Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogenik atau toksinnya didalam darah atau

jaringan lainnya (Dorland, 2011)


Sepsis Neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum
dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau. Tanpa pengobatan yang
memadai bayi dapat meningga dalam 24 jam sampai 48 jam.

B. PENYEBAB
Beberapa determinan sepsis neonatorum dibedakan berdasarkan host, agent, dan
environment.
a. Host
Faktor host yang menjadi determinan terjadinya sepsis neonatorum dapat dilihat dari faktor
bayi dan ibu.
Faktor Bayi

Umur

Penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq menyebutkan bahwa secara statistik angka
kematian akibat sepsis lebih tinggi secara signifikan pada bayi berumur < 7 hari
dibandingkan pada bayi berumur 7-28 hari (p<0,001).24 Hasil penelitian Nugrahani, dkk
tahun 2005 dengan menggunakan rancangan penelitian uji diagnostik potong lintang di RS
Dr. Sardjito Yogyakarta, proporsi penderita sepsis neonatorum berumur <7 hari 77,2% dan >7
hari 22,8%.

Jenis Kelamin

Laki-laki empat kali lebih beresiko terkena sepsis dibandingkan perempuan, dan
kemungkinan ini berhubungan dengan kerentanan host berdasarkan jenis kelamin.18 Dalam
penelitian Simbolon tahun 2008 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol di
RSUD Curup kabupaten Rejang Lebong Bengkulu menyebutkan bahwa menurut faktor bayi,
1

kejadian sepsis neonatorum banyak terjadi pada bayi laki-laki (61,2%).Hasil penelitian Patel,
dkk (1994) di University of Mississippi Medical Center (UMMC), proporsi penderita sepsis
neonatorum tertinggi pada bayi laki-laki (54,3%).PenelitianJumah, dkk (2007) di Basrah
Maternity and Children Hospital, penderita sepsis neonatorum lebih banyak pada bayi lakilaki, diantaranya 56,75% yang hidup dan 43,25% yang meninggal.

Prematuritas

Prematur adalah satu-satunya faktor paling signifikan berkorelasi dengan sepsis. Risiko
meningkat sebanding dengan penurunan berat lahir.18 Bayi prematur adalah bayi yang lahir
pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Bayi yang lahir prematur mempunyai berat
badan lahir rendah, namun bayi yang mempunyai berat badan lahir rendah belum tentu
mengalami kelahiran prematur.Bayi prematur rentan mengalami infeksi/septikemia.
Infeksi/septikemia empat kali beresiko menyebabkan kematian bayi prematur.Umumnya
imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin
melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir,
konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
Incidence rate sepsis neonatorum yang dilaporkan bervariasi, antara 1-8 per 1.000
kelahiran hidup, dengan kejadian terbanyak pada bayi kurang bulan dengan berat badan lahir
rendah.

Berat lahir rendah.

Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang kurang atau sama dengan 2500 gram saat lahir.
Tujuh persen dari semua kelahiran termasuk kelompok ini. Kebanyakan persoalan terjadi
pada bayi yang beratnya kurang dari 1500 gramdengan angka kematian yang tinggi dan
membutuhkan perawatan dan tindakan medik khusus.
Dalam penelitian Stoll, dari 7.861 bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (berat lahir
<1500g) dari National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) pada
tahun 1991-1993, 1,9% bayi terbukti mengalami sepsis dalam 72 jam pertama kehidupan,
meskipun hampir 50 % bayi di kelompok ini dianggap memiliki sepsis klinis dan diobati
dengan antibiotik selama lebih dari lima hari. Dua puluh enam persen dari bayi tersebut
meninggal.

Status Kembar

Bayi kembar berisiko tinggi untuk infeksi streptococcus grup B dan infeksi lain walaupun
sudah dikendalikan untuk prematuritasnya selain itu bayi lahir dengan status kembar
kemungkinan akan lahir dengan BBLR, sehingga akan berisiko mengalami sepsis karena
organ tubuhnya belum sempurna sehingga sistem imunnya kurang yang menyebabkan mudah
terkena infeksi.
Menurut Mochtar, berat badan satu janin kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan dari
janin tunggal. Berat badan masing-masing janin kembar tidak sama, umunya berselisih antara
50 sampai 1000 gram, dan karena pembagian sirkulasi darah tidak sama, maka yang satu
kurang bertumbuh dari yang lainnya. Pengaruh kehamilan kembar pada janin adalah umur
kehamilan tambah singkat dengan bertambahnya jumlah janin dalam kehamilan kembar,
sehingga kemungkinan terjadinya bayi prematur sangat tinggi.
Faktor Ibu

Umur ibu

Umur ibu melahirkan dibagi dalam 3 kelompok usia remaja dengan umur < 20 tahun,
kelompok usia reproduksi sehat dengan umur 20-35 tahun dan kelompok usia risiko tua
dengan umur > 35 tahun. Ibu hamil dengan umur lebih muda sering mengalami komplikasi
kehamilan dengan hasil kehamilan tidak baik. Pada kelompok umur risiko tua kejadian berat
badan lahir rendah juga meningkat.33 Menurut penelitian Nyoman Nuada di RS Denpasar
pada tahun 1999 ditemukan 84% ibu yang melahirkan bayi prematur berusia kurang dari 20
tahun dan usia lebih dari 35 tahun (umur risiko tinggi).
Dalam penelitian Suwiyoga tahun 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian studi
kohort di Indonesia menemukan bahwa insiden sepsis neonatorum di kelompok umur ibu
kurang dari 20 tahun adalah 14,2 %, lebih tinggi dari insidens sepsis di kelompok umur 20
tahun atau lebih. Usia ibu kurang dari 20 tahun diketahui berhubungan dengan kolonisasi
kuman Streptococcus Grup Beta di jalan lahir.

Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan ibu dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan bayi.
Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seorang ibu dinilai lebih banyak memperoleh
infromasi yang dibutuhkan. Selain itu, ibu dengan tingkat pendidikan relatif tinggi lebih
3

mudah menyerap informasi atau himbauan yang diberikan. Dengan demikian mereka dapat
memilih sertamenentukan alternatif terbaik dalam melakukan perawatan dan pemeriksaan
kehamilan sehingga dapat melahirkan bayi sehat.
Menurut Bachroen, tingkat pendidikan mempunyai pengaruh besar terhadap derajat
kesehatan. Penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa pendidikan paling berpengaruh
adalah pendidikan ibu.

Pekerjaan Ibu
Variabel pekerjaan akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga. Penelitian

Yahya K, dkk menyebutkan bahwa presentase terbanyak adalah pada golongan


berpenghasilan rendah. Dimana suami bekerja sebagai buruh, kemudian diikuti pedagang
kecil, pegawai negeri golongan I dan II. Sedangkan istrinya (ibu hamil) pada umumnya tidak
bekerja. Rendahnya kedudukan tingkat dan macam pekerjaan ini adalah akibat dari tingkat
pendidikan yang juga rendah.
Di Negara berkembang, banyak ibu bekerja keras untuk membantu menopang
kehidupan keluarganya di samping tugas utama mengelola rumah tangga, menyiapkan
makanan, mengasuh dan merawat anak. Salah satu studi menunjukkan bahwa 25% dari
rumah tangga sangat bergantung pada pendapatan kaum perempuan. Jika ibu hamil bekerja
terlalu keras dan intake kalori kurang selama hamil akan lebih mudah melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah yang merupakan faktor risiko terjadinya infeksi.

Umur Kehamilan

Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama haid yang terakhir.
Lama kehamilan dapat dibedakan atas:
Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 28-36
minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara 1.000-2.500 gram.
Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada kehamilan 37-40
minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.
Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari
waktu partus cukup bulan.

Ketuban pecah dini (KPD)

Ketuban pecah dini (KPD) yaitu bocornya cairan amnion sebelum mulainya persalinan,
terjadi pada kira-kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering ketuban pecah pada atau
mendekati saat persalinan; persalinan terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila
ketuban pecah dini dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan
morbiditas dan mortalitas perinatal akibat imaturitas janin.
Sepsis neonatorum dini sering dihubungkan dengan KPD karena infeksi dengan KPD
saling mempengaruhi. Infeksi genital bawah dapat mengakibatkan KPD, demikian pula KPD
dapat memudahkan infeksi asendens. Infeksi asendens ini dapat berupa amnionitis dan
korionitis, gabungan keduanya disebut korioamnionitis.40 Bila ketuban pecah lebih dari 24
jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis,
kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.
Dalam penelitian Suwiyoga, dkk tahun 2007 dengan menggunakan rancangan
penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa resiko SAD pada ketuban pecah
kurang 12 jam adalah 1,5 kali, sesudah 12-18 jam adalah 7 kali dan pada 18-24 jam adalah 9
kali.35 Selain itu, KPD merupakan faktor risiko utama prematuritas yang merupakan
penyumbang utama SAD dan kematian perinatal.

Infeksi dan demam (>38C) pada masa peripartum


Infeksi dapat merupakan akibat korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi

vagina oleh Streptococcus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi
obstetrik lainnya.Ibu yang menderita infeksi ketika hamil dapat menyebabkan dampak yang
besar terhadap ibu maupun janin dan bayi neonatal seperti infeksi neonatal.

Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.

Dalam penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 dengan menggunakan rancangan penelitian uji
diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta terdapat proporsi ibu dengan
keadaan air ketuban keruh melahirkan bayi yang mengalami sepsis neonatorum sebanyak
33,1%.15 Menurut hasil penelitian Simbolon di instalasi kebidanan Rumah Sakit Pusat
Sardjito Yogyakarta dari bulan Januari 2001 ditemukan 72 % faktor risiko sepsis neonatorum
adalah BBLR dengan keadaan air ketuban bau busuk.10

Riwayat Persalinan Ibu


Bayi yang lahir dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum dan seksio sesaria) berisiko

mengalami sepsis neonatorum. Infeksi dapat diperoleh bayi darilingkungannya diluar rahim
ibu, seperti alat-alat penolong persalinan yang terkontaminasi.Dalam penelitian Simbolon
5

tahun 2008 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol di kabupaten Rejang
Lebong propinsi Bengkulu, kejadian sepsis neonatorum menurut riwayat persalinan
menunjukkan bahwa kejadian sepsis neonatorum sedikit lebih banyak pada bayi dengan
riwayat persalinan dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum dan seksio sesaria). Bayi yang
lahir dengan tindakan berisiko 2,142 kali mengalami sepsis neonatorum dibandingkan dengan
bayi yang lahir secara normal.

Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care)


Pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) yang teratur berfungsi sebagai kontrol untuk

mendeteksi terjadinya tanda-tanda komplikasi kehamilan, sehingga dapat mengantisipasi


kemungkinan bahaya kehamilan dan persalinan.Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan oleh
ibu semasa hamil, mulai dari trimester pertama sampai saat berlangsungnya persalinan.
Tujuan pemeriksaan kehamilan adalah untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai risiko
tinggi sehingga risiko kematian ibu atau bayi dapat dikurangi.Pemeriksaan kehamilan yang
dilakukan dapat mengurangi kejadian kelahiran prematur pada bayi yang sangat rentan
terkena sepsis. Selain itu dengan melakukan pemeriksaan selama hamil dapat dideteksi secara
dini penyakit infeksi yang diderita oleh ibu yang nantinya akan mengakibatkan infeksi pada
bayinya.
Menurut Ulina (2004) dalam penelitiannya di Kelurahan Tanjung Jati Kecamatan
Binjai, hasil cakupan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan antenatal yaitu K1 (81%)
dan K4 (66,7%). Dari hasil cakupan tersebut terlihatrelatif tinggi drop out antara K1 dan K4
yaitu sebesar 14,3%. Rendahnya pencapaian cakupan K4 ini disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti ibu hamil merasa kurang membutuhkan pelayanan antenatal karena beranggapan
dirinya sehat, pendidikan ibu rendah, kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya
perawatan pada masa kehamilan secara berkala, bagi ibu hamil yang bekerja kurang memiliki
waktu untuk memeriksakan kehamilannya, tingkat pendapatan keluarga sehubungan dengan
kondisi ibu hamil.
b. Agent
Agent/organisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia coli dan
Streptococcus group B (yang bersama-sama bertanggungjawab atas 50-75% kasus pada
kebanyakan pusat pelayanan kesehatan),Streptococcus termasuk kelompok bakteri yang
heterogen, dan tidak ada satu sistem pun yang mampu untuk mengklasifikasikannya. Ada dua
6

puluh jenis, termasuk streptococcus pyogenes (group A), streptococcus agalactiae (group B)
dan jenis enterococcus (group D), dapat dicirikan dengan berbagai tampilannya yang
bervariasi: dari karakteristik koloni pertumbuhan, pola hemolisis pada media agar darah
(hemolisis , hemolisis , atau tanpa hemolisis), komposisi antigen pada substansi dinding sel
dan reaksi biokimia. Jenis Streptococcus pneumonia (pneumococcus) lebih lanjut
dikalsifikasikan berdasarkan komposisi antigen polisakarida pada kapsul.
Klasifikasi bakteri streptococcus dari sisi kepentingan medis yaitu sebagai berikut:
1. Streptococcus pyogenes: Kebanyakan bakteri streptococcus yang termasuk dalam
antigen grup A adalah S. pyogenes. Bakteri ini bersifat hemolitik-. S. pyogenes
adalah bakteri pathogen utama pada manusia dikaitkan dengan invasi lokal atau
sistemik dan gangguan immunologi pasca infeksi oleh streptococcus.
2. Streptococcus agalactiae: Termasuk dalam streptococcus group B. Mereka adalah
anggota dari flora normal pada saluran organ wanita serta penyebab penting dari
sepsis neonatal dan meningitis. Dan mereka menunjukkan jenis hemolitik dan
menghasilkan daerah hemolisis yang sedikit lebih luas daripada koloninya
(berdiameter 1-2 meter). Bakteri streptococcus group B dapat menghemolisis natrium
hippurate dan memberi respon positif terhadap tes CAMP (Christie, Atkins, MunchPeterson).
3. Grup C dan G: Bakteri streptococcus ini kadang terdapat di dalam nasofaring dan
menimbulkan sinusitis, bakteremia atau endokarditis. Sering kelihatan seperti S.
pyogenes grup A pada medium darah agar dan bersifat hemolitik . Dapat
diidentifikasi menggunakan reaksi dengan antiserum spesifik untuk grup C atau G.
4. Enterococcus faecalis (E. faecium, E. durans): Bakteri enterokokus dapat bereaksi
dengan antiserum grup D. Enterokokus ini merupakan bagian dari flora normal
enterik. Mereka biasanya bersifat nonhemolitik tapi suatu saat dapat bersifat
hemolitik-.
5. Sterptococcus bovis: Bakteri ini termasuk dalam streptococcus group D
nonenterococcus. Mereka sebagian merupakan flora enterik dan kadangkala dapat
mengakibatkan endokarditis, dan juga dapat mengakibatkan bakteremia pada pasien
dengan carcinoma colon. Bakteri bersifat nonhemolitik.
6. Streptococcus anginosus: Bakteri streptococcus ini merupakan bagian dari flora
normal. Bisa bersifat , , atau nonhemolitik. S. anginosus meliputi bakteri

streptococcus hemolitik yang membentuk koloni kecil (berdiameter < 0,5 mm) dan
bereaksi dengan antiserum grup A, C, atau G; dan terhadap semua hemolitik grup F.
7. Streptococcus Grup N: Mereka jarang menimbulkan penyakit pada manusia namun
dapat menyebabkan penggumpalan normal pada susu.
8. Streptococcus Grup E, F, G, H, dan K-U: Bakteri streptococcus ini terdapat
terutama pada hewan dan terkadang juga pada manusia.
9. Streptococcus pneumoniae: Bakteri pneumokokus bersifat hemolitik-.
10. Streptococcus viridians: Secara tipikal, biasanya bersifat hemolitik-, tapi
kemungkinan lain mereka bersifat nonhemolitik. Bakteri streptococcus viridians
merupakan bakteri yang paling umum sebagai flora normal pada saluran pernafasan
atas dan berperan penting untuk menjaga kesehatan membran mukosa yang terdapat
disana.
Selain itu penyebab lain dari sepsis neonatorum adalah Staphylococcus aureus,
Klebsiella, Enterobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp,Listeria monocytogenes
dan bakteri anaerob. Sepsis awitan dini akan terlihat sebagai proses nyata, yang mengenai
banyak organ pada minggu pertama kehidupan, sedangkansepsis awitan lambat, sering
dimanifestasikan sebagai meningitis setelah minggu pertama kehidupan.
Pertama-tama biasanya dihubungkan dengan faktor-faktor ibu dan organisme yang
berasal dari cairan ketuban yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir, dan setelah
itu bayi mungkin terinfeksi dari lingkungannya atau dari sejumlah sumber di rumah sakit. E.
coli dan streptococcus B mungkin bertanggung jawab atas terjadinya sepsis awitan dini atau
lambat, sedangkan S. aureus, Klebsiella, Enterobacter sp, P. aeruginosa dan Serratila sp,
lebih lazim menyebabkan sepsis awitan lambat.
c. Environment
Beberapa faktor lingkungan yang menjadi determinan sepsis neonatorum terutama
berasal dari keadaan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) yaitu jumlah pasien yang terlalu
banyak, kurangnya tempat dan sabun untuk mencuci tangan, kurangnya handuk atau tissue,
tempat penyimpanan sarana kesehatan yang tidak nyaman, buruknya kebersihan, buruknya
ventilasi aliran udara dan fasilitas ruangan isolasi, dapat meningkatkan angka kejadian sepsis
neonatorum.
8

Semua faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih menjadi
masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab tidak adanya
perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor
risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian
khusus terutama bila disertai gambaran klinis.

C. EPIDEMIOLOGI

Distribusi Frekuensi

a. Distribusi Frekuensi Menurut Orang


Penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 di RS Dr. Sardjito Yogyakarta menyebutkan
bahwa berdasarkan umur, proporsi bayi dengan sepsis yang berumur 0-7 hari adalah 77,2%
sedangkan yang berumur > 7 hari adalah 22,8%. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi bayi
laki-laki dengan sepsis adalah 61,4% sedangkan bayi perempuan adalah 38,6%. Menurut
Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq terdapat 22 bayi yang berumur < 7 hari (62,9%) meninggal
akibat sepsis, dan terdapat bayi yang berumur 7-28 hari (36,5%) meninggal akibat sepsis.
Sepsis lebih sering terjadi pada bayi berkulit hitam daripada bayi berkulit putih,
namun hal ini dapat dijelaskan berdasarkan tingginya insiden prematur, pecah ketuban, ibu
demam, dan berat lahir rendah.Perbedaan kejadian sepsis neonatorum pada suku bangsa lebih
dikaitkan dengan kebiasaan dan pola makan yang telah dianut oleh ibu dari bayi tersebut. Hal
ini sangat berpengaruh pada kondisi gizi ibu yang kemudian berdampak pada keadaan bayi.
Menurut Thirumoorthi dalam simposium penanggulangan infeksi pada kehamilan
menyebutkan bahwa dari semua penderita sepsis awitan dini, sebanyak 54% terjadi pada bayi
berkulit hitam dan dari semua penderita sepsis awitan lambat, sebanyak 65% juga terjadi
pada bayi berkulit hitam.
b. Distribusi Frekuensi Menurut Tempat dan Waktu
Insiden sepsis neonatorum di negara berkembang sangat bervariasi menurut waktu
dan lokasi. Insiden yang bervariasi di berbagai rumah sakit tersebut dihubungkan dengan
angka prematuritas, perawatan perinatal, persalinan, dan kondisi
lingkungan waktu perawatan.Penelitian Rasul tahun 2007 di Banglasdesh
menyebutkan bahwa insiden infeksi perinatal yang tinggi yaitu 50-60% selama dua puluh
tahun yang lalu mengalami penurunan menjadi 20-30% di negara-negara berkembang. Di
India, berbagai studi menunjukkan bahwa kejadian bervariasi antara 10-20 per 1.000
kelahiran hidup.
9

Dalam penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq, CFR sepsis neonatus tinggi
dilaporkan sekitar 44,2%, hasil yang sama dilaporkan di Basrah (Iraq) oleh Radhy H. pada
tahun 2001 yaitu 43,5%, kemudian di Abha (Saudia Arabia) oleh Asindi A, dkk pada tahun
1999 diperoleh sebanyak 44% dan oleh Rodriguez-weber, dkk di Mexico pada tahun 2003
sebanyak 43,9%. Sementara angka kematian sepsis neonatus rendah oleh peneliti lain seperti
yang dilaporkan oleh Ezechukwze C, dkk di Nigeria pada tahun 2004 yaitu 19,3%, oleh
Koutouby A, dkk di UAE (United Arab Emirates) pada tahun 1995 melaporkan sebanyak
26%, Stall B. di USA pada tahun 2002 melaporkan sebanyak 28% dan Dawodu A, dkk di AlDammam (Saudi Arabia) pada tahun 1997 melaporkan sebanyak 28%, perbedaan angka
kematian sepsis neonatus ini di beberapa negara dapat dijelaskan oleh beberapa faktor seperti
keadaan sosial ekonomi, keadaan geografi dan faktor ras, penggunaan ventilator dan
inkubator, perbedaan mikroorganisme dan penggunaan antibiotik yang berbeda.

D. CARA PENULARAN
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk
dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman
yang dapat menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki,
hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria,
sipilis, dan toksoplasma.
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan.
Infeksi saat persalinan terjadi karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai
korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman
melalui umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan
amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke
traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi
tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi
atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman.
Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida
albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan.
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari
lingkungan di luar rahim (misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang
10

endotrakhea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi
lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil.
Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)
E. MASA INKUBASI
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik serta dapat
mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat di
temukan pada neonatus yang menderita sepsis meliputi hipertermia atau hipotermi atau
bahkan normal , aktivitas lemah atau tidak ada dan tampak sakit. Tanda dan gejala pada
sistem pernapasan meliputi dispnea, takipnea,apnea, tampak tarikan otot pernapasan,
mengorok dan pernapasan cuping hidung. Tanda dan gejala sistem kardiovaskuler
meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat dan sianosis. Tanda dan gejala pada saluran
pencernaan yaitu distensi abdomen, malas atau tidak mau makan, muntah, diare. Tanda
dan gejala pada sistem saraf pusat meliputi refleks moro abnormal, iritabilitas, kejang,
hiporefleksi, pernapasan tidak teratur, tanda gejala menurut hematologi mencakup tampak
pucat, ikterus, perdarahan.
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk menunjang penetapan diagnosis. Selain
itu hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik
yang tepat. Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemukan anemia laju endap
darah mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif walaupun
secara klinis tanpa sepsis sudah jelas. Biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan
serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan
drainase atau hasil isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian adanya sepsis,
setelah dua atau tiga kali biakan memberikan hasil positif dengan kuman yang sama.
Bahan biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi diberi terapi antibiotika.
Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan, antara lain pemeriksaan protein reaktif , C, IgM
dan IgA, perwarnaan Gram. Selain pemeriksaan lain yang sudah disebutkan , seorang
dokter mungkin akan merekomendasikan pemeriksaan lain yang diperlukan sesuai
kondisi bayi.
F. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Sepsis Neonatorum
Pencegahan Primordial
Primordial prevention (pencegahan awal) ini dimaksudkan untuk memberi kondisi
pada masyarakat yang memungkinkan penyakit itu tidak mendapat dukungan dari kebiasaan,
11

gaya hidup dan faktor risiko lainnya.Bentuk pencegahan ini berupaya untuk mencegah
munculnya faktor predisposisi terhadap masyarakat khususnya ibu dan wanita usia produktif
terhadap faktor risiko terjadinya sepsis pada bayinya. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah sepsis neonatorum sebagai pencegahan primordial adalah:

a. Mengatur pola makan sehat dan bergizi dalam jenis dan jumlah yang cukup pada ibu untuk
mempertahankan daya tahan tubuh serta menjaga kebesihan diri sehingga terhindar dari
penyakit infeksi.
b. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya pemeriksaan saat hamil (Antenatal
Care) dengan cara mencari informasi melalui buku, televisi atau media massa lainnya.
c. Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun agar tidak berisiko melahirkan bayi prematur dan bayi dengan berat badan
lahir rendah.

Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu
penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Pencegahan primer juga diartikan sebagai
bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada seseorang dengan faktor risiko.
Upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan primer terhadap kejadian sepsis neonatorum
adalah:
a. Mewujudkan Pelayanan Kebidanan yang Baik dan Bermutu
Bidan memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kesehatan. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan untuk mewujudkan pelayanan kebidanan yang baik dan bermutu antara
lain:
1. Semua wanita hamil mendapat kesempatan dan menggunakan kesempatan untuk
menerima pengawasan serta pertolongan dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.
2. Pelayanan yang diberikan bermutu.

12

3. Walaupun tidak semua persalinan berlangsung di rumah sakit, namun ada


kemungkinan untuk mendapat perawatan segera di rumah sakit jika terjadi
komplikasi.
4. Diwajibkan bersalin di rumah sakit untuk:

Wanita dengan komplikasi obstetrik (panggul sempit, preeklampsia-eklampsia,


kelainan letak, dll).

Wanita dengan riwayat obstetrik yang jelek (perdarahan postpartum, kematian janin
sebelum lahir, dll).

Jarak kelahiran <2 tahun atau >5 tahun.

Wanita hamil dengan penyakit umum, seperti penyakit jantung, diabetes, dll.

Wanita dengan kehamilan ke-4 atau lebih.

Wanita dengan umur 35 tahun ke atas dan kurang dari 20 tahun

Primigravida (wanita yang hamil untuk pertama kali)

Wanita dengan keadaan di rumah yang tidak memungkinkan persalinan dengan aman.

Tinggi badan <150 cm.

Persalinan prematurus dan postmaturus.

b. Pengawasan ibu dan bayi pada saat intranatal dan postnatal


Pengawasan terhadap infeksi baik pada saat intranatal maupun postnatal.
Melakukan pengamatan pada ibu dan bayi untuk mengetahui ada tidaknya penyulit
persalinan sehingga dapat segera ditangani secara cepat dan tepat.
Pengawasan terhadap terjadinya perlukaan kelahiran.
c. Perawatan Antenatal (Antenatal Care)
Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya menurunkan angka
kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada setiap kehamilan dilakukan antenatal care
secara teratur dan sesuai dengan jadwal yang lazim berlaku. Tujuan dilakukannya antenatal
care adalah untuk mengetahui data kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi intrauterin
sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam menghadapi persalinan, puerperium
dan

laktasi

serta

mempunyai

pengetahuan

yang

cukup

mengenai

pemeliharaan

bayinya.Perawatan antenatal juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya persalinan


13

prematuritas atau berat badan lahir rendah yang sangat rentan terkena penyakit infeksi. Selain
itu dengan pemeriksaan kehamilan dapat dideteksi penyakit infeksi yang dialami ibu yang
dapat mengakibatkan sepsis neonatorum.
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan
dengan distribusi kontak sebagai berikut:
Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu.
Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24 minggu.
Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24
d. Mencuci tangan
Dalam lingkungan perawatan kesehatan, tangan merupakan salah satu syarat
penularan yang paling efisien untuk infeksi nosokomial. Oleh Karena itu, mencuci tangan
menjadi metode pencegahan dan pengendalian yang paling penting. Tujuan mencuci tangan
adalah untuk menurunkan bioburden (jumlah mikroorganisme) pada tangan dan untuk
mencegah penyebarannya ke area yang tidak terkontaminasi, seperti pasien, tenaga perawatan
kesehatan (TPK) dan peralatan. Tenaga perawatan diharuskan mencuci tangan sebelum dan
setelah memegang bayi untuk menghindari terjadinya infeksi pada bayi tersebut.
Mencuci tangan yang kurang tepat menempatkan baik pasien dan tenaga perawatan
kesehatan pada risiko terhadap infeksi atau penyakit. Tenaga perawatan kesehatan yang
mencuci tangan kurang adekuat memindahkan organisme-organisme seperti Staphylococcus,
Escheriscia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella secara langsung kepada hospes yang rentan,
yang menyebabkan infeksi nosokomial dan epidemik di semua jenis lingkungan pasien.49
Kepatuhan mencuci tangan sangat penting dalam mencegah infeksi.
Di bawah ini tujuh langkah mencuci tangan yang baik dan benar:

14

Gambar 2.4. Tujuh langkah mencuci tangan.


e. Pemberian ASI secepatnya
Upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi dapat dilakukan dengan keadaan gizi
bayi yang baik. Pemeliharaan gizi bayi dan balita yang baik memerlukan pengaturan
makanan yang tepat yaitu salah satunya dengan pemberian ASI secara benar dan tepat.51 Air
susu ibu memegang peranan yang penting untuk menjaga kesehatan dan kelangsungan hidup
bayi. Awal menyusui yang baik adalah 30 menit setelah bayi lahir karena dapat merangsang
pengeluaran ASI selanjutnya, disamping itu akan terjadi interaksi atau hubungan timbal balik
dengan cepat antara ibu dengan bayi.
Penggunaan Air Susu Ibu (ASI) sudah dibuktikan dapat mencegah terjadinya infeksi
pada bayi. Bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko lebih kecil untuk memperoleh infeksi
daripada bayi yang mendapat susu formula. Efektifitas ASI tergantung dari jumlah yang
diberikan, semakin banyak ASI yang diberikan semakin sedikit risiko untuk terkena infeksi.
Insidensi infeksi nosokomial pada bayi prematur yang mendapat ASI (29,3%) lebih kecil
dibandingkan dengan bayi prematur yang mendapat susu formula (47,2%).
f. Pembersihan Ruang Perawatan Bayi
Bentuk, konstruksi dan suasana ruang perawatan yang baik dan memadai dapat
mengurangi insidens infeksi nosokomial. Setiap ruang perawatan terutama NICU (Neonatal
Intensive Care Unit) memerlukan paling sedikit 1 ruangan isolasi untuk 2 pasien yang

15

terinfeksi, dan ruangan untuk cuci tangan, ruangan tempat memakai baju steril untuk tindakan
invasif, dan tempat penyimpanan alat-alat atau material yang sudah dibersihkan.
g. Perawatan persalinan aseptik
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dan pemberian ampicillin 1
gram intravena yang diberikan pada awal persalinan dan tiap 6 jam selama persalinan.
Pemberian ampicillin dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi awitan dini (early-onset)
sampai 56% pada bayi lahir prematur karena ketuban pecah dini, serta menurunkan resiko
infeksi Streptococcus Grup B sampai 36%. Pada wanita dengan korioamnionitis dapat
diberikan ampicillin dan gentamicin, yang dapat menurunkan angka kejadian sepsis
neonatorum sebesar 82% dan infeksi Streptococcus Grup B sebesar 86%. Sedangkan wanita
dengan faktor risiko sepertikorioamnionitis atau ketuban pecah dini serta bayinya, sebaiknya
diberikan ampisilin dan gentamisin intravena selama persalinan. Antibiotik tersebut diberikan
sebagai obat profilaksis.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ini diberikan kepada mereka yang menderita atau dianggap
menderita. Adapun tujuan pada pencegahan sekunder yaitu diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat
G. PENGOBATAN
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh
dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan
nutrisi . menurut Yu Victor Y.H dan Hans E.Monintja pemberian antibotik hendaknya
memenuhi kriteri efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah
diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawat darah otak, dan dapat diberi secara
parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamicin atau ampisilin dan
kloramfenikol, eritromixin atau sefaloporin atau obat lain sesuai hasil test resistensi
Dosis antibiotic untuk sepsis neonatorum
Ampisilin 200 mg/kkg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian
Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian.
Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian

sefalosporin 100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian.


Eritromisin 50 mg/kg, BB/hari , dibagi dalam 3 dosis
BAB III

16

PENUTUP

1.

Kesimpulan
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri pada

aliran darah bayi selam empat minggu pertama kehidupan. Penyebabnya dimulai pada infeksi
antenatal, infeksi intranatal, infeksi postnatal.
Pemeriksaan untuk mendiagnosa adanya sepsis adalah hitung darah lengkap (HDL),
trombosit, kultur darah, pungsi lumbal dan sensitivitas cairan serebrospinal (CSS), kultur
urin, rontgen dada dilakukan bila ada gejala respirasi.
2.

Saran

Mencegah lebih baik dari pada mengobati.


Hindari infeksi nosokomial

DAFTAR PUSTAKA

17

1. Arif, mansjoer .2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.


2. Surasmi, Asrining dkk.2003.PERAWATAN BAYI RESIKO TINGGI. Jakarta: EGC
3. Hasan, Rusepno dkk .2002. Buku kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
INFOMEDIKA.
4. Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta :
EGC
5.

18

Anda mungkin juga menyukai