Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

Tinjauan Pustaka

1.1 Anatomi dan Fisiologi Mediastinum


Batas ruang mediastinum, atas: pintu masuk toraks, bawah: diafragma, lateral: pleura
mediastinalis, posterior : tulang belakang, anterior : sternum. Karena rongga
mediastinum tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ
penting di sekitarnya dan dapat mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum
tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan
dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.
Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting:
1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5
dan bagian bawah sternum.
2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma didepan
jantung.
3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma
dibelakang jantung.
4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di
antara mediastinum anterior dan posterior.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)

1.2 Definisi
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga di
antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh
darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di mediastinum yaitu rongga imaginer di
antara paru kiri dan kanan. Mediastinum berisi jantung,
pembuluh darah besar, trakea, timus, kelenjar getah bening dan jaringan ikat. (Elisna
Syahruddin)
Tumor adalah suatu benjolan abnormal yanga ada pada tubuh, sedangkan mediastinum
adalah suatu rongga yang terdapat antata paru-paru kanan dan paru-paru kiri yang berisi
jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf,
jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Jadi, Tumor mediastinum adalah
tumor yang berada di daerah mediastinum. Tidak ada hal yang spesifik yang dapat
mencegah tumor mediastinum ini. Tetapi jika kita terbiasa berperilaku hidup sehat
insyaalloh kita akan tehindar dari penyakit tumor dan kanker. (dr. Agus Rahmadi, 2010)

1.3 Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
1. Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong
asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.

2. Faktor genetik (biomolekuler)


perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh
protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
3. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik
maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar
matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
4. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur
pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
5. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya
hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata
konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia.
6. Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian
peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat
pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.
1.4 Klasifikasi Tumor Mediastinum
1. Timoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang
banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50
tahun, tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi
jenis kelamin, suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat
bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan
oleh pertumbuhan infiltrate di dalam organ-organ sekelilingnya dan tidak dalam
bentuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat
berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan
hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis
benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai
kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan
terapi bedah. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Stage dari Timoma:
a. Stage I : belum invasi ke sekitar
b. Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis
c. Stage III : invasi s/d pericardium
d. Stage IV : Limphogen / hematogen
e. Teratoid
Teratoid dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Kista Dermoid
Contoh dari kista dermoid adalah dahak penderita mengandung gigi, tulang,
rambut.
b. Teratoma (Mesoderm)
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang
asing pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering
ditemukan pada mediatinum anterior. Teratoma yang histologik benigna
mengandung terutama derivate ectoderm (kulit) dan entoderm (usus).
Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma dan
karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang
terpenting. Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu
mendapat perhatian untuk penanganan dan pembedahan.
Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup
baik. Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan
tipe histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. (Aru
W. Sudoyo, 2006)
2. Limfoma
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling sering pada
mediastinum. Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel darah
putih pada sistem kekebalan tubuh vertebrata). Terdapat banyak tipe limfoma.
Limfoma adalah bagian dari grup penyakit yang disebut kanker Hematological. Pada
abad ke-19 dan abad ke-20, penyakit ini disebut penyakit Hodgkin karena ditemukan
oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Limfoma dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin
dan limfoma non-Hodgkin.
3. Tumor Tiroid
Tumor tiroid merupakan tumor berlobus, yang berasal dari Tiroid.
4. Kista pericardium
Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat
menempel pada perikard dan kadang-kadang berada dalam hubungan terbuka dengan
perikard itu. Yang terbanyak terdapat di ventral, di sudut diafragma jantung. Kista ini
juga dikenal sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial adalah kelainan congenital,
tetapi baru muncul manifestasi pada usia dewasa. Sampai desenium ke 5 atau 6,
ukuran tumor biasanya secara lambat bertambah, tetapi jarang sampai lebih dari 10
cm. pada fluoroskopi, kista-kista ini sering terlihat sebagai rongga-rongga dengan
dinding yang tipis dengan perubahan bentuk pada pernapasan dalam. Kista-kista
coelom di sebelah kanan harus differensiasi dengan lemak parakardial dan dengan
hernia diafragmatika melalui foramen Morgagni. Kista-kista ini sering terdapt,
meskipun tentang hal ini tidak ada data yang jelas. Kista ini tidak menimbulkan
keluhan, infeksi sangat jarang dan malignitasnya tidak diketahui. Karena itu ekstirpasi

hanya diperlukan pada keraguan yang serius mengenai diagnosisnya atau pada ukuran
kista yang sangat besar.
5. Tumor neurogenik
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat,
manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak
jaug di mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostals, ganglia
simpatis, dan dari sel-sel yang mempunyai cirri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi
pada semua umur, tetapi relative frekuen pada umur anak. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto
thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang
berdekatan. Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor
pada nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu
merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang trakeobronchus.
Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam mediastinum posterosuperior, maka
tumor ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau Horner karena kompresi peleksus
brakhialis atau rantai simpatis servikalis.
Pembagian dari tumor neurogenik, menurut letaknya:
a. Dari saraf tepi: Neurofibroma, Neurolinoma
b.Dari saraf simpati:GanglionNeurinoma,Neuroblastoma,Simpatikoblastoma
c. Dari paraganglion: Phaeocromocitoma, Paraganglioma
6. Kista Bronkhogenik
Kista Bronkogen kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari
jaringan ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi epitel
rambut getar atau planoselular dan terisi lendir putih susu atau jernih. Kista bronkus
terletak menempel pada trakea atau bronkus utama, kebanyakan dorsal dan selalu
dekat dengan bifurkatio. Kista ini dapat tetap asimptomatik tetapi dapat juga
menimbulkan keluhan karena kompresi trakea, bronki utama atau esophagus. Kecuali
itu terdapat bahaya infeksi dan perforasi sehingga kalau ditemukan diperlukan
pengangkatan dengan pembedahan. Gejala dari kista ini adalah batuk, sesak napas s/d
sianosis.
KLASIFIKASI TUMUR BERDASARKAN JENISNYA
1. Tumor Benigna sederhana dan tidak berbahaya akan terbungkus dalam kapsul, tidak
menginfiltrasi jaringan jaringan disekitarnya atau tidak menimbulkan metastase dan
kecil kemungkinannya untuk kambuh kembali jika tumor tesebut diangkat. Tumor
jinak tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai kapsul, tidak tumbeh infiltratif,
tidak merusak jaringan sekitarnya dan tidak menimbulkan anaksebar pada tempat
yang jauh. Tumor jinak pada umumnya dapat disembuhkan dengan sempurna kecuali
yang mensekresi hormone atau yang terletak pada tempat yang sangat penting,

misalnya di sumsum tulang belakang yang dapat menimbulkan paraplegia atau pada
saraf otak yang menekan jaringan otak.
2. Tumor Maligna yaitu tidak terbungkus dalam kapsul dan akan menginfiltrasi jaringan
disekitarnya serta menimbulkan metastase. Tumor ganas pada umumnya tumbuh
cepat, infiltrasi dan merusak jaringan sekitarnya. Disamping itu dapat menyebar ke
seluruh tubuhmelalui aliran limfe atau aliran darah dan sering menimbulkan kematian.
( Kamus Keperawatan. 1997. Edisi 17), (Pringgoutomo,2002)
1.5 Patofisiologi
Sebagaimana bentuk kanker/karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma
jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor
predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya
jaringan/sel-sel
kanker
pada
jaringan
mediastinum.
Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat
maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waku bertahun-tahun untuk
menimbulkan manifestasi klinik. Adakalanya berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi
secara pasti dan cepat oleh tim kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk
menentukan masalah adanya kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka secara
mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai substansia
pada jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif
secara berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak selsel kanker terhadap jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan yang
relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar
mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan
menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah
maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik menyebabkan
penekanan (direct pressure/indirect pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan
sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti
sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau
lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan
pembuluh
darah.
Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga
kadangkala manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas
seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang
dijumpai gejala demam yang menonjol.

1.6 Pathway

1.7 Manifestasi Klinis

1. Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup)
2. Sekret berlebihan
3. Batuk dengan atau tanpa dahak
4. Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
5. Pernafasan tidak simetris
6. Unilateral Flail Chest
7. Effusi pleura
8. Egophonia pada daerah sternum
9. Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
10. Wheezing unilateral/bilateral
11. Ronchii
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada waktu
presentasi .Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen pasien
menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih
mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan peningkatan
penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa mediastinum terlihat pada
pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa mediastinum
mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan
neoplasma ganas.
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin
atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi
tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau bisa
membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
1. Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
2. Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
3. Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
4. Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
5. Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan
meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan

massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau
invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada
yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan
nervus interkostalis. Kompresi batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala
seperti dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor.
Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan
nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-masing
menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor
mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum
superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma.
1.8 Pemeriksaan Diagnostik.
1. Hb: menurun/normal
2 Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal
4. Pemeriksaan diagnostik
1) Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada anteriorsuperior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu. Penentuan
lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostik lebih lanjut. CT scan thorax
diperlukan untuk membedakan apakah lesi berasal dari vaskuler atau bukan
vaskuler. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu
CT scan juga berguna untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau
tidak. Pada langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah
tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis/ sarkoidosis maka mediastinoskopi dan
biopsy perlu dilakukan. Dasar dari evaluasi diagnostik adalah pemeriksaan
rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam
melokalisir massa di dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan
timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relatif
massa ini, dan apakah padat atau kistik.
2)

USG

Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di


dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut
dalam menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur
mediastinum lain, terutama esofagus dan pembuluh darah besar.
USG Germ Cell Mediastinum

Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam mendiagnosis sejumlah


tumor. Sidik yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan struma intratoraks
dari lesi mediatinum superior lain. Sidik gallium dan teknesium sangat memperbaiki
kemampuan mendiagnosis dan melokalisir adenoma parathyroid. Belakangan ini
kemajuan dalam radiofarmakologi telah membawa ke diagnosis tepat.
3)

Tomografi Komputerisasi

Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediastinum


pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis.
Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi
mediastinum,

CT mampu

memisahkan

massa

mediastinum

dari

struktur

mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras intravena untuk


membantu menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi
asal vascular dari neoplasma mediastinum. Sebelumnya, pemeriksaan angiografi
sering diperlukan untuk membedakan massa mediastinum dari berbagai proses pada
jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava. Dengan
perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi alat diagnostik yang jauh lebih
sensitif dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. CT bermanfaat dalam diagnosis
kista bronkogenik pada bayi dengan infeksi berulang dan timoma dalam pasien
myasthenia gravis, kasus yang foto polosnya sering gagal mendeteksi kelainan
apapun. Tomografi komputerisasi juga memberikan banyak informasi tentang sifat
invasi relatif tumor mediastinum. Diferensiasi antara kompresi dan invasi seperti
dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum dapat dibuat dengan
pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan belakangan ini, diagnosis
prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista pericardial, adenoma paratiroid,
kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT karena gambarannya yang khas.
4)

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan


diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi
kontras atau radiasi. Di masa yang akan datang, teknik ini bisa memberikan
informasi unggul tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe dan
massa tumor.
5)

Biopsy

Berbagai teknik invasif untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat ini.
Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy

aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum.
Teknik ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit metastatik pada pasien
dengan keganasan primer yang ditemukan di manapun. Kegunaan teknik ini dalam
mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap akan ditegaskan.

1.9 Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor
mediastinum
2. Obat-obatan
Immunoterapi
Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
a. Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa jenis
tumor.
b. Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan normal.
Sedangkan tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk membunuh
sel tumor dengan kerusakan serendah mungkin pada sel normal.
1.10 Komplikasi
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan
hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam
mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui: perluasan dan
penyebaran

secara

langsung,

dengan

melibatkan

struktur-struktur

(sel-sel)

bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom


paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari
penyakit mediastinum adalah:

1. Obstruksi trachea
2. Sindrom Vena Cava Superior
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4. Rupture esofagus

1.11 Prognosis
Prognosis Tumor Mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Berbeda
variai prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinum ganas, dimana hasil
diagnostic spesifik, derajat keparahan penyakit, dan keadaan spesifik pasien yang lain
(komorbid) akan mempengaruhi. Kebanyakan tumor mediastinum ganas berespon
baik

terhadap

terapi

konvensional.

Besarnya

variasi

individual

penyakit

mengakibatkan terjadinya berbagai kelainan mediastinum beragam. (Aru W. Sudoyo,


2006)

BAB II
Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian
1. Identitas
a.

Nama pasien

b.

Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa

c.

Jenis kelamin : Laki-laki lebih beresiko daripada wanita

d.

Suku /Bangsa

e.

Pendidikan

f.

Pekerjaan

g.

Alamat

h.

Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan utama:

Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri dada yang berulang
tidak khas, mungkin disertai batuk darah. Pada beberapa kasus sering dilaporkan
keluhan infeksi lebih menjadi sebab klien melakukan pemeriksaan ke rumah sakit.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang
waktu yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ lain, baik
pada diri sendiri maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ
vital bawaan dapat memperberat gejala klinis penderita.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
4. Pemeriksaan Per Sistem
a.

Sistem pernafasan (B1)


Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak,
penggunaan otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, terdengar
suara nafas abnormal, egophoni

b.

Sistem kardiovaskuler (B2)


Data Subyektif: sakit kepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun.

c.

Sistem Persarafan (B3)


Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi

d.

Sistem Perkemihan (B4)

Data Subyektif: Data Obyektif: produksi urine menurun


e.

Sistem Pencernaan (B5)


Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun, penurunan
intake makanan

f.

Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder),
banyak keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot menurun, nyeri otot,
retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan, flail chest

g.

Sistem Endokrin (B7)

h.

Pengkajian Psikososial

i.

Personal Hygiene dan Kebiasaan

j.

Pengkajian Spiritual

2.2 Analisa Data


Data
DS : sesak nafas dan
batuk klien mengeluh

Etiologi
Sel tumor membesar

Vena leher mengembang


DO : batuk (baik
produktif maupun non Resiko tertekannya faring
produktif), sesak nafas, dan laring
takipnea, retraksi,
demam, ronki, sianosis. Saluran nafas tersumbat

Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan pola nafas

DS : letargi, demam.,
muntah, diare,
membrana mukosa
kering, turgor kulit
buruk, penurunan
output urine.

Tumor mediastinum

Gangguan keseimbangan
Cairan berhubungan dengan:

Dilakukan kemoterapi
Diare

1. Penurunan intake
cairan
2. Peningkatan IWL
akibat pernafasan
cepat dan demam,
efek chemoteraphi.

DS : klien mengeluh
sesak nafas

Terbentuknya formasi
tumor

Perubahan Nutrisi

DO : anoreksia, mual, Kompresi esofagus


muntah,
Gangguan menelan
DS : malaise

Tumor mediastinum

Intoleransi aktivitas

DO : badan klien lemah Dilakukan radioterapi


Badan lemah

2.3 Intervensi
1. Diagnosa: Ketidakefektifan pola nafas b.d adaptasi fisik tidak adekuat sekunder
terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
Tujuan: Keefektifan pola nafas
Kriteria Hasil: Suara nafas paru relatif bersih, laju nafas dalam rentang normal dan
tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi.
No.

Intervensi

Rasional

1. Lakukan pengkajian tiap 4 jam


terhadap RR, S, dan tanda-tanda
keefektifan jalan napas

Evaluasi dan reassessment terhadap


tindakan yang akan/telah diberikan

2. Lakukan Phisioterapi dada secara


terjadwal.

Mengeluarkan sekresi jalan nafas,


mencegah obstruksi

3. Berikan oksigen lembab, kaji


keefektifan terapi.

Meningkatkan suplai oksigen


jaringan paru.

4. Berikan antibiotic dan antipiretik


Menurunkan resiko infeksi
sesuai order, kaji keefektifan dan efek sekunder.
samping ( diare )
5. Lakukan pengecekan hitung SDM dan Evaluasi terhadap keefektifan
photo thoraks
sirkulasi oksigen, evaluasi kondisi
jaringan paru
6. Lakukan suction secara bertahap

Membantu pembersihan jalan nafas.

7. Catat hasil pulse oximeter bila


terpasang, tiap 2-4 jam.

Evaluasi berkala keberhasilan terapi


tindakan tim kesehatan

2. Diagnosa: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare


akibat khemoterapi.
Tujuan: Asupan cairan dan elektrolit dapat di penuhi.
Kriteria Hasil:
a)

Intake adekuat

b) Tidak adanya muntah dan diare


c)

Suhu tubuh dalam batas normal

No.

Intervensi

Rasional

1. Catat intake dan output

Evaluasi ketat kebuituhan intake dan


output

2. Kaji dan catat suhu setiap 4 jam


tanda deficit cairan.

Meyakinkan terpenuhi kebutuhan cairan.

3. Catat pengeluaran feses tiap 4 jam Evaluasi objektif sederhana deficit


atau bila perlu.
volume cairan.
4. Lakukan perawatan mulut tiap 4
jam

Meningkatkan bersihan saluran cerna,


meningkatkan nafsu makan/ minum.

3. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,


peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan
status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
-

Status nutrisi terpenuhi

nafsu makan klien timbul kembali

berat badan normal

jumlah Hb dan albumin normal


No

Intervensi

Rasional

Kaji sejauh mana ketidakadekuatan Menganalisa penyebab melaksanakan


nutrisi klien
intervensi.

Timbang berat badan sesuai indikasi Mengawasi keefektifan secara diet

Memeberikan asupan nutrisi sesuai Kebutuhan pasien akan nutrisi terpenuhi


kebutuhan

Anjurkan makan sedikit tapi sering Tidak memberi rasa bosan dan
pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan

Anjurkan kebersihan oral sebelum


makan

Mulut yang bersih meningkatkan nafsu


makan.

Kolaborasi ahli gizi pemberian


makanan yang bervariasi.

Makanan yang bervariasi dapat


meningkatkan nafsu makan klien.

Kolaborasi dengan dokter dalam


pemberian suplemen dan obatobatan peningkat nafsu makan.

Menstimulasi nafsu makan dan


mempertahankan intake nutrisi yang
adekuat.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan


intake, demam.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri,
pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivtas tanpa dibantu,
koordinasi otot; tulang dan anggota gerak lainnya baik.

No

Intervensi

Rasional

1 Rencanakan periode istirahat yang Mengurangi aktivitas yang tidak


cukup.
diperlukan, dan energi terkumpul dapat
digunakan untuk aktivitas seperlunya secar
optimal.
2 Berikan latihan aktivitas secara
bertahap

Tahapan-tahapan yang diberikan membantu


proses aktivitas secara perlahan dengan
menghemat tenaga namun tujuan yang
tepat, mobilisasi dini.

3 Bantu pasien dalam memenuhi

Mengurangi pemakaian energi sampai

kebutuhan sesuai kebutuhan


4 Setelah latihan dan aktivitas kaji
respons pasien

kekuatan pasien pulih kembali


Menjaga kemungkinan adanya respons
abnormal dari tubuh sebagai akibat dari
latihan

Daftar pustaka
Agus Rahmadi, 2010. http://www.eramuslim.com/konsultasi/sehat/tumor-mediastinum-ituapa.htm.

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC,
Tahun 2002, Hal ; 52 64 & 240 249.
Sherwood Lauralee. 2011.Human Fysiology ; from cell to system.Ed 6. Jakarta: EGC
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4,
Tahun 1995, Hal ; 704 705 & 753 - 763.
Wilkinson, Judith M.dan Ahern R.Nancy.2011. NANDA Diagnosa, NIC; Intervensi, NOC;
Kriteria hasil; alih bahasa, Esty Wahyuningsih. Ed.9.Jakarta: EGC
Anonymuous, 2010. id.wikipedia.org/wiki/Tumor_mediastinum.
Anonymuos, 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Limfoma.

Anda mungkin juga menyukai