Anda di halaman 1dari 40

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Stroke

1. Definisi

Stroke adalah sindrom neurologis yang ditandai secara bertahap atau

cepat, yang terjadi ketika suplai oksigen ke area lokal di otak terputus,

sehingga terjadi penyumbatan atau pemndarahan, yang mengakibatkan

terjadi kehilangan perfusi ke pembuluh darah otak secara akut yang

menimbulkan kehilangan fungsi neurologis secara cepat.(Hickey, 2014).

2. Klasifikasi Stroke

Stroke (Brain Attack) menurut Ignatavicius (2014), serta Black (2009),

terdiri atas dua klasifikasi yaitu Ischemic (occlusive) dan Hemorrhagic.

Ischemic Stroke disebabkan karena oklusi arteri cerebral, yang

diakibatkan oleh thrombus atau embolus.Stroke yang diakibatkan

thrombus (clot) disebut sebagai thrombotic stroke, sedangkan stroke yang

karena embolus (dislodged clot) disebut embolic stroke. Stroke trombotik

mencakup lebih dari setengah dari semua stroke dan terkait dengan

perkembangan aterosklerosis pada dinding pembuluh darah.

Atheroscelosis adalah plak yang terbentuk di dinding bagian dalam

pembuluh arteri yang mengalami cedera yang hasil akhirnya adalah

formasi bekuan. Jika gumpalan berukuran cukup, maka bisa mengganggu

aliran darah ke jaringan otak yang disuplaimelalui pembuluh darahkarena

penyempitan/stenosis (Black, 2009), sehingga mengakibatkan stroke


9

oklusi. Proses ini dapat terjadi selama bertahun-tahun karena sirkulasi

kolateral ke area yang terlibat berperan untuk mengkompensasi oklusi.

Embolic Stroke diakibatkan karena satu embolus atau formasi grup

emboli yang terlepas dari salah satu area tubuh dan kemudian berjalan

menuju ke arteri cerebral melalui arteri carotis atau sistem

vertebrobasilar. Biasanya sumber emboli berasal dari jantung.Sumber

lain berupa plak yang terlepas dari sinus carotis atau arteri carotis

internal. Emboli dapat menuju pada pembuluh darah cerebral yang kecil

dan menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah tersebut

(Ignatavicius, 2014). Sumber emboli lainnya adalah tumor, lemak,

bakteri dan udara. Emboli bisa terjadi pada seluruh bagian pembuluh

darah serebral, dan kejadiannya meningkat bersamaan dengan

peningkatan usia individu (Black, 2009).

Hemorrhagic Stroke adalah klasifikasi major kedua dari penyakit

stroke.Stroke tipe ini terjadi karena integritas pembuluh darah terganggu,

dan menyebabkan perdarahan yang terjadi dalam jaringan otak atau

dalam ruang yang mengelilingi otak (ventricular, subdural, dan

subarachnoid) (Ignatavicius, 2014). Perdarahan intraserebral paling

banyak disebabkan oleh adanya rupture arteriosklerotik dan hipertensi

yang berat. Perdarahan intraserebral paling sering terjadi akibat dari

penyakit hipertensi dan umumnya terjadi setelah usia 50 tahun.Penyebab

lainnya adalah aneurisma yaitu pembengkakan pada pembuluh


10

darah.Aneurisma serebral biasanya kecil (diameter 2 – 6 mm) namun bisa

menyebabkan ruptur (Black, 2009).

3. Etiologi

Aliran darah yang menuju ke otak dapat terganggu dan menurun dengan

beberapa cara. Iskemia terjadi ketika suplai darah kebagian dari otak

terganggu atau tersumbat total.Kemampuan bertahan yang utama pada

jaringan otak dalam kondisi iskemia bergantung pada lama waktu

kerusakan serta tingkat gangguan dari metabolisme otak.Iskemik

biasanya terjadi karena thrombosis atau embolik.Stroke yang terjadi

karena thrombosis lebih sering terjadi dibandingkan karena embolik.

Stroke akibat penyumbatan dapat terjadi pada pembuluh darah besar

seperti pada arteri serebral utama yaitu carotid interna, serebral anterior,

serebral medial, serebral posterior, vertebral dan arteri basilaris.

Strokeakibat penyumbatan dapat juga terjadi pada pembuluh darah kecil

karena merupakan cabang dari pembuluh darah besar yang masuk lebih

dalam pada bagian otak (Black, 2009).

Black (2009) membagi penyebab stroke menjadi 4 yaitu:

a) Trombosis

Penggumpalan (thrombosis) mulai terjadi karena adanya kerusakan

pada bagian garis endothelial pembuluh darah. Aterosklerosis

merupakan penyebab utama, yang menyebabkan zat lemak tertumpuk

dan membentuk plak dalam pembuluh darah. Pembesaran plak yang

terus menerus dapat menyebabkan stenosis/penyempitan pada arteri.


11

Stenosis menghambat aliran darah dan membuat aliran menjadi tidak

lancar sehingga darah berputar-putar pada permukaan yang terdapat

plak, yang kemudian dapat menyebabkan penggumpalan dan melekat

pada plak tersebut. Kondisi ini semakin memperparah sumbatan pada

rongga pembuluh darah.

b) Embolisme

Embolus terbentuk dibagian luar otak, kemudian terlepas dan

mengalir melalui sirkulasi serebral sampai embolus melekat pada

pembuluh darah dan menyumbat arteri. Embolus yang paling sering

terjadi adalah plak, dimana thrombus dapat terlepas dari arteri carotis

bagian dalam pada bagian luka plak dan bergerak ke dalam sirkulasi

serebral. Kondisi fibrilasi atrial kronik memiliki hubungan dengan

tingginya kejadian stroke embolik, dimana darah terkumpul dalam

atrium yang kosong. Gumpalan darah yang sangat kecil terbentuk

dalam atrium kiri kemudian bergerak menuju ventrikel kiri jantung

dan masuk ke dalam sirkulasi serebral. Pompa mekanik jantung

buatan yang memiliki permukaan yang lebih kasar dibandingkan otot

jantung yang normal dapat juga menyebabkan peningkatan resiko

terjadinya pengumpalan.

c) Perdarahan (hemoragik)

Perdarahan intraserebral paling banyak disebabkan oleh adanya

arterioklerotik dan hipertensi pembuluh darah, yang bisa

menyebabkan perdarahan ke dalam jaringan otak. Perdarahan

intraserebral paling sering terjadi akibat dari penyakit hipertensi dan


12

umumnya terjadi setelah usia 50 tahun. Akibat lain dari perdarahan

adala aneurisma. Anuerisma adalah pembengkakan pada pembuluh

darah.Diperkirakan sekitar 6% dari seluruh stroke disebabkan oleh

ontrol aneurisma. Stroke hemoragik biasanya menyebabkan

terjadinya kehilangan fungsi yang banyak dan penyembuhannya

paling lambat dibandingkan dengan tipe stroke yang lain.

d) Penyebab lain

Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, menurunkan

aliran darah ke arah otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang

menyempit. Kondisi hiperkoagulasi adalah kondisi terjadinya

penggumpalan yang berlebihan pada pembuluh darah yang dapat

menyebabkan terjadinya stroke thrombosis dan stroke iskemik.

Tekanan pada pembuluh darah serebral bisa disebabkan oleh tumor,

gumpalan darah, perlukaan pada otak, atau gangguan lain.

4. Faktor Risiko

Faktor utama penyebab stroke iskemik akut menurut Hickey (2014)

adalah hipertensi, atrial fibrilasi, diabetes mellitus, merokok dan

hiperlipidemia.Dalam situasi khusus, penyakit sistemik terkaitkeadaan

hiperkoagulan dan penggunaan pil KB merupakan juga faktor risiko

terjadinya stroke iskemik.

Menurut Black (2009), faktor risiko terjadinya stroke terdiri atas 2 yaitu:

a) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors)


13

Faktor risiko ini dapat dimodifikasi/diturunkan/dikontrol melalui

perubahan gaya hidup. Hipertensi bisa dimodifikasi melalui

pengontrolan tekanan darah yang adekuat bagi penderita hipertensi,

sehingga dapat menurunkan 38% kejadian stroke. Penyakit

kardiovaskular dan atrial fibrilasi dapat dimodifikasi terkait dengan

control kadar plasma homosistein, karena berdasarkan penelitian

dijelaskan bahwa kadar plasma homosistein yang lebih rendah pada

dapat menurunkan risiko CVD pada penderita kardiovaskular.

b) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (unmodifiable risk

factors)

Penuaan adalah salah satu dari faktor risiko signifikan.Jenis kelamin,

dimana kejadian stroke sedikit lebih tinggi pada pria dibandingkan

dengan wanita.Stroke juga lebih sering terjadi pada orang Afrika-

Amerika dibandingkan orang kulit putih atau Amerika Latin.

5. Patofisiologi

Otak menerima oksigen dan glukosa dari aliran darah yang tetap

sehingga dapat berfungsi secara normal.Aliran darah juga penting

untuk mengangkut limbah metabolik (korbon dioksida, asam laktat).

Jika suplai darah ke bagian manapun dari otak terganggu selama lebih

dari beberapa menit, jaringan serebral mati (infark), sehingga

menyebabkan berbagai tingkat kecacatan, tergantung pada lokasi dan

jumlah jaringan otak yang terkena. Metabolisme otak dan aliran darah

setelah stroke dapat dipengaruhi oleh lokasi sekitar terjadinya infark


14

serta di belahan kontralateral (sisi yang berlawanan) hemisper otak.

Efek stroke pada sisi kontralateral (tidak terpengaruh) mungkin karena

pembengkakan otak dan perubahan lebih lanjut dalam aliran darah

melalui otak (Ignatavicius, 2010).

Darah disuplai ke otak melalui dua pasang pembuluh darah arteri

utama, yaitu arteri carotis interna (sirkulasi bagian anterior) dan arteri

vertebral (sirkulasi bagian posterior). Percabangan arteri carotis

sebagian besar menyuplai darah ke lobus frontal, parietal, temporal,

ganglia basalis, dan sebagian diensefalon (thalamus dan

hipothalamus). Percabangan utama dari arteri carotis, yaitu arteri

serebral medial dan arteri serebral anterior. Arteri vertebral bersatu

membentuk atreri basiler, dimana percabangan ini menyuplai darah ke

bagian tengah dan bawah lobus temporal, oksipital, cerebellum, batang

otak dan sebagian dari diensefalon. Cabang utama dari arteri basiler

adalah adalah arteri serebral posterior. Sirkulasi serebral anterior dan

posterior bersatu membentuk sirkulus Willis oleh arteri komunis

anterior dan posterior. Otak mendapat suplai darah secara terus-

menerus untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosa bagi neuron

untuk dapat menjalankan fungsinya. Aliran darah harus tetap stabil

yaitu 750 – 1000 ml/menit (55 ml/100 gram jaringan otak), atau 20%

dari cardiac output agar otak dapat berfungsi optimal. Jika aliran darah

ke otak terhenti secara total, misalnya seperti pada kasus cardiac

arrest, maka dalam 30 detik akan terjadi perubahan metabolisme


15

neurologis, metabolisme terhenti dalam 2 menit dan dalam 5 menit

akan terjadi kematian sel otak.

Dalam keadaan normal, otak terlindung dari perubahan tekanan darah

arteri rata-rata dari tekanan darah sistemik lebih dari 50 – 150 mmHg

melalui mekanisme yang disebut autoregulasi. Mekanisme ini

dilakukan dengan merubah diameter pembuluh darah serebral sebagai

respon terhadap perubahan tekanan darah, sehingga aliran darah ke

otak tetap konstan. Autoregulasi serebral bisa mengalami kegagalan

akibat iskemia serebral dan secara langsung terjadi perubahan aliran

darah serebral sebagai akibat dari perubahan tekanan darah. CO2

adalah vasodilator serebral yang kuat, dan perubahan tingkat CO2

arterial memiliki efek dramatis pada aliran darah serebral (peningkatan

kadar CO2 meningkatkan aliran darah serebral dan sebaliknya). Kadar

O2 yang rendah pada arteri (tekanan parsial O2 pada arteri kurang dari

50 mmHg) atau peningkatan konsentrasi ion hidrogen juga

menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak.

6. Manifestasi Klinis

a. Peringatan Dini/Awal

Tanda-tanda peringatan dini stroke disebut Serangan Iskemik

Jangka Pendek (Transient Ischemic Attack/TIA). Manifestasi dari

iskemik stroke yang akan terjadi yaitu Hemiparesis Transien (tidak


16

permanen), kehilangan kemampuan berbicara, dan kehilangan

sensori. (Black, 2009)

b. Gangguan Khusus setelah Stroke

Manifestasi stroke dapat berhubungan dengan penyebabnya dan

bagian otak yang mengalami gangguan perfusi. Arterial serebral

bagian tengah adalah bagian yang paling sering mengalami stroke

iskemik. Gangguan khusus setelah sroke menurut Black (2009)

yaitu:

1) Hemiparesis dan Hemiplegia

Hemiparesis (Kelemahan) dan Hemiplegia (Paralisis/

Kelumpuhan) dari satu bagian tubuh bisa terjadi setelah stroke.

Penurunan kemampuan ini biasanya terjadi karena stroke pada

arteri serebralanterior atau media, sehingga mengakibatkan

infark pada bagian otak yang mengontrol gerakan (saraf

motorik) dari korteks bagian depan..

2) Afasia

Afasia adalah penurunan kemampuan berkomunikasi.Afasia

bisa melibatkan beberapa dari seluruh aspek komunikasi,

termasuk berbicara, membaca, menulis dan memahami

pembicaraan. Pusat primer bahasa biasanya terletak di bagian

kiri belaha otak dan dipengaruhi oleh stroke di bagian kiri

tengah arteri serebral.


17

3) Disartria

Disartria adalah kondisi artikulasi yang diucapkan tidak

sempurna yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara.Klien

paham dengan bahasa yang diucapkan seseorang, tetapi

mengalami kesulitan dalam melafalkan kata dan tidak jelas

dengan pengucapannya. Penyebabnya karna disfungsi saraf

cranial karena stroke pada arteri vertebrobasilar atau

cabangnya.

4) Disfagia

Disfagia merupakan ketidakmampuan dalam menelan.

Kemampuan menelan merupakan proses yang kompleks karena

dipengaruhi oleh beberapa fungsi saraf cranial seperti nervus V

untuk mulut membuka, nervus VII yang mempengaruhi lidah,

nervus XII yang membuat lidah bergerak, nervus V dan VII

untuk mulut bisa merasakan jumlah dan kualitas gumpalan

makanan yang ditelan, nervus V dan IX juga berperan dalam

mengirimkan informasi ke pusat menelan

5) Apraksia

Apraksia adalah kondisi yang mempengaruhi integrasi motorik

kompleks, dimana klien tidak bisa melakukan beberapa

keterampilan seperti berpakaian walaupun mereka tidak

lumpuh. Hal ini karenapola atau skema motorik yang penting

untuk mengantarkan pesan impuls yang mengalami gangguan.


18

6) Perubahan Penglihatan

Stroke pada lobus parietal atau temporal bisa mengganggu

jaringan penglihatan dari saluran optic ke korteks oksipital dan

mengganggu ketajaman penglihatan. Gangguan penglihatan

akan mempengaruhi kemampuan klien untuk mempelajari

kembali keterampilan motorik.

7) Hemianopia Homonimus

Kondisi ini adalah kehilangan penglihatan pada setengah

bagian yang sama dari lapang pandang dari setiap mata,

sehingga klien hanya bisa melihat setengah dari penglihatan

normal.

8) Sindrom Horner

Kondisi ini merupakan paralisis pada saraf simpatik ke mata

yang menyebabkan tenggelamnya bola mata, ptosis bagian atas

kelopak mata, bagian bawah kelopak mata sedikit terangkat,

pupil mengecil dan air mata berkurang.

9) Agnosi

Kondisi ini adalah gangguan pada kemampuan mengenali

benda melalui indra. Tipe yang paling sering terjadi adalah

agnosia pada indra penglihatan dan pendengaran. Agnosia

terjadi karena sumbatan pada arteri serebral tengah atau

posterior yang menyuplai lobus temporal atau oksipital.Pada

agnosia penglihatan, klien bisa melihat benda tapi tidak dapat


19

mengenali benda itu.Pada agnosia pendengaran, klien tidak

dapat memahami arti bunyi karena kehilangan pendengaran.

10) Penurunan Sensorik

Kondisi ini dapat terjadi karena stroke berada pada jalur

sensoris dari lobus parietal yang disuplai oleh arteri serebral

anterior atau bagian tengah.Penurunan ini terjadi pada bagian

sisi kontralateral tubuh dan biasanya disertai dengan

hemiplegia atau hemiparesis.

11) Perubahan Perilaku

Kondisi ini dapat terjadi karena secara fisiologisnya, otak

memiliki peran dalam membantu kontrol perilaku dan

emosi.Stroke pada belahan otak serebral kiri biasanya

menyebabkan lambat, waspada, dan tidak teratur, sedangkan

pada belahan otak serebral kanan, biasanya impulsive,

penurunan rentang perhatian yang berisiko cedera.

12) Inkontinensia

Stroke dapat menyebabkan disfungsi pada system pencernaan

dan perkemihan.Salah satu tipe neurologis perkemihan yaitu

tidak dapat menahan kandung kemih, sehingga mengakibatkan

rasa ingin buang air kecil dan inkontinensia.Pada pencernaan,

terkadang klien mengalami kesulitan dalam buang air

besar.Durasi dan tingkat keparahan inkontinensia bergantung

pada luas dan lokasi infark.


20

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik sangat penting dilakukan sebagai tindakan

untuk mendiagnosis secara tepat sehubungan dengan stroke dan

subtipenya, mengidentifikasi penyebab utamanya dan penyakit terkait

lain, menentukan terapi dan strategi pengelolaan terbaik, serta untuk

memantau kemajuan pengobatan.

a) Computed Tomography Scan (CT Scan), tanpa penggunaan

kontras. Pemeriksaan iniyang harus segera dilakukan, karena

sangat penting untuk membedakan antara stroke iskemik dan

hemoragik, untuk mendukung keputusan dalam pengobatan.

b) Magnetic Resonance Imaging (MRI). Menampilkan perbedaan

kontras jaringan lunak yang sangat baik dengan demarkasi lesi

massa dari struktur sekitarnya termasuk daerah iskemia dan

infark.Visualisasi struktur vaskular yang baik saat memeriksa lesi

vaskular berguna untuk diagnosis stroke dalam 72 jam pertama.

Teknik MRI yang terbaru yaitu Diffusion Weighted Imaging(DWI)

dan Perfusion Imaging (PI) dapat menunjukkan iskemia pada

beberapa jam pertama.

c) Magnetic Resonance Angiography (MRA). Merupakan pencitraan

non invasif arteri karotis, vertebral, basilar, dan arteri intrakranial

dan ekstra kranial untuk menentukan oklusi dan berguna untuk

visualisasi bekuan darah.Pemeriksaan ini masih jarang karena

peralatan yang masih kurang tersedia dan biaya yang tinggi.


21

d) Carotid Ultrasonography. Pencitraan non invasif yang merupakan

diagnosis awal yang digunakan secara luas pada pasien dengan

gejala daerah karotid, khususnya untuk penilaian stenosis berat.

e) Transthoracic Echocardiography (TTE). Membantu dalam

mencari sumber emboli kardio dan untuk mendiagnosis trombus

ventrikel kiri, myxomas arteri kiri, dan trombus yang menonjol ke

dalam rongga atrium.

f) Electrocardiography (ECG) 12 lead.Direkomendasikan untuk

dilakukan dengan segera karena tingginya kejadian atau penyakit

jantung pada penderita stroke.Berguna bila stroke dicurigai akibat

dariemboli kardiogenik atau penyakit arteri koroner

8. Pencegahan

Penatalaksanaan pencegahan penyakit stroke terbagi atas 4 yaitu:

a) Pencegahan Primordial

Mengacu pada strategi yang dirancang untuk mengurangi

pengembangan faktor risiko penyakit, seperti merokok, obesitas,

dan diabetes (Schwamm, 2005).

b) Pencegahan Primer

Mengacu pada pengobatan faktor risiko penyakit yang ada seperti

penanganan hipertensi, penganganan kolestrol dan lemak, diabetes,

atrial fibrillation, dan faktor risiko lainnya yang dapat

dimodifikasi.(Schwamm, 2005).
22

c) Pencegahan Sekunder

Mengacu pada pengobatan individu yang telah mengalami stroke

atau Transient Ischemic Attack (TIA).Pencegahan sekunder dapat

diringkas dengan A, B, C, D, E. A: Antiaggregants yaitu melalui

penggunaan obat antiaggregant dan antikoagulan. B:Blood

pressure–lowering medications yaitu melalui penggunaan obat

penurun tekanan darah. C: Cessation of cigarette smoking,

cholesterol-lowering medications, carotid revascularization yaitu

menghentikan kebiasaan merokok, penggunaan obat penurun

kolesterol, revaskularisasi karotid. D: Dietyaitu mengatur pola

makan yang sehat dan seimbang sesuai kebutuhan tubuh. E:

Exerciseyaitu latihan atau olahraga secara teratur sesuai dengan

ketentuan medis (Silver, 2016).

d) Pencegahan Tertier

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengatasi dampak dari

penyakit atau cedera yang terus berlanjut yang memiliki efek

jangka panjang, untuk mengatasi masalah kesehatan dan cedera

jangka panjang yang sering kompleks (misalnya penyakit kronis,

gangguan permanen) dalam memperbaiki kemampuan, kualitas

hidup dan harapan hidup semaksimal mungkin, seperti program

rehabilitasi jantung atau stroke, program pengelolaan penyakit

kronis (misalnya untuk diabetes, artritis, depresi), kelompok

pendukungsurvivor, maupun pusat rehabilitasi (Institute for Work

and Health, 2015).


23

9. Penanganan

Penderita yang mengalami stroke dengan infark serebri yang luas

melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplegia

kontralateral dan hemiparesis, selama stadium akut memerlukan

penanganan medis dan perawatan yang didasarkan pada langkah-

langkah sebagai berikut:

a) Menetapkan diagnosis iskemia serebri dan etiologinya secepat

mungkin

b) Menyadari bahwa ada suatu periode waktu dimana iskemia masih

reversible, merencanakan strategi pemeriksaan dan terapi atas

dasar tersebut

c) Pemberian terapi spesifik sesuai dengan pathogenesis iskemia

d) Mencari dan menangani keadaan lainnya yang memperberat

iskemia (Satyanegara, 2014).

10. Rehabilitasi

Sejak dari serangan awal stroke, intervensi ditujukan untuk perbaikan

fisik dan kognitif pasien. Usaha premobilisasi lebih awal bertujuan

untuk mencegah komplikasi penurunan neurologis dan imobilitas.

Setelah beberapa hari pertama dari kejadian akut, edema serebral

biasanya mereda dan gejala sisa gangguan dari stroke bisa

diidentifikasi.Pasien yang menderita stroke beserta keluarganya akan

menghadapi kesulitan dalam penyesuaian setelah fase akut berlalu dan

kecatatan terlihat.Rehabilitasi sejak dini memungkinkan dalam


24

mengatasi kondisi keterbatasan yang dialami. Tingkat keparahan

stroke pada pasien akanberpengaruh kepada lamanya waktu yang

digunakan untuk mengembalikan fungsi tubuh.

Rehabilitasi pasien stroke dapat meliputi latihan membangun kekuatan

otot dan mempertahankan rentang gerak (range of motion/ROM),

latihan keseimbangan dan keterampilan untuk kemampuan merasakan

posisi, lokasi dan orientasi serta gerakan dari tubuh dan bagian-

bagiannya, latihan mobilitas ditempat tidur, mobilitas dengan kursi

roda dan cara berpindah, penggunaan alat bantu berjalan. Rehabilitasi

lainnya juga berupa mempelajari kembali aktifitas sehari-hari

(activities of daily living/ADL), penggunaan alat bantu yang bisa

meningkatkan kemandirian, serta cara berpindah maupun mengganti

posisi yang benar. Terapi bicara untuk memulihkan fungsi komunikasi

melalui pembelajaran kembali cara bicara, penekanan pada bunyi

bicara atau penggunaan alat komunikasi alternative. Selain itu dilatih

juga cara makan dan menelan untuk mencegah terjadinya aspirasi

(Black, 2009).

11. Komplikasi

Komplikasi penyakit Stroke yang paling umum berdasarkan American

Heart Association (2015), yaitu Edema Otak, Pneumonia yang

menyebabkan masalah pernapasan, Urinary tract infection (UTI) yang

dapat karna penggunaan kateter foley pada penderita stroke yang tidak
25

dapat mengendalikan fungsi kandung kemih.Kejang dapat terjadi

akibat aktivitas listrik abnormal di otak, yang umumnya terjadi pada

stroke yang lebih luas.Depresi yang menyebabkan reaksi emosional

dan fisik akibat masalah kesehatan yang dihadapi, dimana hal ini

sangatumum pada penderita stroke.

Luka dekubitus yang diakibatkan oleh penurunan kemampuan

bergerak dan tekanan pada area tubuh karena imobilitas.Kontraktur

sendi di lengan atau kaki karena berkurangnya kemampuan untuk

menggerakkan anggota badan yang mengalami kelemahan maupun

kelumpuhan.Nyeri pada bahu karena kelemahan atau kelumpuhan pada

ekstremitas atas membuat lengan yang terkena dalam posisi

menggantung bebas sehingga membebani daerah bahu.Deep Venous

Thrombosis (DVT) dimana bekuan darah terbentuk di pembuluh darah

kaki karena imobilitas dari stroke (American Heart Association, 2015).

B. Konsep Hemiparesis

1. Definisi

Weiss (2010) mendefinisikan bahwa hemiparesis adalah suatu kondisi

yang umumnya disebabkan oleh stroke atau cerebral palsy, meski bisa

juga disebabkan oleh multiple sclerosis, tumor otak, dan penyakit lain

pada sistem saraf atau otak.Kata “hemi” berarti, “satu sisi, sementara”,

sedangkan“paresis” berarti “kelemahan”.


26

Sejalan dengan definisi itu, Heidy (2017) juga mendefinisikan bahwa

Hemiparesis adalah istilah medis untuk menggambarkan suatu kondisi

adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh atau ketidakmampuan untuk

menggerakkan anggota tubuh pada satu sisi.Istilah ini berasal dari kata

hemi yang berarti separuh, setengah, atau satu sisi dan paresis yang

berarti kelemahan.Hemiparesis juga sering disebut hemiparese.

Dalam sebuah penelitian “Muscle Strengthening for Hemiparesis after

Stroke: A Meta-Analysis” yang dilakukan Wist, et all (2016), dijelaskan

bahwa setelah mengalami stroke, hemiparesis merupakan gangguan

motorik yang serius dan mempengaruhi 65% korban stroke.Paresis

didefinisikan sebagai perubahan kemampuan untuk menghasilkan tingkat

kekuatan otot normal. Hal ini menyebabkan postur tubuh yang tidak

normal dan peregangan refleks, dan hilangnya gerakan yang normal.

2. Etiologi

Penyebab utama terjadinya hemiparesis adalah adanya kerusakan otak

pada salah satu sisi. Kerusakan otak pada sisi tertentu akan menyebabkan

terjadinya kerusakan anggota tubuh pada sisi yang berlawanan.

Kerusakan otak yang paling utama disebabkan oleh stroke.Stroke adalah

gangguan peredaran darah di otak, bisa berupa perdarahan atau

penyumbatan.
27

Selain disebabkan oleh penyakit stroke, hemiparesis dapat juga

disebabkan oleh :

a. Trauma hebat pada kepala yang menyebabkan kerusakan otak.

b. Infeksi pada otak dan juga selaput otak.

c. Cacat sejak lahir.

d. Cerebral palsy.

e. Multiple sclerosis.

f. Tumor otak.

g. Kerusakan korda spinalis (serabut saraf yang berada di dalam tulang

belakang).

h. Atau berbagai penyakit lain yang dapat berpengaruh pada sistem

saraf (Heidy, 2017).

3. Mekanisme terjadinya Hemiparesis

Black (2009) menjelaskan bahwa hemiparesis (kelemahan) maupun

hemiplegia (kelumpuhan) dari satu bagian tubuh bisa terjadi setelah

stroke. Penurunan kemampuan ini basanya disebabkan oleh stroke arteri

serebral anterior atau media sehingga mengakibatkan infark pada bagian

otak yang mengontrol pergerakan, dalam konteks ini yaitu saraf motorik

dari korteks bagian depan. Hemiparesis maupun hemiplegia bisa terjadi

pada setengah bagian dari wajah dan lidah, juga pada lengan dan tungkai

pada sisi bagian tubuh yang sama. Infark yang terjadi pada bagian otak

sebelah kanan akan menyebabkan kelemahan maupun kelumpuhan pada

sisi tubuh sebelah kiri, dan sebaliknya jika infark pada bagian otak
28

sebelah kiri maka akan menyebabkan kelemahan maupun kelumpuhan

pada sisi tubuh sebelah kanan. Sebagai akibatnya, hemiparesis maupun

hemiplegia biasanya sering disertai oleh manifestasi stroke yang lainnya,

seperti kehilangan sensori sebagian, kebutaaan sebagian, tidak bisa

melakukan gerakan tertentu (apraksia), tidak bisa merasakan atau

mengenali sesuatu (agnosia), dan gangguan komunikasi (afasi).Otot-otot

pada dada dan perut biasanya tidak terpengaruh karena otot pada bagian

ini diatur oleh kedua bagian dari serebral. Dengan berjalannya waktu,

ketika control otot sadar hilang, otot fleksor yang kuat akan melampaui

otot ekstensor. Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan kontraktur

yang serius.

4. Gejala

Gejala yang paling dapat dilihat dari pasien yang mengalami hemiparesis

adalah tidak dapat menggerakan secara normal otot-otot wajah, lengan,

tangan, dan tungkai bawah pada salah satu sisi.Pergerakan yang ada

sangat kecil dan mungkin tidak terlihat jelas.Derajat kelemahan otot-otot

tersebut tergantung dari seberapa parah gangguan yang terjadi di otak

ataupun jalur saraf lainnya. Akibat adanya kelemahan otot-otot pada

salah satu sisi tubuh, maka gejala lain dapat menyertai hemiparasis

seperti:

a. Hilang keseimbangan.

b. Tidak dapat berjalan.

c. Sulit untuk memegang benda


29

d. Kelemahan otot

e. Koordinasi gerak yang terganggu.

f. Gangguan berbicara.

g. Sulit melakukan aktivitas sehari-hari (Heidy, 2017).

5. Pemeriksaan Kekuatan Otot pada Hemiparesis

a. Pemeriksaan Kekuatan Otot dengan alat Handgrip Dynamometer

Kekuatan otot mengacu pada kekuatan maksimal yang bisa

dihasilkan oleh otot atau kelompok otot tertentu. Salah satu metode

yang paling umum untuk mengukur kekuatan otot adalah uji

kekuatan pegangan isometrik. Alat untuk mengukur kekuatan

pegangan isometrik khususnya pada ekstremitas atas yaitu dengan

menggunakan Handgrip Dynamometer (National Health and

Nutrition Examination Survey, 2011).Kekuatan genggaman/Grip

Strength tangan terhadap suatu benda menurut Eki (2012)

merupakan salah satu metode umum yang digunakan untuk

mengukur kekuatan pada ekstremitas atas.Alat yang digunakan

yaitu Grip Strength Dynamometer/Hand Dynamometer/Handgrip

Dynamometer, yang memiliki satuan pengukuran yaitu dalam

Kilogram/Kg.
30

Gambar 2.2.6.a Alat Handgrip Dynamometer

Penilaian dan klasifikasi kekuatan otot ekstremitas atas dengan

menggunakan Handgrip Dynamometer menurut Febrianti (2016) dan Arie

(2006) berdasarkan Departemen Kesehatan RI (2005) yaitu dibedakan atas

jenis kelamin laki-laki dan perempuan serta dibedakan pula berdasarkan

kekuatan otot tangan kanan dan tangan kiri, yaitu:

Prosedur pelaksanaan pengukuran kekuatan otot ektremitas atas dengan

penggunaan alat Handgrip Dynamometer berdasarkan National Health and

Nutrition Examination Survey (2011), Hogrel (2015) dan Febrianti (2016)

yaitu:
31

1. Atur posisi pasien

Untuk pasien yang tidak bisa berdiri tegak diberikan posisi duduk yang

stabil, lutut ditekuk dengan nyaman, kedua telapak kaki diletakkan di

atas lantai, punggung tidak bersandar pada sandaran kursi atau tembok,

bahu dan dada dalam posisi nyaman, kepala terangkat dan pandangan

mata lurus kedepan, dan lengan disisi telapak tangan dalam posisi

menggantung bebas dan menghadap kedalam dan tidak menempel pada

badan pasien.Jika pasien berada di kursi roda, tidak masalah jika lengan

menyentuh sandaran lengan, namun pasien tidak boleh menggunakan

sandaran lengan untuk memanfaatkan

2. Atur jarak pegangan handgrip dynamometer hingga sesuai dengan

besarnya jangkauan genggaman telapan tangan, handgrip dynamometer

dipegang antara jari dan telapak tangan di pangkal jempol.

3. Periksa dan pastikan jarum penunjuk angka harus berada pada angka nol

(0).

4. Pasien memegang handgrip dynamometerdengan posisi lengan lurus

disamping badan, tanpa menyentuh badan.

5. Telapan tangan menghadap ke bagian dalam dan skala handgrip

dynamometer menghadap bagian luar untuk memudahkan melihat

hasilnya pada petunjuk angka alat.

6. Ingatkan pasien agar tangan atau alat handgrip dynamometer tidak

menyentuh badan selama tes berlangsung.

7. Instruksikan pasien untuk menarik napas dalam, kemudian

menghembuskan napas sambil meremas pegangan handgrip


32

dynamometerdengan kekuatan penuh, tanpa dihentakkan, kontraksi

maksimal 2-4 detik.

8. Lakukan pengulangan prosedur dalam meremas pegangan handgrip

dynamometer sebanyak 3 kali, dengan periode istirahat 30 detik antara

masing-masing percobaan

9. Nilai tertinggi dari 3 kali percobaan diambil sebagai hasil dari

pemeriksaan handgrip dynamometer.

C. Konsep Range of Motion dengan Spherical Grip dan Cylindrical Grip

1. Range of Motion (ROM)

Range of Motion atau Latihan Rentang Gerak untuk meningkatkan

derajat kekuatan otot. Khusus untuk penanganan hemiparesis pada

ekstremitas atas, dapat dilakukan ROM dengan metode bentuk latihan

fungsional tangan Power Grip dengan teknik Spherical Grip dan

Cylindrical Grip. Cylindrical Grip merupakan latihan fungsional tangan

dengan cara menggenggam sebuah benda berbentuk silindris seperti tisue

gulung pada telapak tangan, sedangkan spherical grip merupakan latihan

fungsional tangan dengan cara menggenggam sebuah benda berbentuk

bulat seperti bola pada telapak tangan (Irfan, 2010).

2. Fungsi Dasar Tangan

Tangan memiliki beberapa fungsi motor utama, dan menggunakan

harmonisasi fungsi ini untuk mewujudkan aktivitas sehari-hari. Banyak

faktor yang mendukung fungsi motorik ini seperti proses sensorik untuk
33

koordinasi tangan. Karena tangan merupakan perpanjangan dari

ekstremitas atas, kelainan yang terjadi pada tangan mempengaruhi

langsung fungsi tangan. Full hand grip/Pegangan tangan penuh dan

pinch/mencengkeram adalah fungsi utama tangan. Full hand grip/fungsi

pegangan tangan, pinch/menjepit, nonprehension dan prehension

bilateral merupakan fungsi fungsi dasar pada tangan. Pasien dengan

berbagai masalah tangan, seperti keterbatasan pergelangan tangan,

tendon ekstensor yang pecah, dan subluksasi Metacarpophalang (MCP),

sering mengalami kesulitan atau ketidakmampuan dalam melakukan

fungsi kemampuan memegang maupun mencengkeram suatu benda.

Fungsi pegangan tangan sangat penting dalam aktivitas profesional dan

kehidupan sehari-hari. Ada empat item utama untuk mengklasifikasikan

dan menilai pegangan

Aktivitas sehari-hari umumnya kombinasi dari berbagai jenis grip ini

yaitu:

a) Full Hand Grip/Pegangan tangan penuh.

Penahanan benda dengan bentuk telapak tangan dari empat jari dan

jempol. Cylindrical grip/ cengkeraman silinder dari tongkat tebal

membutuhkan genggaman penuh dengan kekuatan.Spherical

Grip/pegangan benda berbentuk bola yang dilakukan ibu jari dan ke 4

jari lainnyadisekitar obyek (bola kecil) dan jari-jari lebih menyebar

terpisah daripada di pegangan silinder. Palmar Grip yang dilakukan

dengan semua jari telapak tangan dan ibu jari pada posisi jari polos,

seperti saat memegang sikat baju. Oblique grip seperti saat


34

memegang obeng, yang merupakan varian dari pegangan silinder dan

pegangan di permukaan persegi

b) Pinch Grip/Pegangan dalam menjepit

Menjepit adalahpenahanan benda antara jempol dan jari tangan

tunggal.Tip Pinch yang dilakukan antara ujung jempol dan ujung jari

digunakan untuk manipulasi halus seperti memegang jarum.Chuck

pinch yang dilakukan dengan 3 jari yaitu jari jempol, jari telunjuk dan

jari tengah, seperti dalam memengan pensil. Lateral pinchyaitu

seperti memegang kunci antara tepi lateraljari kedua/jari telunjuk dan

ujung jempol.

c) Non Prehension

Penggunaan tangan sebagai dasar untuk penerapan kekuatan

ekstremitas atas seperti hook grip/pegangan kait dimana tangan

dilipat dengan jemari melengkung yang menopang beban dan jempol

sebagai stabilizer, seperti saat sedang memegang pada pegangan

ember yang berisi air. Penggunaan jari untuk memberi tekanan

seperti di saat menekan tanahsekitar tanaman. Aktivitas untuk

gerakan presisi seperti menyortir koin yang ada diatas mejaatau

seperti saatmenekan nomor telepon pada model telepon yang

memiliki pemutaran nomordengan menggunakan ujung jari. Kegiatan

nonprehension lainnya menggunakan tumit tangan atau ujung ulnar

telapak tangan untuk memberi tekanan.


35

d) Prehension bilatera

Pegangan ini menggunakan permukaan palmar kedua tangan seperti

saat memegang mangkuk sop, atau menahan benda-benda yang

terlalu berat atau terlalu besar untuk dipegang dengan satu tangan.

Kehilangan kekuatan pegangan dikaitkan dengan sejumlah kondisi

neurologis dan muskuloskeletal yang berbeda, sehingga penilaian

kekuatan pegangan tangan umumnya termasuk dalam evaluasi tangan

sebagai tes kekuatan motorik kasar (Duruoz, 2014).

3. Spherical Grip dan Cylindrical Grip

Power Grip/daya genggaman terjadi sebagai hasil dari rangkaian

pembukaan tangan, posisi jari, meletakan jari ke objek dan

mempertahankan fasa statis yang membentuk pegangan. Dalam power

grip, objek digenggam sehingga benda bisa digerakkan melalui ruang

oleh sendi yang lebih proksimal. Power grip dicapai dengan fleksi jari di

sekitar objek dengan pergelangan tangan distabilkan. Benda itu terletak

diagonal di telapak tangan. Power grip terdiri dari empat jenis yaitu

cylindrical grip, spherical grip, hook grip, dan lateral prehension.

Pelaksanaan power Grip/daya genggaman bisa dibagi menjadi 4 tahap:

1. Pembukaan tangan: melibatkan gerakan simultan sendi MCP

(Metacarpophalang) dan IP (Intraphalangeal)

2. Posisi jari: sendi IP (Intraphalangeal) dimanipulasi untuk

melakukan melengkung yang diinginkan untuk menahan benda


36

3. Pendekatan jari ke objek: sendi MCP (Metacarpophalang)

menyesuaikan secara independen dari sambungan IP

(Intraphalangeal) untuk mendekati objek

4. Transisi ke fase statis: Benda ditarik ke tangan dan “genggaman

aktual” terjadi. Bentuk objek menentukan posisi akhir dari tangan,

daya cengkeraman yang digunakan selama fase statis (Khannah,

2013).

Cylindrical grip/cengkeraman silinder hampir secara eksklusif melibatkan

penggunaan fleksor untuk mengusung jari dan mempertahankan pegang

pada benda. Fungsi di jari sebagian besar dilakukan oleh otot fleksor

digitorum profundus, terutama pada aksi penutupan dinamis jari

(Khannah, 2013). Cylindrical grip/cengkeraman silinder, juga dikenal

sebagai tranverse volar gripdigunakan untuk mengangkat dan menahan

benda silinder seperti kaleng coke atau botol air kecil (Kowalczewski,

2009).

Gambar 2.3.3.a Cylindrical Grip (Durouz, 2014.,& Cech, 2011)


37

Jenis cengkeraman yang digunakan dalam memegang pegangan sapu,

setir, atau raket tenis disebut Cylindrical grip/pegangan silinder. Jari-jemari

dilipat erat di pegangan, dengan fleksi dan rotasi lebih banyak terjadi pada

jari-jari yang lebih medial. Otot thenar kemudian mengembang untuk

memberikan pegangan yang aman, dan jempol tumpang tindih dengan jari

untuk pegang terkuat atau ditempatkan di sepanjang objek. Tangan sering

mengarah secara adduksi di pergelangan tangan untuk menyelaraskan item

yang dipegang dengan sumbu lengan bawah yang lebih baik, seperti

memegang obeng. Otot Fleksor panjang memberikan kekuatan pada

pegangan dan otot thenar dan hipotenar ikut bermain untuk gerakan

abduksi, oposisi, dan fleksi ibu jari dan masing-masing jari.Jenis aktivitas

ini melibatkan otot-otot yang diinervasi oleh saraf median atau saraf

ulnaris atau keduanya, dan untuk pegangan yang kuat, pergelangan tangan

sebagian diperluas oleh otot-otot yang diinervasi oleh saraf radial. Jenis

pegangan yang sama digunakan untuk memegang gelas pada permukaan

gelas yang berisi air penuh, namun karena ukuran benda yang lebih besar,

pegang harus dimodifikasi, tanpa tumpang tindih jari dengan jempol

(Jenkins, 2009).

Spherical grip/pegangan bundar hampir mirip dengan pegangan silindris

namun perbedaan utamanya bisa dibuat oleh penyebaran jari yang lebih

besar untuk mencakup objek (Khannah, 2013).Spherical grip/pegangan

bundar digunakan untuk menahan benda seperti bola, dengan

menggunakan telapak tangan (Kowalczewski, 2009).


38

Gambar 2.2.3.b Spherical Grip (Durouz, 2014.,& Cech, 2011)

Jenis cengkeraman daya yang digunakan untuk memegang sebuah bola

atau buah jeruk disebut Spherical Grip (atau ball grip). Dengan pegangan

ini, sendi MCP dan IP jari-jari dan ibu jari dilipat sehingga bisa

mengelilingi benda tersebut dengan lebih baik (Jenkins, 2008).

D. Model Konsep Keperawatan

1. Teori Defisit Perawatan Diri dari Dorothea E. Orem

Orem (2001) menyatakan bahwa “Keperawatan merupakan bagian dari

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan untuk memberikan perawatan

langsung kepada orang-orang yang benar-benar memiliki kebutuhan

perawatan langsung akibat gangguan kesehatan mereka atau secara

alamiah mereka yang membutuhkan perawatan kesehatan”.Pernyataaan

ini didasarkan pada pemahaman bahwa keperawatan memiliki

karakteristik interpersonal yang mencirikan hubungan bantuan antara

mereka yang membutuhkan perawatan dan mereka yang memberikan

perawatan. Melalui SCDNT (Self-Care Dependent-Care Nursing

Theory), Orem menggabungkan 4 teori yaitu system keperawatan, deficit


39

perawatan diri, perawatan diri dan ketergantungan keperawatan

(Alligood, 2014).

2. Konsep Utama Teori Orem

Teori keperawatan deficit perawatan diri adalah teori umum yang terdiri

dari 4 teori yaitu:

a. Teori Perawatan Diri

Perawatan diri terdiri dari kegiatan praktik yang mendewasakan dan

orang dewasa memulai dan melakukan, dalam kerangka waktu, atas

nama mereka sendiri dalam rangka kepentingan mempertahankan

hidup, meningkatkan fungsi kesehatan, melanjutkan pengembangan

pribadi dan kesejahteraan dengan memenuhi syarat yang dikenal

untuk pengaturan fungsional dan perkembangan.

b. Teori Ketergantungan Perawatan

Ketergantungan perawatan mengacu pada perawatan yang diberikan

kepada seseorang yang karenausia atau faktor yang berhubungan,

tidak dapat melakukan perawatan diri sendiri yang diperlukan untuk

mempertahankan hidup, meningkatkan fungsi kesehatan,

memfungsikan kesehatan, melanjutkan pengembangan pribadi, dan

kesejahteraan.

c. Teori Defisit Perawatan Diri

Hubungan antara tuntutan perawatan diri terapeutik individual dan

kekuatan agen perawatan dirinya dimana kemampuan perawatan diri

yang telah dikembangkan di dalam agen perawatan diri tidak bisa


40

dioperasikan atau tidak memadai untuk mengetahui dan memenuhi

beberapa atau semua komponen permintaan perawatan diri terapeutik

yang ada atau diproyeksikan

d. Teori Ketergantungan Perawatan

Hubungan yang ada ketika agen penyedia ketergantungan perawatan

ini tidak cukup untuk memenuhi permintaan perawatan diri terapeutik

orang yang menerima ketergantungan perawatan (Alligood, 2014).

Hubungan teori orem dengan Range Of Motion Spherical Grip dan

Cylindrical Grip, Latihan Range Of Motion Spherical Grip dan

Cylindrical Grip, terprogram terhadap penatalaksanaan kelemahan

atau mobilitas fisik pasien stroke mengacu dengan teori keperawatan

mandiri menurut orem, model konsep orem berfokus pada self care

dan kebutuhan keperawatan diri pasien untuk mempertahankan

kehidupan, kesehatan, perkembangan dan kesejahteraan, ada 3

prinsip dalam keperawatan diri sendiri yaitu : 1) perawatan diri

bersifat holistik seperti oksigenasi, air, nutrisi, eliminasi aktivitas dan

istrahat, 2) perawatan mandiri yang harus dilakukan sesuai dengan

tumbuh kembang manusia, 3) perawatan mandiri yang harus

dilakukan karena adanya masalah kesehatan atau penyakit. Hasil ini

dapat memberikan gambaran khususnya pada keluarga pasien agar

dapat memperhatikan upaya yang diperlukahn setelah diberikan

Range Of Motion Spherical Grip dan Cylindrical Grip untuk

menunjang fungsi tubuh kembali optimal, upaya tersebut salah


41

satunya adalah dengan Range Of Motion Spherical Grip dan

Cylindrical Grip,.

3. Syarat Perawatan Diri

Syarat perawatan diri terbagi atas:

a) Syarat Perawatan Diri

2 elemen dalam syarat perawatan diri yaitu:

1) Faktor yang dikendalikan atau dikelolah untuk menjaga sebuah

aspek atau aspek-aspek dari fungsi dan pengembangan manusia

dalam norma-norma yang kompatibel dengan kehidupan,

kesehatan, dan kesejahteraan pribadi

2) Sifat tindakan yang diperlukan

b) Syarat Perawatan Diri Universal

8 syarat umum perawatan untuk pria, wanita dan anak-anak:

1) Pemeliharaan asupan udara yang cukup

2) Pemeliharaan asupan makanan yang cukup

3) Pemeliharaan asupan air yang cukup

4) Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat

5) Pemeliharaan keseimbangan antara kesendirian dan interaksi

social

6) Pencegahan bahaya bagi kehidupan manusia, fungsi manusia,

dan kesejahteraan manusia


42

7) Promosi fungsi dan perkembangan manusia dalam kelompok

social sesuai dengan potensi manusia, keterbatasan manusia

yang dikenal dan keinginan manusia untuk menjadi normal

c) Perawatan Diri Perkembangan

3 perangkat DSCR (development self-care requisites) yaitu:

1) Penyediaan kondisi yang mempromosikan perkembangan

2) keterlibatan dalam perkembangan diri

3) Pencegahan atau penanggulangan efek-efek dari kondisi

manusia dan situasi kehidupan yang dapat mempengaruhi

perkembangan manusia secara negatif

d) Syarat Perawatan Diri Penyimpangan Kesehatan

Syarat perawatan diri ini ada untuk orang sakit atau terluka, yang

memiliki kondisi khusus atau gangguan patologis, termasuk defek

dan disabilitas, dan yang berada di bawah diagnosis dan

pengomabtan medis.Dalam keadaan kesehatan yang abnormal,

syarat perawatan diri muncul baik dari keadaan penyakit maupun

langkah-langkah yang digunakan dalam diagnosis atau

perawatannya.
43

E. Penelitian Terkait

Penelitian terkait yang pernah dilakukan sehubungan dengan latihan gerak

Spherical dan Cylindricalterhadap peningkatan derajat kekuatan otot pada

pasien stroke yang mengalami hemiparesis ekstremitas atas yaitu dirinci

dalam tabel 2.5 berikut ini:

Judul Penelitian, Analisis PICO


No Peneliti, Lokasi
Penelitian, Tujuan Patient, Intervention Comparison, Outcome
Penelitian
1 Judul Penelitian: Patient: Comparison:
Palmar arch Penelitian ini Kelompok control diberikan
modulation in melibatkan 10 orang intervensi yang sama melalui
patients with stroke survivors dengan genggaman Spherical
hemiparesis after a hemiparesis dalam menggunakan bola dengan
stroke kelompok intervensi (4 diameter 10,5 cm, dan
Peneliti: orang wanita dan 6 genggaman Cylindrical
Archana P. Sangole orang pria, usia 51 – 79 menggunakan gelas plastik
& Mindy F. Levin tahun, dengan rata-rata berdiameter 8,5 cm – tinggi 14
(2009) usia 65 tahun – 9 bulan) cm, dengan menggunakan
Lokasi Penelitian: dan 8 orang yang sehat tangan dominan
Center for dalam kelompok control Outcome:
Interdisciplinary (4 orang wanita dan 4 Terdapat pengaruh dalam
Research in orang pria, usia 41 – 68, peningkatan kekuatan
Rehabilitation, dengan rata-rata usia 55 menggenggam pada stroke
Montreal, QC, tahun – 19 bulan. survivorsmelalui latihan
Canada Intervention: Spherical Grip (P<0,001) dan
Tujuan Penelitian: Intervensi yang Cylindrical Grip (P<0,001),
Mengidentifikasi diberikan adalah dan dibandingkan dengan
perubahan latihan rentang gerak kelompok kontrol, stroke
kompensasi modulasi tangan survivorsmenunjukkan
motorik yang melalui genggaman perbedaan yang signifikan
digunakan untuk Spherical menggunakan yaitu Spherical Grip
menggenggam pada bola dengan diameter (P<0,001) dan Cylindrical
klien pasca stroke, 10,5 cm, dan Grip (P<0,001)
dan memfokuskan genggaman Cylindrical
kembali intervensi menggunakan gelas
rehabilitasi untuk plastik berdiameter 8,5
mengurangi cm – tinggi 14 cm,
kompensasi dan dengan menggunakan
memperbaiki tangan yang
pemulihan motorik mengalami hemiparesis
44

fungsional.
2 Judul Penelitian: Patient: Comparison:
Arches of the hand Penelitian ini Tidak ada kelompok control
in reach to grasp melibatkan 8 orang Outcome:
Peneliti: dewasa sehat (lima ANOVA menunjukkan
Archana P. Sangole wanita dan 3 pria, pengaruh yang signifikan dari
& Mindy F. Levin kisaran usia 41-68 keseluruhan kontribusi
(2007) tahun, dengan rata-rata pergerakan thenar-hipotenar
Lokasi Penelitian: usia 55 tahun). Semua (Spherical P<0,02; Cylindrical
Center for peserta dengan dominan P<0.03) ke bentuk modulasi
Interdisciplinary tangan kanan, tanpa tangan. Kontribusi thenar lebih
Research in riwayat cedera pada besar dari pada hipotenar pada
Rehabilitation, tangan atau lengan fase gengaman bola
Montreal, Que., Intervention: dibandingkan dengan
Canada Peserta melakukan 10 genggaman silinder (P<0.02)
Tujuan Penelitian: uji coba dua tugas
Mengidentifikasi fungsional yang
perubahan melibatkan gengaman
konfigurasi Spherical dengan
lengkungan / fleksi menggunakan bola
gengaman tangan/ (berdiameter 10,5 cm)
palmaryang dan genggaman
kehilangan Cylindrical dengan
ketangkasan setelah menggunakan benda
patologi dan untuk silinder (diameter 8,5
menentukan secara cm, tinggi 14 cm).
kinematik
lengkungan / fleksi
gengaman tangan/
palmar berdasarkan
deskripsi anatomis
dalam mengukur
variasi bentuk
palmar selama dua
tugas
fungsionalyaitu
gengaman
Spherical dan
Cylindrical
3 Judul Penelitian: Patient: Comparison:
Relation Between Penelitian ini Tidak ada kelompok kontrol
the Upper melibatkan 30 penderita dalam penelitian ini
Extremity hemiparetik poststroke Outcome:
Synergistic kronis, yang terdiri dari Terdapat hubungan high
Movement 25 laki-laki dan 5 correlation antara latihan
Components and Its perempuan, dan untuk Cylinder Grip(penggunaan
45

Implication for kondisi hemiparesis kaleng kecil)dengan FMA


Motor Recovery in terdiri dari 16 penderita VIIIg (Fugl-Meyer
Poststroke hemiparesis sisi kiri dan Assessment), SUA (Subscore
Hemiparesis 14 penderita Upper Arm), SSWH
Peneliti: hemiparesis sisi kanan (Subscore Wrist And Hand)
Shanta Pandian, kanan dan TUES (Total Upper
dan Kamal Narayan Intervention: Extremity Score)(r = 0.7 to
Arya(2012) Tidak ada intervensi 0.89, P<.05), dan moderate
Lokasi Penelitian: dalam penelitian ini correlation antara Spherical
Occupational Grip (bola kecil) dengan
therapy SSWH (Subscore Wrist And
departmentof Hand) dan TUES (Total
Pandit Deendayal Upper Extremity Score) (r =
Upadhaya Institute 0.5 to 0.69, P<.05)
for the Physically r = Spearman test
Handicapped
Tujuan Penelitian:
Mengetahui
hubungan antara
perilaku motorik
sinergis dan
pemulihan
pergerakan individu
pada subyek
hemiparetik
poststroke kronis.
46

2.6 Kerangka Teori

Stroke

Faktor Risiko Trombosis Emboli Penyebab lain: Spasme Perdarahan


arteri cerebral
Dapat Dimodifikasi: Tidak Dapat
 Hipertensi Dimodifikasi:
 Penyakit  Usia: Penuaan
Ischemic Stroke Hemorhagic Stroke
Kardiovaskular  Jenis Kelamin:
 Diabetes Melitus Lebih tinggi
 Hiperlipidemia pada Laki-laki
 Ras: Afrika- Deficit Neurologis
 Merokok
 Konsumsi Alkohol Amerika
Berlebihan  Riwayat
 Penggunaan Kokain kejadian Stroke Hemiparesis Hemiplegia Afasia Disartria Disfagia Apraksia
 Kegemukan dalam keluarga
 Kontrasepsi Estrogen
Perubahan Hemianopia Sindrom Agnosia Negleksi Unilateral
Oral Penglihatan Homonimus Horner

Penurunan Perubahan Inkontinensia


Sensorik Perilaku

Hemiparesis Sisi Kanan Hemiparesis Sisi Kiri


47

Hemiparesis Sisi Kanan Hemiparesis Sisi Kiri

Perawatan dan Rehabilitasi:


Gejala Hemiparesis:  Physiatrists
Latihan Rentang Gerak
 Hilang keseimbangan  Terapi fisik
(ROM/Range of Motion)
 Tidak dapat berjalan  Terapi okupasi
 Sulit memegang benda  Stimulasi listrik
 Kelemahan otot  Stimulasi kortikal Meningkatkan derajat kekuatan otot
 Koordinasi gerak terganggu  Botox/Baclofer
 Gangguan berbicara  Motor Imaginary (MI)
 Sulit melakukan aktifitas sehari-hari  Modified Constraint Induced Ekstremitas Atas
Therapy (mCIT)

Penurunan kemampuan ADL Latihan fungsional tangan


(The Activity of Daily Living) Faktor yang
mempengaruhi
pemulihan Spherical Grip: Cylindrical Grip:
Teori Difisit Perawatan Diri - Orem neurologis dan Penggunaan benda Penggunaan benda
fungsional: berbentuk bola bundar berbentuk silinder
Syarat Perawatan Diri Penyimpangan Kesehatan:  Umur
Kondisi khusus/gangguan patologis - Hemiparesis  Jenis Kelamin
 Tipe Stroke
Menstimulasi daya genggam/Power Grip
 Frekuensi
Syarat Perawatan Diri Universal: Pemeliharaan Stroke
keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Meningkatkan derajat kekuatan otot ekstremitas atas

Syarat Perawatan Diri Perkembangan:


Keterlibatan dalam perkembangan diri Skema 2.6 Kerangka Teori (Ignatavicius, 2010., Black, 2009., Weiss, 2010.,
Heidy, 2017., Irfan, 2010., Alligood, 2014., yang dimodifikasi)

Anda mungkin juga menyukai