Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

A. Konsep Medis

1. Epidemiologi Stroke

Stroke merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan kanker,
serta merupakan penyakit penyebab kecacatan tertinggi di dunia.1 Menurut American
Heart Association (AHA), pada tahun 2010 prevalensi stroke mencapai angka 33 juta
pasien di dunia. Stroke adalah penyebab kematian ke-5 di Amerika dengan angka
penderita sebanyak
795.000 pasien/tahun dan pasien yang meninggal sebanyak 129.000 jiwa.2 Hampir
setengah dari pasien stroke yang selamat mengalami kecacatan dari yang ringan sampai
berat.

Diperkirakan angka kematian akibat stroke sebanyak 24-38 orang setiap tahunnya di
beberapa negara Uni Eropa, seperti Jerman, Itali, Inggris, Spanyol dan
Perancis.3 Asia yang sebagian besarnya merupakan negara berkembang memiliki
jumlah penderita yang lebih banyak dibandingkan dengan negara maju.4 Pada konferensi
stroke internasional tahun 2008 juga didapatkan bahwa jumlah kasus di kawasan Asia
terus meningkat

Menurut Rikesdas tahun 2013, dalam laporannya mendapatkan bahwa di Indonesia,


setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke. Stroke merupakan penyebab
utama kematian pada semua umur, dengan proporsi 15,4%. Setiap 7 orang yang
meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena stroke. Sumatera Barat dalam prevelansi
penyakit stroke menempati urutan ke 6 (enam) dari 33 provinsi setelah provinsi Nangroe
Aceh Darussalam, Kepulauan Riau, Gorontalo, DKI Jakarta, NTB, dengan presentase
10,6% (BPS, 2011).

2. Definisi Stroke Non Hemoragik

Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro
Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran
darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau
secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah
yang terganggu
Stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau
penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral
sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.
Stroke Non Hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi
suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak
atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan
menelan).

2. ETIOLOGI

a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)


Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke jaringan
otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini
terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan
otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi
pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia
serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
b. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh
yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara.
Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebral.Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
c. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau penyumbatan
pembuluh darah
3. TANDA GEJALA
Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita umumnya dikelompokan atas 4 macam :
a)      Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :
1)      Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )
2)      Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )
3)      Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )
b)      Disnestasia ( gangguan fungsi sensorik ) berupa :
1)      Hipoarasthesia dan Arasthesia.
2)      Gangguan penciuman, penglihatan dan gangguan rasa pada lidah.
c)      Dyspasia ( gangguan berbicara )
d)     Dymentia ( gangguan mental ) dengan manifestasi :
1)      Gangguan neurologis.
2)      Gangguan psikologis.
3)      Keadaan kebingungan.
4)      Reaksi depresif.
4. PATOFISIOLOGI

Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada
stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen
yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang
paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada
otak melalui empat mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran
darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan
perubahan-perubahan iskemik otak.
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan
(hemorrhage).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan
otak.
       Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran
darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi
pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan
reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai
pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis
yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah
gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri
serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya
perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara
pasif segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai
ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan
jaringan secara permanen.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
penyakit stroke adalah:
a. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
b. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
c. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis,
emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak 
sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, dan malformasi arteriovena.
e. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.
6. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002)
adalah:
a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan
hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah
serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau
dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah
ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain
itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
7. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:


a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral.
b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain
dalam sistem kardiovaskuler.
c. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan
thrombus dan embolisasi. 
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
penyakit stroke adalah:
h. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
i. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.
j. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis,
emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak 
sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
k. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark,
hemoragik, dan malformasi arteriovena.
l. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
m. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
n. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.
9. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002)
adalah:
d. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak.
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan.
Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada
tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
e. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin
penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan
hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah
serebral dan potensi meluasnya area cedera.
f. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau
dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah
ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat
mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain
itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

10. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:


d. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3
sampai 5 hari setelah infark serebral.
e. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain
dalam sistem kardiovaskuler.
f. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan
thrombus dan embolisasi. 
PATHWAY STROKE NON HEMORAGIK

Penyakit yang mendasari stroke


(alkohol, hiperkolesteroid, merokok, stress, depresi, kegemukan)

Arterosklerosis kepekatan darah meningkat pembentukan trombus


(elastisitas pembuluh
darah menurun) Obstruksi trombus di otak

Perubahan persepsi Sirkulasi serebral terganggu


sensori

Penurunan darah dan O2 ke otak Ggn. Perfusi jaringan


serebral

Hipoksia serebri

Kerusakan pusat gerakan motorik Kelemahan pada nervus V, VII, IX, X


di lobus frontalis hemisphare/ hemiplagia

Perubahan persepsi
sensori

Ggn. Mobilitas fisik Mobilitas menurun

Tirah baring

Defisit perawatan diri


B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.

a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di
dalam intrakranial.Keluhari perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi,
antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji
lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.

1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan
dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).

3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan
fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau
berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi
asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya inkontinensia
alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh,
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dan istirahat.

7) Pengkajian Tingkat Kesadaran


Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat keterjagaan
klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.

10) Fungsi Intelektual


Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pada
beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.

11) Kemampuan Bahasa


Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior
dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.

h. Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.

1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.

i. Pengkajian Sistem Motorik


Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
UMN di sisi ng berlawanan dari otak.

1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

j. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :

1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektifb.d O2 otak menurun


2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrient
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.

SDKI SLKI SIKI


D.0017 Risiko Perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Peningkatan
Serebral Tidak Efektif. 1x24 jam masalah Resiko Tekanan Intrakranial I.09325
Perfusi Serebral Tidak Efektif
Definisi :Berisiko Observasi :
teratasi dengan kriteria hasil
mengalami penurunan
sirkulasi darah ke otak - Monitor tanda/gejala
- Tingkat kesadaran
peningkatan TIK (misalnya
Berhubungan dengan meningkat (5)
tekanan darah meningkat,
Keabnormalan masa - Tekanan intrakranial
nadi melebar)
protrombin dan/atau masa menurun (5)
tromboplastin parsial - Monitor status pernapasan
- Sakit kepala menurun (4)
- Monitor intake dan output
- Kecemasan menurun (4)
Terapeutik :
- Tekanan darah sistolik
membaik (4) - Berikan posisi semi fowler
- Tekanan darah diastolik - Minimalkan stimulus
membaik (4) dengan menyediakan
- Refleks saraf membaik lingkungan yang tenang
(4) - Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika perlu

(D0054) Gangguan Setelah dilakukan tindakan DUKUNGAN


mobilitas fisik 1x24 jam masalah mobilitas MOBILISASI(1.06173)
berhubungan dengan fisik teratasi dengan kriteria
gangguan neuromuskular hasil : Observasi
 Pergerakan o Identifikasi adanya nyeri
ekstremitas meningkt atau keluhan fisik lainnya
Gejala dan Tanda Mayor  Kekuatan otot o Identifikasi toleransi fisik
meningkat melakukan pergerakan
Subjektif
 Nyeri menurun o Monitor kondisi umum
 Mengeluh sulit  Kecemasan menurun selama melakukan
menggerakkan mobilisasi
ekstremitas Terapeutik
Objektif
 Fasilitasi efektifitas
 Kekuatan otot mobilisasi dengan alat
bantu (mis: pagar tempat
menurun tidur
 Libatkan keluarga untuk
 Rentang gerak (ROM) membantu pasien dalam
menurun meningkatkan
  pergerakan
Edukasi
Gejala dan Tanda Minor
 Jelaskan tujuan dan
Subjektif prosedur mobilisasi
 Ajarkan mobilisasi
 Nyeri saat bergerak
sederhana yang harus
 Enggan melakukan dilakukan (mis. Duduk
pergerakan ditempat tidur, duduk
 Merasa cemas saat disisi tempat tidur)
bergerak

Objektif

 Sendi kaku

 Gerakan tidak
terkoordinasi
 Gerakan terbatas
 Fisik lemah

DAFTAR PUSTAKA

Nurhalida ita.2018.Laporan pendahuluan stroke non hemoragic. Profesi ners. Kudus

Taufiqurohman,dkk. 2016. Manfaat pemberian citikolon pada pasien stroke. Jurnal Fakultas
kedokteran. Lampung

Anda mungkin juga menyukai