Anda di halaman 1dari 19

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

DI SUSUN OLEH

EKRIS AGUSTIANATA WINONO

PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA PALU

TAHUN 2022
A. Pendahuluan
Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan
bukan hanya di Indonesia tetapi di juga di negara di Asia Tenggara. Selama tiga
sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD telah meningkat sehingga Asia
Tenggara menjadi wilayah hiperendemis1. Sejak tahun 1956 sampai 1980 di
seluruh dunia kasus DBD yang memerlukan rawat inap mencapai 350 000 kasus
per tahun sedang yang meninggal dilaporkan hampir mencapai 12 000 kasus .
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus
Flavivirus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut
DEN-1, DEN-2, dan DEN-3. Oleh karena ditularkan melalui gigitan artropoda
maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD yang utama adalah nyamuk
Aedes aegypti.
DBD merupakan bentuk berat dari infeksi dengue yang ditandai dengan
demam akut, trombositopenia, netropenia dan perdarahan. Permeabilitas vaskular
meningkat yang ditandai dengan kebocoran plasma ke jaringan interstitiel
mengakibatkan hemokonsentrasi, efusi pleura, hipoalbuminemia dan
hiponatremia yang akan menyebabkan syok hipovolemik

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:

1. Memperdalam ilmu mengenai infeksi dan sistem imun


2. Memperdalam ilmu mengenai infeksi Demam Berdarah Dengue (DBD)
3. Meningkatkan ilmu mengenai diagnosis, penanganan, serta dan pencegahan
penularan terhadap infeksi Demam Berdarah Dengur (DBD).

B. Anamnesi
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter
dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis)
atau keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien
(aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan
cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari
masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter
akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut.
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien
(kemungkinan diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab
munculnya keluhan pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut
(faktor predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan
pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk
menentukan diagnosisnya

Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga


mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan
pasien dan keluarganya untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam
anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua data yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis, sedangkan akurat berhubungan dengan ketepatan atau
tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.
Melalui keluhan pasien yang terdapat pada scenario didapatkan informasi
bahwa pasien mengalami penurunan kesadaran. Pasien (laki-laki, 18 tahun)
menderita demam sejak 3 hari yang lalu, disertai adanya mual dan nyeri otot
seluruh tubuh, tetapi tidak ada batuk atau pilek. Pasien mengelurkan darah dari
lubang hidung kira-kira sebanyak 1 sendok makan 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Dan pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen . Suhu 38 o C,
tekanan darah 120/80. Denyut nadi 98x/menit, frekuensi napas 18x/menit. Hb =
16 g/dl, Ht = 60%, Leukosit = 4.000/ul, Trombosit = 90.000/ul.
Point anamnesis demam: mulai kapan, tipe panas (terus menerus, naik
turun, periode normal), sifat (summer/tinggi), rasa panas/meriang panas, gejala
gejala yang menyertai (nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia/arthralgia, mual,
muntah, nyeri perut, manifestasi perdarahan, BAB dan BAK
Dari keluhan-keluhan tersebut dan dasar teori dari anamnesis, maka dapat
kita ketahui data-data sebagai berikut.
1. Keluhan utama
Demam
2. Riwayat penyakit sekarang
Demam sejak 3 hari yang lalu, disertai adanya mual dan nyeri otot sluruh
tubuh, tetapi tidak ada batuk atau pilek. Pasien mengelurkan darah dari lubang
hidung kira-kira sebanyak 1 sendok makan.
3. Riwayat kesehatan lingkungan
Tidak diketahui

C. Pemeriksaan Fisik
Penderita yang datang dengan gejala / tanda DBD maka dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut:
1. Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga penderita tentang
keluhan yang dirasakan, sehubung dengan gejala DBD.
2. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan.
Observasi kulit meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut, dan paha.
3. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda – tanda vital (kesadaran, tekanan
darah, nadi, dan suhu).
4. Penekanan pada ulu hati (epigastrium). Adanya rasa sakit / nyeri pada ulu hati
dapat disebabkan karena adanya perdarahan di lambung.
5. Perabaan hati
Hati yang lunak merupakan tanda pasien DBD yang menuju fase kritis.
6. Uji Tourniquet (Rumple Leede)
Munculnya bintik-bitik merah lebih dari 10 pada luas 2,5x2,5 cm pada lengan
bawah bagian palmar.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan trombosit
1) Semi kuantitatif (tidak langsung)
2) Langsung (Rees – Ecker)
3) Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi
b. Pemeriksaan hematocrit
Pemeriksaan hematokrit antara lain dengan mikro – hematokrit
centrifuge. Nilai normal hematokrit:
Anak – anak : 33 – 38 vol%
Dewasa laki – laki : 40 – 48 vol%
Dewasa perempuan : 37 – 43 vol%
c. Pemeriksaan kadar hemoglobin
Pemeriksaan kadar hemoglobin antara lain dengan cara:
1) Pemeriksaan kadar Hb dengan menggunakan Kalorimeter foto
elektrik (Klett – Summerson).
2) Pemeriksaan kadar hemoglobin metode Sahli
3) Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi
Anak – anak : 11,5 – 12,5 gr / 100 ml darah
Pria dewasa : 13 – 16 gr / 100 ml darah
Wanita dewasa : 12 – 14 gr / 100 ml darah
d. Pemeriksaan serologis
Saat ini uji serologis yang biasa dipakai untuk menentukan
adanya infeksi virus dengue, yaitu uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) dan
ELISA (IgM / IgG).
E. MAC- ELISA
Dapat digunakan sebagai uji kuantitatif untuk antigen maupun
antibody. Antigen direkatkan pada microplate plastic dan antibody dari serum
penderita. Kemudian, ditambahkan anti human immunoglobulin yang dilabel
enzim horseradish peroxidase ke subtract, lalu timbul perubahan warna. Intensitas
warna dibaca dengan spektrofotometer.
Anti-dengue Ig-M yang dapat dideteksi oleh MAC-ELISA (IgM
antibody-capture enzyme-linked immunosorbent assay) tampak pada sebagian
pasien dengan infeksi primer saat mereka masih demam; pada sebagian lain IgM
ini tampak dalam 2 – 3 hari penurunan suhu tubuh. Pada serangkaian pasien
dengue (infeksi dipastikan dengan isolasi virus atau serologi serum berpasangan),
80% menunjukkan kadar antibodi IgM yang dapat terdeteksi pada sakit hari
kelima, dan 99% pada hari kesepuluh.4 Sekali terdeteksi, kadar IgM meningkat
dengan cepat dan tampak memuncak sekitar 2 minggusetelah dideteksi selama 2 –
3 bulan. Keuntungan dari MAC-ELISA adalah bahwa pemeriksaan ini dapat
digunakan tanpa modifikasi untuk mendeteksi IgM anti-flavivirus pada cairan
serebrospinal. Karena IgM biasanya tidak melewati sawar darah-otak,
pendeteksian IgM pada cairan serebrospinal adalah temuan diagnostik bermakna.

F. Diagnosa
1. Working Diagnosis
Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Penyakit ini
ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala
berat, sakit pada sendi dan otot (myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam
demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah terang dan biasanya mucul dulu
pada bagian bawah badan pada beberapa pasien, ia menyebar hingga
menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang perut bisa juga muncul
dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare.
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari
dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam.
Gejala klinis demam berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi,
pendarahan, trombositopenia dan hemokonsentrasi . Sejumlah kecil kasus bisa
menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian
tinggi.
Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai Ruam-
ruam makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa
dimulai dengan demam ringan atau demam tinggi (>39 derajat C) yang tiba-
tiba dan berlangsung selama 2 - 7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di
belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah dan ruam-ruam. Bintik-
bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang kadang disertai bintik-bintik
perdarahan di farings dan konjungtiva.
Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati,
nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam
mencapai 40-410C dan terjadi kejang demam pada bayi. Perlu diperhatikan
bahwa terjangkitnya Demam Berdarah Dengue tidak selalu ditandai dengan
munculnya bintik-bintik merah pada kulit. Mendiagnosis secara dini dapat
mengurangi resiko kematian daripada menunggu akut.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14
hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri
tukang belakang, dan persaaan lelah.
Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO tahun
1997 diagnosis ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:
a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
b. Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:
1) Uji bending positif
2) Petekie, ekimosis, purpura.
3) Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis, atau pendarahan gusi),
pendarahan dari tempat lain
4) Hematemesis atau melena
c. Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)
d. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut:
1) Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.
2) Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan niali hematokrit sebelumnya.
3) Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara DD dan
DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. Selain itu
perbedaan yang paling utama adalah pada demam dengue tidak ditemukan
manifestasi perdarahan pada pasien. Pada kulit pasien dengan demam dengue
hanya tampak ruam kemerahan saja sementara pada pasien demam berdarah
dengue akan tampak bintik bintik perdarahan. Selain perdarahan pada kulit,
penderita demam berdarah dengue juga dapat mengalami perdarahan dari gusi,
hidung, usus dan lain lain.

G. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama
adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume carian sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan
cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral
pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui
intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersana
dengan Divisi Penyakit Trofik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi
Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol
penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :
1. Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai
atas indikasi.
2. Praktis dalam pelaksanaannya.
3. Mempertimbangkan cost effectiveness.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :


1. Protokol 1
Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok
2. Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%
4. Protokol 4
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
5. Protokol 5
Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa

H. Prognosis
Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak
dideteksi lebih dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu
monitoring trombosit dan hematokrit maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika
trombosit <100.000/ul dan hematokrit meningkat waspadai DSS.

I. Pencegahan dan Pengendalian


Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya,
yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan,
biologis maupun secara kimiawi yaitu:

1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan modifikasi dan manipulasi tempat perkembangbiakan nyamuk
2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan
nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. seperti
memelihara ikan cupang pada kolam atau menambahkannya dengan bakteri
Bt H-14.
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta
pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan
kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan:
a. Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai
batas tertentu.
b. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
4. Pengendalian Vektor
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit
DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita
sebut dengan istilah 3M plus yaitu dengan menutup tempat penampungan air,
menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-kurangnya
seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-lubang pohon
yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain
itu juga dapat dilakukan dengan melakukan tindakan plus seperti memelihara
ikan pemakan jentik-jentik nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu
saat tidur, memesang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memesang obat nyamuk, memeriksa jentik nyamuk secara berkala
serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.
Pemberantasan sarang nyamuk, merupakan tindakan upaya untuk
mengendalikan vektor dari penyakit demam berdarah dengue, yaitu nyamuk
aedes aegypti. Untuk memutus mata rantai perkembangan nyamuk tersebut,
maka dapat dilakukan berbagai cara.
5. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk
Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
a. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit
dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau
Altosoid 2-3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air
atau 2,5 gram Altosoid untuk 100 liter air.Abate dapat di peroleh/dibeli
di Puskesmas atau di apotik
b. Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
c. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
d. Memasang kawat kasa dijendela dan di ventilasi
e. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
f. Gunakan sarung klambu waktu tidur.

J. Komplikasi
1. Sindrom Syok Dengue
Keadaan ini merupakan keadaan dimana kondisi pasien berkembang kearah
syok tiba-tiba. Keadaan ini menyimpang dimana terjadi selama 2-7 hari.
Penyimpangan ini terjadi pada waktu, atau segera setelah, penurunan suhu
antara hari ketiga dan ketujuh sakir. Terdapat tanda-tanda khas dari gagal
sirkulasi, seperti :
a. Kulit menjadi dingin
b. Bintil-bintil
c. Kongesti sinosispun (sering terjadi, dimana keadaan denyut nadi
semakin cepat)

Pada umumnya pasien dapat mengalami letargi, kemudian menjadi


gelisah dan dengan cepat memasuki tahap kritis dari shok.
DSS biasanya ditandai dengan nadi yang semakin cepat dan lemah,
tekanan darah turun (≤ 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai
umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.. Dimana pasien yang shok bila
tidak segera ditangani akan dapat berakibat pada kematian. Biasanya bila
tidak ditangani 12-24 jam maka akan menimbulkan kematian.

2. Edema Paru
Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh
meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena
meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Edema Paru Kardiogenik
menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru
dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri
melebihi keluaran ventrikel kiri.
3. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang
tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia,
atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat
ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah –otak, sementara sebagai akibat
dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus
dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan
ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok
telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03-
danjumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera
ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi
udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila
terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan.
Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg
selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu
diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas
dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi
amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan
obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk
mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau
komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan
tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai
pendek.

K. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di seluruh dunia di daerah tropis dan
subtropics, khususnya di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia.
Perang dunia II menimbulkan penyebaran dengue dan Asia Tenggara ke Jepang
dan kepulauan Pasifik
Selama 20 tahun terakhir, endemic dengue telah menimbulkan masalah di
Amerika. Pada tahun 1995, lebih dari 200.000 kasus demam dengue dan lebih
dari 5.500 kasus demam berdarah dengue terjadi di Amerika selatan dan tengah.
Diperkirakan sekitar 50 juta atau lebih kasus dengue terjadi setiap tahun di
seluruh dunia dengan 400.000 kasus demam berdarah dengue. Kasus demam
berdarah dengue merupakan penyebab utama kematian pada anak di beberapa
negara di Asia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh tanah air.
Pada tahun 1989-1995, insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per 100.000
penduduk , dan pernah meningkat tajam saat keadaan luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung
menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Pada komunitas urban, epidemic dengue bersifat eksplosif dan melibatkan
populasi dalam jumlah yang cukup banyak. Penularan infeksi virus dengue terjadi
melalui vector nyamuk genus Aedes, terutama Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Epidemi dengue umumnya dimulai pada musim hujan ketika terdapat
banyak vector. Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina.
Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan
virus dengue, yaitu:7
1. Vektor
Meliputi perkembangbiakan vector, kebiasaan menggiti, kepadatan vector di
lingkungan, dan transpotasi vector dari satu tempat ke tempat lain.
2. Host
Meliputi terdapatnya penderita di lingkungan, atau keluarga mobilisasai dan
pemaparan terhadap vector, usia, dan jenis kelamin.
3. Lingkungan
Meliputi curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk

Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil dari nyamuk Culex


quinquefasciatus, mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih,
terutama pada kakinya. Morfologinya khas, yaitu memiliki gambaran lira atau
harpa (lyra-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum). Telur Aedes
aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran
kain kasa. Larva Aedes aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir
yang berduri lateral

Nyamuk betina meletakan telurnya di dinding tempat perindukannya


1-2cm di atas permukaan air.Seekor nyamuk betina dapat meletakan rata-rata
100 butir telur setiap kali bertelur. Setelah kira-kira 2 hari, telur menetas
menjadi larva, lalu mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh
menjadi pupa dan akhirnya menjadi dewasa.Pertumbuhan dari telur hingga
menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari.
Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang
berisi air bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya
tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah penduduk. Tempat perindukan
tersebut berupa tempat perindukan buatan manusia, seperti tempayan atau
gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol,
drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah atau di kebun yang berisi air
hujan, juga tempat perindukan alamiah sepeti kelopak daun tanaman,
tempurung kelapa, tonggak bamboo dan lubang pohon yang berisi air hujan.
Di tempat perindukan Aedes aegypti sering ditemukan larva Aedes albopictus
yang hidup bersama-sama.

Nyamuk Aedes betina menghisap darah manusia pada siang hari yang
dilakukan baik di luar maupun di dalam rumah.Penghisapan darah dilakukan
dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu, yaitu setelah matahari
terbit (8.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00). Tempat
istirahat Aedes aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah, dan juga
berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian. Umur
nyamuk dewasa betina di alam bebas kira-kira 10 hari. Walaupun berumur
pedek yaitu kira-kira 10 hari, Aedes aegypti dapat menularkan virus dengue
yang masa inkubasinya antara 3-10 hari.

Aedes aegypti tersebar luas diseluruh Indonesia. Walaupun spesies ini


ditemukan di kota-kota pelabuhan yang oenduduknya padat, nyamuk ini juga
ditemukan di pedesaan. Penyebaran Aedes aegypti dari pelabuhan ke desa
disebabkan larva Aedes aegypti terbawa melalui transportasi.

Vektor potensial penyebaran demam berdarah dengue selain Aedes


aegypti adalah Aedes albopictus. Spesies ini tersebar luas diseluruh kepulauan
Indonesia. Spesies ini sepintas tampak seperti Aedes aegypti yaitu mempunyai
warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih, tetapi pada mesonotumnya
terdapat garis tebal putih vertical. Walaupun kadang-kadang larva Aedes
albopictus sering ditemukan hidup bersama dalam satu tempat dengan tempat
perindukan larva Aedes aegypti, namun larva Aedes albopivtus ini lebih
menyukai tempat-tempat perindukan alamiah (plant containers) seperti
kelopak daun, tonggak bamboo, dan tempurung kelapa yang mengandung air
hujan. Perilaku nyamuk Aedes albopictus boleh dikatakan sama dengan Aedes
aegypti meskipun nyamuk Aedes albopictus lebih senang beristirahat di luar
rumah.
Penutup

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4x106.

Terdapat empat serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Terddapat reaksi silang anatara serotipe dengue dengan Flavivirus lain
seperti Yellow fever, Japanese encehphalitis, dan West Nile virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia


seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan
ternak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi.
Penelitian pada antropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk
genus Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites.

Fokus utama pada masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah


pencegahan. Pembenahan kebersihan sekitar lingkungan sekitar kita akan sangat
membantu pencegahan terjadinya Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue.
Dengan lingkungan bersih, maka akan tercipta hidup sehat tanpa adanya penyakit
baik DBD ataupun penyakit lainnya.
Daftar Pustaka

Suroso T, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Simanjuntak G, Umar Al, Pitoyo PD, dkk.
Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: WHO dan Departemen Kesehatan RI; 2001.

Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis dan


Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.

Satari, Hindra I., Meiliasari,Mila. Demam berdarah. Jakarta: Puspa Swara,


2004.h.28-31.

Nadesul, Handrawan. Cara mudah mengalahkan demam berdarah. Jakarta:


Penerbit Buku Kompas; 2007.h.7-8.

Bastiansyah, Eko. Panduan lengkap: membaca hasil test kesehatan. Jakarta:


Penebar Plus; 2008.h.45-7.

Widyastuti, Palupi. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah


dengue:panduan lengkap. Jakarta: EGC; 2005.h.41-5.

Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam:


Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu

nyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing; 2009. h. 2773 – 9.Mansjoer


Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. h.428-433

World Health Organization. Demam berdarah dengue: diangnosis, pengobatan,


pencegahan, dan pengendalian. Jakarta: EGC; 2001. h.101-6.

Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Pengendalian Vektor. Dalam :


Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009. h.275-7.
WHO. Diagnosis Klinis. Dalam : Demam Berdarah Dengue. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC. 2003. H. 22-3.

Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Hipoksia. Dalam :


Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2002. H. 207

Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Morfologi, Daur Hidup dan


Perilaku Nyamuk. Dalam : Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. h.250.

Anda mungkin juga menyukai