TINJAUAN PUSTAKA
b. Klasifikasi
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik
dan stroke hemorrhagic. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi
yang berbeda, pada stroke hemorhagic terdapat timbunan darah di
subarahchnoid atau intraserebral, sedangkan stroke iskemik terjadi
karena kurangnya suplai darah ke otak sehingga kebutuhan
oksigen dan nutrisi kurang mencukupi. Klasifikasi stroke
menurut Wardhana (2011), antara lain sebagai berikut :
1) Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan
pasokan darah yang disebabkan karena penyumbatan pada
pembuluh darah otak. penyumbatnya adalah plak atau timbunan
lemak yang mengandung kolesterol yang ada dalam darah.
Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar (arteri
karotis), atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau
pembuluh darah kecil.
Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian
dalam pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga
aliran darah tidak lancar dan tertahan. Oleh karena darah berupa
cairan kental, maka ada kemungkinan akan terjadi gumpalan
darah (trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan
lama-lama menjadi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak
mengalami kekurangan pasokan darah yang membawah nutrisi
dan oksigen yang diperlukan oleh darah. Sekitar 85 % kasus
stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark, stroke infark
pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak.
Penurunan aliran darah yang semakin parah dapat menyebabkan
kematian jaringan otak. Penggolongan stroke iskemik atau infark
menurut Junaidi (2011) dikelompokkan sebagai berikut :
a) Trancient Ischemia Attack (TIA)
Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya
berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan
disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam
biasanya TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam
juga belum bisa teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena
infark (Grofir, 2009; Brust,2007, Junaidi, 2011).
b) Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)
Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24
jam, biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.
c) Stroke In Evolution (SIE)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus
berkembang dimana terlihat semakin berat dan memburuk
setelah 48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung
bertahap dari ringan sampai menjadi berat.
d) Complete Stroke Non Hemorrhagic
e) Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau
permanen tidak berkembang lagi bergantung daerah bagian
otak mana yang mengalami infark.
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran
atau pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah
menggenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak.
Adanya darah yang mengenangi atau menutupi ruang-ruang
jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak
dan menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan
darah bisa terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah
(intracerebral hemorage) atau dapat juga genangan darah
masuk kedalam ruang sekitar otak (subarachnoid hemorage) bila
ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal bahkan sampai pada
kematian. Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut
usia, karena penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah
yang sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah
rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi
bisa juga disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan
yang sering terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya
dinding pembuluh darah akibat tertimbun plak atau
arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila disertai dengan
gejala tekanan darah tinggi. Beberapa jenis stroke hemoragik
menurut Feigin (2007), yaitu:
a) Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah
kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan
segera. Stroke ini biasanya diikuti dengan fraktur tengkorak
dengan robekan arteri tengah atau arteri meningens lainnya.
Pasien harus diatasi beberapa jam setelah mengalami cedera
untuk dapat mempertahankan hidup.
b) Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma
subdural yang robek adalah bagian vena sehingga
pembentukan hematomanya lebih lama dan menyebabkan
tekanan pada otak.
c) Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang
subaraknoid) dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau
hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisma.
d) Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di
substansi dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien
dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral karena
perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya
menyebabkan ruptur pembuluh darah.
c. Etiologi
Penyebab stroke adalah:
1) Trombosis Serebri
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral
penyebab utama terjadinya trombosis serebral yang adalah
penyebab paling umum dari stroke (Smeltzer,2005). Trombosis di
temukan pada 40 % dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan
oleh ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal
dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis (Price, 2015).
2) Emboli Serebri
Terlepasnya lapisan lemak dari jantung sehingga terjadinya
penyumbatan pembuluh darah sehingga darah tidak bisa
mengalirkan oksigen dan nutrisi ke otak.
3) Hemorhagik
Hemorhagik dapat terjadi di luar durameter (hemorhagik
ekstradural dan epidural di bawah durameter (subdural), di ruang
subarachnoid dan dalam substansi otak (intraserebral) (Wijaya &
Putri, 2013)
d. Faktor resiko
Faktor resiko terjadinya stroke non hemoragik merupakan proses yang
multi kompleks dan didasari oleh berbagai macam faktor risiko. Ada
faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan di modifikasi antara lain
(Valante dkk, 2015) :
1) Tidak dapat dirubah adalah Usia, Jenis kelamin, Ras, Genetik.
2) Yang dapat dirubah
a) Hipertensi
Merupakan faktor risiko utama yang dikarenakan terjadinya
arterosklerosis pembuluh darah serebral yang menyebabkan,
terjadinya penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah dan
menimbulkan perdarahan.
b) Penyakit kardiovaskuler
Embolisme serebral berasal dari jantung seperti gagal jantung
kongestif, MCI, hipertrofi ventrikel kiri dan arteri fibrilasi
(AF). Pada fibrilasi atriummenyebabkan penurunan CO
sehingga perfusi darah ke otak menurun, maka otak akan
kekurangan oksigen dan terjadilah stroke.
c) Diabetes Mellitus
Pada DM akan terjadi mikrovaskularisasi dan aterosklerosis
yang dapat menyebabkan emboli sehingga terjadi iskemia di
otak.
d) Merokok
Zat nikotin dalam rokok menyebabkan timbulnya plaque pada
pembuluh darah yang merupakan salah satu faktor pencetus
aterosklerosis yang mengakibatkan terjadinya stroke.
e) Alkoholik
Alkoholik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi sehingga
terjadi penurunan aliran darah ke otak dan kardiak aritmia serta
kelainan motilitaqs pembuluh darah sehingga terjadi emboli
serebral.
f) Peningkatan kolesterol
Terbentuknya emboli lemak yang memperlambat aliran darah
ke otak sehingga terjadinya penurunan perfusi otak.
g) Obesitas
h) Arterosklerosis
i) Kontrasepsi
j) Stress emosional
e. Patofisiologi
Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat atau terganggu, maka
pemberian makanan berupa glukosa dan oksigen ke daerah otak akan
berkurang otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai
cadangan oksigen, jika aliran darah terhambat karena adanya thrombus
dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak.
kekurangan selama 1 menit dapat mengarah terjadinya penurunan
kesadaran dan bila lebih dari 1 menit menyebabkan 1900 juta neuron
rusak. Selanjutnya kehilangan oksigen yang lebih lama dapat
menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-neuron (infark). Stroke
akan meluas setelah serangan pertama sehingga terjadi edema serebral,
peningkatan intracranial (TIK) dan kematian pada area yang lebih luas.
Prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya
daerah otak yang terkena (AHA, 2015).
Gangguan aliran darah otak dapat terjadi di dalam arteri-arteri yang
membentuk sirkulasi willisi yaitu arteri karotis dan sistem
vertebrobasiler dan semua cabangnya, apabila aliran darah ke otak
terputus selama 15 sampai 20 menit akan terjadi infark dan kematian
jaringan sehingga akan mengakibatkan terjadinya kerusakan organ
tubuh sebagai manifestasi dari otak yang mengalami infark.Oklusi di
suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang di
perdarahi oleh arteri tersebut, karena dapat terjadi sirkulasi kolateral
yang memadai daerah tersebut. Proses patologinya dapat berupa
(Guyton & Hall, 2014) :
1) Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti
thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah atau peradangan.
2) Berkurangnya perfusi akibat gangguan aliran darah, seperti syok
atau hiperviskositas.
3) Gangguan aliran darah akibat embolus infeksi dari jantung.
4) Rupture vaskuler di dalam jaringan otak atau ruang subarachnoid.
f. Manifestasi klinik
Menurut WHO, dalam Internasional Statistik Classification Of
Diseases And Related Health Problem 10 th Revision, stroke dapat di
bagi atas:
1) Perdarahan Intraserebral (PIS)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas,
kecuali nyeri kepala hebat di karenakan hipertensi, serangan sering
kali setiap hari, saat beraktivitas, emosi/marah, mual dan muntah.
Kesadaran sangan cepat menurun sampai dengan koma (65 %
terjadi kurang dari setengah jam 23% antara ½ sampai dengan 2
jam dan 12% terjadi seteklah 2 jam, samapai 19 hari).
2) Perdarahan subarachnoid (PSA)
Stroke akibat PSA mempunyai gejala prodromal berupa nyeri
kepala hebat dan akut. Kesadaran menurun, adanya tanda
rangsangan meningeal, edema papil dapat terfjadi bila ada
perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisme pada arteri
komunkans anterior atau arteri karitis interna. Manifestasi
strokenya dapat berupa kelumpuhan (plegi), kelemahan
(parase),gangguan sensibilitas pada atau atau lebi anggota
tubuh,perubahan mendadak status mental,afasia,ataksia,mual dan
muntah.
3) Stroke Non Haemorhagik (SNH)
Gejala utama pada stroke non haemorhagik adalah timbulnya
defisit neurologik secara mendadak dan subakut, terjadi pada
waktu istirahat atau bangun pagi dan biasanya tidak terjadi
penurunan kesadaran kecuali bila terjadi emboli yang cukup besar.
Klasifikasi SNH berdasarkan manifestasi kliniknya, antara lain
adalah:
a) Serangan Ischemik sepintas/Transiens Ischemik Attack (TIA)
Gangguan neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak dan akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b) Defisit neurologic ischemic sepintas/Reversible Ischemik
Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu
lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c) Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d) Stroke Komplet (complete stroke/permanenent stroke)
Kelainan meurologik sudah menetap dan tidak berkembang
lagi.
e) Stroke Trombotik
f) Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar,
terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya
gumpalan darah yang cepat dan bisa juga diakibatkan oleh
tingginya kadar LDL (Low Density Lipoprotein). Pada
pembuluh darah yang kecil trombotik terjadi karena aliran
darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang.
g) Stroke Emboli
Terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas yang menyebabkan terjadinya penyumbatan
pembuluh darah sehingga darah tidak dapat mengalirkan
oksigen dan nutrisi ke otak.
3) Gangguan Persepsi
a) Homonismus hemianopsia adalah kehilangan setengah lapang
pandang dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi
tubuh yang paralisis.
b) Amorfisintesis adalah keadaan dimana cenderung berpaling
dari sisi tubuh yang sakit dan mengabaikannya.
c) Gangguan hubungan visual spasia adalah gangguan yang
mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial.
d) Kehilangan sensori, antara lain tidak mampu merasakan posisi
dan gerakan bagian tubuh (kehilangan proporioseptik) sulit
menginterpretasikan stimulus visual, taktil,auditorius.
h. Komplikasi
1) Berhubungan dengan Immobilisasi
Penderita stroke yang mengalami kelemahan ataupun kelumpuhan
motorik dan didukung dengan tirah baring lama bila tidak
diberikan perawatan yang efektif dapat terjadi kerusakan integritas
kulit, infeksi pernafasan, nyeri yang berhubungan dengan daerah
yang tertekan, konstipasi dan tromboplebithis.
2) Berhubungan dengan mobilisasi adalah terjadinya nyeri pada
daerah punggung dan dislokasi sendi.
3) Berhubungan dengan kerusakan otak dapat menyebebkan
terjadinya kejang dan nyeri kepala hebat serta terjadinya
hidrosefalus (ASEAN Neurologic Association, 2016)
Penggunaan akronim FAST dapat di terapkan untuk membantu
mengenali gejala awal dari stroke, yaitu:
1) F yaitu Face (wajah)
Wajah bisa mengalami kelumpuhan sebelah dan dapat kita amati
pada saat pasien tersenyum, maka sudut bibirnya hanya bisa
mengangkat sebelah atau mata terlihat terkulai.
2) A yaitu Arms (lengan)
Stroke juga dapat di ketahui bila seseorang tidak bisa mengangkat
salah satu dari ekstremitas (lengan atau tungkai), baik itu hanya
satu sisi tubuh atau keduanya, sesorang akan mengalami
kelemahan ekstremitas tetapi masih bisa merasakan atau merespon
terhadap rangsangan yang di berikan (parase) atau juga sama sekali
tidak merasakan sensasi rangsangan (plegi) selain itu gejala yang
timbul adalah kesemutan.
3) S yaitu Speech
Bicara/cadel/pelo/disartria ataupun tidak bisa berbicara sama sekali
meski masih dalam keadaan sadar (afasia).
4) T yaitu Time (waktu)
Setiap detik sangatlah berharga. Time is Brain yaitu semakin cepat
diketahui gejala stroke makin cepat pertolongan yang diberikan,
makin optimal perbaikan yang di dapat. Periode waktu atau golden
period hanya 4,5 jam dari gejala onset dan menurun dengan cepat
selama 4,5 jam berikutnya, apabila penanganan tertunda untuk
setiap menitnya kurang lebih 2 juta sel saraf mati (Lisiswanti &
Putra, 2016)
i. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis (Farmakologi)
a) Trombolitik
b) Anti platelet
c) Antikoagulan
d) Antagonis Serotonin dan Antagonis calcium
e) Anti convulsion
f) Pencegahan terjadinya peningkatan tekanan intracranial dengan
pemberian manitol, furosemid, steroid dan intubasi (AHA,
2015)
j. Stroke Berulang
Perjalanan penyakit stroke beragam, penderita tersebut dapat pulih
sempurna, ada pula yang sembuh dengan cacat ringan, sedang sampai
berat. Pada kasus berat dapat terjadi kematian, pada kasus yang dapat
bertahan hidup beberapa kemungkinan terjadi stroke berulang,
dementia dan depresi. Stroke merupakan penyakit yang paling
banyak menyebabkan cacat pada usia di atas 45 tahun (Siswanto,
2005).
Secara klinik gambaran perjalanan stroke ada beberapa macam,
pertama defisit neurologiknya terjadi sangat akut dan maksimal saat
munculnya serangan, gambaran demikian sering terjadi pada stroke
karena emboli, kedua yang dikenal dengan stroke in evolution atau
progressing stroke adalah bilamana defisit neurologiknya memburuk
secara bertahap yang umumnya dalam ukuran menit sampai jam
sampai defisit neurologik yang maksimal tercapai (complet stroke),
bentuk ini biasanya disebabkan karena perkembangan proses
trombosis arterial yang memburuk atau suatu emboli yang rekuren.
Stroke berulang juga didefinisikan sebagai kejadian serebrovaskuler
baru yang mempunyai satu diantara kriteria berikut:
1) Defisit neurologik yang berbeda dengan stroke pertama.
2) Kejadian yang meliputi daerah anatomi atau daerah pembuluh
darah yang berbeda dengan stroke pertama.
3) Kejadian ini mempunyai sub tipe stroke yang berbeda dengan
stroke pertama.
Kriteria ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa sebab yang
teratur dari kemunduran klinik setelah stroke pertama (seperti
hipoksia, hipertensi, hiperglikemia, infeksi) atau gejala yang lebih
buruk karena kemajuan serangan stroke tidak salah diklasifikasikan
sebagai kejadian serebrovaskuler berulang.
Stroke berulang dengan makin banyak faktor resiko yang dipunyai,
maka tinggi kemungkinan mendapatkan stroke berulang. Faktor
resiko stroke yang dipunyai tersebut, seperti riwayat hipertensi,
diabetes mellitus, kelainan jantung, dislipidemia, dan lain-lain harus
ditanggulangi dengan baik, penderita harus berhenti merokok dan
harus rajin berolah raga yang disesuaikan dengan keadaannya. Pasien
dengan gejala klinik atau faktor resiko perilaku lebih dari satu
mempunyai peningkatan resiko terjadinya stroke berulang dan
penanganan yang tepat dari faktor resiko tersebut sangat penting
untuk pencegahan stroke. Pada kelompok resiko tinggi setelah
terjadinya serangan stroke seharusnya menjadi target penanganan
secara terus menerus untuk mencegah terjadinya stroke berulang
(Makmur dkk, 2002 dalam Siswanto, 2005).
Menurut Junaidi (2011), kekambuhan stroke atau terjadinya stroke
berulang dipengaruhi oleh tiga hal penting, yaitu:
1) Penanggulangan faktor resiko yang ada dikaitkan dengan
kepatuhan penderita dalam mengontrol atau mengendalikan
faktor resiko yang telah ada, seperti menjaga kestabilan tekanan
darah. Seseorang yang tekanan darah yang tidak dikontrol
dengan baik akan meningkatkan resiko terjadinya stroke
berulang.
2) Pemberian obat-obatan khusus yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya stroke kedua atau stroke berulang, seperti penggunaan
aspirin yang terbukti mengurangi terjadinya kejadian stroke
berulang hingga 25%.
3) Genetik, yaitu seseorang yang mempunyai gen untuk terjadinya
stroke berulang.
3. Penelitian terkait
a. Penelitian yang dilakukan oleh Putra (2016) yang berjudul Hubungan
antara Tingkat Kepatuhan Minum Obat Antiplatelet Aspirin dengan
Kejadian Stroke Iskemik Berulang di RS Bethesda Yogyakarta.
Penelitian analitik dengan metode kasus kontrol. Penelitian menggunakan
sampel sebanyak 112 data yang diambil dari data primer pasien.
Kelompok kasus sebanyak 56 pasien stroke berulang dan kelompok
kontrol sebanyak 56 pasien stroke tidak berulang dengan 7 menanyakan
riwayat stroke dan kepatuhan minum obat aspirin tahun 2016 kebelakang.
Analisis terhadap 112 subyek yang memenuhi kriteria penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kepatuhan sedang
dan rendah minum obat anti-platelet Aspirin dengan kejadian stroke
iskemik berulang dengan p >0,05 (OR : 28,52, 95%CI: 12,657- 88,762, p:
< 0,001) Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
kepatuhan minum obat anti-platelet aspirin dengan kejadian stroke
iskemik berulang di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Fadmi (2017) Hubungan Komunikasi
Interpersonal Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan Konsumsi Obat
Stroke di Ruang Poli Syaraf RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin. Desain penelitian adalah analitik dengan pendekatan cross
sectional. Populasi adalah seluruh pasien pasca stroke sebanyak 250
orang dan 8 sampel berjumlah 72 orang dengan teknik porpusive
sampling. Analisa data melalui uji Spearman Rank dengan menggunakan
tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian didapatkan komunikasi
interpersonal petugas kesehatan sebagian besar dengan kategori baik
berjumlah 53 orang (73,6%) dan pasien pasca stroke patuh berjumlah 43
orang (59,7%). Ada hubungan antara komunikasi interpersonal petugas
kesehatan dengan kepatuhan konsumsi obat pasien pasca stroke (p =
0,000 < α 0,05).
c. Penelitian yang dilakukan oleh Nindita rachmania (2019) hubungan
karakterisitk pasien dengan kepatuhan minum obat dan kualitas hidup
pasien rawat jalan stroke iskemik di RSUD Banyumas. Desain penelitian
adalah observasional dengan pendekatan cross sectional. Responden
sebanyak 44 pasien stroke iskemik yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi. Kepatuhan minum obat diukur menggunakan kuesioner MARS
5, dan didapatkan skor 22,5. Nilai tersebut diartikan sebagai pasien stroke
iskemik di RSUD Banyumas tergolong dalam kategori sering patuh.
d. Penelitian yang dilakukan oleh Zaidah (2019) yang berjudul hubungan
kepatuhan minum obat hipertensi dengan kejadian stroke di RSUD Al
Ihsan Jawa barat. Penelitian menggunakan metode analitik observasional
dengan desain studi kasus kontrol. Responden sebanyak 92 terdiri dari 46
responden pasien stroke dengan penyakit hipertensi dan 46 responden
pasien non stroke dengan penyakit hipertensi. Hasil penilitian
menunjukkan bahwa lebih dari setengah (58.7%) pasien stroke di RSUD
Al Ihsan dikategorikan memiliki tingkat kepatuhan minum obat yang
rendah. Hasil analisa chi square tidak terdapat hubungan bermakna antara
kepatuhan minum obat hipertensi dengan kejadian stroke (p=0.6).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara kepatuhan minum obat hipertensi dengan kejadian
stroke di RSUD Al Ihsan.
e. Penelitian yang dilakukan oleh Christiandari (2021) yang berjudul
hubungan medication related burned dengan kepatuhan terapi pada
pasien stroke di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Desain penelitian
observasional dengan pendekatan cross sectional. Responden sebanyak
44 pasien stroke iskemik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
Responden sebanyak 49 pasien stroke yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Pengambilan data tingkat kepatuhan Medication
Adherence Rating Scale (MARS) dan beban pengobatan menggunakan
kuesioner Living With Medicine Questionaire (LMQ). Hasil penelitisn
menunjukkan kuesioner tingkat kepatuhan didapatkan 29 responden
(59,18%) berada ditingkat kepatuhan sedang dan 20 responden (40,81%)
berada ditingkat patuh tinggi. Sedangkan kuesioner LMQ didapatkan 8
responden (16,32%) mengalami beban rendah dan 41 responden
(83,67%) mengalami beban sedang. Berdasarkan nilai koefisiensi
korelasi VAS dengan MARS menunjukkan korelasi negative (CP=-
0,186 dan p=0,201), berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara
beban pengobatan dengan kepatuhan pasien.
B. Kerangka Teori
STROKE