Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK NY. M


RSUD PROF. DR. H. MUH. ANWAR MAKKATUTU BANTAENG

Oleh:
Ebby Azhari, S.Kep
D2109002

Preceptor Lahan Preceptor Institusi

(……………..……….) (……………..……….)

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

PANRITA HUSADA BULUKUMBA

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................3

B. Tujuan.....................................................................................................................4

1. Tujuan Umum.....................................................................................................4

2. Tujuan Khusus....................................................................................................4

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Konsep Medis.........................................................................................................5

1. Defenisi Stroke Non Hemoragik.........................................................................5

2. Etiologi Stroke Non Hemoragik.........................................................................6

3. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik..................................................................7

4. Manifestasi Klinik Stroke Non Hemoragik........................................................8

5. Komplikasi Stroke Non Hemoragik...................................................................9

6. Pemeriksaan Diagnostik Stroke Non Hemoragik.............................................10

7. Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik..........................................................12

8. Pathway Stroke Non Hemoragik......................................................................15

B. Konsep Asuhan Keperawatan...............................................................................16

1. Pengkajian.........................................................................................................16

2. Diagnosis Keperawatan....................................................................................23

3. Rencana Asuhan Keperawatan.........................................................................23

4. Evaluasi.............................................................................................................28

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...........................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan masalah yang universal sebagai salah satu pembunuh di

dunia, sedangkan di negara maju maupun berkembang seperti di Indonesia,

stroke memiliki angka kecacatan dan kematian yang cukup tinggi. Angka

kejadian stroke di dunia di perkirakan 200 per100.000 penduduk, dalam setahun

(Muslihah S U, 2017). Stroke dapat menyerang otak secara mendadak dan

berkembang cepat yang berlangsung lebih dari 24 jam ini disebabkan oleh

iskemik maupun hemoragik di otak sehingga pada keadaan tersebut suplai

oksigen keotak terganggu dan dapat mempengaruhi kinerja saraf di otak, yang

dapat menyebabkan penurunan kesadaran.

Penyakit stroke biasanya disertai dengan adanya peningkatan Tekanan Intra

Kranial (TIK) yang ditandai dengan nyeri kepala dan mengalami penurunan

kesadaran. Secara global, 20% aliran darah dari curah jantung akan masuk ke

serebral per menit per 100 gram jaringan otak, apabila otak mengalami

penurunan kesadaran, penderita stroke non hemoragik dapat menyebabkan

ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, yang apabila tidak ditangani maka,

akan meningkatkan tekanan intrakranial, dan menyebabkan kematian

(Black&Hawk, 2014; Ayu R D, 2018).

Stroke non hemoragik terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh

darah ke otak. Sumbatan ini disebabkan karena adanya penebalan dinding

pembuluh darah yang disebut dengan Antheroscherosis dan tersumbatnya darah

dalam otak oleh emboli yaitu bekuan darah yang berasal dari Thrombus di

3
jantung. Stroke non hemoragik mengakibatkan beberapa masalah yang muncul,

seperti gangguan menelan, nyeri akut, hambatan mobilitas fisik, hambatan

komunikasi verbal, defisit perawatan diri, ketidakseimbangan nutrisi, dan salah

satunya yang menjadi masalah yang menyebabkan kematian adalah

ketidakefektifan perfusi jaringan serebral (Nur’aeni Y R, 2017).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang konsep medis

dan konsep keperawatan Strok Non Hemoragik.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi Konsep Medis Stroke Non Hemoragik

b. Mengidentifikasi Konsep Keperawatan Stroke Hemoragik

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis

1. Defenisi Stroke Non Hemoragik

Stroke adalah gangguan perfusi jaringan otak yang disebabkan oklusi

(sumbatan), embolisme serta perdarahan (patologi dalam otak itu sendiri

bukan karena faktor luar) yang mengakibatkan gangguan permanen atau

sementara (Rosjidi & Nurhidayat, 2014).

Stroke non hemoragik atau infark dalah cidera otak yang berkaitan

dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di

arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain tubuh

(Padila,2012).

Stroke Iskemik atau Non-Hemoragik merupakan stroke yang disebabkan

oleh suatu gangguan peredaran darah otak berupa obstruksi atau sumbatan

yang menyebabkan hipoksia pada otak dan tidak terjadi perdarahan (AHA,

2015).

Stroke Iskemik atau non-hemoragik merupakan stroke yang disebabkan

karena terdapat sumbatan yang disebabkan oleh trombus (bekuan) yang

terbentuk di dalam pembuluh otak atau pembuluh organ selain otak (Sylvia,

2005 dalam Latifa 2016).

Dari beberapa pengertian stroke diatas, disimpulkan stroke non

hemoragik adalah adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh

sumbatnya pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis,

arteritis, thrombus dan embolus.

5
2. Etiologi Stroke Non Hemoragik

Menurut Smeltzer (2008) penyebab stroke non hemoragik yaitu:

a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)

Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan

aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan

menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh

darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan

otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.

Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau

bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis

dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral.

Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah

thrombosis.

b. Embolisme cerebral

Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke

otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh

darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli

berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem

arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul

kurang dari 10-30 detik.

c. Iskemia

Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau

penyumbatan pembuluh darah.

6
3. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik

Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran

darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan neuronal berasal

dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentukglukosa atau

glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada

alirandarah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari

2 menit aktifitasjaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka

kerusakan jaringan otak dimulai, dan bilalebih dari 9 menit manusia dapat

meninggal.

Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang

diperlukanuntuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan

Na+ K+ ATP-ase, sehinggamembran potensial akan menurun.13 K+

berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Nadan Ca berkumpul di

dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif

sehingga terjadi membran depolarisasi.7 Saat awal depolarisasi membran sel

masih reversibel,tetapi bila menetap terjadi perubahan struktural ruang

menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila

perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan,yaitu bila aliran

darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram / menit.

Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan akan

menyebabkan iskemia disuatu daerah otak. Terdapatnya kolateral di

sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokalberupa vasodilatasi,

memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut ini (Wijaya, 2013):

7
a. Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu singkat

dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal. Secara

klinis gejala yang timbuladalah transient ischemic attack (TIA) yang

timbul dapat berupa hemiparesis yangmenghilang sebelum 24 jam atau

amnesia umum sepintas.

b. Bila sumbatan agak besar, daerah iskemia lebih luas. Penurunan CBF

regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi masih mampu

memulihkan fungsineurologik dalam waktu beberapa hari sampai dengan

2 minggu. Mungkin padapemeriksaan klinik ada sedikit gangguan.

Keadaan ini secara klinis disebut RIND (Reversible Ischemic Neurologic

Deficit).

c. Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas

sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tak dapat mengatasinya.

Dalam keadaan ini timbuldefisit neurologi yang berlanjut.

4. Manifestasi Klinik Stroke Non Hemoragik

Manifestasi klinis stroke non hemoragik secara umum yaitu (Masayu, 2014):

a. Gangguan Motorik

b. Gangguan Sensorik

c. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi : Gangguan cara menyelesaikan

suatu masalah

d. Gangguan Kemampuan Fungsional : Gangguan dalam beraktifitas

sehari-hari seperti mandi, makan, ke toilet dan berpakaian.

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana

Pendeita stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak

8
kiri akan mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebelah kanan, dan

begitu pula sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks ,

penderita stroke non hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan

mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus

bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.

5. Komplikasi Stroke Non Hemoragik

Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah (Firdayanti, 2014):

a. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah

tertekan, konstipasi.

b. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,

deformitas, terjatuh.

c. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala

d. Hidrosefalus

Sedangkan komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke non

hemoragik meliputi edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang

(Jauch, 2016):

a. Edema serebral yang signifikan setelah stroke non hemoragi kini terjadi

meskipun agak jarang (10-20%).

b. Indikator awal stroke non hemoragik yang tampak pada CT scan tanpa

kontras adalah intrakranin dependen untuk potensi pembengkakan dan

kerusakan. Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan intracranial

dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun kegunaannya dalam

pembengkakan sekunder stroke non hemoragik lebih lanjut belum

9
diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada

infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke non

hemoragik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik. Transformasi

hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan neurologis dan

berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma yang

memerlukan evakuasi.

c. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan.

Post-stroke non hemoragik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar.

Beberapa pasien yang mengalami serangan stroke berkembang menjadi

chronic seizure disorders. Kejang sekunder dari stroke stroke non

hemoragik harus dikelola dengan cara yang sama seperti gangguan

kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.

6. Pemeriksaan Diagnostik Stroke Non Hemoragik

Menurut Muttaqin, (2008) dalam Firdayanti (2014), pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut :

a. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti

perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber

perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular. Angiografi otak

adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X

kedalam arteri-arteri otak. Namun, tindakan ini memiliki resiko kematian

pada satu dari setiap 200 orang yang diperiksa (Simangunsong, 2011).

b. Lumbal Pungsi

10
Lumbal pungsi adalah tindakan memasukkan jarum pungsi ke dalam

ruang sub arachnoid meninges medula spinalis pada daerah cauda equina

melalui daerah segmen lumbalis columna vertebralis dengan teknik yang

ketat dan aseptik. Posisi pasien yaitu posisi tidur miring dengan fleksi

maksimal dari lutut, paha, dan kepala semua mengarah ke perut, kepala

dapat diberi bantal tipis.

c. CT Scan (Computerized Tomography Scanning)

Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi

hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya

secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,

kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan

otak. Pada CT, pasien diberi sinar X dalam dosis sangat rendah yang

digunakan menembus kepala.

Sinar X yang digunakan serupa dengan pada pemeriksaan dada,

tetapi dengan panjang ke radiasi yang jauh lebih rendah. Pemeriksaan

memerlukan waktu 15 – 20 menit, tidak nyeri, dan menimbulkan resiko

radiasi minimal keculi pada wanita hamil. CT sangat handal mendeteksi

perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke

iskemik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT dapat memberi

hasil negatif - semu (yaitu, tidak memperlihatkan adanya kerusakan)

hingga separuh dari semua kasus stroke iskemik (Simangunsong, 2011).

d. MRI

MRI (Magnetic Resonance Imaging) menggunakan gelombang

magnetik untuk menentukan posisi dan besar / luas terjadinya perdarahan

11
otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi

dan infark akibat dari hemoragik.

MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi stroke

iskemik, bahkan pada stadium dini. Alat ini kurang peka dibandingkan

CT dalam mendeteksi perdarahan intrakranium ringan (Simangunsong,

2011).

e. USG Doppler

Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem

karotis).

f. EEG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik

dalam jaringan otak.

g. EKG

EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung

atau penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur

EKG biasanya membutuhkan waktu hanya beberapa menit serta aman

dan tidak menimbulkan nyeri (Simangunsong, 2011).

h. Pemeriksaan darah dan urine

Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab

stroke dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke.

7. Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik

a. Penatalaksanaan medis

12
Terapi pada penderita stroke non hemoragik menurut Esther (2010)

dalam Setyadi (2014) bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah ke

otak, membantu lisis bekuan darah dan mencegah trombosis lanjutan,

melindungi jaringan otak yang masih aktif dan mencegah cedera

sekunder lain, beberapa terapinya adalah :

1) Terapi trombolitik : menggunakan recombinant tissue plasminogen

activator (rTPA) yang berfungsi memperbaiki aliran darah dengan

menguraikan bekuan darah, tetapi terapi ini harus dimulai dalam

waktu 3 jam sejak manifestasi klinis stroke timbul dan hanya

dilakukan setelah kemungkinan perdarahan atau penyebab lain

disingkirkan.

2) Terapi antikoagulan : terapi ini diberikan bila penderita terdapat

resiko tinggi kekambuhan emboli, infark miokard yang baru terjadi,

atau fibrilasi atrial.

3) Terapi antitrombosit : seperti aspirin, dipiridamol, atau klopidogrel

dapat diberikan untuk mengurangi pembentukan trombus dan

memperpanjang waktu pembekuan.

4) Terapi suportif : yang berfungsi untuk mencegah perluasan stroke

dengan tindakannya meliputi penatalaksanaan jalan nafas dan

oksigenasi, pemantauan dan pengendalian tekanan darah untuk

mencegah perdarahan lebih lanjut, pengendalian hiperglikemi pada

pasien diabetes sangat penting karena kadar glukosa yang

menyimpang akan memperluas daerah infark.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

13
1) Terapi Non Farmakologi

a) Perubahan Gaya Hidup Terapeutik

b) Aktivitas Fisik

2) Rehabilitasi Pemberian Stimulasi Dua Dimensi

Kegiatan yang dapat dilakukan dalam rehabilitasi medik pasien

stroke meliputi:

a) Latihan rentang gerak aktif dengan cylindrical grip

b) Terapi music

14
8. Pathway Stroke Non Hemoragik

15
B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Data Umum

1) Identitas Klien : meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia

tua), jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama, suku,

nomor RM dan tanggal masuk Rumah Sakit.

2) Penanggung Jawab/pengantar : meliputi nama, pendidikan terakhir,

hubungan dengan klien, umur, pekerjaan dan alamat.

b. Riwayat Kesehatan Saat Ini

1) Keluhan utama : Sering menjadi alasan klien untuk meminta

pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah

badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat

kesadaran.

2) Riwayat penyakit sekarang : Serangan stroke non hemoragik sering

kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan

aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang

sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau

gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan

pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial.

Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai

perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan

konia.

16
c. Riwayat penyakit dahulu

KNAdanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes

melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi

oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,

obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang

sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi,

antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,

penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian

riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang

dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk

memberikan tindakan selanjutnya.

d. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes

melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

e. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual

Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang

memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai

status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping

yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien

terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam

keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam

kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam

masyarakat.

17
f. Kebutuhan Dasar/Pola Kebiasaan Sehari-hari

1) Makan : sehari-hari klien apakah makanan yang mengandung lemak,

makanan apa yang sering dikonsumsi oleh pasien, misalnya :

masakan yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka

makan hati, limpa, usus dan bagaimana nafsu makan klien. Biasanya

terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada

pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat

badan.

2) Minum : apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba,

minum yang mengandung alcohol.

3) Eliminasi : biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi

biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik.

4) Aktivitas dan latihan : biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena

mengalami kelemahan, kehilangan sensori, hemiplegia tau

kelumpuhan.

5) Tidur dan istirahat : biasanya pasien mengalami kesukaran untuk

beristirahat karena adanya kejang otot/ nyeri otot.

g. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, baik secara inspeksi,

palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan secara head

to toe (kepala ke kaki) dan review of system (sistem tubuh) (Tarwoto,

2013).

18
1) Keadaan umum

Klien yang mengalami gangguan muskuloskelatal keadaan

umumnya lemah. Timbang berat badan klien, adakah gangguan

penyakit karena obesitas atau malnutrisi.

2) Kesadaran : Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat

kesadaran somnolen, apatis, spoor, sporos coma dengan GCS < 2

pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya

tingkat kesadaran lateragi dan composmentis GCS 13-15.

3) Tanda- tanda vital

a) Tekanan darah biasanya pasien dengan stroke hemoragik

memiliki darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole

> 80

b) Nadi: Nadi biasanya normal

c) Pernafasan : biasanya pasien stroke hemoragik mengalami

gangguan pada bersihan jalan napas

d) Suhu : biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan

stroke hemoragik

4) Head to toe menurut Tarwoto (2013)

a) Pemeriksaan kepala dan muka

Umumnya kepala dan wajah simetris, wajah pucat. Pada

pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) : biasanya pasien bisa

menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap

kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak

19
mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata

simetris, dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi,

mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien

menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung

lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk

mengunyah.

b) Mata

Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil

isokor, kelopak mata tidak oedema.Pada pemeriksaan Nervus II

(optikus): biasanya luas pandang baik 90 derajat . Pada

pemeriksaan Nervus III (okulomotoris): Biasanya reflek kedip

dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata. Nervus IV

(troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan

perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) biasanya pasien

dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan ke kanan.

c) Hidung Biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada pernafasan

cuping hidung. Pada pemeriksaan Nervus 1 (olfaktorius) :

kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat

namun ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman

antara kiri dan kanan berbeda dan pada Nervus VIII (akustikus) :

biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas dapat

melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung.

d) Mulut dan gigi

20
Biasanya pada pasien apatis, spoor, spoors koma hingga koma

akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor,mukosa bibir

kering. Pada pemeriksaan Nervus VII (fasialis) : biasanya lidah

mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat

menyebutkan rasa manis dan asin. Pada Nervus IX

(glossofaringeal) : biasanya ovula yang terangkat tidak

simetris,mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien

dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada Nervus XII

(hipoglasus): biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat

dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas

saat bicara.

e) Telinga

Biasanya daun telinga sejajar kiri dan kanan. Pada pemeriksaan

Nervus VIII (akustikus): biasanya pasien kurang bisa mendengar

gesekan jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan

dan pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan

artikulasi yang jelas.

f) Leher

Bentuk leher, ada atau tidak pembesaran kelenjar thyroid, tidak

ada pembesaran vena jugularis. Biasanya keadaan leher normal

g) Dada thorax

Pemeriksaan yang dilakukan pemeriksaan bentuk dada, retraksi,

suara nafas, sura tambahan, suara jantung tambahan, ictus cordis,

dan keluhan yang di rasakan. Umumnya tidak ada gangguan

21
h) Abdomen Pemeriksaan bentuk perut, ada atau tidak nyeri tekan,

supel, kembung, keadaan bising usus, keluhan yang dirasakan.

Umumnya tidak terdapat gangguan

i) Genetalia

Kebersihan genetalia, terdapat rambut pubis atau tidak, terdapat

hemoroid atau tidak. Umumnya tidak ada gangguan pada

genetalia.

j) Ekstermitas

Keadaan rentang gerak biasanya terbatas, tremor, edema, nyeri

tekan, penggunaan alat bantu, biasanya mengalami penurunan

kekuatan otot (skala 1-5):

Kekuatan otot :

0 : Lumpuh

1 : Ada kontraksi

2 : Melawan gravitasi dengan sokongan

3 : Melawan gravitasi tapi tidak ada lawanan

4 : Melawan gravitasi dengan tahanan sedikit

5 : Melawan gravitasi dengan kekuatan penuh

k) Integumen

Warna kulit sawo matang/putih/pucat, kulit kering/lembab,

terdapat lesi atau tidak, kulit kotor atau bersih, CRT < 2 detik,

keadaan turgor.

22
2. Diagnosis Keperawatan

a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (iskemia)

b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan menghidu dan melihat

c. Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular

d. Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan

e. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan

imobilitas

f. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi

serebral

g. Resiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan embolisme

h. Resiko jatuh dibuktikan dengan gangguan penglihatan (mis.ablasio

retina)

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan

tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada

pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan

keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif Huda, 2016).

Tujuan dan Kriteria Intervensi


No. Diagnosis Keperawatan
hasil Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


dengan agen pencedera tindakan keperawatan a. Identifikasi lokasi
fisiologis (iskemia) selama … jam ,karakteristik,
diharapkan tingkat nyeri durasi, frekuensi,
menurun dengan kulaitas, intensitas
Kriteria Hasil : nyeri
a. Keluhan nyeri b. Identifikasi skala
menurun. nyeri

23
b. Meringis menurun c. Identifikasi respon
c. Sikap protektif nyeri non verbal
menurun d. Berikan posisi yang
d. Gelisah menurun nyaman
e. TTV membaik e. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri (misalnya
relaksasi nafas
dalam)
f. Kolaborasi
pemberian analgetik
2. Gangguan persepsi Setelah dilakukan a. Monitor fungsi
sensori berhubungan tindakan keperawatan sensori dan
dengan menghidu dan selama … jam persepsi:pengelihat
melihat diharapkan persepsi an, penghiduan,
sensori membaik pendengaran dan
dengan kriteria hasil: pengecapan
a. Menunjukkan tanda b. Monitor tanda dan
dan gejala persepsi gejala penurunan
dan sensori baik: neurologis klien
pengelihatan, c. Monitor tandatanda
pendengaran, makan vital klien
dan minum baik.
b. Mampu
mengungkapkan
fungsi pesepsi dan
sensori dengan
tepat.
3. Gangguan imobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan a. Identifikasi adanya
gangguan neuromuskular selama … jam keluhan nyeri atau
diharapkan mobilitas fisik lainnya
fisik klien meningkat b. Identifikasi
dengan kriteria hasil: kemampuan dalam
a. Pergerakan melakukan

24
ekstremitas pergerakkan
meningkat c. Monitor keadaan
b. Kekuatan otot umum selama
meningkat melakukan
c. Rentang gerak mobilisasi
(ROM) meningkat d. Libatkan keluarga
d. Kelemahan fisik untuk membantu
menurun klien dalam
meningkatkan
pergerakan
e. Anjurkan untuk
melakukan
pergerakan secara
perlahan
f. Ajarkan mobilisasi
sederhana yg bisa
dilakukan seperti
duduk ditempat
tidur, miring
kanan/kiri, dan
latihan rentang
gerak (ROM).
4. Deficit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan tindakan keperawatan a. Identifikasi status
ketidakmampuan menelan selama … jam nutrisi
makanan diharapkan ststus nutrisi b. Monitor asupan
adekuat/membaik makanan
dengan kriteria hasil: c. Berikan makanan
a. Porsi makan ketika masih hangat
dihabiskan/meningk d. Ajarkan diit sesuai
at yang diprogramkan
b. Berat badan e. Kolaborasi dengan
membaik ahli gizi dalam
c. Frekuensi makan pemberian diit yang
membaik tepat
d. Nafsu makan

25
membaik
e. Bising usus
membaik
f. Membran mukosa
membaik
5. Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan integritas
kulit/jaringan tindakan keperawatan kulit
berhubungan dengan selama … jam a. Identifikasi
penurunan imobilitas diharapkan integritas penyebab gangguan
kulit/jaringan integritas kulit
meningkat dengan b. Ubah posisi tiap 2
kriteria hasil : jam jika tirah baring
a. Perfusi jaringan c. Anjurkan
meningkat menggunakan
b. Tidak ada tanda pelembab
tanda infeksi d. Anjurkan minum air
c. Kerusakan jaringan yang cukup
menurun e. Anjurkan
d. Kerusakan lapisan meningkatkan
kulit asupan nutrisi
e. Menunjukkan f. Anjurkan mandi dan
terjadinya proses menggunakan sabun
penyembuhan luka secukupnya.
6. Gangguan komunikasi Setelah dilakukan Promosi komunikasi:
verbal berhubungan tindakan keperawatan defisit bicara
dengan penurunan selama … jam a. Monitor
sirkulasi serebral diharapkan komunikasi kecepatan,tekanan,
verbal meningkat kuantitas,volume
dengan kriteria hasil: dan diksi bicara
a. Kemampuan bicara b. Identifikasi perilaku
meningkat emosional dan fisik
b. Kemampuan sebagai bentuk
mendengar dan komunikasi
memahami c. Berikan dukungan
kesesuaian ekspresi psikologis kepada
wajah / tubuh klien

26
meningkat d. Gunakan metode
c. Respon prilaku komunikasi
pemahaman alternatif (mis.
komunikasi Menulis dan bahasa
membaik isyarat/ gerakan
d. Pelo menurun tubuh)
e. Anjurka klien untuk
bicara secara
perlahan
7. Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan
tidak efektif dibuktikan tindakan keperawatan tekanan intrakranial
dengan embolisme selama .... jam a. Identifikasi
diharapkan perfusi penyebab
serebral dapat peningkatan tekanan
adekuat/meningkat intrakranial (TIK)
dengan Kriteria hasil : b. Monitor tanda gejala
a. Tingkat kesadaran peningkatan tekanan
meningkat intrakranial (TIK)
b. Tekanan Intra c. Monitor status
Kranial (TIK) pernafasan pasien
menurun Tidak ada d. Monitor intake dan
tanda tanda pasien output cairan
gelisah. e. Minimalkan
c. TTV membaik stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang
f. Berikan posisi semi
fowler
g. Pertahankan suhu
tubuh normal
h. Kolaborasi
pemberian obat
deuretik osmosis
8. Resiko jatuh dibuktikan Setelah dilakukan Pencegahan jatuh
dengan gangguan tindakan keperawatan a. Identifikasi faktor

27
penglihatan (mis.ablasio selama … jam resiko jatuh
retina) diharapkan tingkat jatuh b. Identifikasi faktor
menurun dengan lingkungan yang
kriteria hasil: meningkatkan
a. Klien tidak terjatuh resiko jatuh
dari tempat tidur c. Pastikan roda
b. Tidak terjatuh saat tempat tidur selalu
dipindahkan dalam keadaan
c. Tidak terjatuh saat terkunci
duduk d. Pasang pagar
pengaman tempat
tidur
e. Anjurkan untuk
memanggil perawat.
jika membutuhkan
bantuan untuk
berpindah
f. Anjurkan untuk
berkonsentrasi
menjaga
keseimbangan tubuh

4. Evaluasi

Menurut setiadi (2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan

keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang

sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah

ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan

klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapa dua jenis evaluasi:

a. Evaluasi Formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil

tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah

perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai

28
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan

evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah

SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan perencanaan.

1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada

klien yang afasia

2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh

perawat.

3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang

dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.

4) P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan

tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang

dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.

b. Evaluasi Sumatif (Hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas

proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan

menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah

diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan pencapaian

tujuan keperawatan (Setiadi, 2012), yaitu:

1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan

perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien

masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan

perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.

29
3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya

menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali

30
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang

diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke non hemoragik

merupakan gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh sumbatnya

pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis, arteritis,

thrombus dan embolus.

Stroke non hemoragik terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluh

darah ke otak. Sumbatan ini disebabkan karena adanya penebalan dinding

pembuluh darah yang disebut dengan Antheroscherosis dan tersumbatnya darah

dalam otak oleh emboli yaitu bekuan darah yang berasal dari Thrombus di

jantung. Stroke non hemoragik mengakibatkan beberapa masalah yang muncul,

seperti gangguan menelan, nyeri akut, hambatan mobilitas fisik, hambatan

komunikasi verbal, defisit perawatan diri, ketidakseimbangan nutrisi, dan salah

satunya yang menjadi masalah yang menyebabkan kematian adalah

ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.

31
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association (AHA), 2018, Health Care Research: Coronary Heart

Disease

Ayu Septiandini Dyah, 2017, Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Stroke

Non Hemoragik Dengan Hambatan Mobilitas Fisik Di Ruang ICU RSUD

Salatiga, Program Studi D3 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Kusuma Husada Surakarta

Arief Mansjoer, 2016, Stroke Non Hemmoragik, Jakarta : Media Aesculapius

Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson, 2014, Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8,

Jilid 3. Elsevier. Singapura : PT Salemba Medika.

Dellima Damayanti Reicha, 2019, Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non

Hemoragik Dengan Masalah Keperawatan Defisit Perawatan Diri (Studi Di

Ruang Krissan Rsud Bangil Pasuruhan), Program Studi Diploma III

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang

Muslihah S U, 2017, Asuhan Keperawatan Klien Stroke Non Hemoragik Dengan

Hambatan Mobilitas Fisik Di Rs Pku Muhammadiyah Gombong, Stikes

Muhammadiyah Gombong Program Studi DIII Keperawatan Tahun Akademik

Nur’aeni Yuliatun Rini, 2017, Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non Hemoragik

Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral Di Ruang

Kenanga RSUD Dr. Soedirman Kebumen, Program Studi DIII Akademi

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

Santoso Lois Elita, (2018), Peningkatan Kekuatan Motorik Pasien Stroke Non

Hemoragik Dengan Latihan Menggenggam Bola Karet (Studi Di Ruang

32
Flamboyan Rsud Jombang), Skripsi Program Studi S1 Keperawatan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan

33

Anda mungkin juga menyukai