Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA


PASIEN DENGAN LASERASI KORNEA

Disusun Oleh :

Annisa April Liana, S.Kep

Nim : P2305108

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS


WIYATA HUSADA SAMARINDA
PROGRAM PROFESI NERS 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laserasi kornea adalah luka pada kornea. Biasanya disebabkan oleh
sesuatu yang tajam yang mengenai mata. Hal ini juga dapat disebabkan oleh
sesuatu yang membentur mata dengan kekuatan yang cukup besar, seperti
perkakas tangan yang terbuat dari logam. Laserasi kornea lebih dalam
daripada abrasi kornea , memotong sebagian atau seluruh kornea. (Porter,
2017).
Laserasi kornea sering terjadi pada trauma mata. Perbaikan harus
dilakukan dalam waktu 24 jam untuk mengurangi risiko infeksi, mengurangi
ketidaknyamanan pasien, dan menghindari kerusakan lebih lanjut pada mata.
Tujuan perbaikannya adalah penutupan kedap air, pemulihan anatomi normal,
dan pencegahan astigmatisme tinggi atau jaringan parut. Kegiatan ini
meninjau evaluasi dan penatalaksanaan laserasi kornea dan menyoroti peran
tim interprofesional dalam menangani kondisi ini (Kumar, 2016).
B. Tujuan Umum
1. Tujuan umum
Untuk menjelaskan manajemen asuhan keperawatan perioperatif secara
komprehensif pada klien dengan laserasi kornea
2. Tujuan khusus
a) Untuk menjelaskan pengkajian keperawatan perioperatif kepada klien
dengan laserasi kornea
b) Untuk menjelaskan penegakkan diagnosa keperawatan perioperatif
kepada klien dengan laserasi kornea
c) Untuk menjelaskan penyusunan intervensi keperawatan perioperative
kepada klien dengan laserasi kornea
C. Manfaat
Mampu menjelaskan tindakan keperawatan perioperative pada klien laserasi
kornea dengan meliputi pengkajian, diagosa, dan menjelaskan intervensi
keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kornea adalah jendela depan mata yang jernih . Laserasi kornea adalah
luka pada kornea. Biasanya disebabkan oleh sesuatu yang tajam yang
mengenai mata. Hal ini juga dapat disebabkan oleh sesuatu yang membentur
mata dengan kekuatan yang cukup besar, seperti perkakas tangan yang
terbuat dari logam. Laserasi kornea lebih dalam daripada abrasi kornea ,
memotong sebagian atau seluruh kornea. Jika laserasi kornea cukup dalam
maka dapat menyebabkan laserasi seluruh ketebalan. Ini adalah saat laserasi
memotong seluruh kornea dan menyebabkan bola mata pecah, robekan pada
bola mata itu sendiri.
Laserasi kornea sering terjadi pada trauma mata. Perbaikan harus
dilakukan dalam waktu 24 jam untuk mengurangi risiko infeksi, mengurangi
ketidaknyamanan pasien, dan menghindari kerusakan lebih lanjut pada
mata. Tujuan perbaikannya adalah penutupan kedap air, pemulihan anatomi
normal, dan pencegahan astigmatisme tinggi atau jaringan parut. Kegiatan
ini meninjau evaluasi dan penatalaksanaan laserasi kornea dan menyoroti
peran tim interprofesional dalam menangani kondisi ini (Kumar, 2016).
B. Etiologi
Segala aktivitas di mana benda dapat terbang ke mata dengan kecepatan
tinggi dapat menyebabkan laserasi kornea. Penyebab paling umum dari
laserasi kornea adalah aktivitas seperti
1. Memotong kayu
2. Penggilingan logam
3. Memangkas rumput
4. Batu ukiran
5. Kontak dengan debu, kotoran, pasir, atau bahkan ujung kertas mungkin
dapat melukai kornea jika diperlukan tenaga yang cukup
C. Manifestasi Klinis
Laserasi kornea bervariasi dalam ukuran dan bentuk, dapat sebagian atau
seluruh ketebalan, dan berkisar dari pola linier sederhana hingga formasi
bintang yang kompleks. Berikut ini manifestasi klinis dari laserasi kornea :
1. Sakit parah
2. Robek
3. Kepekaan terhadap cahaya
4. Pengelihatan kabur atau menurun
5. Perdarahan di area mata
6. Perasaan mengganjal dimata
D. Patofisiologi
Kornea manusia terdiri dari 6 lapisan berikut: epitel, lapisan Bowman,
stroma, lapisan Dua, membran Descemet, dan endotelium. Cedera dan cacat
pada epitel membuat mata rentan terhadap infeksi. Cedera yang melibatkan
lapisan Bowman dan lapisan yang lebih dalam cenderung mengakibatkan
jaringan parut pada kornea dan akibatnya membatasi kejernihan
penglihatan. Sel-sel endotel yang tidak beregenerasi menampung saluran
natrium-kalium yang menjaga kornea tetap kering dan jernih. Pelanggaran
endotel menyebabkan kornea edema keruh.
Cedera ketebalan parsial tidak merusak bola mata (abrasi). Cedera
dengan ketebalan penuh menembus seluruh lapisan kornea,
mengakibatkan bola mata pecah . Laserasi ini bervariasi dalam ukuran,
bentuk, dan tingkat keparahan. Meskipun anamnesis dapat menunjukkan
etiologi laserasi, terkadang pasien tidak dapat mengingat kejadian tertentu
yang memicunya. Pasien mungkin tidak mengingat hal-hal
seperti benda asing , trauma digital, atau sumber kerusakan halus lainnya,
harus teliti dalam memeriksa kornea dan struktur periorbital jika dicurigai
adanya laserasi kornea. Biasanya, pasien yang mengalami cedera jenis ini
mengalami nyeri hebat, lakrimasi, fotofobia, dan menunjukkan injeksi
konjungtiva serta gangguan penglihatan
E. Pathway

Nyeri akut
Risiko cedera

Risikinfeksi
Ansietas
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gejala laseraso korena adalah pelaksanaan
pemeriksaan mata lengkap untuk mengetahui sejauh mana cederanya.
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui apakah luka tersebut merupakan
laserasi ketebalan parsial atau laserasi ketebalan penuh. Untuk memeriksa
laserasi kornea, mata pasien akan diberikan obat tetes mata agar mata tetap
terbuka untuk pemeriksaan. Prosedur ini mungkin juga melakukan pewarnaan
mata fluorescein. Ini adalah tes yang menggunakan pewarna oranye
(fluorescein) dan cahaya biru untuk mendeteksi kerusakan pada kornea.
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit , kemungkinan adanya
infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
3. Pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi,
maupun funduskopi
G. Penatalaksanaan
Pembedahan biasanya dilakukan untuk menutup luka pada mata dan
membantu mencegah infeksi. Pembedahan membantu mencegah kerusakan
lebih lanjut pada mata dan enyingkirkan benda asing yang tersisa di mata
setelah cedera. Laserasi yang parah mungkin memerlukan beberapa operasi
untuk diperbaiki dan dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan permanen.
Setelah operasi, mata pasien mungkin ditutup untuk melindunginya. Selain itu,
pemberian obat mencakup pengobatan untuk analgetik
H. Asuhan Keperawatan Perioperatif
1. Pengkajian
a. Pre operatif
1) Riwayat pekerjaan
Perlu diketahui untuk memberikan perawatan pada matanya yang
tidak akan mendapatkan hal-hal yang buruk karena lingkungan
pekerjaan. Juga untuk mewasdai trauma kembali. Penderita yang
menderita erosi kornea tentu sangat berbahaya bila berada di
lingkungan yang kotor tanpa menutup bola mata.
2) Penyakit lain yang sedang diderita
Bila sedang menderita penyakit lain dengan keadaan yang buruk
maka infeksi yang terjadi di mata akan sukar disembuhkan. Misal
penyakit DM, sepsis atau kelainan darah.Riwayat penyakit mata
sebelumnya akan dapat menerangkan tambahan gejala-gejala
penyakit yamng dikeluhkan.
3) Riwayat trauma sebelum dan sesudah keluhan
Trauma tumpul dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis
kelopak ataupun bola mata. Trauma sebelumnya dapat juga
memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum meminta
pertolongan.
4) Pemeriksaan mata
Sakit untuk mengedip/melakukan pergerakan :
a. Lakrimas
b. Fotofobia
c. Kelopak mata kaku (blerafospasme)
d. Tajam pengelihatan menurun
e. Ada bagian kornea yang jernih
f. Warna iris seakan-akan lebih hitam
Bila terjadi perforasi :
a. Pupil terlihat lonjong
b. Cairan bilik mata depan akan mengalir ke luar
c. Cairan COA mengandung fibrin
d. Bisa terbentuk jaringan parut di kornea
e. Iris prolap
5) Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit ,
kemungkinan adanya infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
c. Pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan
tonografi, maupun funduskopi
2. Diagnosa Keperawatan
Pre operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
b. Ansietas berhubugan dengan kekhawatriran mengalami kegagalan
Intra operatif
a. Risiko cedera ditandai dengan prosedur anastesi
b. Risiko Infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder
Post operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur operasi
b. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera fisik keperawatan, diharapkan tingkat Observasi
nyeri menurun. Kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Keluhan nyeri menurun (5) kualitas dan intensitas nyeri
2. Meringis menurun (5) 2. Identifkasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
Terapeutik
6. Berikan teknik nonfarmakologis
7. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
8. Fasilitasi istirahat dan tidur
9. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
Edukasi
10.Jelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri
11.Jelaskan strategi meredakan nyeri
12.Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
13.njurkan menggunakan analgetik secara tepat
14.Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
2 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas
ancaman terhadap konsep diri keperawatan diharapkan tingkat
Observasi:
ansietas meningkat. Kriteria hasil :
1. Perilaku gelisah menurun (5) 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah ( misal :
2. Perilaku tegang menurun (5) kondisi, waktu, stresor)
2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3. Monitor tanda-tanda ansietas
Teraupetik:

4. Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan


kepercayaa. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan
5. Pahami situasi yang membuat ansietas
6. Dengarkan dengan penuh perhatian
7. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
8. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
9. Motivasi mengidentifikasi situassi yang memicu
kecemasan
10. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi:

11. Jelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin


dialami
12. Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
13. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
14. Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif
15. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
16. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
17. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat
18. Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi :

19. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

3 Risiko cedera ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Kselamatan Lingkungan
gangguan pengelihatan keperawatan selama 1x24 jam Observasi
diharapkan tingkat cedera
1. Identifikasi kebutuhan keselamatan
menurun. Kriteria hasil :
2. Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
1. Kejadian cedera menurun (5)
Terapeutik
2. Toleransi aktivitas meningkat
3. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
(5)
4. Modifikasi lingkungan untuk menimialkan bahaya
dan risiko
5. Sediakan alat bantu pengamanan lingkungan
6. Lakukan program skrinning bahaya lingkungan
Edukasi
Ajarkan individu, keluarga, atau kelompok risiko
tingga bahaya lingkungan
4. Risiko infeksi ditandai Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi
dengan ketidakadekuatan keperawatan tingkat infeksi Observasi
pertahanan tubuh sekunder menurun dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
1. Kebersihan tangan meningkat sistemik
(5) Terapeutik
2. Kebersihan badan meningkat 2. Batasi jumlah pengunjung
(5) 3. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Demam, kemerahan, nyeri, 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
bengkak menurun (5) klien dan lingkungan klien
5. Pertahankan teknik aseptic pada klien beresiko
tinggi
Edukasi
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Ajarkan cara mencuci tangan
8. anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
I. Perbaikan Laserasi Korena : Hecting
1. Pengertian
Penjahitan kornea adalah prosedur perbaikan laserasi kornea yang
bertujuan untuk melakukan penutupan kedap air, pemulihan anatomi
normal, dan membatasi jumlah jaringan parut kornea pasca operasi dan
astigmatisme
2. Anatomi fisiologi
Kornea manusia normal transparan dan avaskular. Ini memberikan
dukungan struktural pada mata dan bertindak sebagai penghalang terhadap
infeksi. Rata-rata kornea orang dewasa berukuran 12 mm secara horizontal
kali 11 mm secara vertikal dan tebal 0,5 mm. Ada lima lapisan berbeda
pada kornea mulai dari permukaan luar: epitel, membran Bowman, stroma,
membran Descemet, dan endotel. Pada tahun 2013, dilaporkan lapisan ke-
6, yang disebut lapisan Dua, terletak di antara stroma dan membran
Descemet. Sekitar 80 hingga 85% kornea merupakan stroma yang terdiri
dari serat kolagen Tipe I dan V yang disusun dalam pola paralel tertentu
untuk menjaga transparansi. Lapisan endotel bersifat monoseluler dan
bertanggung jawab atas kejernihan optik kornea dengan menjaganya tetap
dehidrasi melalui pompa natrium-kalium.
Lapisan kornea mempunyai respon yang berbeda-beda ketika
mengalami cedera. Cedera pada lapisan epitel menyebabkan kerusakan sel
dan kerusakan selanjutnya pada lapisan tersebut. Cacat ini akan
disembuhkan dengan migrasi sel-sel epitel yang dibuat di limbus. Sekitar
satu jam setelah cedera, penyembuhan luka epitel dimulai. Sebelum
kerusakannya sembuh, kornea mempunyai risiko infeksi yang signifikan.
Jika kedalaman cedera tidak melanggar membran Bowman, kornea akan
sembuh tanpa jaringan parut.
Cedera pada stroma sembuh dengan deposisi fibrotik, yang
menutup luka namun mengganggu fungsi normal. Perbaikan jaringan
fibrotik yang berlebihan menyebabkan peningkatan jaringan parut dan
kontraktur, sehingga membatasi kejernihan optik. Sel-sel endotel tidak
beregenerasi, dan oleh karena itu, ketika terluka, kornea dapat menjadi
bengkak dan keruh karena hilangnya fungsi pompa natrium-kalium sel.
Kornea adalah jaringan yang sangat dipersarafi dan sensitif, yang
menerima sensasi dari cabang nasociliary dari divisi oftalmikus saraf
trigeminal. Karena persarafan yang padat, pasien dapat merasakan sakit
yang luar biasa akibat cedera kornea.
3. Indikasi
Diagnosis laserasi kornea dengan pemeriksaan slit-lamp
merupakan indikasi untuk perbaikan. Tanda dan gejala laserasi kornea
setelah trauma adalah penurunan penglihatan, nyeri mata, tes Seidel
positif, pupil tidak teratur seperti pupil memuncak atau berbentuk tetesan
air mata, benda asing intraokular, dan prolaps isi intraokular. Jika dicurigai
adanya laserasi kornea, namun pandangan pada pemeriksaan terbatas
karena pasien tidak kooperatif atau edema kelopak mata, pasien harus
menjalani operasi untuk pemeriksaan dengan anestesi dan eksplorasi bola
mata. Perbaikan laserasi kornea harus segera dilakukan untuk mengurangi
risiko infeksi, nekrosis jaringan, pembentukan sinekia anterior perifer, dan
mengurangi ketidaknyamanan pasien. Tidak ada waktu khusus untuk
perbaikan yang dipublikasikan dalam literatur, namun praktik standar yang
disukai adalah dalam waktu 24 jam.
4. Kontraindikasi
Pasien harus stabil secara hemodinamik sebelum dilakukan
perbaikan. Dalam keadaan politrauma, risiko anestesi umum dapat
membuat perbaikan laserasi kornea menjadi tidak aman
5. Peralatan

 Mikroskop atau kaca pembesar bedah

 Perlengkapan persiapan bedah (spons, povidone-iodine 5%)

 Tirai mata bedah

 Jahitan: nilon 10-0 (jika melibatkan limbus atau skleral: 9-0 dan 8-0)

 Spekulum kelopak mata (Jaffe atau Schott mencegah tekanan pada


bola mata) Jahitan kelopak mata bisa menjadi alternatif pengganti
spekulum

 Pemegang jarum
 0,12 forceps (+/- Colibri Forceps)

 Forsep pengikat bedah

 Tenotomi dan gunting halus

 Pisau bedah (1,0 hingga 1,2 mm)

 Viskoelastik mata

 Larutan garam seimbang

 jarum suntik 3 ml

 kanula ukuran 27 atau 30

 Tombak mata

 Spatula siklodialisis (Digunakan untuk memindahkan iris dari luka


kornea)

 Strip fluoresen

 lem sianoakrilat

 Lensa kontak perban

 Jaringan kornea yang diiradiasi atau allograft perikardium


(Diperlukan jika jaringan hilang akibat trauma)

 Pelindung mata yang kaku

 Bantalan mata

 Antibiotik pasca operasi (intracameral, subkonjungtiva, atau topikal)

6. Personil

 Dokter mata (ahli bedah)

 Teknisi bedah

 Perawat ruang operasi

 Ahli anestesi/perawat anestesi terdaftar bersertifikat

7. Persiapan
Sementara pasien menunggu perbaikan, tutupi mata yang cedera
dengan pelindung mata yang kaku. Kendalikan nyeri dan mual dengan
analgesik dan antiemetik. Beritahu pasien untuk tidak makan atau minum
agar siap menjalani operasi. Mendapatkan computer tomography (CT)
pada wajah sebelum perbaikan dapat mengidentifikasi benda asing, dan
seringkali menjadi standar perawatan trauma mata di beberapa institusi.
Berikan profilaksis tetanus kepada pasien dan mulai antibiotik sejak dini
untuk mencegah infeksi.
Lakukan pemeriksaan mata dasar dengan hati-hati untuk
menghindari memperburuk cedera atau menyebabkan kesusahan pada
pasien. Ujiannya mungkin sulit, tetapi minimal, lakukan tes penglihatan
dengan kartu Snellen atau kartu penglihatan dekat, pemeriksaan pupil, dan
evaluasi senter atau lampu celah. Jangan melakukan tekanan intraokular
jika ada atau dicurigai adanya laserasi seluruh ketebalan. Jika tidak yakin
apakah laserasinya sepenuhnya, lakukan tes Seidel untuk memastikannya.
Sebelum perbaikan laserasi kornea, teteskan larutan mata povidone-iodine
5% pada permukaan mata karena ini adalah solusi paling efektif untuk
mengurangi bakteri. Saat melakukan persiapan pembedahan, pastikan
tidak ada tekanan yang diberikan pada mata untuk menghindari
penonjolan isi intraokular.
8. Komplikasi
a. Endoftalmitis Pasca Trauma
Endoftalmitis pasca trauma adalah kondisi buruk yang terjadi
antara 3,3% hingga 17% pada trauma tembus. Faktor risiko
utama adalah keterlambatan perbaikan bedah primer dan
pelanggaran kapsul lensa. Diagnosisnya mungkin sulit karena
mata sudah meradang akibat trauma dan pembedahan. Gejalanya
bisa tidak spesifik, termasuk nyeri mata, kemerahan, kelopak
mata bengkak, keluar cairan, penurunan penglihatan, dan
floaters. Rekomendasi pengobatan bervariasi dari vitreous tap
dan suntikan antibiotik spektrum luas hingga vitrektomi jika
penglihatannya lemah atau lebih buruk.
b. Benda Asing Intraokular yang Tertahan
Benda asing intraokular pada trauma mata terjadi antara 18 dan
41%. Pencitraan mata sebelum perbaikan bedah dapat
mengidentifikasi benda asing. Kadang-kadang benda asing tidak
dapat dikeluarkan selama perbaikan melalui pembedahan,
terutama jika terletak di dalam cairan vitreus, sehingga
pembedahan lebih lanjut mungkin diperlukan. Kebanyakan benda
asing bersifat logam dan beracun bagi mata; oleh karena itu,
penghapusan disarankan.

c. Kebocoran Luka

Evaluasi pasien sehari setelah perbaikan bedah primer dengan


fluorescein untuk memeriksa kebocoran luka. Jika terdapat
kebocoran luka, perban lensa kontak atau lem sianoakrilat dapat
menutupnya. Jika kebocoran terlalu cepat atau besar, diperlukan
penjahitan lebih banyak untuk membuat penutupan kedap
air. Kebocoran luka secara signifikan meningkatkan risiko
infeksi.

d. Masalah Jahitan

Simpul yang tidak terkubur dan jahitan yang putus atau lepas
dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien dan menjadi
jalur bagi mikroorganisme. Semua simpul jahitan harus ditanam
pada saat operasi; namun, jika dikenali pada periode pasca
operasi, simpul dapat diputar pada slit lamp. Waktu pelepasan
jahitan bervariasi tergantung pada usia pasien, ukuran laserasi,
dan kelainan refraksi yang disebabkan oleh jahitan. Namun,
segera lepaskan jahitan yang patah atau lepas.

e. Kerusakan Iris

Iris dapat robek atau copot dari akarnya akibat trauma awal atau
selama perbaikan bedah. Iris yang tidak normal dapat
menyebabkan fotofobia, gangguan penglihatan, dan penampilan
estetika yang tidak menyenangkan. Teknik bedah, tato kornea,
lensa kontak, dan implan iris buatan tersedia jika pasien
menunjukkan gejala.
f. Katarak

Katarak dapat terbentuk sejak trauma awal atau selama perbaikan


operatif jika kapsul lensa rusak. Mayoritas katarak traumatis
dapat dengan aman diangkat dan diganti dengan lensa fiksasi
posterior atau sklera untuk meningkatkan penglihatan.

g. Keratitis Menular

Keratitis menular dapat terjadi setelah trauma oleh berbagai


organisme. Bakteri dapat menumpuk di jahitan atau membentuk
abses. Pengobatan biasanya dimulai dengan fluoroquinolones,
meskipun antibiotik spektrum luas yang diperkaya mungkin
diperlukan untuk infeksi parah atau bakteri resisten.

h. Ablasi retina

Ablasi retina dapat terjadi selama trauma atau setelahnya pada


periode pasca operasi. Intervensi dini adalah kunci untuk
mencegah kehilangan penglihatan.

i. Glaukoma Pasca Trauma

Tidak jarang glaukoma sekunder terjadi akibat trauma tembus


karena berbagai mekanisme. Pantau tekanan intraokular selama
periode pasca operasi dan beri tahu pasien tentang risiko jangka
panjang.

j. Oftalmia Simpatis

Oftalmia simpatik adalah reaksi imun yang jarang terjadi pada


mata non-traumatik setelah cedera atau operasi yang melibatkan
jaringan uveal. Curigai kondisi ini jika peradangan terjadi pada
mata non-traumatik. Doktrin klasik yang diajarkan adalah
melakukan enukleasi mata traumatis dalam waktu dua minggu
untuk mencegah kondisi ini; namun, doktrin saat ini
menganjurkan untuk membiarkan mata traumatis tetap di
tempatnya jika masih ada penglihatan.
k. Kehilangan Penglihatan

Kehilangan penglihatan dapat terjadi akibat semua komplikasi


yang dibahas di bagian ini. Kerusakan traumatis pada saraf optik
atau bagian mata lainnya juga dapat menyebabkan hilangnya
penglihatan. Jaringan parut pada kornea, neovaskularisasi, dan
astigmatisme tidak teratur adalah penyebab umum penurunan
penglihatan setelah laserasi kornea. Lensa kontak keras dapat
membantu untuk menentukan apakah keluhan penglihatan
berhubungan dengan kornea atau bagian mata lainnya. Lensa
kontak khusus seringkali dapat meningkatkan penglihatan secara
signifikan. Jika kehilangan penglihatan disebabkan oleh
patologi kornea dan tidak membaik dengan lensa kontak,
transplantasi kornea mungkin bermanfaat setelah mata benar-
benar pulih dari trauma.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Laserasi kornea adalah luka pada kornea. Biasanya disebabkan oleh
sesuatu yang tajam yang mengenai mata. Hal ini juga dapat disebabkan oleh
sesuatu yang membentur mata dengan kekuatan yang cukup besar, seperti
perkakas tangan yang terbuat dari logam. Laserasi kornea lebih dalam
daripada abrasi kornea , memotong sebagian atau seluruh kornea. (Porter,
2017). Laserasi kornea sering terjadi pada trauma mata. Perbaikan harus
dilakukan dalam waktu 24 jam untuk mengurangi risiko infeksi, mengurangi
ketidaknyamanan pasien, dan menghindari kerusakan lebih lanjut pada mata.
Tujuan perbaikannya adalah penutupan kedap air, pemulihan anatomi normal,
dan pencegahan astigmatisme tinggi atau jaringan parut. Kegiatan ini
meninjau evaluasi dan penatalaksanaan laserasi kornea dan menyoroti peran
tim interprofesional dalam menangani kondisi ini

B. Saran

Untuk melakukan asuhan keperawatan perioperative pada pasien dengan


laserasi kornea, maka pengkajian yang lengkap dan dilakukan tindakan
keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan rencana keperawatan yang
sesuai dengan keadaan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI.
2. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2022. Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Cetakan III. Jakarta : DPP PPNI.
3. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan Cetakan II. Jakarta : DPP
PPNI.
4. Nuranf & Kusuma (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
diagnose medis NANDA NIC NOC Jilid I. Yogyakarta ; Mediasi
5. Muttaqin, Arif dan Kumala Sari.2009.Asuhan Keperawatan Perioperatif
Konsep, Proses, dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai