Anda di halaman 1dari 10

DEMAM BERDARAH DENGUE

DEFINISI

Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) disebabkan oleh infeksi virus dengue. Pada DBD terjadi perembesan plasma
yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan
di rongga tubuh. Dengue Shock Syndrome adalah DBD yang disertai dengan shock.

PREVALENSI

Insidensi DBD di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asia


Tenggara. Pada tahun 2013, tercatat 103.649 kasus DBD dengan jumlah kematian
mencapai 754 kasus.

ETIOLOGI

Etiologi DBD adalah virus dengue, yang termasuk genus Flavivirus. Terdapat 4 serotipe
virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempat serotype dapat menyebabkan
DBDD dan ditemukan di Indonesia, namun DEN-3 merupakan serotype terbanyak.
Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan flavirius lainnya seperti Yellow
Fever, Japanese Encephalitis dan West-Nile Virus. Penularan melalui vektor nyamuk genus
Aedes, terutama A. aegypti dan A. albopictus. Peningkatan kasus berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan untuk nyamuk betina yaitu tempat
penampungan yang terisi air jernih. Faktor yang berkaitan dengan peningkatan transmisi
virus adalah :

 Vektor
Perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dari 1 tempat ke tempat lain.
 Host
Terdapatnya penderita di lingkungan atau keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk, usia dan jenis kelamin
 Lingkungan
Curah hujan, sanitasi, suhu dan kepadatan penduduk

PATOGENESIS

Mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya DBD dan Dengue Shock Syndrome.
Respon imun yang berperan antara lain adalah :

a. Respon humoral (Antibody Dependent Enhancement). Pembentukan antibodi yang


berperan dalam netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi oleh komplemen serta
sitotoksisitas yang dimediasi oleh antibodi. Antibodi terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag
b. Respon selular. Limfosit T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun selular terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper berupa TH1 akan
memproduksi IFN-gamma, IL-2 dan limfokin, TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6
dan IL-10.
c. Fagositosis. Monosit dan makrofag memfagositosis virus. Namun fagositosis ini
meningkatkan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Terdapat pula hipotesis secondary heterologous infection oleh Halstead. Pada hipotesis ini,
dinyatakan bahwa DHF terjadi bila sesorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang
berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibody sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Menurut Kuranne dan Ennis, infeksi virus tinggi mengaktivasi makrofag untuk
memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi, sehingga virus bereplikasi di
dalam makrofag. Infeksi makrofag oleh virus dengue meyebabkan aktivasi T-Helper dan T-
sitotoksik untuk memproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma lalu akan
mengaktivasi monosit sehingga terjadi sekresi mediator inflamasi (TNF-alfa, IL-1 PAF, IL-
6, Histamin) sehingga terjadi disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan
C3a dan C5a oleh aktivitas kompleks virus-antibodi juga mengakibatkan kebocoran
plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui : (a) Supresi sumsum tulang (b)
Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase
awal infeksi (<5 hari) menunjukkan hiposelular dan supresi megakariosit. Destruksi
trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody virus dengue,
konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi
trombosit terjadi akibat gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan
PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit. Kogaulopati terjadi akibat interaksi
virus dengan endotel sehingga terjadi disfungsi endotel.
MANIFESTASI KLINIS

Umumnya pasien mengalami fase demam 2 – 7 hari, diikuti dengan fase kritis 2 – 3 hari.
Pada fase kritis, pasien tidak demam namun memiliki resiko terjadinya shock akibat
terjadinya ekstravasasi plasma. Manifestasi klinis lainnya antara lain adalah nyeri kepala,
lemah, mual, muntah, nyeri otot dan sendi, ruam, dan perdarahan spontan (epistaksis,
melena, hematemesis, dsb.) Apabila ekstravasasi plasma yang terjadi berat, dapat terjadi
efusi pleura sehingga pasien mengeluhkan sesak napas.

KLASIFIKASI

FAKTOR RISIKO

a. Sanitasi lingkungan kurang baik (timbunan sampah, timbunan barang bekas,


genangan air)
b. Adanya jentik nyamuk Aedes aegypti pada genangan air di tempat tinggal pasien
sehari-hari
c. Adanya penderita DBD di sekitar pasien
ANAMNESIS

1. Demam tinggi, mendadak, terus menerus selama 2 – 7 hari


2. Manifestasi perdarahan (ruam, mimisan, gusi berdarah, muntah darah, BAB
berdarah
3. Gejala nyeri kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital
4. Gejala gastrointestinal : mual, muntah, nyeri perut terutama di ulu hati
5. Kadang dapat disertai nyeri telan, batuk, pilek
6. Bila terjadi shock, pasien merasa lemah, gelisah atau dapat terjadi penurunan
kesadaran
7. Pada bayi, demam tinggi dapat menimbulkan kejang
8. Bila terjadi efusi pleura, terdapat keluhan sesak napas

PEMERIKSAAN FISIK

Tanda patognomonik pada DB adalah ;

1. Suhu >37,5oC
2. Ptekie, ekimosis, purpura
3. Perdarahan mukosa
4. Rumple Leed (+)

Tanda patognomonik pada DBD adalah :

1. Suhu >37,5oC
2. Ptekie, ekimosis, purpura
3. Perdarahan mukosa
4. Rumple Leed (+)
5. Hepatomegali
6. Splenomegali
7. Efusi pleura, asites (Kebocoran plasma)
8. Hematemesis atau melena
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

1. Pemeriksaan darah perifer lengkap, menunjukkan :


 Trombositopenia ( ≤100.000/µL)
 Kebocoran plasma, umumnya dimulai pada hari ke-3, ditandai dengan:
- Peningkatan hematocrit (≥20%) dari nilai standar
- Ditemukannya efusi pleura, asites
 Leukosit dapat normal atau menurun. Leukopenia <4.000/ µL. Mulai hari ke-3
dapat ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfosit plasma biru >15% dari total leukosit yang pada fase shock akan meningkat
2. Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-Dimer atau FDP
pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah
3. Protein/albumin : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
4. SGOT/SGPT dapat meningkat
5. Ureum, kreatinin : Bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
6. Elektrolit : Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
7. Imunoserologi dapat dilakukan untuk pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue :
- IgM : Terdeteksi mulai hari ke 3 – 5, meningkat sampai minggu ke – 3,
menghilang setelah 60 – 90 hari
- IgG : Pada infeksi prier, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada
infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2
8. NS 1
Pemeriksaan antigen NS 1 dapat dilakukan pada hari ke-1 sampai hari ke-8.
Sensitivitas 63 – 93,4% sedangkan spesivisitas 100%.
9. RT-PCR
Diagnosis pasti didapatkan dari deteksi antigen virus RNA dengue
Pemeriksaan Radiologis

X-Foto thorax dapat ditemukan efusi pleura, terutama pada hemithorax kanan. Pemerisaan
foto rontgen thorax dilakukan pada posisi RLD. Asites dan efusi pleura juga dapat dideteksi
dengan USG.

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis Demam Dengue

1. Demam 2-7 hari, mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik


2. Ada manifestasi perdarahan spontan (purpura, petekie, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena) ataupun uji tourniquet positif
3. Nyeri kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital
4. Adanya kasus DBD di lingkungan sekolah, rumah atau sekitar rumah
5. Leukopenia <4.000/mm3
6. Trombositopenia <100.000/mm3

Bila ditemukan gejala demam ditambah minimal 2 tanda dan gejala lain, diagnosis klinis
demam dengue dapat ditegakkan.

Diagnosis Klinis Demam Berdarah Dengue (DBD)

1. Demam 2-7 hari, mendadak, tinggi, terus-menerus (kontinua)


2. Ada manifestasi perdarahan spontan (purpura, petekie, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena) ataupun uji tourniquet positif
3. Nyeri kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital
4. Adanya kasus DBD di lingkungan sekolah, rumah atau sekitar rumah
a. Hepatomegali
b. Adanya kebocoran plasma, ditandai dengan salah satu dari :
- Peningkatan nilai hematocrit >20% dari pemeriksaan awal atau dari data
populasi menurut umur
- Ditemukannya Efusi Pleura, asites
- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
c. Trombositopenia (≤100.000sel/mm3)

Adanya demam disertai minimal 2 manifestasi klinis ditambah bukti perembesan plasma
dan trombositopenia menegakkan diagnosis DBD.

Adapun terdapat tanda bahaya/warning sign untuk mengatasi kemungkinan terjadinya


Dengue Shock Sindrome (DSS) adalah sebagai berikut :

 Klinis
- Demam turun namun keadaan anak memburuk
- Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
- Muntah persisten, letargi, gelisah, perdarahan mukosa, pembesaran hati,
akumulasi cairan, oliguria.
 Laboratorium
- Peningkatan kadar hematocrit, bersamaan dengan penurunan cepat jumlah
trombosit
- Hematokrit awal tinggi

Kriteria Diagnosis Laboratoris

 Probable Dengue
Diagnosis klinnis + hasil pemeriksaan serologi antidengue
 Confirmed Dengue
Diagnosis klinis + deteksi genome virus Dengue dengan RT-PCR, antigen dengue
dengan pemeriksaan NS1 atau apabila didapatkan serokonversi pemeriksaan IgG
dan IgM pada pemeriksaan serologi berpasangan

DIAGNOSIS BANDING

- Dengue Shock Syndrome (DSS)


DSS ditandai dengan seluruh kriteria untuk DBD ditambah dengan adanya
kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lemah, tekanan darah turun (< 20mmHg),
hipotensi dibandingkan dengan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab
serta gelisah.)
- Idiopathic Trombocytopenia Purpura
- Demam tifoid
- Demam karena infeksi virus lainnya (influenza, chikungunya, dsb)

TATALAKSANA

1. Terapi simptomatik, analgetik antipiretik (Parasetamol 3x500-1000 mg)


2. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
3. Lakukan pemeriksaan kadar trombosit dan hematocrit serial

EDUKASI
Menerapkan 3M (menguras, mengubur, menutup).
KRITERIA RUJUKAN
1. Perdarahan Masif (hematemesis, melena)
2. Dengan pemberian kristaloid dosis 15ml/kg/jam kondisi belum membaik
3. Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tak lazim (kejang, penurunan
kesadaran, dll)

KRITERIA UNTUK PERAWATAN DI RUMAH

1. DBD non-syok, pasien dapat minum adekuat, dan keluarga mampu melakukan
perawatan di rumah dengan adekuat
2. Terdapat 1 dokter dan perawat tetap yang bertanggung jawab penuh terhadap
tatalaksana pasien
3. Semua kegiatan tatalaksana dapat dilaksanakan dengan baik di rumah
4. Dokter dan/atau perawat dapat memfollow up pasien setiap 6 – 8 jam setiap hari
sesuai kondisi klinis
5. Dokter dan tau perawat dapat berkomunikasi secara lancar dengan keluarga
pasien sepanjang masa tatalaksana

Anda mungkin juga menyukai