Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR COR FULMONAL
2.1.1 PENGERTIAN
Cor pulmonal adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertropi/ dilatasi) yang
terjadi akibat penyakit yang menyerang struktur, fungsi paru atau pembuluh darahnya.
Cor pulmonal adalah keadaan patologis dengan ditemukannya hipertropi ventrikel
kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktural paru. (WHO, 1993)
Cor pulmonal adalah suatu keadaan patologis akibat hipertropi/dilatasi ventrikel kanan
yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal, dengan penyebabnya adalah kelaianan
penyakit parenkim paru, kelainan vascular paru dan gangguan fungsi paru.(braunwahl,
1980).
Pulmonary heart disease adalah pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan/atau
dilatasi) yang terjadi akibat kelainan paru, kelainan dinding dada, atau kelainan pada
kontrol pernafasan. Tidak termasuk di dalamnya kelainan jantung kanan yang terjadi
akibat kelainan jantung kiri atau penyakit jantung bawaan. Pulmonary heart disease
dapat terjadi akut maupun kronik. Penyebab pulmonary heart disease akut tersering
adalah emboli paru masif, sedangkan pulmonary heart disease kronik sering
disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pulmonary heart
disease kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan, sedangkan pada pulmonary
heart disease akut terjadi dilatasi ventrikel kanan. Tidak semua pasien PPOK akan
mengalami pulmonary heart disease, karena banyak usaha pengobatan yang dilakukan
untuk mempertahankan kadar oksigen darah arteri mendekati normal sehingga dapat
mencegah terjadinya Hipertensi Pulmonal. Pada umumnya, makin berat gangguan
keseimbangan ventilasi perfusi, akan semakin mudah terjadi ganguan analisis gas
darah sehingga akan semakin besar terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary
heart disease. Penyakit yang hanya mengenai sebagian kecil paru tidak akan begitu
mempengaruhi pertukaran gas antara alveoli dan kapiler sehingga jarang
menyebabkan terjadinya Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease.
Tuberculosis yang mengenai kedua lobus paru secara luas akan menyebabkan
terjadinya fibrosis disertai gangguan fungsi paru sehingga menyebabkan terjadinya
pulmonary heart disease. Hipoventilasi alveoli sekunder akibat sleep apnea syndrome
tidak jarang disertai dengan Hipertensi Pulmonal dan pulmonary heart disease Kronik.

2.1.2 Etiologi
Penyebab penyakit cor pulmonale antara lain :
a. Penyakit paru menahun dengan hipoksia
 penyakit paru obstruktif kronik
 fibrosis paru - penyakit fibrokistik
 cyrptogenik fibrosing alveolitis
 penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
b. Kelainan dinding dada
 Kifoskoliosis, torakoplasti, fibrosis pleura
 Penyakit neuro muskuler
c. Gangguan mekanisme kontrol pernafasan
 Obesitas, hipoventilasi idiopatik
 Penyakit serebrovaskular
d. Obstruksi saluran nafas atas pada anak
 hipertrofi tonsil dan adenoid
e. Kelainan primer pembuluh darah
 hipertensi pulmonal primer, emboli paru berulang, vaskulitis pembuluh darah
paru.
2.1.3 Tanda dan gejala
1. Sianosis.
2. Lelah karena hipoksia dan gagal jantung.
3. Mendesis karena kondisi paru-paru yang buruk seperti PPOK atau emfisema.
4. Kesulitan bernapas (dispnea) pada saat berolahraga keras dan ketika berbaring
(orthopnea) karena naiknya kebutuhan oksigen dengan gerakan dan meningkatkan
usaha pernapasan dari diafragma ketika berbaring.
5. Batuk produktif karena kondisi pernapasan.
6. Edema karena gagal jantung kanan; cairan yang terbentuk akan bergantung pada
area yang terserang.
7. Berat badan naik karena retensi cairan.
8. Respirasi lebih dari 20 kali per menit (tachypnea); kecepatannya meningkat untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen.
9. Denyut jantung naik di atas 100 kali per menit (takikardia) karena tubuh berusaha
mengatasi hipoksia dan membawa lebih banyak oksigen.
2.1.4 Penatalaksanaan
Penanganan cor pulmonale ditujukan untuk memperbaiki hipoksia alveolar dan
vasokonstriksi paru-paru yang diakibatkannya dengan pemberian oksigen konsentrasi
rendah dengan hati-hati. Pemakaian O2 yang terus menerus dapat menurunkan
hipertensi pulmoner, polisitemia dan takipnea. Memperbaiki keadaan umum dan
bronkodilator, antibiotic membantu meredakan obstruksi aliran udara pada pasien
PPOM. Pembatasan cairan yang masuk dan diuretik mengurangi tanda-tanda yang
timbul akibat gagal ventrikel kanan. Terapi anti koangulansia jangka panjang
diperlukan jika terdapat emboli paru-paru berulang. Kadang- kadang perlu trakeostomi
untuk membantu aspirasi sekret dan mengurangi ruang mati. Preventif yaitu berhenti
merokok, olah raga bertahap dan teratur serta senam pernafasan sangat bermanfaat
walaupun jangka panjang.
2.1.5 Klasifikasi
Secara umum cor pulmonale dibagi menjadi dua bentuk:

1. Cor Pulmonale Akut


Yaitu dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan dekompensasi.
2. Cor Pulmonale Kronik
Merupakan jenis cor pulmonale yang paling sering terjadi. Dinyatakan
sebagai hipertropi ventrikel kanan akibat penyakit paru atau pembuluh darah atau
adanya  kelainan pada toraks, yang akan menyebabkan hipertensi dan hipoksia
sehingga terjadi hipertropi ventrikel kanan.  (Somantri, 2012:131)
2.1.6  Komplikasi
a. Emfisema
b. Gagal jantung kanan
c. Gagal jantung kiri
d. Hipertensi pulmonal primer
2.1.7

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN COR FULMONAL


2.2.1 pengkajian
1. Identitas
Anamnesa pada pasien 50 tahun biasanya didapatkan adanya kebiasaan
merokok.  (Wahid dan Suprapto, 2013:119)
2. Status kesehatan saat ini
 Keluhan utama
Sesak nafas tiba-tiba, kadang-kadang didapatkan batuk yang produktif dan
hemoptisis.  (Wahid dan Suprapto, 2013:124)
 Alasan Masuk Rumah Sakit
Seringnya sesak nafas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional
syncope).  (Wahid dan Suprapto, 2013:124)
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan sesak napas merupakan gejala tersering pada penyakit paru
primer. Gejala ini terjadi saat melakukan aktifitas atau bahkan saat istirahat dan
kadang-kadang diperberat dengan posisi tidur.  (Muttaqin, 2012:228)

4. Riwayat kesehatan terdahulu


 Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat merokok merupakan penyebab timbulnya kelainan paru
obstruktir kronik, polusi udara (asap dari cerobong-cerobong pabrik didaerah
industri dan asap dari kendaraan bermotor).  (Wahid dan Suprapto, 2013:125)

 Riwayat penyakit keluarga


Pada banyak kasus cor pulmonale ditemukan pada anggota keluarga
tertentu dan ternyata kekurangan alfa-antripsin memegang peranan dalam
penentuan predisposisi terjadinya penyakit paru obstruktif kronik.
Riwayat penyakit paru kronik (bronchitis kronik dan emfisema paru,
diantaranya disebabkan hemophilus influenza, pneumococcus,staphylococcus
aureus, pseudomonas, klebsiella.  (Wahid dan Suprapto, 2013:125)

 Riwayat pengobatan
Mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu
seperti, pemberiaan diuretika seperti furosemid atau hidroklorotiazid
diharapkan dapat mengurangi kongesti edema dengan cara mengeluarkan
natrium dan menurunkan volume darah, sehingga pertukaran udara dalam paru
dapat diperbaiki dan hipoksia maupun beban jantung kanan dapat dikurangi.
(Wahid dan Suprapto, 2013:124)

5. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
1. Kesadaran
Pada pasien cor pulmonale dengan kesadaran somnolenSakit
kepala, confusion, nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda
emfisema yang lebih nyata. (Somantri, 2012; 133, Wahid dan Suprapto,
2013:119)

2. Tanda-tanda vital
Berat badan naik karena retensi cairan, respirasi lebih dari 20 kali
per menit (tachypnea), denyut jantung naik di atas 100 kali per menit
(takikardia) karena tubuh berusaha mengatasi hipoksia dan membawa
lebih banyak oksigen. (DiGiulio, 2014:107-108)
 Body Sistem
1. Sistem pernafasan
Pada klien cor pulmonale terjadi adanya bronkhokonstriksi,
akumulasi sekret jalan napas, dan menurunnya kemampuan batuk efektif
(Muttaqin, 2012:230)

2. Sistem kardiovaskuler
Terdengar graham steel murmur yang bersifat soft, blowing, hight
pitch diastolic murmur, akibat adanya insufisiensi relative katup
pulmonale  (Wahid dan Suprapto, 2013:126)

3. Sistem persarafan
Pada klien cor pulmonale merasa sakit kepala, bingung, dan
somnolen (Somantri, 2012:133)
4. Sistem perkemihan
Pada klien cor pulmonale terjadi perubahan berat badan, sering
penggunaan diuretik.  (Wahid dan Suprapto, 2013:127)

5. Sistem pencernaan
Pada klien cor pulmonale terjadi gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan
(Muttaqin, 2012:230)

6. Sistem integument
Pada klien cor pulmonale di dapatkan warna kulit yang
pucat,sianosis pada jari (Wahid dan Suprapto, 2013:126)

7. Sistem musculoskeletal
Pada klien cor pulmonale juga dapat terjadi karena kelainan
neuromuskuler, seperti poliomielitis, dan distrofi otot (Somantri,
2012:130)

8. Sistem imun
Cor pulmonale juga bisa disebabkan infiltrasi limfatik (Wahid dan
Suprapto, 2013:118)

9. Sistem penginderaan
Pada klien cor pulmonale terjadi gangguan penciuman, seperti :
hiposmia (penurunan sensitivitas penciuman) atau anosmia (kehilangan
sensasai penciuman bilateral dan komplet) (Black, 2014:231)

10. Sistem reproduksi


Pada klien cor pulmonale terjadi penurunan libido (penurunan
gairah seksualitas) (Somantri, 2012:133)

11. Sistem endokrin


Pada klien cor pulmonale terjadi peningkatan kadar sodium yang
mengakibatkan retensi cairan (DiGiulio, 2014:109)

6. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan Radiologi
Batang pulmonal dan hilus membesar. Perluasaan hilus dapat dihitung
dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama arteri
pulmonalis utama dan kiri dibagi dengan diameter transversal torak.
Perbandingan >0,36 menunjukan hipertensi pulmonal.

 Ekokardiografi
Ekokardiografi memungkinkan pengukuran ketebalan dinding
ventrikel kanan. Meskipun perubahan volume tidak didapat diukur, teknik ini
dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan dalam
hubungannya dengan pembesaran ventrikel kiri. Septum ventrikel dapat
tergeser kekiri.

 Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Berguna untuk mengukur masa ventrikel kanan, ketebalan dinding,
volume cavitas, dan jumlah darah yang dipompa.

 Biopsi paru-paru
Dapat berguna untuk menunjukan vaskulitis pada beberapa tipe
penyakit vaskuler paru-paru seperti penyakit vaskuler kolagen, atritis
rematoid, dan granulo matosis wagener.  (Somantri, 2012:133)

2.2.2 Diagnosa
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
Definisi:Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab:
Fisiologis
 Spasme jalan napas
 Hipersekresi jalan napas
 Disfungsi neuromuskuler
 Benda asing dalam jalan napas
 Adanya jalan napas buatan
 Sekresi yang tertahan
 Hiperplasia dinding jalan napas
 Proses infeksi
 Respon alergi
 Efek agen farmakologis (mis.anastesi)

Situasional

 Merokok aktif
 Merokok pasif
 Terpajan polutan

Gejala dan tanda mayor : Subjektif (tidak tersedia)

Objektif Batuk tidak efektif

Tidak mampu batuk


Sputum berlebihan
Mengi, wheezing dan atau
ronkhi kering
Mekonium dijalan napas
(pada neonatus)

Gejala dan tanda minor : Subjektif Dispnea


Sulit bicara
Ortopnea
Objektif Gelisah
Sianosis
Bunyi napas menurun
Frekuensi napas berubah
Pola napas berubah

Kondisi klinis terkait:


 Gullian barre syndrome
 Sklerosis multipel
 Myasthenia gravis
 Prosedur dignostik (mis. Bronkoskopi, transesophageal
echocardiography[TEE])
 Depresi sistem saraf pusat
 Cedera kepala
 Stroke
 Kuadriplegia
 Sindrom aspirasi mekonium
 Infeksi saluran napas.
(SDKI, 2017:18-19)

2. Gangguan pertukaran gas


Definisi Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.

Penyebab

 Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
 Perubahan membran alveolus-kapiler

Gejala dan tanda mayor : Subjektif Dispnea

Objektif PCO meningkatkan/


menurun
PO menurun

Takikardia
Ph arteri meningkat/
menurun
Bunyi napas tambahan
Gejala dan tanda minor : Subjektif Pusing
Penglihatan kabur
Objektif Sianosis
Diaforesis
Gelisah
Napas cuping hidung
Pola napas abnormal
(cepat/lambat,
reguler/ireguler,
dalam/dangkal)
Warna kulit abnormal
(mis.pucat, kebiruan)
Kesadaran menurun

Kondisi klinis terkait

 Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)


 Gagal jantung kongestif
 Asma
 Pneumonia
 Tuberkolosis paru
 Penyakit membran hialin
 Asfiksia
 Persistent pulmonary hypertesion of newborn (PPHN)
 Prematuritas
 Infeksi saluran nafas
(SDKI, 2017:22)

3. Intoleran Aktivitas
Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Penyebab

 Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen


 Tirah baring
 Kelemahan
 Imobilitas
 Gaya hidup monoton

Gejala dan tanda mayor : Subyektif Mengeluh lelah


Objektif Frekuensi jantung
menigkat >20%
dari kondisi istirahat
Gejala dan tanda minor :
Subjektif : Dispnea saat/ setelah aktivitas
Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
Merasa lemah
Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
Gambaran EKG menunjukkan aritmia
Gambaran EKG menunjukkan iskemia
Sianosis
Kondisi klinis terkait:

 Anemia
 Gagal jantung kongestif
 Penyakit jantung koroner
 Penyakit katup jantung
 Aritmia
 Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
 Gangguan metabolik
 Gannguan muskuloskeletal
(SDKI, 2017:128)

2.2.3 Intervensi
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
 Tujuan
Menunjukan pembersihan jalan napas yang efektif, yang dibuktikan oleh
pencegahan aspiras; status pernapasan: kepatenan jalan napas; dan status
pernapasan: ventilasi tidak terganggu.

 Kriteria hasil
1. Batuk efektif
2. Mengeluarkan sekret secara efektif
3. Mempunyai jalan napas yang paten
4. Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
5. Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
7. Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan dirumah.
 Intervensi
Observasi :
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor adanya retensi spuntum
3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
Terapeutik :
1. Atur posisi semi-fowler atau fowler
2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
3. Buang sekret pada tempat spuntum

Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
2. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
Gangguan pertukaran gas
 Tujuan
Gangguan pertukaran gas akan berkurang, yang dibuktikan oleh
terganggunya respon alergi: sistemik, keseimbangan elektrolit dan asam-basa,
respon ventilasi mekanis: orang dewasa, status pernapasan: pertukaran gas,
status pernapasan: ventilasi, perfusi jaringan paru, dan tanda-tanda vital.

 Kriteria hasil
1) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
2) Memiliki ekspansi paru yang simetris
3) Menjelaskan rencana perawatan dirumah
4) Tidak menggunakan pernapasan bibir mencucu
5) Tidak mengalami napas dangkal atau ortopnea
6) Tidak menggunakan otot aksesoris untuk bernapas
 Intervensi
Observasi :
1. Memonitor pola nafas, memonitor santurasi oksigen .
2. Menonitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas
3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Terapiotik :
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien\
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

Intoleran aktivitas
 Tujuan
Menoleransi aktivitas yang bisa dilakukan, yang dibuktikan oleh
toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energi, kebugaran fisik, energi
psikomotorik, dan perawatan-diri; aktivitas kehidupan sehari-hari (dan AKSI)
 Kriteria hasil
1) Mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang
dapat mengakibatkan intoleran aktivitas
2) Berpartisipasi dalam aktivitas yang dibutuhkan dengan peningkatan
normal denyut jantung, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta
memantau pola tersebut dalam batas normal
3) Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat
yang diharapkan dari daftar pada sasaran penggunaan)
4) Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
obat, dan/atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap
aktivitas
5) Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan beberapa bantuan
(misalnya, eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi)
6) Menampilkan manajemen pemeliharan rumah dengan beberapa bantuan
(misalnya, membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
 Intervensi
Observasi :
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2. Monitor pola dan jam tidur
3. Memonitor kelelahan fisik dan emosional
Edukasi :
1. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Terapeutik :
1. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
2. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
3. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

2.2.4 Implementasi

Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: CV Pentasada Media


Edukasi.
 

DiGiulio, M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.


 

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
 
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
 

Setiati, S. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid I. Jakarta:
InternaPublishing.
 

Somantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:


Salemba Medika.
 

Wahid, A. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV


Trans Info Media.
 

Wilkinson, J. M. (2015). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai