Anda di halaman 1dari 12

PEMBAHASAN

INTRAUTERINE FETAL DEATH (IUFD)

Pembimbing:

dr. Moch. Ma’roef, Sp.OG

Disusun Oleh:

Kelompok E39

SMF ILMU KESEHATAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD JOMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2023
POMR (Problem Oriented Medical Record)

Nama : Ny. K Nama Suami : Tn. Y


Umur : 42 tahun Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jombang Usia : 45 th

Summary of data Clue and Cue Problem list Initial Planning


base Diagnosis Diagnosis Terapi Monitoring Education
Ny. K, 42 Tahun Ny. K, 42 GIIIP1011 GIIIP1011 USG MRS - Keadaan - Menjelaska
tahun 24/25 mgg 24/25 mgg - Infus RL 20 Umum n kepada
Keluhan Utama: TIUFD + TIUFD + tpm - TTV pasien dan
● Tidak
Tidak merasakan U>35 thn + U>35 thn + - Pro keluarganya
gerakan janin merasakan Primitua Primitua terminasi 🡪 tentang
gerakan sekunder + sekunder + konsul Sp. keadaan
RPS: Pasien datang ke janin TBJ 800 gr TBJ 800 gr OG pasien
RSUD Jombang ● UK : 24/25 - Memberitah
dengan keluhan tidak ukan kepada
minggu
merasakan gerakan pasien dan
Leopold I :
janin. Keluhan kepada
teraba bagian
dirasakan sejak Selasa keluarga
lunak, kesan
(11/07). Kenceng- tentang
bokong, TFU
kenceng (-), lendir (-), pemeriksaan
20 cm
darah (-). Riwayat penunjang,
Leopold II :
jatuh (-),trauma (-), terapi,
punggung
pijat (-) prognosis
kanan, DJJ (-) dan
Leopold III :
RPD:HT (-), DM (-), komplikasi
teraba bagian
Asma (-), Alergi (-) yang akan
keras kesan terjadi
kepala, belum
RPK: HT (-), DM (-),
masuk PAP
Asma (-), Alergi (-)
Leopold IV :
RPsos: Pekerjaan konvergen
sehari-hari sebagai
IRT Pemeriksaan
dalam :
R.Menstruasi : Bagian
HPHT : 08-01-2022 terbawah
TP : 15-10-2023 janin masih
UK : 24-25 minggu tinggi

Riwayat
perkawinan :
Perkawinan 1 kali,
lama menikah 17 th

R.Kehamilan :
I.
9bln/SptB/BPM/P/320
0gr/15 thn
II. 2bln/Ab/Kuret
(-)/2019
III. Hamil ini

R. ANC
BPM 5x
PKM 1z

Pmx. Fisik:
-KU: Baik
-Kes : Composmentis
-TTV:
- TD: 110/70 mmHg
- Suhu: 37,4 ⁰C
- Nadi= 87x/menit
- RR= 20x/menit

Head To Toe:
Kepala / Leher :
A/I/C/D
-/-/-/-
Mata cowong (-),
Mukosa bibir kering
(-).
Thorax:
I : bentuk normal,
simetris, IC tidak
tampak, pergerakan
dinding dada simetris
P:ekspansi simetris,
P:sonor sonor, batas
jantung normal
A:vesikuler/vesikuler,
ronkhi (-), wheezing
(-), S1S2 tunggal,
murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
BSC (-), nyeri tekan
supra simfisis (-),
turgor dbn, Timpani,
BU (+) normal
Ekstremitas :
Akral Hangat Kering
Merah, Edema (-),
CRT < 2 detik

Leopold I : teraba
bagian lunak, kesan
bokong, TFU 20 cm
Leopold II : punggung
kanan, DJJ (-)
Leopold III : teraba
bagian keras kesan
kepala, belum masuk
PAP
Leopold IV :
konvergen

Pemeriksaan dalam :
Bagian terbawah janin
masih tinggi
PEMBAHASAN

Intrauterine Fetal Death (IUFD)

1.1 Definisi

Intra uterine Fetal Death (IUFD) adalah kematian janin setelah usia kehamilan 20

minggu dan diklasifikasikan menjadi IUFD dini dan IUFD lanjut. Intrauterine Fetal Death

(IUFD) dini jika kematian janin terjadi sebelum usia kehamilan 24 minggu. Intrauterine Fetal

Death (IUFD) lanjut jika kematian janin setelah usia kehamilan 24 minggu. World Health

Organization (WHO) dan The American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG)

menyatakan bahwa kematian janin (IUFD) adalah janin yang meninggal dalam rahim dengan

berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu

atau lebih (Sagala, 2020).

1.2 Epidemiologi

IUFD merupakan salah satu penyebab kematian perinatal. Dari data pusat statistik

kesehatan nasional tahun 2003 menunjukkan di Amerika Serikat frekuensi IUFD sebesar 6,9

per 1000 kelahiran. Sedangkan di negara berkembang masih belum didapatkan data yang

valid akibat sistem pelaporan yang kurang baik (Lindsey, 2008). Sedangkan kasus IUFD di

Indonesia sendiri tidak diketahui dengan pasti karena belum ada survei yang menyeluruh

(Triana, 2012).

1.3 Faktor Risiko

Menurut CEMACH 2007,penyebab utama lahir mati umumnya dikelompokkan

menjadi anomali kongenital berat atau letak (16%), hemoragi antepartum (8%) dan penyebab

intrapartum (7%) serta lebih dari 50% kasus tidak jelas penyebabnya (Putri, 2019).

Penyebab kematian janin pada 25-60% kasus masih belum jelas namun dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor maternal, fetal, atau kelainan patologis

plasenta. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:


1. Faktor maternal

Kehamilan postterm (> 42 minggu), umur ibu tua, diabetes melitus tidak

terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklampsia, eklampsia,

hemoglobinopati, penyakit rhesus, ruptura uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut

ibu, kematian ibu.

2. Faktor fetal

Hamil tumbuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan genetik, infeksi.

3. Faktor placental

Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini dan vasa previa.

Faktor resiko terjadinya fetal death atau kematian janin meningkat pada usia ibu >40

tahun, ras Afrika-Amerika, pada ibu infertil, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah,

infeksi ibu (ureaplasma urealitikum), obesitas, dan ayah berusia lanjut.


1.4 Patofisiologis

Usia ibu saat kehamilan >35 tahun meningkatkan resiko terjadinya fetal loss, abortus

spontan, kematian janin dalam rahim, abnormalitas kromosom dan peningkatan resiko

komplikasi penyakit pada ibu seperti hipertensi, diabetes gestasional serta meningkatkan

resiko terjadinya plasenta previa, proses kelahiran dengan operasi caesar dan abrupsio

plasenta. Hal ini merupakan faktor resiko terjadinya Intrauterine fetal death. Mekanisme

fisiologis yang menjelaskan hubungan usia maternal dan kejadian Intrauterine Fetal Death

terutama berfokus pada penuaan dan insufisiensi plasenta. Usia ibu tua saat kehamilan

menyebabkan peningkatan timbulnya lesi sklerlotik yang merupakan faktor penyebab

terjadinya perfusi yang rendah dan gangguan distribusi nutrisi ke janin (Mattingley P, 2016).

1.5 Diagnosis

Diagnosis pasti Intrauterine Fetal Death ditegakkan melalui pemeriksaan USG.

Riwayat dan pemeriksaan fisik memiliki nilai terbatas dalam menegakkan diagnosis

IUFD. Pada kebanyakan pasien, satu-satunya keluhan adalah berkurangnya pergerakan

janin dan pada pemeriksaan fisik tidak terdengar denyut jantung janin. Diagnostik pasti

ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasonografi.14 Melalui anamnesis didapatkan gerakan


janin menghilang. Pada pemeriksaan pertumbuhan janin didapatkan tinggi fundus uteri

tidak sesuai usia kehamilan, berat badan ibu menurun, dan lingkar perut ibu mengecil.

Selain itu, jika diperiksa dengan fetoskopi dan Doppler tidak dapat didengar adanya bunyi

jantung janin. Jika dilihat menggunakan USG maka didapatkan gambaran janin tanpa

tanda kehidupan. Dengan foto radiologi setelah 5 hari tampak tulang kepala kolaps, saling

tumpang tindih, tulang belakang hiperfleksi, edema sekitar tulang kepala, gambaran gas

pada jantung dan pembuluh darah. Jika dilakukan pemeriksaan hCG maka didapatkan

kadarnya akan negatif setelah beberapa hari kematian janin. Untuk diagnosis pasti

sebaiknya dilakukan otopsi janin dan pemeriksaan plasenta serta selaput. Untuk mencari

penyebab kematian janin dilakukan evaluasi secara komprehensif termasuk analisis

kromosom dan kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi kehamilan

selanjutnya (Wiknjosastro H, 2009).


1.6 Tatalaksana

Pada kematian janin usia kehamilan 24- 28 minggu dapat digunakan misoprostol

pervaginam sebanyak 50-100 µg tiap 4-6 jam dan induksi oksitosin. Sedangkan pada

kehamilan diatas 28 minggu dosis misoprostol diberikan sebanyak 25 µg pervaginam

setiap 6 jam. Setelah bayi lahir dapat dilakukan ritual keagamaan merawat bayi dan dapat

dilakukan otopsi atau pemeriksaan patologi plasenta yang akan membantu mengungkap

penyebab kematian janin dalam rahim.

Induksi pada pasien dengan riwayat persalinan perabdominal harus dilakukan dengan

sangat hati-hati karena risiko terjadinya ruptur uteri yang tinggi, namun risiko terjadinya

ruptur uteri selama induksi untuk penanganan kematian janin pada akhir trimester dua

atau awal trimester tiga belum diketahui. 15 Penanganan rasa sakit pada pasien selama

induksi pada kematian janin merupakan bagian yang penting untuk perawatan pasien.

Seringkali, morfin atau hidromorfin digunakan sebagai analgesik untuk mengontrol rasa

sakit pada pasien (Demirci O et al, 2016).

1.8 Prognosis

Eklampsia meskipun jarang insidensi nya namun tetap memakan korban nyawa yang

cukup besar baik kepada ibu maupun bayi nya. Dari berbagai literatur, kematian bayi yang

tercatat sekitar 9.8% - 25.5% dan angka kematian bayi tercatat sebanyak 42.2% - 48.9%.

Angka kematian ini lebih tinggi pada negara-negara berkembang dan kurang maju karena

adanya ketidak waspadaan dan kurangnya pengawasan antenatal. Hal ini memicu terhadap

keterlambatan pengobatan dan pencegahan yang tidak tepat. Kematian pada maternal

disebabkan oleh perdarahan otak, decompensasi cordis, edema paru, gagal ginjal, dan aspirasi

makanan ke dalam jalan pernafasan ketika kejang berlangsung (Cunningham, 2017).

Penyebab utama kematian bayi disebabkan oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas.

Preeklampsia dan eklampsia sendiri tidak akan menyebabkan terjadinya hipertensi kronik
namun pada suatu penelitian ditemukan bahwa angka insidensi terjadinya hipertensi lebih

tinggi pada pasien setelah 10-15 tahun pasca partum. Prognosis bagi ibu dan anak kurang

baik terutama bagi mereka yang merupakan multipara dan berusia lebih dari 35 tahun.

Apabila jumlah urin lebih sedikit dari 800 cc dalam 24 jam atau kurang dari 200 cc setiap 6

jam yang disebut oliguria, maka prognosis menjadi lebih buruk. Gejala-gejala yang

memperburuk prognosis antara lain :

● Koma dalam waktu lama

● Nadi > 120x/menit

● Suhu > 39oC

● TD > 200 mmHg

● Lebih dari 10 serangan

● Proteinuria 10 gr / hari atau lebih

● Edema (-) (Cunningham, 2017)

1.9 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain (Liu LC et al, 2013):

1. Trauma emosional yang berat apabila waktu antara kematian janin dan persalinan

cukup lama.

2. Infeksi apabila ketuban pecah.

3. Koagulopati apabila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. Profil Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: BPS; 2014.
Demirci O, Yılmaz E, Tosun Ö, Kumru P, Arınkan A, Mahmutoğlu D, dkk. Effect of
Young Maternal Age on Obstetric and Perinatal Outcomes : Results from the Tertiary Center
in Turkey. 2016:344-9.
Liu LC, Huang H Bin, Yu MH, Su HY. Analysis Of Intrauterine Fetal Demise A
Hospital Based Study In Taiwan Over A Decade. Taiwan J Obstet Gynecol. 2013;52(4):546-
50.
Mattingley, P. Evaluation of Fetal Death: Definition of Fetal Death, Frequency of
Fetal Death, Diagnosis of Fetal Death. Medscape. 2016;1-12.
McDonald SD, Vermeulen MJ, Ray JG. Risk of Fetal Death Associated With
Maternal Drug Dependence and Placental Abruption: A Population-Based Study. J Obstet
Gynaecol Canada. 2017;29(7):556-
Putri SM, Ningrum WM. Gambaran Penyebab Bayi Lahir Mati (Stillbirth) Pada
Proses Persalinan. J Midwifery Public Health. 2019;1(1):37. doi:10.25157/jmph.v1i1.2003
Sagala SH, Maifita Y, Armaita. Jurnal Menara Medika
https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/men aramedika/index JMM 2020 p-ISSN 2622-657X, e-
ISSN 2723-6862. J Menara Med. 2020;2(2):119-127.
Triana A. Pengaruh Kadar Hb dan Paritas dengan Kejadian Intra Uterine Fetal Death
(IUFD) di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. J Kesehatan Komunitas. 2012;2(1):20-25.
doi:10.25311/jkk.vol2.iss1.37
Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ke 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2009

Anda mungkin juga menyukai