Disusun Oleh
Neti herawati : 19230131p
3. Patofisiologi
Menurut Zullies Ikawati (2011), berdasarkan klasifikasi Amerikan Heart
Association, terdapat dua macam tipe stroke:
a. Tipe Oklusif atau penyumbatan, disebut juga stroke iskemik adalah stroke
yang disebabkan karena adanya penyumbatan pembuluh darah.
b. Tipe Hemoragi atau perdarahan adalah stroke yang disebabkan karena
perdarahan intracranial. Stroke hemoragi terdiri dari:
1) Hemoragi Subarachnoid
Terjadi karena darah memasuki daerah subarachnoid berhubungan
dengan trauma, pecahnya aneurism intracranial, atau rupture of an
arteriovenous malformation (AVM).
2) Hemoragi Intraserebral (pembuluh darah yang pecah dalam
parenkim otak membentuk sebuah hematoma). Tipe hemoragi ini
sangat sering terjadi berhubungan dengan tekanan darah tinggi yang
tidak terkontrol dan kadang karena pemberian terapi antitrombotik
atau terapi trombolitik.
3) Hematoma Subdural (berkumpulnya darah di bagian bawah dura,
disebabkan umumnya oleh trauma.
Menurut Zullies Ikawati (2011), Elemen-elemen vasoaktif darah yang
keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila darah yang keluar
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93% pada perdarahan
dalam dan 71% pada perdarahan lebar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebral dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kematian sebesar 75%
tetapi volume darah 5cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak
akan menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat
kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan deficit sementara dan bukan
deficit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
Setiap deficit focal permanen akan bergantung pada daerah otak mana
yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah
otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik
adalah arteri serebral tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen
dapat tidak diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total
yang dapat teratasi.
Jika aliran darah ketiap bagian otak terhambat karena thrombus atau
emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan oksigen dalam 1 menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih
seperti kehilangan kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu
yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang
mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada
metabolism sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak dapat menyimpan
glikogen sehingga kebutuhan metabolism tergantung dari glukosa dan oksigen
yang terdapat pada arteri-arteri yang menuju otak.
Perdarahan intracranial termasuk perdarahan kedalam ruang
subarachnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan
timbulnya penebalan dan degenerative pembuluh darah yang dapat
menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan
cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah
otak.
Perdarahan biasanya terhenti karena pembentukan thrombus oleh fibrin
trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai di
reabsorbsi. Rupture ulangan merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7-10
hari setelah perdarahan pertama.
Rupture ulangan menyebabkan terhentinya aliran darah kebagian
tertentu, menimbulkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut
dapat menimbulkan gegar otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan
cairan serebrospinal (CSS), dan mengakibatkan gesekan otak (otak terbelah
sepanjang serabut). Perdarahan mengisi fentrikel atau hematoma yang merusak
jaringan otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat
menyebabkan peningkanan tekana intracranial yang membahayakan jiwa
dengan cepat. Peningkatan tekanan intracranial yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Disamping itu, terjadi
bradikardia, hipertensi sistemik, dan gangguan pernafasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa,
darah dapat mengiritasi pembuluh darah, meningen, dan otak. Darah dan
vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya
parfusi serebral. Spasme serebri atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4
sampai ke-10m setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan konstriksi
arteri otak. Vasospasme merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya
penurunan fokal neurologis, iskemik otak, dan infark.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Zullies Ikawati (2011), tanda dan gejala stroke adalah sebagai
berikut:
a. Disfungsi neurologic lebih dari satu (multiple), dan penurunan fungsi
tersebut bersifat spesifik ditentukan oleh daerah di otak yang terkena.
b. Hemi atau monoparesis (kelumpuhan separuh tubuh).
c. Vertigo dan penglihatan yang kabur (double vision), yang dapat
disebabkan oleh sirkulasi posterior yang terlibat didalamnya.
d. Aphasia (kesulitan melafalkan ucapan dengan jelas), penurunan lapang
pandang visual, dan perubahan tingkat kesadaran.
5. Faktor resiko
Menurut Suzane dan Brenda (2001) menyebutkan beberapa faktor resiko
stroke antara lain:
a. Hipertensi: faktor resiko utama
b. Penyakit kardiovaskuler: embolisme serebral berasal dari jantung
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit meningkatkan resiko infark serebral
f. Diabetes
g. Kontrasepsi oral
h. Merokok
i. Penyalahgunaan obat khususnya kokai.
6. Penatalaksanaan Stroke
Menurut Arif Muttaqin (2008), pada pasien yang mengalami stroke dapat
dilakukan beberapa cara untuk menanganinya. Yaitu dapat dilakukan hal-hal
berikut:
a. Naikkan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20 -30.
b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan
hipotonik.
c. Pemberian osmoterapi yaitu :
1) Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20 -30 menit kemudian dilanjutkan
dengan dosis 0,25 gr/kg BB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam.
Target osmolaritas 300-320 mmol/liter.
2) Gliserol 50% oral 0, 25 - 1gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral
10%. Intravena 10 ml/kg BB dalam 3 -4 jam (untuk odema cerebri
ringan, sedang).
3) Furosemide 1 mg/kg BB intravena.
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai
PCO2 = 29-35 mmHg.
e. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral
dengan pergeseran linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.
f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh
karena disamping menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi.
7. Komplikasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), komplikasi stroke meliputi hipoksia
serebral, penurunan aliran darah serebral, dan luasnya area cidera.
a. Hipoksia Serebral
Diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi
otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta
hematocrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan.
b. Aliran Darah Serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh
darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin
penurunan viskositas dan memperbaiki aliran darah serebral.
c. Embolisme Serebral
Dapat terjadi setelah infark miocard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal
dari dari katub jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah
ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN STROKE
1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Riwayat penyakit
1) Keluhan utama masuk rumah sakit
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit dahulu
c. Pengkajian saat ini
1) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas/latihan
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola perseptual
7) Pola peran dan hubungan
8) Pola managemen koping stress
9) System nilai kepercayaan
d. Pemeriksaan fisik
1) Keluhan saat ini (TD,RR,NADI,SUHU)
2) Persyarafan (GCS, pemeriksaan 12 saraf cranial)
3) Endokrin (inspeksi, palpasi)
4) Muskuloskeletal (inspeksi, palpasi )
5) Perkemihan (inspeksi, palpasi)
6) Integument (inspeksi dan palpasi)
7) Imunitas (inspeksi,palpasi, aukultasi)
e. Pemeriksaan penunjang dan laboratorium
f. Daftar pemberian terapi
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan iskemia.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
menelan.
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. penumpukan sputum (karena
kelemahan, hilangnya refleks batuk)
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegia
3. Rencana keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral
Perfusi serebral pasien membaik
Kriteria hasil :
Tingkat kesadaran membaik (GCS meningkat)
Fungsi kognitif, memori dan motorik membaik
TIK normal
Tanda-tanda vital stabil
Tidak ada tanda perburukan neurologis
Intervansi keperawatan :
1) Observasi tanda-tanda vital (tiap 6 jam sesuai kondisi pasien)
2) Pantau adanya tanda-tanda penurunan perfusi serebral :GCS, memori,
bahasa respon pupil
3) Pantau intake-output cairan, balance tiap 24 jam
4) Pertahankan posisi tirah baring pada posisi anatomis atau posisi kepala
tempat tidur 15-30 derajad
5) Kolaborasi:
Beri ogsigen sesuai indikasi
Laboratorium: AGD, gula darah
Penberian terapi sesuai advis
Intervensi keperawatan :
1) Observasi tanda-tanda vital
2) Kaji factor penyebab yang mempengaruhi kemampuan menerima
makan/minum
3) Hitung kebutuhan nutrisi perhari
4) Catat intake makanan
5) Kolaborasi : Pemeriksaan lab(Hb, Albumin, BUN), pemasangan NGT,
konsul ahli gizi
5. Evaluasi
a. Perfusi serebral pasien membaik
b. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
c. Pasien mampu mempertahankan jalan nafas yang paten
d. Pasien mendemonstrasikan mobilisasi aktif
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Asuhan keperawatan pada pasien klien dengan gangguan sistem persyarafan.
Pusat pendidikan tenaga kesehatan departemen kesehatan, Jakarta, 1995.
Bustami, Mursyid, dkk. Managemen Komprehensif Stroke, Pustaka Cendakia Pres,
Yogyakarta, 2007.
Ikawati, Zullies, Farmakoterapi Penyakit System Saraf Pusat. Bursa Ilmu, 2011
Muttaqin Arif, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Salemba Medika, Jakarta, 2008.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Breda G,Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner &
Suddhart. vol 2. Edisi 8. Jakarta. EGC. 2002