Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN TEORI

STROKE

A. Definisi Stroke
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah
otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejalagejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering
ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer
et al, 2002).
B. Klasifikasi
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan

perdarahan

serebral

dan

mungkin

perdarahan

subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah


otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral

yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,


thalamus, pons dan serebelum.

2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau
AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi

dan

cabang-cabangnya

yang terdapat

diluar

parenkim

otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan


TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan
vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase,
gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:


a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang
terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang
timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang
dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.
Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat
diawali oleh serangan TIA berulang.

C. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan
gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan
pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan
arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding
pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
o Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
o Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
o Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
o Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus
di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli
tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
o Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).

o Myokard infark
o Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
o Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan

perembesan

darah

kedalam

parenkim

otak

yang

dapat

mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang


berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme
vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.

Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai


emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar
area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark
itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan
perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh

embolus

menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di
nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu
4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemenelemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume


darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam
dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 %
tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach,
1999 cit Muttaqin 2008)
E. Manifestasi Klinis dan Kompilkasi
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat
dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena
fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis)
yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang Homonimus Hemianopsia
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi


ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon
pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

F. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang


1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan
otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

G. Penatalaksanaan Medis/Keperawatan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
o Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu

pernafasan.
o Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
o Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
o Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
o Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
1. Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
2. Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway: pengkajian mengenai kepatenan jalan. Kaji adanya obstruksi pada
jalan napas karena dahak, lendir pada hidung, atau yang lain.
b. Breathing: kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur,
kedalaman napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru, pengembangan
dada.
c. Circulation: meliputi pengkajian volume darah dan kardiac output serta
perdarahan. Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna kulit, nadi,
dan adanya perdarahan
d. Disability: yang dinilai adalah tingkat kesadran serta ukutan dan reaksi
pupil.
e. Exposure/ kontrol lingkungan: penderita harus dibuka seluruh pakaiannya.
2. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe)
termasuk reevaluasi pemeriksaan TTV.
a. Anamnesis
Setiap pemeriksaan yang lengkap memerlukan anamnesis mengenai riwayat
perlukaan. Riwayat AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal,
event/environment) perlu diingat.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan evaluasi kepala akan adanya luka,
kontusio atau fraktuf. Pemeriksaan maksilofasialis, vertebra sevikalis,
thoraks, abdomen, perineum, muskuloskeletal dan pemeriksaan neurologis
juga harus dilakukan dalam secondary survey.
c. Reevaluasi
Monitoring tanda vital dan haluaran urin penting dilakukan.
d. Tambahan pada secondary survev
Selama secondary survey, mungkin akan dilakukan pemeriksaan diagnostik
yang lebih spesifik seperti foto tambahan dari tulang belakang serta
ekstremitas, CT-Scan kepala, dada, abdomen dan prosedur diagnostik lain.

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


1) Diagnosa keperawatan pertama: perubahan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan oedema serebral.
Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi;
1. Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow
Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
2. Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah
Rasional:

autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang

konstan.
3. Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional:

aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan

Tekanan Intra Kranial (TIK).


4. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase
dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
5. Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional:

meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan

selanjutnya dapat mencegah pembekuan..

2) Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik berhubungan


dengan kelemahan.
Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
Kriteria hasil mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan
kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan
perilaku yang memungkinkan aktivitas.
Intervensi;
1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional:

mengidentifikasi

kelemahan/

kekuatan

memberikan informasi bagi pemulihan


2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)

dan

dapat

Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.


3. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur.
4. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak
menjadi lebih terganggu.
5. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan
ambulasi pasien.
Rasional:
kebutuhan

program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan


yang

berarti/

menjaga

kekurangan

tersebut

dalam

keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.

3) Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal berhubungan


dengan kerusakan neuromuskuler.
Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat,
terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga
Intervensi;
1. Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator
dari derajat gangguan serebral
2. Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
3. Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
4. Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)
Rasional:

bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi

pesan yang dimaksud


5. Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.

4) Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi berhubungan


dengan stress psikologis.
Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
Kriteria

hasil

mempertahankan

tingkat

kesadarann

dan

fungsi

perseptual, mengakui perubahan dalam kemampuan.


Intervensi;
1. Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/
tumpul, rasa persendian.
Rasional:

penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan

perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.


2. Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional:

adanya

agnosia

(kehilangan

pemahaman

terhadap

pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)


3. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu
benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional:

membantu

melatih

kembali

jaras

sensorik

untuk

mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.


4. Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh tertentu.\
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu
dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
5. Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang
pendek.
6. Rasional:

pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang

perhatian atau masalah pemahaman.

5) Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan dengan


kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol/ koordinasi otot
Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal
hygiene secara minimal
Intervensi;
1.

Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.

Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga
membantu dalam perawatan diri
2.

Bantu klien dalam personal hygiene.


Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada
klien

3.

Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien
setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi

4.

Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene


Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien

5.

Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi


Rasional: memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana terapi dan

6) Diagnosa keperawatan keenam: gangguan harga diri berhubungan dengan


perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri
Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri
dalam situasi.
Intervensi;
1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidakmampuannya.
Rasional:

penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam

mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.


2. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah
satu bagian kehidupan.
3. Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/
partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional: mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan
memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.
4. Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan

sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.


Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima
kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
5. Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai
kebutuhan.
Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang
perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.

7) Diagnosa keperawatan ketujuh:

resiko tinggi kerusakan menelan

berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler/ perseptual.


Tujuan; kerusakan dalam menelan tidak terjadi.
Kriteria hasil mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi
individual dengan aspirasi tercegah, mempertahankan berat badan yang
diinginkan.
Intervensi;
1. Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara individual.
Rasional:

intervensi nutrisi/ pilihan rute makan ditentukan oleh

faktor-faktor ini.
2. Letakkan pasien pada posisi duduk/ tegak selama dan setelah makan
Rasional: menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan
dan menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
3. Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional: menguatkan otot fasiel dan otot menelan dan menurunkan
resiko terjadinya aspirasi.
4. Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/ kegiatan.
Rasional:

meningkatkan pelepasan endorphin dalam otak yang

meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.


5. Berikan cairan melalui intra vena dan/ atau makanan melalui selang.
Rasional: memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien
tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

8) Diagnosa keperawatan ketujuh: kurang pengetahuan tentang kondisi dan


pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan kognitif, kesalahan
interprestasi informasi, kurang mengingat

Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya


Kriteria hasil berpartisipasi dalam proses belajar
Intervensi;
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien
Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
2. Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta
perawatan.
Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik
dan meningkatkan pengetahuan keluarga klien
3. Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal
yang belum jelas.
Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan
anaknya
4. Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh
keluarga atau klien.\
Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau
keluarga
5. Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan
terutama selama kegiatan berfikir
Rasional:

stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan

proses berfikir.

C. Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang
telah direncanakan sebelumnya.
D. Evaluasi
a. Kesadaran penuh, tidak gelisah
b. Dapat melakukan aktivitas secara minimum
c. Dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya
d. Dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya
e. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
f. Tidak terjadi gangguan harga diri
g. Kerusakan dalam menelan tidak terjadi
h. Klien mengerti dan paham tentang penyakitnya

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Johnson,

M., et

all. 2000. Nursing

Outcomes

Classification

(NOC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River


Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih.
Jakarta: EGC.
Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan Keperawatan
Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo

Anda mungkin juga menyukai