Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan masalah universal dan merupakan salah satu


pembunuh di dunia. Angka kejadian stroke di dunia di perkirakan 200 per
100.000 penduduk dalam setahun (Muslihah, 2017). Stroke dapat menyerang
otak secara mendadak dan berkembang cepat yang berlangsung lebih dari 24
jam disebabkan oleh iskemik maupun hemoragik di otak sehingga pada
keadaan tersebut suplai oksigen ke otak terganggu dan dapat mempengaruhi
kinerja saraf di otak yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Penyakit
stroke biasanya disertai dengan adanya peningkatan Tekanan Intra Kranial
(TIK) yang ditandai dengan nyeri kepala dan mengalami penurunan
kesadaran.
Stroke non hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat aliran darah ke
otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding
pembuluh darah) atau bekuan darah yang menyumbat suatu pembuluh darah
ke otak sehingga pasokan darah ke otak terganggu. Dengan gejala gangguan
rasa didaerah wajah, gangguan berbicara, gangguan gerak/kelumpuhan,
kesadaran menurun, mulut perot, kebutaan seluruh lapang pandang atau
separuh dan rasa nyeri spontan/ hilangnya rasa nyeri (Wiwit, 2016).
Insiden terjadinya stroke menurut World Stroke Organization tahun
2019 mencapai 13.676.761 kasus dan terdapat lebih dari 13,7 juta kasus
stroke baru setiap tiga tahun, jumlah kejadian stroke lebih banyak terjadi pada
laki-laki yaitu sebanyak 7.192.679 kasus atau (52%) sedangkan perempuan
terdapat 6.484.083 kasus atau (48%).
Stroke terbagi menjadi dua jenis, yaitu: stroke non hemoragik dan
stroke hemoragik, jumlah penderita stroke non hemoragik menurut World
Stroke Organization tahun 2019 berjumlah 9.556.44 kasus sedangkan stroke
hemoragik berjumlah 2.838.062 kasus (World Stroke Organization, Global
Stroke Report, 2019).
Di Indonesia masalah kesehatan yang banyak terjadi salah satunya
adalah stroke dengan persentase (10,9%). Prevalensi kejadian stroke di
Indonesia berdasarkan Provinsi di Indonesia dengan kasus stroke tertinggi
yaitu Kalimantan Timur sebanyak (14,7%) dan terendah berada di provinsi
Papua sebanyak (4,1%) (Riset Kesehatan Dasar Indonesia, 2019).
Stroke non hemoragik terjadi karena adanya penyumbatan pada
pembuluh darah ke otak. Sumbatan ini disebabkan karena adanya penebalan
dinding pembuluh darah yang disebut dengan Antheroscherosis dan
tersumbatnya darah dalam otak oleh emboli yaitu bekuan darah yang berasal
dari Thrombus di jantung. Stroke non hemoragik mengakibatkan beberapa
masalah yang muncul, seperti gangguan menelan, nyeri akut, hambatan
mobilitas fisik, hambatan komunikasi verbal, defisit perawatan diri,
ketidakseimbangan nutrisi dan salah satunya yang menjadi masalah yang
menyebabkan kematian adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
(Nur’aeni Y R, 2017).
Berdasarkan latar belakang tersebut menjadi hal yang menarik bagi
penulis untuk melakukan pengelolaan kasus keperawatan dalam bentuk
makalah dengan judul asuhan keperawatan pada klien dengan stroke non
hemoragik di ruang Teratai Rumah Sakit Badan Pengusahaan Batam Tahun
2023.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah “Bagaimanakah asuhan


keperawatan pada klien stroke non hemoragik di ruangan Teratai 9 Rumah
Sakit Badan Pengusahaan Batam ?”

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum


Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien stroke non
hemoragik di Ruang Teratai 9 Rumah Sakit Badan Pengusahaan Batam.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mampu melakukan pengkajian pada klien stroke non hemoragik
di Rumah Sakit Badan Pengusahaan Batam tahun 2023.
1.3.2.2 Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada klien stroke
non hemoragik di Rumah Sakit Badan Pengusahaan Batam
tahun 2023.
1.3.2.3 Mampu menyusun intervensi keperawatan yang nyata sesuai
dengan masalah dan kebutuhan klien stroke non hemoragik di
Rumah Sakit Badan Pengusahaan Batam tahun 2023.
1.3.2.4 Melaksanakan implementasi keperawatan sesuai dengan
intervensi keperawatan stroke non hemoragik di Rumah Sakit
Badan Pengusahaan Batam tahun 2023.
1.3.2.5 Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan pada klien stroke non hemoragik di
Rumah Sakit Badan Pengusahaan Batam tahun 2023.

1.4 Manfaat penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis


Makalah ini dapat menambah wawasan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien stroke non hemoragik pada rumpun-
rumpun kasus keperawatan medikal bedah.
1.4.2 Manfaat Praktis
Sebagai informasi bahan pertimbangan untuk menambah
pengetahuan, dan keterampilan perawat, klien, keluarga klien dalam
meningkatkan pelayanan perawatan pada klien stroke non hemoragik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT

2.1 Definisi
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragik
sirkulasi saraf otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara
spesifik untuk menjelaskan infark serebrum (Nurarif & Hardhi, 2015).
Stroke non hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat aliran
darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada
dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak sehingga pasokan darah ke otak terganggu
(Wiwit, 2016).
Stroke non hemoragik adalah stroke yang terjadi karena adanya
penyumbatan aliran darah arteri yang lama menuju otak (Susilo, 2019).

2.2 Etiologi stroke non hemoragik


Stroke non hemoragik disebabkan oleh kematian jaringan sel-sel
otak karena pasokan darah yang tidak mencukupi (Wiwit, 2016). Pada
dasarnya, stroke iskemik disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya
sebagai berikut :
1. Ateroma (endapan lemak), yaitu penyumbatan yang bisa terjadi di
sepanjang arteri menuju otak. Penyumbatan bisa terjadi disepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak, yaitu pada dua arteri
karotis interna dan dua arteri vertebralis.
2. Peradangan atau infeksi yang dapat menyebabkan menyempitnya
pembuluh darah yang menuju otak.
3. Obat-obatan, seperi kokain dan amfetamin, juga bisa mempersempit
pembuluh darah otak.
4. Penurunan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba sehingga
menghambat aliran darah ke otak. Hal ini sering terjadi pada orang
yang kehilangan darah sangat banyak karena cedera atau pembedahan.
5. Emboli, yaitu endapan lemak yang terlepas dai dinding arteri dan
terbawa aliran darah lalu menyumbat arteri yang lebih kecil.
2.3 Anatomi Vaskularisasi Otak

Anatomi vaskularisasi otak dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior


(carotid system) dan posterior (Vertebrobasiler). Darah arteri ke otak
berasal dari arkus aorta. Di sisi kiri, arteri karotis komunis dan arteri
subklavia berasal langsung dari arkus aorta. Di kanan, arteri
trunkusbrakiosefalika (inominata) berasal dari arkus aorta dan bercabang
menjadi arteri subklavia dextra dan arteri karotis komunis dextra. Di
kedua sisi sirkulasi darah arteri ke otak disebelah anterior dipasok oleh
dua arteri karotis interna dan di posterior oleh dua arteri vertebralis
(Price, 2005).
Arteri vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui
foramentransversus vertebra servikalis kemudian masuk ke dalam kranium
melaluiforamen magnum, arteri tersebut menyatu untuk membentuk arteri
basilaris(sistem vertebrobasiler) taut pons dan medulla di batang otak.
Arteri basilaris bercabang menjadi arteri serebellum superior kemudian
arteri basilaris berjalan ke otak tengah dan bercabang menjadi sepasang
arteri serebri posterior (Price, 2005). Sirkulasi anterior bertemu dengan
sirkulasi posterior membentuk suatu arteri yang disebut sirkulus willisi.
Sirkulus ini dibentuk oleh arteri serebri anterior, arteri komunikantes
anterior, arteri karotis interna, arterikomunikantes posterior dan arteri
serebri posterior. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, setidaknya
ada 3 sistem kolateral antara sistemkarotis dan sistem vertebrobasiler,
yaitu :
a. Sirkulus Willisi yang merupakan anyaman arteri dasar otak.
b. Anastomosis arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna didaerah
orbital melalui arteri oftalmika.
c. Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis interna.
2.4 Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau makin cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan dan spassme vaskular) atau karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Arteriosklerosis
sering sebagai faktor penyebeb infark pada otak.
Trombus dapat berasal dari plak arteriosklertik, atau darah dapat
beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan
atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah
dan dapat mengakibatkan iskemia jaringan otakyang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan (edema dan kongesti) disekitar area.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang sesudah
beberapa hari. Oleh karena itu trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah dan menyebabkan abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada di pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah.
Hal ini menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini
akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan intraserebral yang luas akan lebih sering menyebabkan
kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskular.
2.5 Pathway
2.6 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut (Susilo, 2019)
antara lain :
a. Gangguan pada Pembuluh Darah Karotis
1. Pada cabang menuju otak bagian tengah (arteri serebri media)
 Gangguan rasa di daerah muka/wajah sesisi atau disertai
gangguan rasa di lengan dan tungkai sesisi.
 Gangguan berbicara, kesulitan untuk mengeluarkan katakata dan
sulit mengerti pembicaraan orang lain atau afasia.
 Gangguan gerak / kelumpuhan (hemiparesis/hemiplegic).
 Mata selalu melirik kearah satu sisi (deviation conjugae).
 Kesadaran menurun.
 Tidak mengenal orang (prosopagnosia).
 Mulut perot.
 Merasa anggota tubuh sesisi tidak ada.
 Tidak sadar kalau dirinya mengalami kelainan.
 Mual atau muntah .
 Sakit kepala atau nyeri kepala.
 Tekanan darah meningkat
2. Pada cabang menuju otak bagian depan (arteri serebri anterior)
 Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa.
 Mengompol.
 Tidak sadar.
 Gangguan mengungkapkan maksud.
 Menirukan omongan orang lain (ekholali).
3. Pada cabang menuju otak bagian belakang (arteri serebri posterior)
 Kebutaan seluruh lapang pandang satu sisi atau separuh atau
kedua mata.
 Rasa nyeri spontan atau hilangnya rasa nyeri.
 Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti
jika meraba atau mendengar suaranya.
 Kehilangan kemampuan mengenal warna
b. Gangguan Peredaran Darah Vertebrobasilaris
1. Sumbatan/Gangguan Arteri serebri posterior.
 Hemianopsis homonym kontralateral dari sisi lesi.
 Hemiparesis kontralateral.
 Hilangnya rasasakit, suhu, sensorik proprioseptif (rasa getar)
2. Sumbatan /gangguan pada Arteri Vertebralis
 Bila sumbatan pada sisi yang dominan dapat terjadi sindrom
Wallenberg. Jika pada sisi tidak dominan tidak menimbulkan
gejala.
 Sumbatan/Gangguan pada Arteri Serebri Inferior
3. Sindrom Wallenberg berupa atasia serebral pada lengan dan tungkai
di sisi yang sama, gangguan N.II (oftalmikus) dan reflek kornea
hilang pada sisi yang sama.
4. Sindrom Horner seisi dengan lesi.
5. Disfagia, apabila infark mengenai nucleus ambigius ipsilateral.
6. Nistagum, jika terjadi infark pada nukleus vestibularis.
7. Hemipestesia alternans.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Susilo (2019) menyatakan pemeriksaan penunjang pada stroke yang
dapat dilakukan adalah :
a. CT Scan merupakan pemeriksaan baku untuk membedakan infark dan
perdarahan.
b. Scan resonasi magnetik (MRI) lebih sensitif dari CT Scan dalam
mendeteksi infark serebri dini dan infark batang otak.
c. Ekokardiografi (EKG) untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari
jantung. Pada pasien, ekokardiografi transtorakal sudah memadai.
Ekokardiografi transesofageal memberikan hasil yang lebih mendetail,
terutama kondisi atrium kiri dan arkus aorta, serta lebih sensitif untuk
mendeteksi trombus mural atau vegetasi katup.
d. Ultrasonografi Doppler Karotis diperlukan untuk menyingkirkan
stenosis karotis yang simtomatis serta lebih dari 70% yang merupakan
indikasi untuk mendiagnosis oklusi atau stenosis arteri intrakranial
besar. Gelombang intrakranial yang abnormal dan pola aliran kolateral
dapat juga dipakai untuk menentukan apakah suatu stenosis pada leher
menimbulkan gangguan hemodinamik yang bermakna.
e. Angiografi resonasi magnetik dapat dipakai untuk mendiagnosis
stenosis atau oklusi arteri ekstrakranial atau intrakranial.
Pemantauan Holter dapat dipakai untuk mendeteksi fibrilasi atrium
interminen.
2.8 Komplikasi
Komplikasi Stroke Non Hemoragik menurut Susilo (2019). Klien
yang mengalami gejala berat, misalalnya imobilisasi dengan hemiplegia
berat, rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan kematian awal
yaitu :

1. Pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran


kemih).
2. Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis, DVT) dan emboli paru.
3. Infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung.
4. Ketidakseimbangan cairan.
2.9 Penatalaksanaan
Menurut Susilo (2019) penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik
adalah :
1. Penatalaksanaan Umum
a. Gizi
b. Hidrasi intravena: koreksi dengan NaCl 0,9% jika hipovolemik.
c. Hiperglikemia: koreksi dengan insulin, bila stabil beri insulin
regular subkutan.
d. Neurorehabilitasi dini: stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi
gerak anggota badan aktif maupun pasif.
e. Perawatan kandung kemih: kateter menetap hanya pada keadaan
khusus (kesadaran menurun, demensia dan afasia global)
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi spesifik stroke iskemik akut
 Trombosis rt-PA intravena/intraarterial pada ≤ 3 jam setelah
awitan stroke dengan dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg).
sebanyak 10% dosis awal diberi sebagai bentuk bolus, sisanya
dilanjutkan melalui infus dalam waktu 1 jam.
 Antiplatelet: asam salisilat 160-325 mg/hari 48 jam setelah awitan
stroke atau Clopidogrel 75 mg/hari.
 Obat neuroprotektif.
b. Hipertensi
Tekanan darah diturunkan apabila tekanan darah sistolik > 220
mmHg dan /atau tekanan diastolik > 129 mmHg dengan penurunan
maksimal 20% dari tekanan arterial rata-rata (MAP) awal per hari.
c. Thrombisis vena dalam
 Heparin 5000 unit/ 12 jam selama 5-10 hari.
 Low Molecular Weight Heparin (enoksaparin/nadroparin) 2 x 0,3-
0,4 IU SC abdomen.
 Pneumatic Boots, Stoking Elastic, Fisioterapi dan mobilisasi.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30°.
b. Memposisikan kepala dan dada pada satu bidang.
c. Ubah posisi tidur setiap 2 jam.
d. Lakukan mobilisasi bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
e. Bebaskan jalan napas, berikan oksigen 1-2 liter/menit.
f. Jika terjadi demam lakukan kompres dan berikan antipiretik.
g. Jika kandung kemih, kosongkan dengan kateterisasi.
B. KONSEP MASALAH KEPERAWATAN
2.10 Pengkajian
Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu
asuhankeperawatan yang komprehensif. Dengan demikian pola asuhan
keperawatanyang tepat adalah melalui proses perawatan yang dimulai
dari pengkajianyang diambil adalah merupakan respon pasien, baik
respon biopsikososialmaupun spiritual, kemudian ditetapkan suatu
rencana tindakan perawatanuntuk menuntun tindakan perawatan.
Dan untuk menilai keadaan pasien,diperlukan suatu evaluasi yang
merujuk pada tujuan rencana perawatanpasien dengan stroke non
hemoragik.
Adapun pengkajian pada pasien dengan stroke adalah:
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan,kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa
mudah lelah,susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).Tanda:
gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan
terjadikelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat
hipotensipostural. Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan
adanya embolisme/malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan
disritmia.
c. Integritas Ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asaTanda: emosi yang
labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dangembira,
kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemihTanda: distensi abdomen dan kandung
kemih, bising usus negatif.
e. Makanan/ Cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut,
kehilangansensasi pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda: kesulitan menelan, obesitas.
f. Neurosensori
Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang
sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun,
gangguanrasa pengecapan dan penciuman.Tanda: status
mental/tingkat kesadaran biasanya terjadi koma padatahap awal
hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadiparalisis,
afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
g. Kenyamanan / Nyeri
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-bedaTanda: tingkah
laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada ototh. Pernapasan
Gejala: merokok Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/
hambatan jalan nafas,timbulnya pernafasan sulit, suara nafas
terdengar ronchi.
h. Keamanan
Tanda: masalah dengan penglihatan, perubahan sensori
persepsiterhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal
objek,gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan
dalammenelan, gangguan dalam memutuskan.
i. Interaksi Sosial
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk
berkomunikasik. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala: adanya riwayat
hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaiankontrasepsi oral,
kecanduan alkohol.
2.11 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan
kurangnya suplai oksigen darah ke otak
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan
kurangnya suplai oksigen darah ke otak
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar inormasi
2.12 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


Hasil
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan intervensi keperawatan 1. Identifikasi adanya
penurunan kekuatan otot selama diharapkan nyeri atau keluhan fisik
mobilitas fisik meningkat lainnya
dengan kriteria hasil : 2. Monitor frekuensi
1. Pergerakan ekstremitas jantung dan tekanan
meningkat darah sebelum
2. Kekuatan otot mobilisasi
meningkat 3. Monitor kondisi umum
3. Rentang gerak selamamelakukan
meningkat mobilisasi
4. Nyeri menurun
5. Kaku sendi menurun Teraupetik
6. Gerakan terbatas 1. Fasilitasi aktivitas
menurun mobilisasi dengan alat
7. Kelemahan fisik bantu(mis. Pagar
menurun tempat tidur)
2. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan mobilisasi
dini
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan ( mis. Duduk
ditempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur)
Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan Observasi
tidak efektif tindakan maka 1. Identifikasi penyebab
berhubungan dengan diharapkan perfusi peningkatanTIK (mis,
kurangnya suplai oksigen serebral meningkat lesi menempati ruang,
darah ke otak dengan kriteria hasil : gangguan
1. Tingkat kesadaran metabolisme,
meningkat edemaserebral,
2. Tekanan Intra kranial hipertensi)
meningkat 2. Monitor peningkatan
3. Sakit kepala menurun Tekanan Darah
4. Nilai rata-rata tekanan 3. Monitor frekuensi
darah membaik jantung
5. Tekanan darah sistolik 4. Monitor irreguleritas
membaik irama nafas
6. Tekanan darah 5. Monitor penurunan
diastolik membaik tingkat kesadaran
6. Monitor perlambatan
atau ketidak
seimbangan respon
pupil

Terapeutik
1. Pertahankan posisi
kepala dan leher netral
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan

Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam
pemberian obat darah
tinggi
Defisit pengetahuan Setelah dilakukan Observasi
berhubungan dengan intervensi keperawatan 1. Identifikasi kesiapan dan
kurang terpapar inormasi selama diharapkan kemampuan menerima
tingkat pengetahuan informasi
meningkat dengan 2. Identifikasi faktor-faktor
kriteria hasil : yang dapat meningkatkan
1. Kelembapan dan menurunkan
membran mukosa motivasi perilaku hidup
meningkat bersih dan sehat
2. Kelembapan kulit
Kognitif meningkat Terapeutik
3. Hemoptisis menurun 1. Sediakan materi dan
4. Hematemesis media pendidikan
menurun kesehatan
5. Hematuria menurun 2. Jadwalkan pendidikan
6. Pemarahan anus kesehatan sesuai
menurun kesepakatan
7. Distensi abdomen 3. Berikan kesempatan
menurun untuk bertanya
8. Hemoglobin
membaik Edukasi
9. Hematokrit membaik 1. Jekaskan faktor risiko
10. Tekanan darah yang dapat
membaik mempengaruhi
11. Denyut nadi apikal kesehatan
membaik 2. Ajarkan perilaku hidup
12. Suhu tubuh membaik bersih dan sehat
3. Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
2.11 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Yulianingsih, 2018).
2.12 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proses keperawatan (Yulianingsih, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB.(2011) Nursing Diagnosis Handbook. An Evidance-Based


Guide to Planning Care. Ninth Edition. United States of Amerika: Elsevier.

Israr YA. Stroke. Riau: Faculty of Medicine, (2008).

Kneafsey R: A. (2011). systematic review of nursing contributions to


mobilityrehabilitation: examining the quality and content of the evidence, J
ClinNurs 16(11c):325-340.

Mardjono M & Sidharta P.( 2010). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Penurunan kekuatan
otot dibuktikan dengan sulit menggerakkan tangan dan kaki kan

Anda mungkin juga menyukai