NIM : 134016E10990
Bab I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Sindrom akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO), atau
dikenal sebagai stroke, adalah penyebab utama kecacatan pada mereka yang
berusia di atas 45 tahun. Stroke sering menimbulkan masalah kesehatan,
ekonomi, dan sosial yang kompleks dan memerlukan penanganan yang
komprehensif, termasuk upaya pemulihan jangka panjang bahkan sepanjang
hidup pasien (Mulyatsih, 2010). Definisi stroke menurut WHO dalam
Alrasyid (2011) adalah tanda klinis yang berkembang pesat akibat disfungsi
otak fokal (atau global), dengan gejala yang berlangsung 24 jam atau lebih
dan dapat menyebabkan kematian tanpa penyebab lain yang jelas selain
vaskular. Stroke adalah penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat,
membunuh 90.000 wanita dan 60.000 pria setiap tahun. Stroke merupakan
penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan pada orang
dewasa di Amerika Serikat (National Stroke Association, 2000 dalam
Alrasyid, 2011). Hal ini dibandingkan dengan prevalensi stroke di Amerika
Serikat sebesar 3,4 persen per 100.000 penduduk, di Singapura sebesar 55
persen per 100.000 penduduk dan di Thailand sebesar 11 persen per 100.000
penduduk.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi stroke di
Indonesia pada tahun 2013 adalah 7,0 per mil berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan dan 12,1 per mil berdasarkan diagnosis atau gejala tenaga
kesehatan. 57,9 persen stroke didiagnosis oleh petugas kesehatan. Prevalensi
stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejalanya tertinggi di
Sulawesi Selatan (17,9%), Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%),
diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil dan Sumatera Utara sebesar 10,3%. ).
Prevalensi stroke tampaknya meningkat dengan bertambahnya usia
responden dan jumlah pasien stroke sama untuk pria dan wanita
(RISKESDAS, 2013). Sementara itu, pada tahun 2008, Yayasan Stroke
Indonesia menunjukkan bahwa 500.000 orang menderita stroke setiap
tahun, dimana 25% atau 125.000 meninggal dan sisanya ringan atau berat.
Di Pematangsiantar juga, kejadian stroke meningkat setiap bulannya. Salah
satu data diperoleh dari survei awal di Dinas Kesehatan Kota
Pematangsiantar. Dari 19 puskesmas di Kota Pematangsiantar, jumlah
pasien stroke sejak Januari hingga November 2017 sebanyak 285 orang. 58
orang menderita stroke hemoragik dan 227 orang menderita stroke non
hemoragik. Kurang lebih penderita stroke hemoragik atau non hemoragik
mengalami kecacatan ringan sampai berat. Dan penyandang disabilitas
ringan hingga berat dirawat oleh keluarganya di rumah.
Meningkatnya jumlah kematian dan kecacatan ringan hingga berat
akibat stroke membuat keluarga perlu dilibatkan dalam perawatan pasien.
Kerabat pasien memainkan peran penting dalam proses perawatan pasien.
Keluarga membutuhkan informasi bahwa rehabilitasi stroke membutuhkan
waktu beberapa bulan atau bahkan lebih lama, yang membutuhkan
kesabaran dan ketekunan pasien dan keluarga dengan proses penyembuhan
yang lambat (Yastroki, 2011).
Definisi tersebut menurut DKKBN (1992) dalam Setyowati (2008)
keluarga adalah unit sosial terkecil yang terdiri dari suami, istri dan anak
atau ayah dan anak atau ibu dan anak. Eksistensi keluarga adalah hal
terpenting dalam setiap pengobatan, setiap orang ingin hidup dalam keadaan
diterima dan dicintai oleh kenalan dan pasien stroke (Badan Litbang
Kesehatan, 2006). Pentingnya kesiapan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang menderita stroke dan meningkatkan fungsi dan peran
keluarga dalam merawat klien di rumah. Peran keluarga dalam merawat
klien stroke dapat dipandang dari segi alasan keluarga sebagai unit
pelayanan (Effendi, 1998)..
B. Rumusan masalah
Bagaimana tingkat pengetahuan keluarga dalam merawat pasien stroke di
rumah?
C. Tujuan penelitian
Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan keluarga dalam merawat pasien
stroke di rumah
D. Manfaat penelitian
1. Bagi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan bacaan/referensi
bagi mahasiswa DIII Keperawatan Teungku Fakinah Banda Aceh dan
instansi terkait untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman akan
pentingnya peran keluarga dalam merawat pasien stroke
2. Bagi penelitian keperawatan
Dapat menjadi bahan bacaan, bahan pertimbangan, bahan acuan
penelitian lebih lanjut dan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian
lebih lanjut, terkait dengan masalah perawatan keluarga pada pasien
stroke.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Penyebab Stroke
a. Trombosis cerebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi,
sehingga terjadi iskemia pada jaringan otak, yang dapat menyebabkan
edema dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang tidur atau bangun. Hal ini menyebabkan iskemia
serebral akibat penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah.
b. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan ke
dalam ruang subarachnoid atau jaringan otak. Pendarahan ini dapat
terjadi karena aterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Akibat
pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan darah masuk ke
parenkim otak, mengakibatkan penekanan, perpindahan, dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan, menyebabkan otak
membengkak, jaringan otak yang terkompresi menyebabkan infark
serebral dan kemungkinan prolaps otak.
c. Hipoksia umum
Penyebab yang terkait dengan hipoksia umum adalah tekanan darah
tinggi yang parah, henti jantung paru, dan penurunan curah jantung
karena aritmia.
d. Hipoksia setempat
Penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah spasme
arteri serebral, yang di sertai perdarahan subaraknoid, vaskontriksi
arteri otak disertai sakit kepala migrain (Muttaqin, 2008).
3. Klasifikasi
Menurut Nabyl, R.A, 2012,stroke dibedakan menjadi:
1) Stroke hemoragik
Selama stroke hemoragik, pembuluh darah pecah,
menghalangi aliran darah normal dan memungkinkan darah masuk
dan merusak area otak. Berdasarkan lokasinya, stroke hemoragik
dibagi menjadi dua jenis, yaitu: perdarahan intraserebral, yaitu
perdarahan yang terjadi pada jaringan otak. Disebabkan oleh trauma
(cedera otak) atau kelainan pembuluh darah (aneurisma atau
angioma). Paling sering, jika tidak disebabkan oleh salah satu dari
kondisi ini, itu disebabkan oleh tekanan darah tinggi kronis.
Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 10% dari semua stroke,
tetapi memiliki persentase kematian tertinggi akibat stroke.
Perdarahan subarachnoid, yaitu perdarahan yang terjadi pada ruang
subarachnoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak). Penyebab paling umum adalah
pecahnya tonjolan (aneurisma) di arteri.
2) Stroke iskemik.
Penyumbatan stroke iskemik dapat terjadi di sepanjang arteri
yang menuju ke otak. Akibatnya, sel-sel otak kekurangan oksigen dan
nutrisi melalui penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
(arteriosklerosis). Hampir sebagian besar pasien atau sebanyak 83%
pasien stroke pernah mengalami stroke iskemik. Stroke iskemik
menyebabkan aliran darah ke sebagian atau seluruh otak berhenti.
Berikut jenis stroke iskemik berdasarkan mekanisme penyebabnya,
yaitu: Stroke trombotik adalah jenis stroke yang disebabkan oleh
pembentukan trombus. Stroke embolik adalah jenis stroke yang
disebabkan ketika arteri tersumbat oleh bekuan darah. Hipoperfusi
sistemik adalah jenis stroke yang disebabkan oleh penurunan aliran
darah ke otak akibat gangguan pada detak jantung.
4. Patofisiologi
Oksigen sangat penting untuk otak, jika hipoksia seperti yang terjadi
pada stroke,di otak akan mengalami perubahan metabolik, kematian sel
dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit
(AHA, 2015). Arteri serebral dan arteri karotis interna adalah pembuluh
darah yang paling sering terkena. Gangguan pada aliran darah yang
menuju ke otak dapat merusak otak tersebut melalui berbagai mekanisme,
yaitu:
Penebalan dinding pembuluh darah (arteri serebral) yang menimbulkan
penyempitan sehingga aliran darah tidak adekuat yang selanjutnya akan
terjadi iskemik.
Pecahnya dinding pembuluh darah yang menyebabkan hemoragi.
Pembesaran satu atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
Edema serebral yang merupakan pengumpulan cairan pada ruang
interstitial jaringan otak.
5. Penatalaksanaan medik
Asuhan keperawatan yang diperlukan sering kali kompleks dan
multidimentional, membutuhkan pertimbangan kesinambungan perawatan
untuk pasien dalam perencanaan perawatan akut, perencanaan perawatan
jangka panjang, pusat rehabilitasi, dan perawatan di rumah. Asuhan
keperawatan mandiri dan holistik sangat penting dalam seluruh lingkungan
dan berfokus pada peningkatan pencapaian potensi dan kualitas hidup
yang lebih baik (LeMone, 2014).
Pengobatan pasien stroke tergantung dari fase pasien stroke. Fase ini
dibagi menjadi fase akut dan pasca akut.
I. Fase akut
Obat-obatan digunakan untuk merawat pasien selama fase akut dari
stroke iskemik untuk mencegah pembentukan trombotik lebih lanjut,
meningkatkan aliran darah otak, dan melindungi neuron otak (Le Mone,
2014). Pada fase ini sasaran pengobatan yaitu mencegah agar neuron.
yang cedera tidak nekrosis, serta agar proses patologis lainnya yang
menyertai tidak mengganggu atau mengancam fungsi otak
(Damawiyah, 2015).
II. Fase Pasca Akut
Penatalaksanaan pasca akut dimulai setelah kondisi klinis pasien telah
stabil yaitu 48 jam sampai 72 jam setelah serangan stroke (Smeltzer &
Bare, 2013). Penatalaksanaan stroke pasca akut ini berguna untuk
pemulihan keadaan dan dapat mengurangi derajat ketidakmampuan
(Damawiyah, 2015).
B. Tentang Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil “mengetahui” dan ini terjadi setelah orang
mempersepsikan objek tertentu. Persepsi melalui indera manusia, sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo,
2014). Pengetahuan keluarga tentang perawatan pasca rawat inap pada
pasien stroke adalah segala sesuatu yang diketahui oleh anggota keluarga
baik formal maupun informal pada saat merawat pasien stroke setelah
pulang dari rumah sakit dan memberikan perawatan di rumah. Ada beberapa
hal yang perlu diketahui keluarga tentang home care pada pasien stroke,
seperti: B. Posisi Tempat Tidur, Posisi Duduk, Pemberian Makan, dan
Latihan Gerakan (ROM) (Lee et al., 2015).
pengetahuan.
Tujuan keluarga
Friedman et al (2010), Keluarga merupakan sumber daya yang
penting dalam memberikan pelayanan kesehatan yang efektif kepada
masyarakat. Dalam unit keluarga, setiap gangguan (penyakit, cedera,
perpisahan) dapat mempengaruhi semua anggota keluarga, dengan
keluarga menjadi satu kesatuan yang erat. jaringan. Hal ini menjadikan
peran setiap anggota keluarga sangat penting dalam setiap aspek
pelayanan individu anggota keluarganya. Selain itu, seseorang dapat
memperoleh pemahaman yang lebih jelas dan lebih komprehensif
tentang individu dan fungsinya dalam konteks keluarga.
Bentuk-bentuk keluarga
Menurut Friedman et al (2010) bentuk-bentuk keluarga adalah
sebagai berikut:
Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu,
dan anak-anak yang berasal dari keturunan atau adopsi,
atau keduanya. Dua varian yang berkembang di antara
keluarga inti adalah pencari nafkah ganda (kedua
pasangan memiliki penghasilan sendiri) dan keluarga
diadik (keluarga tanpa anak). Keluarga angkat dan asuh
adalah bentuk lain dari keluarga inti yang dikenal dengan
keluarga berkebutuhan khusus.
Keluarga besar, adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih memiliki hubungan darah,
seperti kakek, nenek, paman, dan bibi. Jenis keluarga ini
adalah keluarga yang berbagi aturan keuangan dan
pengeluaran dengan semua anggota keluarga.
Orang tua tunggal, adalah keluarga dengan kepala rumah
tangga janda/duda yang bercerai, berpisah, atau terlantar.
Keluarga orang tua tiri, yang dikenal sebagai keluarga
yang menikah lagi. Biasanya, jenis keluarga ini terdiri dari
ibu, anak kandung dari ibu dan ayah tiri atau sebaliknya.
Biasanya keluarga-keluarga ini melalui proses penyatuan
kembali yang kompleks dan penuh tekanan.
Keluarga binuklir, adalah keluarga yang terbentuk setelah
perceraian yaitu anak merupakan anggota dari sebuah
sistem keluarga yang terdiri atas keluarga inti, maternal
dan paternal, dengan keragaman dalam hal tingkat kerja
sama dan waktu yang dihabiskan dalam tiap rumah tangga
(Ahrons & Perlmtter dalam Friedman et al., 2010).
Dewasa lajang. Bentuk ini tersebar luas di masyarakat.
Mereka hidup berkelompok seperti panti jompo, namun
ada juga yang menyendiri. Mereka membutuhkan
pelayanan kesehatan dan kesehatan jiwa karena tidak
memiliki support system.
Dukungan keluarga
Dukungan keluarga bisa berupa sikap, tindakan, atau penerimaan
keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit. Dukungan keluarga
terdiri dari empat jenis dukungan, antara lain dukungan instrumental,
dukungan emosional, dukungan informatif, dan dukungan
apresiasi/penilaian (Friedman et al., 2010). Aspek dukungan keluarga
adalah:
a) Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental diartikan sebagai dukungan yang
diberi secara langsung baik dalam bentuk materi, tenaga,
hingga sarana. Bantuan yang diberikan pada dukungan jenis
ini diberikan secara langsung atau nyata
b) Dukungan Emosional
Dukungan emosional meliputi dukungan yang dapat
diwujudkan melalui kasih sayang, kepercayaan, perhatian,
mendengarkan, dan mendengarkan. Dukungan ini
melibatkan rasa empati, kasih sayang, dan kepedulian
terhadap seseorang sehingga tersampaikan rasa nyaman,
hormat, perhatian, dan cinta.
c) Dukungan Informasional
Dukungan informasional merupakan pemberian informasi
oleh keluarga yang digunakan dalam mengungkapkan
masalah. Dukungan ini yaitu memberi nasehat, arahan,
sugesti tentang bagaimana seseorang melakukan sesuatu.
d) Dukungan Penghargaan
Dukungan penghargaan atau penilaian meliputi memberi
umpan balik, membimbing, dan menengahi permasalahan
yang ada dalam keluarga. Dukungan ini terjadi melalui
ungkapan rasa hormat, dorongan untuk maju, dan
perbandingan positif seseorang dengan orang lain.
D. Perawatan Stroke
Perawatan Pasien Stroke Pasca Hospitalisasi.
Setelah melalui fase akut, pasien memasuki fase ketiga yaitu fase
pemulihan. Pasien stroke memerlukan pengobatan yang komprehensif,
termasuk cara pemulihan dan rehabilitasi jangka panjang, bahkan
seumur hidup pasien (Mulyatsih, 2018). Perawatan di rumah sangat
berguna ketika pasien telah kembali dari perawatan di rumah sakit
(perawatan lanjutan). Peran keluarga sangat kuat dalam fase pemulihan
ini, sehingga diharapkan sejak awal perawatan keluarga termasuk dalam
menangani pasien.
Menurut Mulyatsih (2018), berikut beberapa prinsip merawat
pasien stroke di rumah :
Menjaga kesehatan punggung pengasuh atau keluarga.
Mencegah terjadinya luka di kulit pasien akibat tekanan.
Mencegah kekurangan cairan atau dehidrasi.
Mencegah terjadinya kekakuan otot dan sendi.
Mencegah terjadinya nyeri bahu (shoulder pain)
Memulai latihan dengan mengaktifkan batang tubuh atau
torso.
Berikan tanda centang (✓) dengan jawaban yang anda anggap benar.