Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stroke

2.1.1 Definisi Stroke

Stroke merupakan sindrom klinis yang terjadi akibat adanya gangguan otak

sebagian atau keseluruhan yang disebabkan adanya gangguan aliran darah ke otak

yang timbul secra mendadak dan cepat. Gangguan aliran darah tersebut terjadi

karena adanya penyumbatan pembuluh darah atau pecah pembuluh darah di otak

sehingga terjadi penurunan fungsi dari jaringan tersebut (Syahrim dkk, 2019).

Stroke merupakan salah satu penyakit tidak menular yang muncul secara

mendadak yang progresif dan cepat akibat adanya keruakan jaringan otak yang

progresi, cepat serta non raumatik (Utama & Nainggolan, 2022). CVA atau cedera

serebrovaskular adalah gangguan suplai darah otak secara mendadak sebagai

akibat oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat pecahnya pembuluh

darah otak. Terjadinya gangguan pada aliran darah akan menguramgi suplai

oksigen, glukosa, dan nutrien lain kebagian otak yang disuplai oleh pembuluh

darah yang terkena dan mengakibatkan gangguan pada sejumlah fungsi otak

(Permatasari, 2020).

Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang

disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa

saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan

cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir, daya
ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak

(Mutaqin, 2011).

Berdasarkan pemparan diatas dapat disimpulkan bahwa stroke atau CVA

adalah gangguan peredaran di otak akibat iskemik atau hemoragik yang dapat

terjadi secara mendadak selama 24 jam atau lebih dan dapat menimbulkan

bebrapa gangguan yaitu kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses

berfikir, daya ingat dan kecacatan lainnya.

2.1.2 Klasifikasi Stroke

Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Stroke iskemik

Stroke yang paling banyak terjadi adalah stroke iskemik, hampir 85% stroke

di sebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan sebuah arteri yang

mengarah ke otak, atau embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau

arteri ekstrakranial (arteri yang berada di luar tengkorak). Penyumbatan yang

paling banyak terjadi adalah arterosklerosis, terutama pada seseorang dengan

usia lanjut. Stroke iskemik terdri dari 3 jenis yaitu stroke trombitik, embolik,

dan hypoperfusion (Suartini, 2021)

Stroke iskemik yang terjadi di otak kecil, pada umumnya bersifat ringan

dengan gejala kelemahan ekstremitas yang ringan, menurunnya daya ingat,

serta adanya kecangungan.. Penderita stroke tersebut yang terjadi secara

berulang dapat menimbulkan kekecatan berat hingga permanen, penurunan

kognitif, dan dimensia (wijaya & Putri, 2013).

7
b. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik yaitu kebocoran atau pecahnya pembuluh darah sehingga

darah menggenangi dan menutupi ruang sel jaringan sel otak (Dewi, 2021).

Gejala neurologi yang terjadi akibat perdarahan otak yaitu terjadi penurunan

kesadaran, takikardi, dyspneu, pupil mengecil, kaku kuduk, hemiplegia

hingga kematian (Yeyen, 2013).

2.1.3 Etiologi Stroke

Menurut Smeltzer dan Bare (2012) stroke biasanya diakibatkan oleh salah

satu dari empat kejadian dibawah ini, yaitu :

a. Trombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak. Ciri khas dari

stroke thrombosis yaitu tidak terjadi secara tiba-tiba, kehilangan bicara

sementara, hemiplegia, atau paresthesia pada setengah tubuh dapat

mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.

b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang dibawa ke

otak dari bagian tubuh lain. Embolus terjadi karena adanya penyumbatan

arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral.

c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia terjadi terutama

karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah ke otak dan area

extravaskuler yang terletak diantara kranium. Pasien dengan perdarahan dan

hemoragi mengalami penurunan kesadaran dan dapat menjadi stupor atau

tidak responsif terhadap rangsangan (Juwita, 2018).

8
2.1.4 Tanda Gejala Stroke

Tanda gejala penyakit stroke ditentukan oleh bagian atau area otak mana

yang terkena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah. Tingkat keparahan

stroke bergantung pada derajat sirkulasi (Hartono, 2010). Menurut Oktavianus

(2014) manifestasi klinis stroke sebagai berikut :

a. Stroke iskemik

Tanda dan gejala yang sering muncul yaitu:

1) Transient ischemic attack (TIA)

TIA timbul secara cepat dan hanya berlangsung beberapa menit hingga

beberapa jam dan dapat hilang dengan sendirinya tau tanpa adanya

pengobatan. Serangan TIA dapat muncul kembali dengan gejala yang

sama, lebih berat, atau bahkan permanen.

2) Reversible Ischemic Neurogic Difisit (RIND)

RIND timbul gejala lebih dari 24 jam.

a) Progressing stroke atau stroke inevolution yaitu gejala semakin

berat atau progresif yang disebabkan oleh ganguan aliran darah

semakin lama semakin berat

b) Gejalanya sudah permanen atau menetap dalam 24 jam.

b. Stroke Hemoragik

1) Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran

menempatkan posisi.

2) Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indra dan memori.

3) Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan

4) Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi, fungsi fisik,

9
intelektual.

Gejala stroke yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh yaitu:

a. Pengaruh teradap kesadaran yaitu pasien tidak sadar atau koma, confuse

b. Pengaruh secara fisik dapat terjadi paralise, disfagia, gangguan sentuhan

dan sensasi, gangguan penglihatan, hemiplegi atau lumpuh tubuh sebelah.

c. Pengaruh terhadap komunikasi terjadi kehilangan bahasa atau afasia, dan

bicara tidak jelas atau disatria..

2.1.5 Patofisiologi

Patofisiologi stroke dapat dibedakan berdasarkan jenisnya yaitu (Permana, 2018) :

a. Stroke iskemik

Terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) akan

menyebabkan suplai oksigen ke otak berkurang sehingga dapat terjadi infark

serebri. Nilai normal CBF yaitu 50 ml/100 gr/mnt dan nilai kritis CBF yaitu

23 ml/100 gr/mnt. Patofisiologi iskemik dibagi menjadi 2 bagian yaitu

secara vascular dan metabolism. Oklusi vascular yang terjadi menyebabkan

adanya emboli, thrombus, plak, dan lainnya. Adanya gangguan tersebut

menyebabkan suplai oksigen tidak lancer dan otak engalami hipoksia

sehingga terjadi kematian sel otak.

Gangguan metabolisme terjadi akibat kerusakan pompa natrim kalium

yang meningkatkan kadar natrium dalam darah. Hal tersebut menyebabkan

kerusakan sawar darah yaitu air masuk kedalamsel dan berujung pada

kematian sel akibat edema sitotoksik. Gangguan metabolisme lainnya yaitu

adanya penumpukan asam laktat pada jaringan otak yang bersifat neurotoksis

dan perluasan kerusakan sel otak. Hal ini terjadi jika kadar gula dalam darah

10
meningkat sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan iskemia.

Stroke iskemi dapat berubah menjadi sroke hemoragi jika terjadi pecah

pembuluh darah dan dapat mnyebabkan adanya defisi neurologis.

b. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik terbagia menjadi 2 yaitu perdarahan intraserebral dan

perdarahan sub arachnoid. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan

intraserebral, yang paling sering terjadi akibat cedera vaskuler yang dipicu

oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus

jauh ke dalam jaringan otak (Harsono, 2002). Onset dari gejala biasanya

bersifat akut, dengan sakit kepala dan juga penurunan kesadaran. Gejala lain

tergantung pada ukuran dan lokasi dari hemoragik. Satu jenis hemoragik yang

harus segera diketahui pada evaluasi awal adalah cerebral hemoragik, karena

dapat menyelamatkan jiwa. Cerebral hemoragik berarti perdarahan yang

masuk ke dalam cerebellum, di mana merupakan bagian dari otak yang

mengatur gerakan dan keseimbangan (Rahmadani, 2019).

2.1.6 Komplikasi Stroke

Komplikasi yang bisa di alami oleh penderita stroke yaitu aspirasi, paralitik

ileus, atrial fibrilasi, diabetes insipidus, peningkatan tekanan intra kranial, dan

hidrosepalus (Padila, 2015).

11
2.1.7 Faktor Resiko Stroke

Faktor resiko secara garis besar terbagi menjadi 2 yaitu factor resiko tidak

dapat dirubah atau genetic dan factor resiko yang dapat dirubah atau gaya hidup.

a. Faktor yang tidak dapat dirubah: usia, jenis kelamin, ras dan genetik

b. Faktor yang dapat dirubah: tekanandarah, penyakit jantung, kolesterol,

merokok, konsumsi alcohol berlebihan (Handayani, 2019).

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Stroke

Pemeriksaan penunjang adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk

mempertegas penegakan diagnosa. Pemeriksaan penunjang dapat mengetahui

secara pasti stroke dan subtipenya, mengidentifikasikan penyebab utamanya dan

penyakit penyerta selain stroke serta dapat menentukan intervensi dan medikasi

yang tepat bagi pasien (Bakhtiar, 2016).

a. CT Scan

Melalui CT scan dapat terlihat adanya edema, hematoma, iskemia, dan

adanya infark.

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dapat menunjukkan letak infark atau hemoragik terutama pada bagian

batang otak dan serebum (Oktavius, 2014).

c. Magnetic Resonance Angiography (MRA)

MRA digunakan untuk memperlihatkan arteri karotis dan sirkulasi serebral.

d. Elektrokardiografi (EKG)

EKG berfungsi tuntuk mengetahui kondisi jantung sebagai penyuplai darah

ke seluruh tubuh.

12
e. Angiografi serebral

Angiografi serebral digunakan utnuk menentukan apakah terjdi pendarahan

atau obstruksi arteri serta letak oklusi atau rupture.

f. Pemeriksaan darah lengkap, foto thorax, dan Pemeriksaan GCS

2.1.9 Penatalaksanaan Stroke

Penatalaksanaan strok dapat berupa farmakologi, radiologi, pebedahan dan

alternatif lain. Penanganan stroke iskemik bertujuan untuk meningkatkan aliran

darah ke otak, membantu lisis pembekuan darah,mencegah terjadinya trombosisi

lanjutan, melindungi jaringan otak yang masih aktif, dan mencegah adanya cedera

lain. Sedangkan terapi bagi stroke hemoragik memiliki tujuan untuk mencegah

kerusakan lanjutan dengan mengendalikan tekananintrakranial srta mencegah

adanya perdarahan lanjutan (ummaroh, 2019).

a. Terapi Farmakologi

1) Pemberian histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intraarterial.

2) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri

3) Medikasi antitrombosit untuk proses pembentukan trombus dan

ambolisasi. Antiagresi trombosis seperti aspirin digunakan untuk

menghambat reaksi pelepasan agregasi trombosis yang terjadi sesudah

ulserasi alteroma.

4) Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau

memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem

kardiovaskuler

13
2.1.10 National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)

Rajin (2017) menyatakan bahwa pengkajian National Institutes of Health

Stroke Scale (NIHSS) merupkan proses keperawatan dengan mengumpulkan data

yang berasal dari pasien ehingga dapat diketahui berbagai permasalahan yang

dialami pasien. NIHSS memiliki domain yang mencangkup tingkat kesadaran,

kekuatan otot lengan dan kaki, sensasi, koordinasi, gerakan mata, integrity of

visual fields, gerakan wajah, bahasa, kemampuan berbicara dan neglect. Hasil

penilaian skala NIHSS terdiri dari skor 0 hingga 42, dengan interpretasi semakin

tinggi skor maka tingkat keparahan stroke akan semakin tinggi dan prognosis

semakin buruk. Derajat keparahan stroke dapat dibagi menjadi tiga antara lain,

stroke ringan apabila skor NIHSS 0-8, stroke sedang apabila skor NIHSS 9-15,

dan dapat dikatakan stroke berat apabila skor NIHSS >16 (Muchada, et al., 2014).

2.2 Konsep Perilaku Merokok

2.2.1 Definisi Perilaku Merokok

Perilaku merupakan hasil dari berbagai pengalaman dan interaksi antara

manusia dan lingkungannya (Irwan, 2018). Perilaku merupakan suatu respon

sesorang yang diaplikasikan dengan perbuatan atau tindakan kemudian diyakini

dan dijadikan kebiasaan sehari-hari. Perilaku manusia pada hakekatnya

merupakan perwujudan bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan dari manusia

dengan lingkungannya baik yang diamati maupun tidak diamati (Adventus, dkk,

2019).

Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa

membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terisap

14
oleh orang-orang disekitarnya (Wahyudi, 2019). Perilaku merokok merupakan

perilaku membakar produk tembakau untuk dihisap dan dihirup dalam bentuk

rokok kretek, putih atau cerutu yang menghasilkan asap dari hasil pembakarannya

(Fransiska & Firdaus, 2019). Sedangkan menurut Sodik (2018) menyatakan

bahwa merokok merupakan aktivitas menghirup asap rokok dengan menggunakan

pipa atau rokok secara langsung yang melalui emat tahapan yaitu preparation,

initiation, becoming a smoker dan maintenance of smoking.

2.2.2 Tipe-Tipe Perilaku Merokok

Menurut Sodik (2018) tipe perokok berdasarkan alasannya ada empat yaitu:

a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif, yaitu perilaku

sebagai penambah atau meningkatkan kenikmatan, perilaku untuk

menyenangkan perasaan, kesenangan yang timbul akibat dari memgang

batang rokok secara langsung

b. Tipe perokok yang dipengaruhi perasaan negative yaitu mengurangi rasa

marah, cemas, gelisah dan menganggap rokok adalah penyelamat.

c. Perilaku rokok adiktif, yaitu seseorang akan menambah dosis rokokyang

digunakan setelah berkurangnya efek yang dirasakan.

d. Perilaku merokok yang menjadi kebiasaan

Menurut WHO (2013) tipe perokok ada tiga yaitu:

a. Perokok Ringan : 1-10 batang/hari

b. Perokok Sedang : 11-20 batang/hari

c. Perokok Berat : >20 batang/hari

2.2.3 Tahapan Perilaku Merokok

15
Tahapan perilaku merokok menurut Leventhal & Clearly dalam

(Susilo, 2020) terdapat empat tahapan dalam perilaku merokok, yaitu:

a. Tahpan preparatori, yaitu timbulnya niatan untuk merokok yang

didasari oleh pengalaman mendengar, melihat atau hasil membaca

b. Tahapan Initation, yaitu tahap dimana seseorang akan memutuskan

meneruskan atau berhenti merokok

c. Tahap becoming a smoker yaitu seseorang akan memiliki

kecenderungan dalam merokok karena telah merokok empat batang

dalam satu hari

d. Tahap maintaining of smoking yaitu kebiasaan merokok yang sudah

dilakukan karena mendapatkan efek yang menyenangkan.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

Menurut Tarwoto (2010) menyatakan bahwa factor yang mempengaruhi

seseorang berperilaku merokok yaitu factor orang tua atau keluarga, factor teman

sebaya, kepribadian atau keadaan psikologis, dan iklan rokok. Hal tersebut juga

disukung penelitian yang dilakukan oleh Firdaus (2019) menyatakan bahwa factor

yang mempengaruhi seseorang merokok adalah orang tua, iklan rokok,

kemudahan mendapatkan rokok, teman sebaya dan pengetahuan terhadap rokok.

Factor orang tua atau keluarga menjadi pencetus seseorang merokok karena

keluarga atau orang tua dianggap sebagai panutan yang perilakunya dapat

dicontoh oleh anggota keluarga lainnya (Firdaus, 2019). Menurut Munir (2019)

kecendurang seseorang yang tinggal di lingkungan keluarga perokok akan

menganga bahwa rokok tersebut boleh dikonsumsi dan tidak ada sanksi moral

yang diberikan agi anggota keluarga yang merokok.

16
Factor teman sebaya menjadi factor yang paling umum remaja untuk

memulai merokok, semakin banyak remaja yang merokok maka akan semakin

banyak teman-teman lainnya untuk menjadi perokok. Beberapa alasan remaja

merokok yaitu untuk mendapatkan pengakuan dari teman sebaya, encarian

identitas diri, dn timbul kenyamanan setelah merokok (Munir, 2019).

Ilkan yang ditampilkan di media massa dan elektronik menampakkan bahwa

orang yang merokok merupakan lambing kejantanan dan glamor. Remaja

merupakan salah satu sasaran iklan rokok. Industri rokok menarik perhatian

dengan memasuki kehidupan masyarakat dengan menjadi sponsor utama (Sodik,

2018).

2.2.5 Bahaya Perilaku Merokok

Adapun bahaya merokok antara lain:

a. Meningkatkan resiko dua kali terkena serangan jantung

b. Meningkatkan resiko dua kali terkena serangan stroke

c. Meningkatkan resiko dua kali terkena serangan jantung pada penderita

hipertensi dan koesterol tinggi

d. Meningkatkan resiko sepuluh kali terkena serangan jantung bagi wanita

dengan pengguna pil KB

e. Penyakit lain yang dapat muncul karena konsumsi rokok yaitu: kanker

faring, mulut, paru - paru, prostat, pneumonia, gangguan kehamilan dan

janin, penyakit jantung koroner, dan lainnya (Sodikin, 2018).

2.2.6 Dampak Perilaku Merokok Bagi Kesehatan

Berikut dampak dari segi kesehatan yang akan timbul akibat merokok

(Tarwoto, dkk, 2010), antara lain :

17
a. Paru-Paru

Merokok dapat merubah struktur organ pernafasan, misalnya

memperbesar saluran nafas, meningkatkan produksi kelenjar mucus, pada

jaringan paru akan mengakibatkan peningkatan sel radang dan kerusakan

alveoli. Perubahan anatomi pernafasan akan berdampak pada perubahan

fungsi organ pernafasan sehingga seseorang dapat terkenan Penyakit

Paru Obstruksi Menahun (PPOM). Peningkatan mucus juga berdampak

pada seseorang dengan penyakit asma dan pneumonia.

b. Jantung

Penumpukan bahan kimia rokok pada tubuh seperti tar, nikotin dan

karbon monoksida akan menyebabkan gangguan suplai oksigen ke sel

jantung sehingga mengganggu kerja jantung. Karbondioksida

menyebabkan penurunan saturasi hemoglobin yang secara langsung

menurunkan suplai oksigen di jantung dan selurh tubuh. Karbon

monoksida dalam darah menyebabkan peningkatan arterosklirosis

sehingga dapat meningkatkan kekentalan darah dan mempermudah

penggumpalan darah. Akibat dari adanya penggumpalan dan pengapuran

pembuluh darah akan menyebabkan sroke serta kerusakan pembuluh

darah perifer yang berujung amputasi.

c. Stroke

Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap akan menyebabkan

tingginya resiko arterosklirosis erutama pembuluh darah otak penyebab

stroke. Semakin bnayak seseorang mengkonsumsi rokok maka akan

semakin tinggi resiko terkena gangguan pada jantung.

18
2.2.7 Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Merokok

Upaya mengatasi perilaku merokok yang paling efektif adalah

menggunakan metode konseling, pendidikan kesehatan, komunikasi asertif, terapi

perubahan perilaku yang dapat menurunkan konsumsi rokok, menolak ajakan

merokok. Upaya pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi kebiasaan

merokok pada remaja telah tertuang dalam Visi Indonesia Sehat 2010 yang

dijabarkan dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang meliputi lima

tatanan yaitu : rumah tangga, tempat kerja, tempat umum, tempat sekolah dan

sarana kesehatan.

Promosi kesehatan dapat dilakukan disekolah untuk mempengaruhi perilaku

anak-anak dan remaja. Sekolah dapat dijadikan lingkungan yang sehat, yang dapat

membangun kebahagiaan dan membantu anak-anak mengembangkan perilaku

hidup sehat, seperti nutrisi yang positif dan aktivitas fisik yang teratur,

menghindari perilaku yang negatif misalnya kebiasaan merokok, penggunaan

obat-obatan bahaya, serta kekerasan. Guru dan tenaga kesehatan sekolah dapat

berperan sebagai role model gaya hidup yang mempengaruhi kesehatan. Orang tua

juga perlu menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dengan memulai pola

hidup sehat dilingkungan keluarga untuk menunjang kesehatan sekolah (Sodikin,

2018).

Untuk Urutan Tinjauan Pustakanya


2.1 Perilaku Merokok
2.2 Penyakit Stroke
2.3 Defisit Neurologis

19
Kemudian di 2.4 Tambahkan Penelitian Terdahulu/Penelitian Terkait

20
21

Anda mungkin juga menyukai