Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SISTEM SIRKULASI : DHF


( DENGUE HAEMORHAGIC FEVER )

NAMA : Muhamad Pathu Rohman


NIM : 201FI03001

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG, 2022
A. PENGERTIAN
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkanoleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamukAedes
Aegypti dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 2012).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yangdisebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeriotot,yang disertai ruam
limfodenopati, trombosipena.(Nanda,2015)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut
yangdisertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang
bertendensimengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief
Mansjoer& Suprohaita; 2016).
B. ETIOLOGI
Etiologi demam dengue (dengue fever/DF) adalah virus dengue dengan
nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor penularnya.
Kata dengue berasal dari bahasa Spanyol. Kemungkinan kata ini diturunkan
dari bahasa Swahili, Afrika Timur, dinga, atau sebagai frasa Ka-dinga pepo, yang
melukiskan penyakit ini sebagai akibat dari roh jahat. Jaman dahulu kala, para
budak di Hindia barat, daerah Atlantik utara samudera Karibia yang mengidap
dengue dikatakan memiliki postur dan cara berjalan seperti dandy sehingga
kemudian penyakit ini dikenal dengan istilah “dandy fever”. Seiring dengan
perkembangan dunia kedokteran istilah penyakit ini berubah dari waktu ke waktu.
Istilah dengue fever secara umum mulai digunakan.

1. Agen
DF disebabkan oleh virus dengue (DENV). DENV merupakan single-stranded
RNA virus dengan panjang sekitar 11 kilobases, golongan family Flaviviridae,
genus Flavivirus. DENV memiliki 4 serotipe yang berhubungan satu sama lain tapi
secara antigen berbeda: DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Tiap serotipe
ini mempunyai beberapa genotipe tersendiri. Jadi infeksi virus dengan genotipe dan
serotipe tertentu, dan rentetan infeksi dengan serotipe yang berbeda akan
memengaruhi tingkat keparahan penyakit.
2. Vektor
Nyamuk Aedes aegypti adalah spesies yang paling utama sebagai vektor penular
dengue. Spesies nyamuk lain yang dapat menularkan penyakit ini adalah Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis dan Aedes scutellaris. Serangga penyebar penyakit
ini masuk ke dalam klasifikasi ilmiah dalam filum Arthropoda, sehingga virus
dengue ini juga dinamakan sebagai Arbovirus.

C. PATOFISIOLOGI
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami
keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot,
pegal seluruh badan, hiperemi ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin muncul pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-
kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan karena kongesti
pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DF dan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena
pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi system kalikreain
yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plama, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu dalam rongga peritoneum, pleura
dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma,
bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan, asidosis metabolic dan
kematian. Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat. Perdarahan
umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan
kelainan fungsi trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan
system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya
memang tebukti terganggu oleh aktifasi system koagulasi (Nanda, 2015).
D. PATHWAY

E. MANIFESTASI KLINIS
Adalah penyakit akut yang ditandai oleh panas 2-7 hari, disertai 2 atau lebih
gejala klinik berikut :
a. Sakit kepala
b. Nyeri retro orbital
c. Myalgia / arthralgia
d. Ruam
e. Manifestasi perdarahan, tourniquet test dan ptechiae
f. Leukopenia
Pada penderita anak Dengue Fever biasanya tampil klinis ringan,
sedang pada orang dewasa dapat disertai nyeri berat pada tulang dan
persendian serta otot, dan pada saat confalescence melalui periode
prolong fatique, bahkan kadang disertai depresi

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar
hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3).
Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya
demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3
demam.Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan
terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis
(PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP).
a.HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.
Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.
Nilai normal
 HB = L : 12,0 – 16,8 g/dl.
P : 11,0 – 15,5 g/dl.
 PCV /Hm = L : 35 – 48 %.
P : 34 – 45 %.
b. Trombosit menurun  100.000 / mm3.
Nilai normal :L : 150.000 – 400.000/mm3.
P : 150.000 – 430.000/mm3.
c.Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.
Nilai normal : L/P : 4.600 – 11.400/mm3.
d.Waktu perdarahan memanjang.
Nilai normal : 1 – 5 menit.
e.Waktu protombin memanjang. Nilai
normal : 10 – 14 detik.
2. Faal Hepar dan Ginjal
Pemeriksaan albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Secara umum ada dua macam pemeriksaan penunjang untuk
mendiagnosis penyakit DBD secara laboratories, yaitu sebagai berikut.
 Deteksi virus, yang dapat dilakukan melalui metode pembiakan (kultur)
dan tes PCR ( Polymerase Chain Reaction)
 Deteksi serologis, yaitu untuk mendeteksi adanya antibody terhadap
infeksi virus dengue ( antibodi antidengue)
4. Metode kultur
Deteksi virus dengue dengan pemeriksaan kultur adalah tes diagnostic
pasti (definitif), tetapi pertimbangan praktis membatasi penggunaannya.
Yang harus diperhatikan adalah singkatnya periode ketika virus dengue
dapat dideteksi dengan baik.
Dalam 1 -2 hari setelah penurunan suhu tubuh, peningkatan kadar
antibody antidengue mempengaruhi upaya untuk mengkultur virus.
Selanjutnya seperti yang telah di sebut di atas virus dengue secara umum
sangat labil terhadap panas karena itu kewaspadaan khusus di butuhkan
untuk mencegah inaktivasi virus karena panas. Rumit dan mahalnya metode
ini menyebabkan metode ini jarang digunakan kecuali untuk kepentingan
penelitian.
5. Metode Deteksi Virus Dengan Tekhnik PCR
Prinsip diagnosis labolatoris penyakit DBD dengan tekhnik PCR
adalah untuk melacak susunan RNA virus dengue. RNA virus dengue
diperoleh dari ekstraksi serum, plasma darah, atau sel dari jaringan tubuh
yang terinfeksi virus dengue.
Jika, kita dibandingkan dengan tekhnik multiplex RT-PCR, deteksi
secara konvensional melalui media kultur sel setidaknya diperlukan waktu 1
minggu untuk mengidentifikasi tipe virus dengue yang menginfeksi pasien,
apakah virus dengue 1, 2, 3 atau 4, yang masing – masing memerlukan
penanganan yang berbeda. Hal ini tentu merugikan karena memperlambat
diagnosis dan pemberian terapi yang cepat dan . Namun, sayangnya biaya
pemeriksaan multiplex RT-PCR dirasakan masih terlalu mahal bagi
sebagian masyarakat.
6. Metode Deteksi Serologis
Saat ini ada lima metode deteksi serologis yang dapat dilakukan
sebagai pemeriksaaan penunjang penyakit DBD, yaitu :
 Uji penghambatan penggumpalan darah atau hemaglutination inhibition
test ( uji HI)
 Uji pengikatan kompelemen ( Complemment Fixation Test)
 Uji netralisasi
 Uji Mac.Elisa
 Uji IgG Elisa tidak langsung (indirect)

7. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus
kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama
pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi
dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan USG.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan demam dengue (dengue fever/DF) karena bersifat self-limited


hanya membutuhkan rehidrasi dan antipiretik. Walau demikian, jika kondisi
memburuk, diperlukan monitoring dan bahkan pasien terkadang perlu dimasukkan
dalam ICU pada kondisi dengue shock syndrome.

Pada awalnya demam dengue (dengue fever/DF) sukar dibedakan dengan


infeksi virus lainnya seperti flu umpamanya sehingga kebanyakan orang akan
mengobatinya sendiri di rumah, dengan membeli obat-obatan yang dijual bebas
untuk menurunkan demam dan gejala lain yang dirasakan. Pasien yang terinfeksi
virus dengue, yang datang ke ruang gawat darurat, atau ke klinik praktek dokter
bisa jadi sudah dalam keadaan fase lanjut dari sekedar demam.

Penatalaksanaan penderita dengan DF adalah sebagai berikut :


1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan
beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling
penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan
cairan yang paling sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik
sebaiknya dari golongan asetaminopen.
7. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
8. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
9. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan
tanda- tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
10. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan
pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan
plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 30 ml/kg
BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit
dipertahankan 12 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah
teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan
sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg
BB/jam.Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan
gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita
DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang
makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa
renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara
pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus
diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
Hematokrit yang cenderung mengikat
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

a. Identitas : umur, alamat (daerah endemis, lingkungan rumah/sekolah ada


yang terkena DB)
b. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) :
panas, muntah, epistaksis, pendarahan gusi
 Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien
saat masuk rumah sakit) : kapan mulai panas?
 Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien)
 Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetic atau tidak)
 Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh kembang?
 Riwayat imunisasi
c. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan,
panjang badan, usia)
 Pemeriksaan system persepsi sensori
 Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak, cekung/normal
 Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak lembab/kering
 System persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
 System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping
hidung, odem pulmo, krakles
 System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak teraba,
kapilary refill lambat, akral hangat/dingin, epistaksis, sianosis perifer,
nyeri dada
 System gastrointestinal :
 Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan gusi
 Perut : turgor, kembung/meteorismus, distensi, nyeri, asites,
lingkar perut.
 Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau,
konsistensi, darah, melena
 System integument : RL test (+)?, petekie, ekimosis, kulit
kering/lembab, pendarahan bekas tempat injeksi?
 System perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria
d. Pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan pemeliharaan kesenian : sanitasi
 Pola nutrisi dan metabolism : anoreksi, mual, muntah
 Pola eliminasi
 Bab : frekuensi, warna (merah?, hitam?), konsistensi, bau, darah
 Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir?, oliguria, anuria
 Pola aktifitas dan latihan
 Pola tidur dan istirahat
 Pola kognitif dan perceptual
 Pola toleransi dan koping stress
 Pola nilai dan keyakinan
 Pola hubungan dan peran
 Pola seksual dan reproduksi
 Pola percaya diri dan konsep dirI

2. Diagnosa Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan infeksi virus.
b. Nyeri berhubungan dengan gangguan metabolisme pembuluh darah perifer.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada napsu makan.
d. Potensial terjadi perdarahan berhubungan dengan trombositopenia. 38
e. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
permeabilitas kapiler, muntah dan demam.
f. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan tubuh.
39

3. Intervensi

Tabel 2 Perencanaan Teoritis


Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Thermoregulasi 1. Monitor suhu sesering mungkin
 penyakit/ trauma 2. Monitor warna dan suhu kulit
 peningkatan metabolisme Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
 aktivitas yang berlebih … x …. Jam diharapkan suhu tubuh klien kembali 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
 dehidrasi normal dengan kriteria hasil : 5. Monitor WBC, Hb, dan Hct
a. Suhu tubuh dalam batas normal dengan 6. Monitor intake dan output
DO/DS: kreiteria hasil: 7. Berikan anti piretik:
b. Suhu 36 – 37C 8. Kelola Antibiotik:
 kenaikan suhu tubuh diatas rentang
normal c. Nadi dan RR dalam rentang normal ………………………..
d. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak 9. Selimuti pasien
 serangan atau konvulsi (kejang)
ada pusing, merasa nyaman 10. Berikan cairan intravena
 kulit kemerahan
11. Kompres pasien pada lipat paha dan
 pertambahan RR
aksila
 takikardi 12. Tingkatkan sirkulasi udara
 Kulit teraba panas/ hangat 13. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
14. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
15. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
16. Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)
40

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan dengan: NOC : NIC :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, a. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
psikologis), kerusakan jaringan b. pain control, komprehensif termasuk lokasi,
DS: c. comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
 Laporan secara verbal Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama
2. Observasi reaksi nonverbal dari
DO: … x …. pasien tidak mengalami nyeri, dengan ketidaknyamanan
 Posisi untuk menahan nyeri kriteria hasil: 3. Bantu pasien dan keluarga untuk
 Tingkah laku berhati-hati a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab mencari dan menemukan dukungan
 Gangguan tidur (mata sayu, nyeri, mampu menggunakan tehnik 4. Kontrol lingkungan yang dapat
tampak capek, sulit atau gerakan nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mempengaruhi nyeri seperti suhu
kacau, menyeringai) mencari bantuan) ruangan, pencahayaan dan kebisingan
 Terfokus pada diri sendiri b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
dengan menggunakan manajemen nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
 Fokus menyempit (penurunan c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
persepsi waktu, kerusakan proses menentukan intervensi
frekuensi dan tanda nyeri) 7. Ajarkan tentang teknik non
berpikir, penurunan interaksi d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
dengan orang dan lingkungan) farmakologi: napas dala, relaksasi,
berkurang distraksi, kompres hangat/ dingin
 Tingkah laku distraksi, contoh : e. Tanda vital dalam rentang normal
jalan-jalan, menemui orang lain 8. Berikan analgetik untuk mengurangi
f. Tidak mengalami gangguan tidur nyeri:
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang) 9. Tingkatkan istirahat
41

 Respon autonom (seperti 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti


diaphoresis, perubahan tekanan penyebab nyeri, berapa lama nyeri
darah, perubahan nafas, nadi dan akan berkurang dan antisipasi
dilatasi pupil) ketidaknyamanan dari prosedur
 Perubahan autonomic dalam 11. Monitor vital sign sebelum dan
tonus otot (mungkin dalam sesudah pemberian analgesik pertama
rentang dari lemah ke kaku) kali
 Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
 Perubahan dalam nafsu makan
dan minum

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC: NIC
dari kebutuhan tubuh a. Nutritional status: Adequacy 1. Kaji adanya alergi makanan
Berhubungan dengan : of nutrient 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Ketidakmampuan untuk memasukkan b. Nutritional Status : food and menentukan jumlah kalori dan nutrisi
Fluid Intake yang dibutuhkan pasien
atau mencerna nutrisi oleh karena faktor
c. Weight Control 3. Yakinkan diet yang dimakan
biologis, psikologis atau ekonomi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x mengandung tinggi serat untuk
DS: mencegah konstipasi
… jam diharapkan nutrisi kurang teratasi dengan
a. Nyeri abdomen
indikator:
b. Muntah
42

c. Kejang perut a. Albumin serum 4. Ajarkan pasien bagaimana membuat


d. Rasa penuh tiba-tiba setelah b. Pre albumin serum catatan makanan harian.
makan c. Hematokrit 5. Monitor adanya penurunan BB dan gula
DO: darah
d. Hemoglobin
6. Monitor lingkungan selama makan
a. Diare e. Total iron binding capacity
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
b. Rontok rambut yang berlebih f. Jumlah limfosit
tidak selama jam makan
c. Kurang nafsu makan
8. Monitor turgor kulit
d. Bising usus berlebih
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total
e. Konjungtiva pucat protein, Hb dan kadar Ht
f. Denyut nadi lemah 10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
16. Kelola pemberan anti emetik:.....
17. Anjurkan banyak minum
43

18. Pertahankan terapi IV line


19. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Berhubungan dengan: a. Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake dan output
 Kehilangan volume cairan secara b. Hydration yang akurat
aktif c. Nutritional Status : Food and Fluid Intake 2. Monitor status hidrasi ( kelembaban
 Kegagalan mekanisme pengaturan membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x
darah ortostatik ), jika diperlukan
…. Jam diharapkan defisit volume cairan teratasi 3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan
DS : dengan kriteria hasil: retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
 Haus a. Mempertahankan urine output sesuai dengan urin, albumin, total protein )
DO: usia dan BB, BJ urine normal, 4. Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
 Penurunan turgor kulit/lidah b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas 5. Kolaborasi pemberian cairan IV
 Membran mukosa/kulit kering normal 6. Monitor status nutrisi
 Peningkatan denyut nadi, penurunan c. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas 7. Berikan cairan oral
tekanan darah, penurunan turgor kulit baik, membran mukosa lembab, 8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai
volume/tekanan nadi tidak ada rasa haus yang berlebihan output (50 – 100cc/jam)
 Pengisian vena menurun d. Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
9. Dorong keluarga untuk membantu pasien
 Perubahan status mental e. Jumlah dan irama pernapasan dalam batas
makan
 Konsentrasi urine meningkat normal 10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
 Temperatur tubuh meningkat f. Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
berlebih muncul meburuk
g. pH urin dalam batas normal
44

 Kehilangan berat badan secara tiba- h. Intake oral dan intravena adekuat 11. Atur kemungkinan tranfusi
tiba 12. Persiapan untuk tranfusi
 Penurunan urine output 13. Pasang kateter jika perlu
 HMT meningkat 14. Monitor intake dan urin output setiap 8
 Kelemahan jam
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan : a. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien
 Tirah Baring atau imobilisasi b. Toleransi aktivitas dalam melakukan aktivitas
 Kelemahan menyeluruh c. Konservasi energi 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
 Ketidakseimbangan antara suplei Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … kelelahan
oksigen dengan kebutuhan x…. jam diharapkan pasien bertoleransi terhadap 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang
Gaya hidup yang dipertahankan. aktivitas dengan Kriteria Hasil : adekuat
DS: a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan
 Melaporkan secara verbal adanya disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan fisik dan emosi secara berlebihan
kelelahan atau kelemahan. RR 5. Monitor respon kardivaskuler terhadap
 Adanya dyspneu atau b. Mampu melakukan aktivitas sehari hari(ADLs) aktivitas (takikardi, disritmia, sesak
ketidaknyamanan saat nafas, diaporesis, pucat, perubahan
secara mandiri
beraktivitas. hemodinamik)
c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
DO : 6. Monitor pola tidur dan lamanya
 Respon abnormal dari tekanan darah tidur/istirahat pasien
atau nadi terhadap aktifitas
 Perubahan ECG : aritmia, iskemia
45

7. Kolaborasikan dengan Tenaga


Rehabilitasi Medik dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
10. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
12. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
13. Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
14. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
16. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
17. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue Pelayanan Kesehatan oleh anomin,
Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2005

Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia : Role of Cytokine in Plasma Leakeage,


Coagulation and Fibrinolys oleh Suharti C Nejmegen, University Press, 2002
Rezeki Sri H. Hadinegoro, Soegeng Soegijanto, 2004. Tatalaksana Demam Dengue
/Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Jakarta : FKUI.

Surosa Thomas, Ali Imran Umar, 2004. Epidemiologi dan Penanggulangan Penyakit
Demam Berdarah Dengue. Jakarta : FKUI.

Sutaryo, 2004. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Jakarta : FKUI.

Soedarmo Sumarno Poorwo, 2004. Masalah Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.


Jakarta : FKUI.

Tumbelaka Alan R, 2004. Diagnosis Demam Dengue /Demam Berdarah Dengue. Jakarta :
FKUI.

Tucker SM, dkk, 1998. Standar Perawatan Klien Edisi V, Volume 4. Jakarta, EGC.

Wartona Tarwoto, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Bandung, 23 februari 2022
Mengetahu
Pembimbing akademik Mahasiswa

( ) (Muhamad Pathu Rohman)

Anda mungkin juga menyukai