Foto toraks/ abdomen, Skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat, Tes toksikologi
kuantitatif.

H. Penatalaksanaan Medis

1. Penatalaksanaan kegawatan
Setiap keracunan dapat mengancam nyawa.Walaupun tidak dijumpai kegawatansetiap kasus keracunan
harus diberlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda vital
seperti jalan nafas/pernafasan, sirkulasi da penurunan kesadaran harus dilakukan secara tepat dan seksama
sehingga tindakan resusitasi yang meliputi ABC ( airway,breathing,circulatory) tidak terlambat dimulai.

27
2. Penilaian klinis
Penatalaksanaan keracunan harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil penapisan toksikologi.
Walaupun dalam sebagian kasus diagnosa etiologi sulit ditegakkan dengan penilaian dan pemeriksaan
klinis yang cermat dapat ditemukan beberapa kelompok yang memberi arah ke diagnosa etiologi. Oleh
karena itu pada kasus keracunan bukan hasil laboratorium yang harus diperhatikan tetapi standar
pemeriksaan kasus di tiap rumah sakit juga perlu dibuat untuk memudahkan penanganan yang tepat guna.
Beberapa keadaan klinis yang perlu mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa ialah koma,
henti jantung, henti nafas dan syok. Upaya yang paling penting adalah ananmesis atau aloanamnesis yang
rinci.

Dekontaminasi

a) Bila pelarut organofosfat terminum ialah minyak tanah, tindakan untuk memuntahkan atau cuci
lambung sebaiknya dihindari untuk mencegah timbulnya pneumonia aspirasi. Bila pelarut golongan
organofosfat adalah air seperti halnya digunakan dipertanian tindakan cuci lambung atau membuat pasien
muntah dapat dibenarkan.
b) Dilakukan pernapasan buatan bila terjadi depresi pernapasan dan bebaskan jalan napas dari sumbatan.
c) Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata bersihkan dengan air.
d) Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 - 0,05 mg /kg bb secara intravena dan dapat diulangi setiap 5
– 10 menit sampai timbul gejala antropinisasi seperti muka merah, mulut kering, takikardi dan midriasis.
Kemudian diberikan dosis rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan selama 24 jam. Protopan
dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 g secara intravena sangat perlahan-lahan atau melalui ‘ivfd’.
e) Pengobatan Supportif
BAB III
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian.
Pengkajian pada fase akut, meliputi pengkajian adanya riwayat kontak dengan organofosfat, kaji berapa
lama kontak tersebut, kaji masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindrom toksis yang ditimbulkan
dan kapan terjadinya. Pada pemeriksaan fisik akut singkatan SLUDGE adalah manifestasi penting pada
pasien dengan intoksikasi organofosfat. SLUDGE (salivasi, lakrimasi, urinasi, defekasi, gangguan
gastrointestinal, dan emesis) merupakan manifestasi dari muskarinik (Eddleston, 2008).
Pengkajian pada fase akut dengan toksisitas menegah sampai berat didapatkan adanya kesukaran
dalam bernafas, bunyi nafas tambahan wheezing, berkeringat banyak, serta peningkatan produksi saliva

28
dan air mata. Pada gastroitestinal didapatkan adanya mual,muntah, keram abdomen, diare, gerakan
invulumter pada proses defekasi ,
Pengkajian laboroturium pada fase akut meliputi : glukosa, BUN, kadar elektrolit, SGOT/PT,
serta protrombin dengan tujuan untuk mengevaluasi pengaruh intoksitasi dengan fungsi system organ
pemeriksaan enzim kolnestrerase pada plasma dan sel darah merah dinilai ntuk diliat inhibisi
kolinestrase . pemeriksaan radiologi foto rontgen dilakukan untuk menilai adnya anspirasi
peneumonia akibat muntah atau material lainnya. Pemerikasaan EKG untuk memonitor kondisi
visloiogis jantung dari adanya kondisi iregularitas jantung.
Pengkajian penatalaksanaan medis
Resusitasi : apabila pasien datang dengan kondisi gagal kardiorespirasi, maka prinsip awal
melakukan resusitasi. Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernafasan dan nadi.
Untuk mencegah deplesi cairan, maka infuse dekstrose 5% diberikan. Pemeriksaan EKG dan
laborotorium juga dilaksanakan (srinivas,2005)
Pembedahan : pembedahan seperti trakeotomi dan aksestensi ventilator umum dilakukan pada kasus
toksisistas berat (eddleston, 2008).
Obat-obatan
a) Antiontum (antidotes) agen ini melakukan reaktivitasi kolinestrasi yang menghambat akibat
organofosfat , diantara ya: pralidoxime chloride
b) Antikolinergik agen ini digunakan untuk menurunkan manifestasi klinik yang timbul dari
intoksitasiorganofosfat misalnya : atropine
Penilaian awal ABCD dan penanganan
A.Airway
Yang di nilai :
- Look : Ada gerak napas(ada,pernafasan 28x/menit),
- Listen : ada suara tambahan, pada kasus ini terdengar suara snoring (jatuh pangkal lidah)
- Feel : Ada atau tidaknya ekshalasi
Suara tambahan yang terdengar dapat berupa :
• Gurgling : sumbatan oleh cairan
• Stridor : sumbatan pada plika vokalis
• Snoring : sumbatan akibat jatuhnya pangkal lidah ke belakang
Penanganan Airway
Pada kasus ini untuk airway tidak bermasalah, hanya saja kita mesti harus memastikan juga bahwa
memastikan tidak ada sumbatan jalan nafas dengan melakukan chin lift ataupun jaw trust. Karna pasien

29
mengeluarkan busa dari mulutnya kalau bisa dilakukan pembersihan terlebih dahulu terhadap busa – busa
yang mengumpul di mulut pasien. Jika airway telah terlaksa kita lanjutkan pada pemeriksaan breathing.

B. Breathing
Penilaian :
look : ada adanya terlihat penggunaan otot-otot bantu pernapasan
listen : Suara nafas pada kedua paru-paru
Feel : merasakan udara keluar dari mulut dan hidung

Penanganan Breathing
Jika terjadi takipneu setelah kita bebaskan jalan napas, mungkin terdapat masalah pada pernapasannya,
saat terlihat retraksi otot-otot pernapasan tapi kedua gerak dada simetris, penanganan yang dapat kita
berikan adalah pemberian terapi oksigen .
Indikasi terapi oksigen jangka pendek:
• Hipoksemia akut (PaO2< 60 mmHg: SaO2 < 90%) • Henti jantung dan henti napas • Hipotensi (tekanan
darah sistolik < 100 mmHg) • Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat <18
mmol/L) C. Circulation Penilaian sirkulasi Tanda klinis syok : • Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah
• Capillary refill time > 2 detik
• Nafas cepat
• Nadi cepat > 100
• Tekanan darah sistole < 90-100 • Kesadaran : gelisah s/d koma Penangan sirkulasi D. Disability
Penilaian Disability Pemeriksaan neurologis singkat: • AVPU Penilaian sederhana ini dapat digunakan
secara cepat A = Alert/Awake : sadar penuh V = Verbal stimulation :ada reaksi terhadap perintah P =
Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri U = Unresponsive : tidak bereaksi • GCS (Glasgow coma
scale) => GCS pada kasus 11

SECONDARY SURVEY

Anamnesis :
A : Alergi
M: Medikasi (obat-obat yang biasa digunakan)
P : Past Ilness (Penyakit Penyerta, Pregnancy)

30
L : last meal
E : Event/ Environment

Pemeriksaan Fisik : Head to Toe

Kepala
Vertebra servikalis dan leher
Toraks
Abdomen
Perineum/rektum/penis
Musculo-skeletal
Neurologis

Pemeriksaan penunjang
radiologi
Pemeriksaan Lba : darah, urine
Analisa gas darah

2. Diagnosis Keperawatan
a. Pola Nafas tidak efektif b.d.efek stimulasi nikotonink-muskarinink pada system saraf pusat.
b. Ketidakseimbangan cairan b.d.peningkatan hilangnya cairan tubuh.
c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. tidak adekuatnya intake
nutrisi,ketidakinginan untuk makan.

3. Rencana asuhan keperawatan


No Waktu/ Diagnosa Tujuan dan Interensi (NIC) Rasional
. tgl keperawatan Kriteria Hasil
(NOC)
1 Pola Nafas tidak Setelah dilakukan A. Pengkajian 1. Monitor TTV setiap
efektif b.d.efek tindakan 1. Monitor TTV 15 menit untuk
stimulasi keperawatan setiap 15 menit beberapa jam dan

31
nikotonink- selama 3x24 jam untuk beberapa laporkan
muskarinink pada diharapkan pola jam. perubahannya segera
system saraf pusat. napas efektif B. Pendidikan kepada dokter. Catat
dengan Kriteria 2. Ajarkan batuk tanda-tanda seperti
Hasil: efektif, teknik muntah, mual dan
Ekspensi dada pernapasan nyeri abdomen.
simetris (5) dalam. Observasi feses dan
- Napas pendek C. Kolaboratif urine serta
tidaka ada (5) 3. Lakukan pertahankan cairan,
- Tidak ada kolaborasi dengan intravena sesuai
penggunaan otot psikiater klinis pesanan.
bantu (5) D. Aktivitas 2. Memudahkan
mandiri ekspansi paru dan
4. Tinggikan kepala mobilisasi sekresi
tempat tidur untuk mengurangi
resiko
atelektasis/pneumonia
.
3. Jika keracunan
sebagai suatu usaha
untuk membunuh diri,
maka lakukan safety
precaution, konsultasi
psikiatri atau perawat
psikiatri klinis.
Pertimbangkan juga
masalah kelainan
kepribadian.
4. Menurunkan
kemungkinan
aspirasi,diafragma
bagian bawah
meningkatkan inflasi

32
paruh.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan A.Pengkajian 1.Dokumentasi yang
cairan tindakan 1.Monitor akurat dapat
b.d.peningkatan keperawatan pemasukan dan membantu dalam
hilangnya cairan selama 3 x 24 pengeluaran mengidentifikasi
tubuh. jam,di harapkan cairan pengeluaran dan
keseimbangan penggantian cairan
cairan adekuat B.Pendidikan
dengan KH: 2. Anjurkan
1. TTV stabil (5) pasien untuk
2. Turgor kulit menginformasika
normal (5) n perawat bila
3. Membran haus. 3.Cairan parenteral
mukosa lembab dibutuhkan untuk
C.Kolaborasi mendukung volume
3.Kolaborasi cairan/mencegah
dengan tim medis hipotensi.
untuk
memberikan 4.Pemasukan peroral
cairan parenteral. bergantung pada
pengembalian gungsi
D.Aktivitas gastrointestinal
Mandiri
4.Beriakan
kembali
pemasukan oral
secara berangsur-
angsur

3 Resiko Setelah A. Pengkajian 1. Memvalidasi dan


ketidakseimbangan dilakukan tindaka 1. Kaji status menetapkan derajat
nutrisi kurang dari n keperawatan nutrisi pasien, masalah untuk
kebutuhan tubuh selama 3x24 jam turgor kulit, BB, menetapkan pilihan

33
b.d. tidak nutrisi terpenuhi dan derajat intervensi yang tepat.
adekuatnya intake dengan Kriteria penurunan BB, 2. Dapat meningkatkan
nutrisi,ketidakingina Hasil: integritas mukosa pelepasan endorphin
n untuk makan. 1. Pasien dapat oral, kemampuan dalam otak yang
mempertahankan menelan, riwayat meningkatkan nafsu
status nutsisi yang mual muntah dan makan
adekuat (5) diare 3. Merencanakan diet
B. Pendidikan dengan kandungan
2. Anjurkan pasien nutrisi yang adekuat
untuk untuk memenuhi
berpartisipasi peningkatan
dalam program kebutuhan energi dan
kegiatan/latihan kalori sehubungan
C. Kolaboratif dengan status
3. Kolaborasi hipermetabolik pasien
dengan ahli 4. Pasien dapat
diet untuk berkonsentrasi pada
menetapkan mekanisme makan
komposisi dan tanpa adanya
jenis diet yang distraksi/gangguan
tepat. dari luar
D. Aktivitas
mandiri
4. berikan makan
dengan perlahan
pada lingkungan
yang tenang

34
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung,
suntikan dan absorbsi melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis
relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi hati atau lebih
organ atau jaringan. (Mc Graw-Hill Nursing Dictionary)
Pada dasarnya semua bahan dapat menyebabkan keracunan tergantung seberapa banyak bahan
tersebut masuk kedalam tubuh. Bahan-bahan yang dapat menyebabkan keracunaan adalah

1) Obat-obatan : Salisilat, asetaminofen, digitalis, aminofilin


2) Gas toksin : Karbon monoksida, gas toksin iritan
3) Zat kimia industri : Metil alkohol, asam sianida, kaustik, hidrokarbon
4) Zat kimia pertanian : Insektisida
5) Makanan : Singkong, Jengkol, Bongkrek
6) Bisa ular atau serangga

SARAN

Untuk mencegah diri dari keracunan organofosfat ini sebaiknya di sarankan untuk melakukan
Tindakan perawatan spesifik bertujuan :
 Pencegahan terjadinya keracunan
 Memperthankan saluran pernafasan yang bersih

35
Daftar Pustaka
http://www.indonesiaindonesia.com/f/10707-keracunan-bahan-kimia makanan/ 0 9/0 6/20

http://luviony.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-keracunan.html

Muttaqin,A.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien Sistem GastrointestinalJakarta: Salemba


Medika.

Wilkinson, Judith.M, Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Jakarta:

36

Anda mungkin juga menyukai