Anda di halaman 1dari 194

P2.

ASKAN PADA PASIEN GERIATRI/LANSIA


Oleh : Sri Sulami, S.Kep. MM.
2020-2023

PERUBAHAN AKIBAT PROSES MENUA


Perubahan Fisik Dan Fungsi

Sistem Kardiovaskular :
1. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
2. Elastisitas dinding aorta menurun.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan
kontraksi dan volume menurun (frekuensi denyut jantung
maksimal = 200 - umur)
4. Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun).
Sistem Kardiovaskular

5. Kehilangan Elastisitas pembuluh darah, efektivitas


pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang,
perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke
berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun
menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing
mendadak).
6. Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi
dehidrasi dan perdarahan.
7. Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh
darah perifer meningkat. Sistole normal, ± 170
mmHg, diastole ± 95 mmHg.
SISTEM PERNAPASAN
1. Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi,
kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku.
2. Aktivitas silia menurun.
3. Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu
meningkat, menarik napas lebih berat, kapasitas
pernapasan maksimum menurun dengan kedalaman
bernapas menurun.
4. Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif)
dan jumlah berkurang.
5. Berkurangnya elastisitas bronkus.
Sistem Pernapasan

6. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.


7. Karbon dioksida pada arteri tidak berganti.
Pertukaran terganggu.
8. Refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang.
9. Sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia
menurun.
10. Sering terjadi emfisema senilis.
11. Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot
pernapasan menurun seiring pertambahan usia.
SISTEM PERSARAFAN
1. Menurun hubungan persarafan
2. Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang
berkurang setiap harinya)
3. Respons dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya
terhadap stres.
4. Saraf panca-indra mengecil.
5. Penglihatan berkurang, pendengaran menghilang, saraf pen-
ciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif terhadap
perubahan, suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
6. Kurang sensitif terhadap sentuhan
7. Defisit memori.
SISTEM PENGATURAN SUHU TUBUH
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
termostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu. kemunduran terjadi
berbagai faktor yang memengaruhinya.Yang sering ditemui antara lain:
1. Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±35°C
ini akibat metabolisme yang menurun.
2. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat
pula menggigil, pucat, dan gelisah.
3. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi
panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.

Kepustakaan :
H.Wahyudi N. Keperawatan Gerontik Dan Geriatrik , Ed 3, Jakarta, EGC, 2015
PERUBAHAN FISIOLOGI GERIATRI
(KONSIDERASI ANESTESI)

Ventilasi akan menjadi sulit pada


pasien-pasien dengan pipi yang cekung,
sedangkan adanya arthritis pada sendi
temporomandibular atau vertebrae
servikal, tidak adanya gigi-geligi bagian
rahang atas juga akan mempersulit untuk
dilakukannya laringoskopi-intubasi.
7
Pencegahan hipoksia perioperatif
dilakukan dengan memberikan
preoksigenisasi yang lebih lama
sebelum induksi, meningkatkan
konsentrasi oksigen yang lebih tinggi
selama anestesi, dan sedikit
meningkatkan PEEP.

8
Aspirasi pneumonia
merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada geriatri akibat
penurunan progresif sejalan
bertambahnya umur terhadap
reflek-reflek perlindungan jalan
nafas/ laring.

9
Pasien geriatri dengan penyakit paru
berat yang menjalani prosedur operasi
mayor pada abdomen sebaiknya tetap
terintubasi.

.. ?

10
Pada saat Atrofi pada kulit akan
memudahkan terjadinya trauma akibat
pemakaian plester, electrocautery pads,
dan electrode EKG.

Degenerasi pada tulang servikal


akan membatasi pergerakan leher yang
dapat mempersulit tindakan
laringoskopi-intubasi.

11
PERUBAHAN FARMAKOLOGIS
Penurunan progresif massa otot dan
peningkatan lemak tubuh (terutama wanita) akan
menyebabkan penurunan jumlah total cairan
tubuh.

Penurunan volume distribusi dari obat-obatan


yang larut dalam air akan menyebabkan
konsentrasinya dalam plasma akan meningkat,
sebaliknya peningkatan volume distribusi dari
obat-obatan yang larut dalam lemak akan
menyebabkan penurunan konsentrasinya dalam
plasma.
12
Perubahan Farmakologis

Perubahan volume distribusi ini akan


berpengaruh terhadap waktu paruh
obat-obat tersebut.

Namun dikarenakan pada pasien geriatri


juga akan terjadi penurunan fungsi ginjal
dan hati, hal ini akan membuat
penurunan pada kliren sehingga durasi
kerja sebagian obat tetap akan
memanjang
13
Perubahan Farmakologis

Prinsip perubahan farmakodinamik


akibat usia tua adalah berupa penurunan
kebutuhan obat-obatan anestesi.
Untuk menghindari efek samping
obat dan pemanjangan durasi kerja obat
adalah dengan memberikan obat dengan
cara titrasi.
Pasien geriatrik dengan malnutrisi
akan mengalami penurunan kosentrasi
albumin.
14
Perubahan Farmakologis

Pemilihan obat lebih baik bila diberikan


obat-obatan dengan masa kerja yang
pendek, seperti: propofol, ramifentanil,
dan suksinil kolin, serta obat-obatan yang
pemberiannya tidak dipengaruhi oleh
fungsi ginjal, hati, dan aliran darah,
seperti: mivakurium, atrakurium, dan
cisatrakurium.

15
ANESTESI INHALASI

MAC dari obat anestesi inhalasi


akan menurun 4% perdekade
pada umur di atas 40 tahun.

Misalkan MAC halotan pada


pasien usia 80 tahun adalah
(0,77-(0,77x4%x4))= 0,65.
16
Anestesi Inhalasi

Onset of Action akan meningkat pada


keadaan terdapat penurunan cardiac
output, sedangkan akan menjadi lambat jika
terdapat gangguan ventilasi/ perfusi yang
signifikan.

Efek Volatile terhadap depresi miokardial


pada geriatric akan semakin meningkat.
Isofluran akan menurunkan cardiac output
dan laju nadi pada orang tua.
17
Anestesi Inhalasi

Isofluran akan menurunkan cardiac output


dan laju nadi pada orang tua

Pemulihan dari efek obat volatile


anesthesia akan memanjang dikarenakan
volume distribusinya yang bertambah
(peningkatan lemak tubuh), penurunan
fungsi hati, dan penurunan proses
pertukaran gas di paru.

Desfluran merupakan obat anestesi pilihan


pada geriatric karena eliminasinya yang
cepat.
18
OBAT ANESTESI NONVOLATILE
Pada umumnya geriatric membutuhkan
dosis propofol, etomidat, barbiturate,
opioid, dan benzodiazepine yang lebih
rendah.
Biasanya hanya dibutuhkan separuh
dosis dari dosis induksi pada dewasa
muda.
Meskipun propofol merupakan obat
induksi yang hampir ideal karena
eliminasi nya yang cepat, tetapi obat ini
potensinya lebih besar untuk menimbulkan
hipotensi dan apnoe dibandingkan pada
pasien usia muda.
19
PELEMAS OTOT
Onset pelemas otot pada geriatri akan
memanjang 2 kali lipat akibat penurunan
cardiac output dan penurunan aliran
darah otot.
Proses pemulihan pelemas otot
nondepolarizing yang eliminasinya
tergantung pada ekskresi ginjal
(seperti: pankuronium, metocurine,
doxacurium, tubocurarine) akan menjadi
lebih lama karena penurunan dari klirens
obat tersebut.
20
Pelemas otot

Proses pemulihan dan durasi kerja


obat-obatan yang metabolismenya
terjadi di hepar (seperti: rokuronium
dan vekuronium) juga akan menjadi
lebih lama.

Profil farmakologi atrakurium dan


pipekuronium tidak dipengaruhi oleh
usia.
21
CO-EXISTING DISEASE PADA
GERIATRI
Hipertensi esensial, Penyakit
jantung iskemik, Gangguan
konduksi jantung, Gagal jantung
bendungan, Penyakit paru
kronik, Diabetes mellitus,
Hipotiroid, Reumatoid arthritis,
Osteoartritis.
22
MANAJEMEN PREOPERATIF
Resiko terhadap pemberian anestesi
lebih dipengaruhi oleh co-existing
disease yang ada dibandingkan faktor
usianya.

Oleh karena itu pada saat


pemeriksaan preoperatif harus lebih
fokus untuk mengidentifikasi adanya
penyakit-penyakit yang sering
berhubungan dengan geriatri dan juga
evaluasi terhadap fungsi fisiologis yang
telah disebutkan di atas.
23
Manajemen preoperatif
Geriatri biasanya mengkonsumsi
obat-obatan untuk pengobatan co-
existing disease-nya.
Data obat yang sedang diminum
harus didapatkan secara lengkap
karena kemungkinan terjadinya
interaksi dengan obat anestesi yang
akan diberikan.
Lakukan evaluasi preoperatif
terhadap functional reserve dan
jalan nafas.
24
Manajemen preoperatif

Osteoartritis atau rheumatoid arthritis


pada servikal akan mempersulit tindakan
laringoskopi-intubasi.

Insufisiensi arteri vertebrobasiler dapat


dievaluasi dengan melihat efek posisi
kepala: rotasi dan ekstensi terhadap status
mental.

Pastikan status volume, biasanya


geriatric mempunyai kecenderungan
terjadinya hipovolemia preoperatif.
25
Manajemen preoperatif

Premedikasi terbaik untuk geriatri


adalah dengan kunjungan preoperatif.
Jelaskan proses yang akan dijalani
selama perioperatif. Jika pasien masih
tampak cemas dapat diberikan golongan
benzodiazepine

Premedikasi yang akan diberikan pada


geriatri membutuhkan dosis yang lebih
rendah.

26
Manajemen preoperatif

Hindari memberikan premedikasi


dengan atropine karena dapat
meningkatkan beban kerja jantung, dan
sering menimbulkan confusion
pascaoperatif

Pemberian metoklopramid dapat


mempercepat pengosongan lambung,
tetapi pada pasien geriatri resiko untuk
terjadinya efek samping gejala
ekstrapiramidal juga meningkat

27
MANAJEMEN INTRAOPERATIF
Teknik anestesi regional maupun
umum dapat menjadi pilihan pada
geriatri tergantung dari kondisi fungsi
sistem organ masing-masing pasien dan
jenis operasi yang akan dijalani.
Pemilihan obat-obatan juga harus
mempertimbangkan fungsi sistem organ
dan perubahan respon obat akibat
berubahnya farmakokinetik dan
farmakodinamik pada pasien
28
MANAJEMEN PASCAOPERATIF
.
Direkomendasikan ambulasi dini
untuk menurunkan resiko
terjadinya pneumonia dan
thrombosis vena dalam

Daftar Pustaka
Textbook “Clinical Anesthesiology”,
G.Edward Morgan, ed all, 2013.
29
ANESTESI DI LUAR KAMAR
BEDAH

Tata Juarta SKM., SPd., MHKes


PENDAHULUAN

Teknologi Prosedur

Anestesia diluar
Kamar Bedah

Pasien Biaya
01 Personil - Personil yang sesuai. Bantuan dari ahli anestesi lainnya mungkin tidak segera
tersedia dibandingkan pada kamar operasi dan pasiennya seringkali menantang seperti pasien
P penyakit kritis dan pediatrik.

E 02 Peralatan - Kemampuan pemantauan dan peralatan anestesia harus standar seperti yang
digunakan di kamar operasi. Pada kenyataanya, peralatan yang demikian tidak tersedia segera dan
R peralatan yang digunakan sering yang paling tua di rumah sakit . Walaupun demikian, peralatan
pemantauan harus memenuhi standar minimum yang ditetapkan.

T
03 Persiapan Pasien -
I Persiapan pasien mungkin tidak adekuat karena pasien dari ruang rawat dimana staf tidak familiar
dengan protokol pra operasi.
M
B 04 Asistensi - Seorang asisten ahli anestesi harus hadir, walaupun orang ini mungkin tidak
familiar dengan lingkungan. Oleh karena itu, ahli anestesia harus teliti dalam memeriksa mesin
A anestesia, khususnya karena mesin tersebut mungkin dilepas dan dipindahkan ketika tidak digunakan.

N
05 Komunikasi
G Komunikasi antara staf spesialis lainnya dan ahli anestesi mungkin tidak baik. Hal ini dapat
penyebabkan gagal dalam mengenali keinginan satu lainnya.
A
N 06 Pemulihan - Fasilitas pemulihan sering tidak ada. Ahli anestesi sendiri mugkin harus
memantau pemulihan pasien. Oleh karena itu, mereka harus familiar dengan lokasi peralatan
pemulihan termasuk suction, oksigen tambahan dan peralatan resusitasi.
Anestesi Rawat Jalan Anestesi Berbasis Kantor
Anestesia pada pasien rawat Anestesia berbasis kantor
jalan/ambulatori adalah merupakan pemberian anestesia
subspesialis anestesiologi yang di kantor praktisi yang memiliki
menghadapi perawatan ruangan prosedural yang
anestesia pra operasi, bergabung dalam rancangan.
intraoperatif, dan pasca operasi
pada pasien yang menjalani
Anestesia berbasis kantor
seringkali diberikan pada pasien
DEFINISI
prosedur elektif, pembedahan yang menjalani operasi kosmetik,
pada hari yang sama. Pasien yang selainituanestesia untuk
menjalani pembedahan rawat prosedur gigi juga rutin diberikan
jalan jarang memerlukan admisi dalam kondisi yang sama.
ke rumah sakit dan cukup bugar
untuk keluar dari fasilitas
pembedahan setelah prosedur
dilakukan.

Sumber: John F. Butterworth IV, David C. Mackey, John D. Wasnick. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 5th ed. McGraw Hill Medical; 2013.
PREOPERATIF

01 02 03 04
Anamnesa + Pemeriksaan fisik

ASA
Pemeriksaan Penunjang

Rencana Anestesia
EVALUASI PRAANESTESI

Sumber: Wendy L. Gross. Non-Operating Room Anesthesia. In: Ronald D. Miller, editor. Miller’s Anesthesia. 8th ed. Philadelphia, PA: Elsevier/Saunders; 2015. p. 2646–72.
PREOPERATIF

ASA I dan II → prioritas

ASA III dan IV → dipilih secara hati-hati

Puasa → - 8 jam makanan berat


- 6 jam makanan ringan
- 2 jam cairan bening

Sumber: Eichhorn V, Henzler D, Murphy MF. Standardizing care and monitoring for anesthesia or procedural sedation delivered outside the operating room: Curr Opin Anaesthesiol. 2010 Aug;23(4):494–9.
01 Pulse Oksimeter 03 Tekanan Darah dan EKG

02 Kapnografi 04 Temperatur

PEMANTAUAN PASIEN
Sumber: Galvagno SM, Kodali B-S. Critical Monitoring Issues Outside the Operating Room. Anesthesiol Clin. 2009 Mar;27(1):141–56
(1) Pulse Oksimeter
• Untuk memastikan oksigenasi yang cukup
• Keterbatasan pada pasien: cat kuku yang gelap, hipovolemia, vasokontriksi perifer dll

PEMANTAUAN PASIEN
Sumber: Galvagno SM, Kodali B-S. Critical Monitoring Issues Outside the Operating Room. Anesthesiol Clin. 2009 Mar;27(1):141–56
(2) Kapnografi
• Mengindikasikan adanya eliminasi CO2 dari paru.
• Pemantauan ventilasi, sirkulasi dan metabolisme
pasien.
• Pemantauan CPR

Penyebab peningkatan CO2 Penyebab penurunan CO2

- Hipoventilasi - Hiperventilasi
- Hipertiroid/badai tiroid - Hipotermia
- Hipertermia malignan - Emboli udara vena
- Demam/Sepsi - Emboli pulmonal
- Rebreathing - Penurunan curah jantung
- Keadaan hipermetabolisme lain - Hipoperfusi

PEMANTAUAN PASIEN
Sumber: Galvagno SM, Kodali B-S. Critical Monitoring Issues Outside the Operating Room. Anesthesiol Clin. 2009 Mar;27(1):141–56
(3) Tekanan Darah & EKG
• Tekanan Darah dapat diukur dengan osilometri non-invasif
• Iskemia dapat dideteksi saat sadapan elektrokardiografi (EKG) dipasang pada posisi
yang benar.
• Lead V5 dapat mendeteksi hingga 75% perubahan iskemia yang terlihat pada semua
12 lead.
• Kombinasi lead II, V2, V3, V4, dan V5, memiliki sensitivitas 100% untuk mendeteksi
iskemia intraoperatif.

PEMANTAUAN PASIEN
Sumber: Galvagno SM, Kodali B-S. Critical Monitoring Issues Outside the Operating Room. Anesthesiol Clin. 2009 Mar;27(1):141–56
(4) Temperatur
• Hipotermia perioperatif meningkatkan insiden
miokard yang merugikan, meningkatkan
kehilangan darah, dan infeksi luka.
• Suhu inti tubuh dapat diukur dari lokasi yang
dapat diakses seperti nasofaring, kandung
kemih, esofagus, atau rektum.
• Penurunan suhu intraoperatif terdiri dari 3 fase

PEMANTAUAN PASIEN
Sumber: Galvagno SM, Kodali B-S. Critical Monitoring Issues Outside the Operating Room. Anesthesiol Clin. 2009 Mar;27(1):141–56
Teknik Anestesi
01
Anestesia Umum (GA)

02
Monitored Anesthesia Care (MAC)

03
Anestesia regional (RA)
Sedasi minimal Sedasi Sedang Sedasi
Anestesia umum
(anxiolisis) (sedasi sadar) dalam/analgesia
Respon normal Respon bertujuan Respon bertujuan Tidak merespon
terhadap stimulasi terhadap terhadap stimulasi bahkan terhadap
Respon
verbal stimulasi verbal berulang atau nyeri stimulasi nyeri
atau taktil
Tidak terpengaruh Tidak diperlukan Mungkin diperlukan Intervensi sering
Jalan Napas
intervensi intervensi diperlukan
Tidak terpengaruh Adekuat Mungkin adekuat Sering tidak
Ventilasi spontan
adekuat
Fungsi Tidak terpengaruh Biasanya terjaga Biasanya terjaga Mungkin
Kardiovaskular terganggu

Continuum Kedalaman Sedasi


MONITORED ANESTHESIA CARE (MAC)

• Tidak berkorelasi dengan kedalaman anestesia


• Sedasi yang diberikan atau di supervisi oleh seorang ahli anestesi
yang berkualifikasi
• Dari sedasi minimal- sedasi dalam.
• Dapat dikombinasi dengan tambahan anestesia lokal
Obat anestesi Induksi untuk GA Dosis Bolus untuk MAC Infus (MAC atau GA)

0.5-1 mcg/kg (selama 10 0,2-0,7 mcg/kg/jam,


Dexmedetomidine menit) tidak lebih dari 24 jam

50-100 mcg/kg untuk agen 1-2 mcg/kg untuk sedasi 1-3 mcg/kg/jam
Fentanyl
tunggal GA
1-2 mg/kg 0,25-1 mg/kg untuk 1-2mg/kg/jam
Ketamine
sedasi
0,3-0,35 mg/kg untuk agen 10-20 mcg/kg 0,02-0,1 mg/kg/jam
Midazolam
tunggal GA
1,5-2,5 mg/kg untuk agen 0,25-0,5 mg/kg 25-200 mcg/kg/menit
Propofol
tunggal GA
0,5-1 mcg/kg 0,02-0,03 mcg/kg/menit
Remifentanyl
Sumber: Urman RD, Gross WL, Philip BK, editors. Anesthesia outside of the operating room. New York: Oxford University Press; 2011.
ANESTESI UMUM
• Teknik yang sering dipakai diluar kamar operasi
• Faktor pasien, prosedur dan ahli bedah
• TIVA merupakan pilihan yang populer
• Pemilihan obat yang tepat

• TIVA:
➢ Propofol: hipnotik
➢ Fentanil/Remifentanil: analgesik
• Bolus atau kontinyu
• Tidak memerlukan scavenging dan menurunkan PONV
ANESTESI REGIONAL

• Sedikit tulisan tentang regional anestesia diluar kamar operasi

• Penguasaan blok saraf perifer jarang saat residensi

• Instruksi yang rinci harus diberikan kepada pasien


Computed Tomography (CT)
• Digunakan pada pencitraan intrakranial, thoraks dan abdomen.
• Tidak nyeri dan tidak invasif
• Sedasi - anestesia umum diperlukan pada anak-anak dan yang tidak
kooperatif
• Manajemen jalan napas dan oksigenasi yang adekuat harus
diperhatikan.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
• Sedasi atau GA dibutuhkan pada anak-anak, pasien dgn
klaustrofobik atau nyeri dan pasien kritis
• Radiasi bukan masalah tapi rangkaian magnet yang jadi masalah.
• Benda-benda diruang magnet harus kompatibel dengan MRI
• Bahan kontras sering diberikan -> reaksi nephrogenic systemic
fibrosis (NSF)
Radiologi Intervensi - Neuroangiografi dan Angiografi Tubuh

• Neuroradiologi intervensi -> bedah saraf tradisional +


neuroradiologi
• Angiografi -> dicitrakan pembuluh darah
• Transjugural Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS)
biasanya dilakukan pada pasien kritis (disfungsi
hepar)
• Problem anestesia: (1) maintenance immobilitas dan
stabilitas (2) antikoagulan (3) persiapan komplikasi (4)
pemulihan yang lancar dan cepat (5) pemantauan,
pengelolaan dan transportasi
Terapi radiasi
• Immobilitas tujuan utama.
• Perawataan jangka waktu pendek dan pasien
langsung beraktivitas kembali.
• Anestesi: GA atau sedasi

Elektrokonvulsif terapi (ECT)


• Digunakan pada ganguan afektif, sindrom bipolar dan
skizofrenia
• Peran anestesia: amnesia, airway, pencegahan cedera,
mengontrol respon hemodinamik
• Methohexital 1-1,5 mg/kg -> baku emas
KATETERISASI JANTUNG-ANGIOGRAFI, INTERVENSI, ELEKTROFISIOLOGI

• Kateterisasi jantung anak-anak biasanya dilakukan


untuk mendiagnosis dan mengevaluasi penyakit
jantung bawaan.
• Kasus orang dewasa dapat sangat menantang,
terutama pada pasien dengan penyakit miokardial
tingkat lanjut, yang ejection fraction (EF) umumnya
kurang dari 20% dan yang datang untuk
pemasangan alat pacu jantung yang dapat
diprogram yang juga merupakan implanted
kardioverter/defibrillator (ICD).
Pemulihan dan Discharge
• Umumnya, kebanyakan pasien dikirim ke unit
perawatan postanestesia (Post Anestesia Care
Unit=PACU) dan unit operasi rawat jalan (Ambulatory
Surgery Unit = ASU) atau unit pemulihan pasca
perawatan medis yang tidak dikelola oleh tim anestesi
• Pemulihan adalah proses yang terus berlanjut yang
dimulai dari akhir perawatan intraoperatif sampai
pasien kembali ke keadaan fisiologis sebelum operasi.
Pemulihan dan Discharge

Pemulihan awal (Fase I), dari penghentian agen anestesia sampai pemulihan
reflex protektif dan fungsi motorik

Pemulihan intermediit (Fase II), ketika pasien mencapai kriteria untuk dikeluarkan

Pemulihan akhir (Fase III), ketika pasien kembali ke keadaan fisiologis


preoperatifnya
• Setiap PACU atau unit medis harus menerapkan kriteria pelepasan PADS atau kriteria berdasarkan
keluaran sebagai suatu protokol untuk pengeluaran pasien setelah prosedur diluar kamar operasi.
• Skor atau kriteria pemulangan harus dipenuhi dan didokumentasikan sebelum pasien dipulangkan
dengan aman ke rumah
Postanesthesia Discharge Score (PADS)
Vital Sign
Nyeri
20% dari baseline preoperatif 2
VAS= 0-3 pasien nyeri minimal atau tidak ada nyeri 2
20-40% baseline preoperatif 1 VAS= 4-6 pasien nyeri sedang 1
40% baseline preoperatif 0 VAS= 7-10 pasien nyeri berat 0
Tingkat aktivitas Perdarahan pembedahan
Postur yang tetap, tidak pusing, konsisten dengan tingkat 2 Minimal: tidak perlu mengganti dressing 2
preoperatif Sedang: memerlukan penggantian dua dressing tanpa ada 1
Memerlukan bantuan 1 perdarahan selanjutnya
Tidak dapat dinilai 0 Berat: memerlukan penggantian tiga atau lebih dressing disertai 0
Mual dan muntah adanya perdarahan lanjutan
Minimal: ringan, tidak diperlukan pengobatan 2 Pasien dengan skor > 9 boleh untuk dipulangkan
Sedang: efektif dengan pengobatan 1
Berat: tidak efektif dengan pengobatan 0
KESIMPULAN
• Anestesia diluar kamar operasi terus berkembang
seiring perkembangan teknologi, prosedur,
pengetahuan pasien dan biaya yang harus dikeluarkan.
• Pemilihan pasien ASA I dan II, untuk ASA III dan IV
dipilih secara selektif
• Walaupun diluar kamar operasi konvensional, alat-alat
pemantauan tetap ada sesuai rekomendasi ASA
• Pasien yang akan dipulangkan setelah prosedur harus
memenuhi kriteria pemulangan yang telah ditetapkan
THANK YOU
ASUHAN
ANESTESI PADA
KOLONOSKOPI

Tata Juarta SKM., SPd., MHKes


PENDAHULUAN
PENGERTIAN
Kolonoskopi Anestesi Penata Anestesi

Prosedur
pemeriksaan untuk Anestesi, secara
mendeteksi luka, Penata Anestesi
umum berarti suatu
iritasi, polip atau adalah setiap orang
tindakan
kanker pada usus yang telah lulus
menghilangkan rasa
besar dan rektum, pendidikan bidang
sakit ketika
yaitu bagian paling kepenataan anestesi
melakukan
bawah usus besar atau Penata Anestesi
pembedahan dan
yang terhubung ke sesuai dengan
berbagai prosedur
anus. Prosedur ini ketentuan peraturan
lainnya yang
dilakukan dengan perundang-
menimbulkan rasa
terlebih dahulu undangan.
sakit pada tubuh
memberikan obat
bius kepada pasien.
BERBAGAI TINGKAT SEDASI YANG MUNGKIN DIPILIH
TIDAK ADA
Artinya tidak ada obat yang diberikan. Sangat sedikit orang yang
memilih opsi ini.

SEDASI RINGAN
Meskipun seseorang mengantuk, pasien masih dapat merespon
perintah verbal dan dapat merasakan nyeri. Tidak ada efek pada
pernapasan atau fungsi kardiovaskular.

SEDASI SEDANG (SEDASI SADAR)


Pasien dapat merespons rangsangan verbal atau fisik dengan sengaja.
Biasanya ada sedikit atau tidak ada efek pada ventilasi atau fungsi
kardiovaskular. Sebagian besar pasien tidak akan mengingat prosedur.

SEDASI DALAM
Pasien akan berespons terhadap rangsangan nyeri yang berulang,
tetapi biasanya tanpa tujuan. Pernapasan mungkin terganggu, seperti
halnya fungsi kardiovaskular. Pasien tidak akan memiliki ingatan
tentang apa yang terjadi saat berada di bawah sedasi yang dalam
(amnesia).

ANESTESI UMUM
Dalam hal ini, pasien sama sekali tidak menanggapi rangsangan yang
menyakitkan. Pernapasan biasanya terganggu, dan dukungan saluran
udara dan ventilasi biasanya diperlukan. Fungsi kardiovaskular juga
dapat terganggu.
Sumber: https://www.templehealth.org/about/blog/what-are-my-options-for-sedation-during-my-
upcoming-colonoscopy
Tingkat anestesi yang direncanakan menentukan
siapa yang akan memberikan sedasi. Misalnya,
sedasi ringan atau sedang biasanya diberikan oleh
ahli gastroenterologi yang melakukan prosedur.
Sedasi dalam dan anestesi umum diberikan oleh
perawat anestesi atau ahli anestesi.

Kebanyakan pasien mengatakan bahwa mereka


ingin benar-benar tertidur selama prosedur. Itu
berarti anestesi umum. Tetapi tingkat ini memiliki
risiko komplikasi yang lebih tinggi, jadi ketika
dijelaskan pilihannya, kebanyakan pasien setuju
dengan tingkat anestesi yang lebih rendah.
Pro dan Kontra dari Berbagai Tingkat Sedasi untuk Kolonoskopi

01 TIDAK ADA

Kolonoskopi tanpa penenang terkadang dilakukan sekitar sekali atau dua kali dalam
sebulan. Ini terjadi pada pasien yang tidak menginginkan sedasi apapun.

Keuntungan besar adalah pasien segera pulih setelah prosedur dan dapat langsung
bekerja atau mengemudi. Mereka tidak membutuhkan siapa pun untuk menemani
mereka pulang. Ini juga menghilangkan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi
dengan segala bentuk anestesi.

Sementara prosedur itu sendiri dapat menyebabkan beberapa kram atau sakit perut
karena gas, jika prosedur ini tetap akan dilakukan, pastikan bahwa ahli
gastroenterologi memiliki pengalaman melakukan kolonoskopi tanpa penenang.

Sumber: https://www.templehealth.org/about/blog/what-are-my-options-for-sedation-during-my-upcoming-colonoscopy
Pro dan Kontra dari Berbagai Tingkat Sedasi untuk Kolonoskopi

02 SEDASI RINGAN

Ini jarang dilakukan. Karena banyak jenis obat-obatan diberikan, ada risiko komplikasi.
Selain itu, pasien perlu ditemani dan tidak boleh melakukan aktivitas rutin sampai
keesokan harinya. Tetapi karena obat penenangnya ringan, tidak ada efek pada rasa
sakit tetapi pasien dapat merasakan dan mengingat semua rangkaian prosedur.

03 SEDASI SEDANG (SEDASI SADAR)

Ini adalah salah satu bentuk sedasi yang paling umum digunakan. Obat-obatan yang
biasa diberikan seperti midazolam dan fentanyl – obat penenang ringan dan
pembunuh rasa sakit. Ini adalah kombinasi yang bagus dan aman, dan risikonya
biasanya menyebabkan amnesia, jika diberikan terlalu banyak. Untuk menghindarinya,
diberikan secara perlahan, dengan pemantauan yang tepat.

Sumber: https://www.templehealth.org/about/blog/what-are-my-options-for-sedation-during-my-upcoming-colonoscopy
Pro dan Kontra dari Berbagai Tingkat Sedasi untuk Kolonoskopi

04 MONITORED ANESTHESIA CARE (MAC)

Dilakukan seorang profesional anestesi yang berada di ruangan dengan ahli


gastroenterologi dan perawat atau teknisi. Ini biasanya dipilih ketika ada kekhawatiran
tentang paru-paru, jantung, atau toleransi pasien terhadap midazolam atau fentanyl.
Obat yang digunakan untuk sedasi jenis ini adalah propofol. Propofol untuk
kolonoskopi diberikan oleh seorang profesional terlatih di bawah pengawasan dan
pemantauan yang konstan. Kedalaman sedasi dengan MAC kadang-kadang sedasi
sedang, tetapi biasanya sedasi dalam.

05 ANESTESI UMUM

Ini hampir tidak pernah digunakan untuk kolonoskopi. Anestesi umum biasanya
disediakan untuk pasien dengan penyakit paru-paru parah, saluran udara tidak stabil,
dan prosedur yang sangat panjang.

Sumber: https://www.templehealth.org/about/blog/what-are-my-options-for-sedation-during-my-upcoming-colonoscopy
SEBELUM MENINJAU OPSI, ADA BEBERAPA HAL
PENTING YANG PERLU DIKETAHUI DAN DILAKUKAN

• Ahli gastroenterologi akan menentukan tingkat sedasi, tetapi pasien memiliki suara dalam keputusan itu.
• Saat menjadwalkan kolonoskopi, selalu tanyakan kepada dokter tingkat sedasi atau anestesi yang direncanakan.
• Usia, kondisi medis, dan kebiasaan kesehatan Anda dapat memengaruhi pilihan anestesi. Misalnya, pasien dengan
masalah jantung atau paru-paru, obesitas, atau kondisi apa pun yang memengaruhi jalan napas mungkin perlu
menghindari sedasi yang dalam.
• Tingkat sedasi yang Anda terima dan riwayat kesehatan Anda merupakan faktor dalam menentukan jenis profesional
medis apa yang harus memberikan sedasi selama prosedur Anda.

Sumber: https://www.asahq.org/madeforthismoment/preparing-for-surgery/procedures/colonoscopy/
THANK YOU
Askan
Gangguan kardiovaskuler
dr. M. Dwi Satriyanto, SpAn-TI, Subsp N.An(K), FIP, M.Kes.
1
2 Learning objective

Menjelaskan sirkulasi sistemik dan pulmonal


Menjelaskan gangguan ventilasi dan perfusi selama bedah kardiotoraks
Menjelaskan anestesi pada gangguan sistem jantung, paru dan mediastinum
Menjelaskan ventilasi satu paru
Menjelaskan pemantuan hemodinamik invasif pada bedah kardiotorasik
Menjelaskan anestesi pada jantung anak & dewasa
3 Sistem Sirkulasi

Sistem sirkulasi adalah sistem transportasi yang berfungsi untuk mengangkut


berbagai zat di dalam tubuh atau memindahkan zat dan nutrisi ke dan dari sel.
Sistem ini juga membantu stabilisasi suhu dan pH tubuh (bagian dari homeostasis).
Sistem sirkulasi pada manusia dibagi menjadi dua, yaitu
 sistem limfa.
 sistem peredaran darah
4 Sistem Limfa

Sistem limfa adalah sistem yang mengandung aliran limfa (getah bening) di dalam tubuh
Sistem peredaran limfa termasuk dalam peredaran terbuka karena cairan bisa keluar dari
limfa dan membasahi daerah di sekitarnya.
Fungsi sistem limfa
1. Mengembalikan kelebihan cairan.
2. Mengangkut lemak berupa emulsi dari usus ke sistem peredaran darah.
3. Mengangkut limfosit dari kelenjar limfa ke sirkulasi darah.
4. Menyaring dan menghancurkan mikroorganisme.
5. Penghasil antibodi.
Komponen penyusun limfa tdd beberapa organ, yaitu.
1. Organ limfa, terdiri dari nodus limfa, tonsil, kelenjar timus, dan limpa.
2. Pembuluh limfa, dengan ciri-ciri berupa vena kecil, berdinding tipis, transparan, terbuka
di ujung-ujungnya, dan memiliki kapiler limfa.
3. Cairan limfa adalah cairan yg ada di jaringan yg mampu diserap ke dalam kapiler limfa.
5 Sistem Peredaran darah

Sistem peredaran darah adalah sistem transportasi yang melibatkan tiga


komponen (& fungsinya), yaitu :
 darah , sebagai medium transportasi,
 Jantung, sebagai pemompa, dan
 pembuluh darah, sebagai saluran.
Sistem peredaran darah pada manusia bersifat tertutup dan ganda.
 Tertutup artinya, darah dialirkan melalui suatu pembuluh dan
 ganda artinya melewati jantung sebanyak dua kali.
6 Gangguan pada Sistem sirkulasi :

1. Anemia, yaitu keadaan di mana Σ eritrosit di dalam Hb di bawah batas normal.


2. Hemofilia adalah kelainan yg ditandai dengan sulitnya darah untuk membeku. Penyakit
keturunan ini disebabkan oleh defisiensi faktor pembeku darah.
3. Talasemia adalah kelainan pada bentuk eritrosit. Akibatnya, eritrosit di dalam tubuh penderita
akan mudah untuk rusak, rapuh, dan kurang optimal dalam mengikat oksigen.
4. Hipotensi adalah keadaan di mana tekanan darah arteri menurun sampai di bawah batas
normal, misalnya 90/60 mmHg untuk sistol/diastol.
5. Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah arteri meningkat sampai di atas normal,
misalnya 140/90 mmHg.
6. Trombus adalah kelainan di mana terdapat gumpalan darah yang menyumbat pembuluh
darah.
7. Varises adalah kelainan yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh vena. Pelebaran biasa
terjadi di anggota tubuh bagian bawah, contohnya betis.
7
8 sirkulasi sistemik & pulmonal
9 sirkulasi sistemik

Sirkulasi sistemik merupakan sirkulasi darah yang mengaliri seluruh tubuh.


Sirkulasi ini berlangsung ketika darah bersih yang mengandung oksigen
mengisi serambi kiri jantung melalui vena pulmonalis, setelah melepaskan
karbon dioksida di paru-paru.
Proses sirkulasi (peredaran besar) berawal dari jantung (bilik/ventrikel kiri)
yang memompa darah  lalu mengalirkan darah bersih ke seluruh tubuh dan
kembali ke jantung (serambi/atrium kanan).
Ventrikel/Bilik kiri  Aorta  Seluruh tubuh (kecuali Paru-paru)  Vena Cava 
Artrium/Serambi kanan

Darah yang dipompa dari jantung dan dialirkan ke seluruh tubuh (kecuali
paru-paru) mengandung oksigen dan nutrisi
10 sirkulasi pulmonal

Sirkulasi pulmonal atau sirkulasi paru merupakan sirkulasi darah dari jantung
menuju paru-paru dan sebaliknya.
Sirkulasi pulmoner dimulai ; katup pulmonal pada ventrikel kanan 
Arteri pulmonal  arteriole  hingga akhirnya masuk kembali ke vena
pulmonal  atrium kiri jantung.
Sirkulasi ini berlangsung saat darah yang mengandung karbon dioksida dari
sisa metabolisme tubuh kembali ke jantung melalui pembuluh vena besar
(vena cava).
11 sirkulasi pulmonal
12 gangguan ventilasi dan perfusi selama bedah
kardiotoraks
Ventilasi paru adalah proses masuk dan keluar udara dari atmosfer dengan udara
di alveolus paru.
Proses ventilasi paru;
 Pertama adalah pengaturan inspirasi dan ekspirasi udara antara atmosfer dan
paru.
 kedua respirasi eksternal (respirasi paru) adalah pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara paru dan kapiler darah paru.
Perfusi adalah proses dimana darah deoksigenasi mengalir ke paru dan mengalami
reoksigenasi atau Pertukaran gas (O2 dan CO2) antara alveoli dan darah terjadi
melalui difusi yang menyebarkan O2 dari alveoli kedalam darah dan CO2 dari
darah ke alveoli.  sirkulasi darah di dalam pembuluh kapiler paru.
Rangkaian pembuluh kapiler paru sangat padat, dimana terdapat 6 milyar kapiler
yang mengelilingi 3 juta alveoli paru.
13 gangguan ventilasi dan perfusi selama bedah
kardiotoraks
Ketidaksesuaian ventilasi perfusi atau defek V/Q adalah defek pada rasio
ventilasi/perfusi paru total (rasio V/Q).
Ini adalah kondisi di mana satu atau lebih area paru-paru menerima oksigen tetapi
tidak ada aliran darah, atau paru-paru menerima aliran darah tetapi tidak ada
oksigen.
Pada paru-paru yang sehat, laju ventilasi alveolar terhadap laju aliran darah paru
kira-kira sama; lebih tepatnya, karena paru-paru normal tidak cocok secara
sempurna, rasio V/Q paru-paru yang sehat kira-kira 0,8
14 Management Anestesi pada gangguan
sistem jantung, paru, mediastinum
15 Management Anestesi pada gangguan
sistem jantung, paru, mediastinum

Cardio Vascular  Hemodinamik


C.I.T.Tra Pulmo  Respirasi
Congenital
Mediastinum  Cardiac dll
Infeksi
Tumor Kompresi ec ??  Perubahan : Hemodinamik & Respirasi
Trauma
Tehnik & Obat-obatan anestesi diperhatikan…!!!
 Umur
 Comorbid
 Single lumen or double lumen
 One lung (posisi pasien)
16
17
18
19 ventilasi satu paru
(one lung ventilation)

One lung ventilation (OLV) mengacu pada pemisahan mekanis paru-paru


untuk memungkinkan ventilasi hanya satu paru-paru, dimana satu paru lagi
kolaps
OLV adalah pendekatan standar untuk memfasilitasi paparan bedah untuk
operasi toraks, dan dapat digunakan untuk mengisolasi patologis dari paru-
paru yang sehat untuk mencegah infeksi atau untuk memungkinkan ventilasi
diferensial.
20 Physiology OVL
Sebagai pandangan sederhana fisiologi paru-paru, ketika seorang pasien terjaga, bagian
dependent dari paru-paru (terlepas dari posisi pasien) memiliki suplai darah yang lebih besar
daripada bagian nondependent karena gravitasi.
Bagian dependen juga berventilasi istimewa dibandingkan dengan paru-paru non-dependen
karena sedikit lebih terkompresi daripada paru-paru non-dependen dan karena itu memiliki
kepatuhan yang lebih besar setelah saluran udara atelektatik di pangkalan telah dibuka. Ini
bisa dianggap seperti meledakkan balon.
Awalnya, tekanan yang dibutuhkan besar untuk mulai meniup balon (bit atelektatik),
kemudian menjadi lebih mudah dan perubahan kecil dalam tekanan akan memberikan
perubahan besar dalam volume (tergantung paru-paru).
Ketika balon semakin besar dan material semakin meregang, tekanan yang lebih besar
diperlukan untuk memberikan perubahan volume (paru-paru yang tidak tergantung).
Ventilasi (V) dan perfusi (Q) relatif cocok dan shunt (paru-paru yang perfusi tetapi tidak
berventilasi) hanya 1-2% pada orang sehat.
21 Physiology OVL

Pada pasien yang di anestesi, akan


mengubah fisiologi paru-paru bahkan
sebelum Anda mempertimbangkan efek
kolaps paru-paru.
Kapasitas residual fungsional (FRC)
menurun ketika diafragma dan otot-otot
dada lumpuh.
Berat mediastinum menjadi tidak
didukung oleh struktur sekitarnya menjadi
rileks.

Gambar 4
menunjukkan kondisi paru-paru pada
pasien yang terjaga dan dibius.
Ketika pasien dibius, paru-paru bagian atas
bergerak ke posisi di mana paru-paru
22 bagian bawah duduk pada kurva pada
pasien yang terjaga, dan paru-paru bagian
bawah bergerak ke bawah kurva melewati
titik infleksi.
Paru-paru telah bergeser ke bawah kurva
komplaince (gambar 4) dan paru-paru
yang independent menjadi lebih mudah
untuk ventilasi daripada paru-paru yang
dependent.
Ketika dada dibuka, paru-paru bagian atas
menjadi lebih mudah untuk ventilasi
karena tidak ada batasan oleh dinding
dada. Suplai darah masih sangat
ditentukan oleh gravitasi.
Ketidakcocokan (Mismacth) V / Q sekarang
terjadi. Ini bahkan lebih buruk ketika paru-
paru bagian atas runtuh karena tidak ada
ventilasi ke paru-paru itu, tetapi masih ada
perfusi.
23 Intubasi DLT tanpa bronchoscope
1. Masukkan ujung selang melalui kabel dan segera putar 90 derajat ke arah bronkus yang akan diintubasi.
2. Maju tabung sampai berhenti. (Tidak perlu gaya xs).
3. Kembangkan cuff trakea sampai tidak ada kebocoran & periksa ventilasi kedua paru (sama seperti
tabung lumen tunggal).
4. Jepit tube trakea & periksa apakah hanya sisi berlawanan dari dada yang bergerak dan ada udara yang
masuk. Ingatlah untuk membuka tutup di sisi yang dijepit agar udara dapat keluar dan paru-paru kolaps.
Anda akan merasakan 'wush' udara saat paru-paru kolaps. Pastikan klem Anda proksimal dengan tutup
yang terbuka atau Anda akan menjebak udara di dalam paru-paru.
5. Kembang cuff bronkial sampai tidak terdengar kebocoran melalui lumen trakea.
6. Ulangi 4. Dengan menjepit lumen bronkial, bukan trakea.
7. Nyalakan ventilator dan paru-paru kolaps untuk dioperasi. Pastikan Anda dapat mencapai volume tidal
yang masuk akal tanpa tekanan berlebihan dan capnograph trace tidak berubah dibandingkan dengan
ventilasi 2-paru.

Tip: Lebih mudah untuk memeriksa posisi tube saat ventilasi pasien secara manual karena Anda harus
mengatur waktu auskultasi dengan inspirasi, dan Anda juga perlu mengkompensasi kebocoran udara yang
besar saat Anda membuka tutup dan mengembang manset.
24
25 pemantuan hemodinamik invasif
pada bedah kardiotorasik
Hemodinamik / hemodinamika adalah dinamika dari aliran darah dalam sistem
peredaran tubuh, baik melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi
parva (sirkulasi dalam paru paru)
Prinsip fisiologi dari hemodinamik adalah tentang pengaruh fungsi miokardial
serta pengaturan tekanan darah dan bagaimana keduanya menentukan daya guna
dari jantung serta cardiac output (Schumacher & Chernecky, 2010).
Pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi jantung dan karakteristik fisiologis
vascular Perifier (Musbi 1198, dalam Jevon dan Ewens 2009).  (Cardiac,
Vasculer, Cairan)
26 pemantuan hemodinamik invasif
pada bedah kardiotorasik
Dalam kondisi normal, hemodinamik akan selalu dipertahankan dalam kondisi
yang fisiologis dengan kontrol neurohormonal
Pada pasien kritis  Obat-obat, alat mekanik
Tujuan dari monitoring hemodinamik adalah :
 untuk mengidentifikasi perubahan status hemodinamik secara dini sehingga
dapat dilakukan intervensi segera,
 untuk evaluasi segera respon pasien terhadap suatu intervensi seperti obat-
obatan dan dukungan mekanik, dan evaluasi efektifitas fungsi kardiovaskuler
27 pemantuan hemodinamik invasif
pada bedah kardiotorasik
Sebagaimana diketahui bahwa penilaian hemodinamik dapat dilakukan secara
invasive dan non invasive
Pemantauan hemodinamik secara noninvasif terdiri dari beberapa komponen
antara lain tekanan darah, nadi, heart rate, pernapasan, indikator perfusi perifer,
produksi urin, saturasi oksigen, dan GCS (Katili, 2015).
Monitoring hemodinamik secara invasif melalui pembuluh vena dengan
menggunakan sistem tranduser tekanan, spt Arteri line di A.Radialis/Brachialis (TD,
Nadi), arteri pulmonal (mengetahui keadaan pembuluh darah pulmonal dan
ventrikel kiri), tekanan vena sentral (Cairan).
28 pemantuan hemodinamik invasif
pada bedah kardiotorasik
Arteri line
CVC
Scwhangan
Arteri Line
29

Swan-Ganz
30 Anaesthesia goals remain
for Cardiac surgery (adult – Child)

Bedah jantung adalah bidang kedokteran yang berbahaya dan kompleks


dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Perawatan anestesi berkualitas dengan perhatian khusus terhadap detail
dapat sangat meningkatkan keselamatan dan hasil pasien. Detail yang
diabaikan dapat menyebabkan bencana

Jaga perhatian Anda sangat erat dan lakukan perhatian 100% setiap saat,
ingat hal buruk bisa terjadi dalam beberapa waktu.
31 Anaesthesia goals remain
for Cardiac surgery (adult – Child)

Manajemen tergantung pada jenis operasi apakah darurat atau elektif.


Untuk operasi darurat, lanjutkan untuk operasi dengan manajemen medis
penyakit jantung.
Untuk bedah elektif, manajemen perioperatif tergantung pada berbagai faktor
risiko klinis dan faktor risiko spesifik operasi

PERIOPERATIVE
PRE --- Previsit (Morbiditas)
DURANTE --- Monitoring Ketat
POST --- UPK – Monitoring, PONV, Analgetik
32 Anaesthesia goals remain
for Cardiac surgery (adult – Child)

1. Hemodinamik stabil
2. Cegah MI dengan mengoptimalkan suplai oksigen miokard dan mengurangi de-
mand oksigen
3. Monitor untuk iskemia
4. Mengobati iskemia atau infark jika berkembang
5. Normothermia
6. Menghindari anemia yang signifikan
33
34
35 Anestesi:

Belum dapat ditunjukkan bahwa satu bentuk anestesi jelas lebih baik daripada
yang lain.
Halotan, Enflurane, Isoflurane, narkotika dosis tinggi dan rendah, dan anestesi
berbasis propofol setara selama hemodinamik dikendalikan.
Induksi desfluran telah terbukti menyebabkan hipertensi pulmonal dan iskemia
miokard. Desflurane adalah satu-satunya anestesi yang tidak dianjurkan untuk
pasien dengan penyakit koroner yang diketahui.

Tidak ada Obat, Alat yang baik, tetapi Anestesi yang Cakap-Smart
36
Terimakasih
Clinical Anaesthesia EIGHTH EDITION EDITED BY Paul G. Barash, MD
37 KEY CONCEPTS

Komplikasi kardiovaskular diperkirakan mencapai 25% hingga 50% kematian setelah operasi
noncardiac.
Infark miokard perioperatif (MI), edema paru, gagal jantung sistolik dan diastolik, aritmia,
stroke, dan tromboemboli adalah diagnosis yang paling umum pada pasien dengan
penyakit kardiovaskular yang sudah ada sebelumnya.
Terlepas dari tingkat kontrol tekanan darah pra operasi, banyak pasien dengan hipertensi
menampilkan respons hipotensi yang ditekankan terhadap induksi anestesi, diikuti oleh
respons hipertensi yang berlebihan terhadap intubasi.
Pasien dengan penyakit arteri koroner yang luas, riwayat MI, atau disfungsi ventrikel
berisiko mengalami komplikasi kardiovaskular yang merugikan.
Penarikan tiba-tiba obat antiangina perioperatif — terutama β-blocker — dapat memicu
peningkatan episode iskemik yang tiba-tiba dan rebound.
38 KEY CONCEPTS

Prioritas utama dalam mengelola pasien dengan penyakit jantung iskemik adalah
mempertahankan hubungan supply-demandmiokard yang menguntungkan.
Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah yang diotonomkan harus dikontrol dengan
anestesi umum atau blokade adrenergik yang lebih dalam, vasodilator, atau kombinasi dari
keduanya.
Pemantauan tekanan intraarterial masuk akal pada kebanyakan pasien dengan penyakit
arteri koroner berat dan faktor risiko jantung utama atau multipel yang menjalani prosedur
apa pun kecuali yang paling kecil.
Tekanan vena sentral (atau jarang arteri pulmonalis) dapat dipantau selama prosedur
berkepanjangan atau rumit yang melibatkan pergeseran cairan besar atau kehilangan
darah.
Tujuan hemodinamik utama dalam mengelola stenosis mitral adalah untuk
mempertahankan irama sinus (jika ada sebelum operasi) dan untuk menghindari takikardia,
peningkatan besar dalam curah jantung, dan hipovolemia dan kelebihan cairan dengan
pemberian cairan intravena yang bijaksana.
39 KEY CONCEPTS

Manajemen anestesi regurgitasi mitral harus disesuaikan dengan tingkat keparahan


regurgitasi serta fungsi ventrikel kiri yang mendasarinya.
Faktor-faktor yang memperburuk regurgitasi, seperti denyut jantung yang lambat dan
peningkatan akut dalam afterload, harus dihindari.
Pemeliharaan irama sinus normal, denyut jantung, resistensi pembuluh darah, dan volume
intravaskular sangat penting pada pasien dengan stenosis aorta.
Hilangnya sistol atrium biasanya waktunya sering menyebabkan kerusakan yang cepat,
terutama bila dikaitkan dengan takikardia.
Bradikardia dan peningkatan resistensi vaskular sistemik (SVR) meningkatkan volume
regurgitan pada pasien dengan regurgitasi aorta, sedangkan takikardia dapat berkontribusi
pada iskemia miokard.
Depresi miokard yang berlebihan juga harus dihindari.
40 KEY CONCEPTS

Peningkatan kompensasi dalam preload jantung harus dipertahankan, tetapi penggantian


cairan yang berlebihan dapat dengan mudah menyebabkan edema paru.
Pada pasien dengan penyakit jantung bawaan, peningkatan SVR relatif terhadap resistensi
vaskular paru (PVR) mendukung shunting kiri-ke-kanan, sedangkan peningkatan PVR relatif
terhadap SVR mendukung shunting kanan-ke-kiri.
Adanya aliran shunt antara jantung kanan dan kiri, terlepas dari arah aliran darah,
mengamanatkan dengan cermat adanya gelembung udara atau bahan partikulat dari cairan
intravena untuk mencegah emboli paradoks ke dalam sirkulasi serebral atau koroner.
Tujuan manajemen anestesi pada pasien dengan tetralogi Fallot adalah untuk
mempertahankan volume intravaskular dan SVR. Peningkatan PVR, seperti yang mungkin
terjadi akibat asidosis atau tekanan saluran napas yang berlebihan, harus dihindari.
41 KEY CONCEPTS

Shunting kanan-ke-kiri cenderung memperlambat penyerapan anestesi inhalasi; Sebaliknya,


dapat mempercepat timbulnya agen intravena.
Jantung yang ditransplantasikan benar-benar terdenervasi, sehingga pengaruh otonom
langsung tidak ada. Selain itu, tidak adanya peningkatan refleks dalam denyut jantung
dapat membuat pasien sangat sensitif terhadap vasodilatasi cepat.
Vasopressor tidak langsung, seperti efedrin, kurang efektif daripada agen kerja langsung
karena tidak adanya katekolamin di neuron miokard
TRANSPLANTASI GINJAL
WAHYU WAHDANA SKEP NS SH MM MKEP

.pengertian
Pencangkokan (transplantasi) adalah
pemindahan sel, jaringan maupun organ
hidup dari seorang (donor) kepada orang
lain (resipien) atau dari satu bagian tubuh
ke bagian tubuh lainnya (misalnya
pencangkokan kulit) dengan tujuan
mengembalikan fungsi yang telah hilang
(Soetjipto, 2010).
.

 Transplantasi ginjal adalah pengambilan ginjal


dari tubuh seseorang kemudian dicangkokan
ke dalam tubuh orang lain yang mengalami
gangguan fungsi ginjal yang berat dan
permanen.
TRANSPLANTASI GINJAL
WAHYU WAHDANA SKEP NS SH MM MKEP

A.Kriteria pemilihan transplantasi ginjal

1. Usia > 60 th beresiko, shg pendonor lebih muda dari


60 th
2. Anak- anak usia lebih muda dari 5 th
3. Tidak terkena AIDS, peny. Hepar. GIT, Infeksi akut
atau kronis
4. Pasien yg bersedia
5. Fungsi sal. Kemih bawah normal kecuali gg
neurogenik KK sekunder DM
B. Masalah Lain:
1. Penyakit jantung tahap lanjut
2. PPOM
3. Infeksi kronis
4. Infeksi kronis
5. Infeksi berulang
6. Malignansi

C. Persiapan dan evaluasi Rutin


1. Gol. Darah
2. Typing (Pencocokan jaringan)
3. Riwayat tranfusi
4. Test kulit u TBC
5. Screening Hepatitis, HIV
6. Px fungsi hepar
7. Hitung trombosit
8. Hitung Leukosit
9. Rontgen dada
10.Evaluasi gigi
11.Px ginekologi
12.Riw. Sosial dan psikologis
13.Px tambahan: radiologis, sal. Cerna, kk, kd.
Empedu
D. Seleksi donor
1. Penentuan Kompabilitas SDM donor dan
resipien dan pencocokan silang antara donor
dan resipien, ini u/ menyring serum resipien
agar tidak membentuk antibody. Rx + kontra
indikasi
2. Donor hidup
- Saudara (Ortu, anak) ikatan emosional (pasangan
orang dekat)
- Tranfusi donor spesifik: Pengubahan responsifitas
imun donor hidup
3. Donor Cadaveric (mayat)
4. UNOS (The united Network For Organ Sharing)

E. Pengidentifikasian Donor
1. Organ mayat potensial; yg sering korban trauma
or aneurisma cerebral.
2. Penentuan kematian: bds tdk berfungsinya
cardiopulmoner or fx otak
3. Peran perawat
- Identifikasi donor potensial
- Dukungan psikologis
- Advokat
- Dukungan hemodinamik
- Kolaboratif: ADH, Vasopresin
4. Peran Koordinator Transplantasi
F. Pengkajian Dan Penatalaksanaan
1. Perawatan FAse pra operasi
2. Anxietas, pengetahuan, status fisiologis
3. Px darah lengkap
4. EKG
5. Foto Rontgen
6. Dialisis
7. imunnosupresi
PROSEDUR PEMBEDAHAN
o Ginjal diletakkan
retroperitoneal di illiaka
o Anastomose
H. Perawatan Pasca Operasi
Pemantauan ketat di ruang Intensif
1. TD, N, rr, s, cvp
2. Tk kesadaran dan derajat nyeri
3. Jumlah line IV, catat tempat insersi, jenis cairan, kecep.
Tetesan
4. BAlutan abdomen--- drainase
5. Kateter: Letak, Aliran urin
6. NGt
7. Ukur Lingkar Abdomen
8. Pemeriksaan fungsi
9. Kebocoran urin
10. Keseimbangan cairan dan elektrolit
11. Pencegahan Infeksi
12. Tindakan pencegahan umum
13. Terapi Imunosupresi
I. Komplikasi
1. Penolakan ginjal transplantasi
a. hiperakut; beberapa menit sampai jam
b. Percepatan; bbrap hari sampai 1 minggu
c. Penolakan akut: 1 mgg post op
d. Penolakan kronik; penyimpangan fungsi ginjal
2. Infeksi
3. Komplikasi hematologik
4. Komplikasi Kardiovaskuler
5. Hipertensi
6. Stenosis arteri renal
PERUBAHAN FISIOLOGI GERIATRI
(KONSIDERASI ANESTESI)
Sri sulami S.Kep. MM
P2 ( Oktober 2017)

Ventilasi akan menjadi sulit pada


pasien-pasien dengan pipi yang cekung,
sedangkan adanya arthritis pada sendi
temporomandibular atau vertebrae
servikal, tidak adanya gigi-geligi bagian
rahang atas juga akan mempersulit untuk
dilakukannya laringoskopi-intubasi.
1
Pencegahan hipoksia perioperatif
dilakukan dengan memberikan
preoksigenisasi yang lebih lama
sebelum induksi, meningkatkan
konsentrasi oksigen yang lebih tinggi
selama anestesi, dan sedikit
meningkatkan PEEP.

2
Aspirasi pneumonia
merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada geriatri akibat
penurunan progresif sejalan
bertambahnya umur terhadap
reflek-reflek perlindungan jalan
nafas/ laring.

3
Pasien geriatri dengan penyakit paru
berat yang menjalani prosedur operasi
mayor pada abdomen sebaiknya tetap
terintubasi.

.. ?

4
Pada saat Atrofi pada kulit akan
memudahkan terjadinya trauma akibat
pemakaian plester, electrocautery pads,
dan electrode EKG.

Degenerasi pada tulang servikal


akan membatasi pergerakan leher yang
dapat mempersulit tindakan
laringoskopi-intubasi.

5
PERUBAHAN FARMAKOLOGIS
Penurunan progresif massa otot dan
peningkatan lemak tubuh (terutama wanita) akan
menyebabkan penurunan jumlah total cairan
tubuh.

Penurunan volume distribusi dari obat-obatan


yang larut dalam air akan menyebabkan
konsentrasinya dalam plasma akan meningkat,
sebaliknya peningkatan volume distribusi dari
obat-obatan yang larut dalam lemak akan
menyebabkan penurunan konsentrasinya dalam
plasma.
6
Perubahan Farmakologis

Perubahan volume distribusi ini akan


berpengaruh terhadap waktu paruh
obat-obat tersebut.

Namun dikarenakan pada pasien geriatri


juga akan terjadi penurunan fungsi ginjal
dan hati, hal ini akan membuat
penurunan pada kliren sehingga durasi
kerja sebagian obat tetap akan
memanjang
7
Perubahan Farmakologis

Prinsip perubahan farmakodinamik


akibat usia tua adalah berupa penurunan
kebutuhan obat-obatan anestesi.
Untuk menghindari efek samping
obat dan pemanjangan durasi kerja obat
adalah dengan memberikan obat dengan
cara titrasi.
Pasien geriatrik dengan malnutrisi
akan mengalami penurunan kosentrasi
albumin.
8
Perubahan Farmakologis

Pemilihan obat lebih baik bila diberikan


obat-obatan dengan masa kerja yang
pendek, seperti: propofol, ramifentanil,
dan suksinil kolin, serta obat-obatan yang
pemberiannya tidak dipengaruhi oleh
fungsi ginjal, hati, dan aliran darah,
seperti: mivakurium, atrakurium, dan
cisatrakurium.

9
ANESTESI INHALASI

MAC dari obat anestesi inhalasi


akan menurun 4% perdekade
pada umur di atas 40 tahun.

Misalkan MAC halotan pada


pasien usia 80 tahun adalah
(0,77-(0,77x4%x4))= 0,65.
10
Anestesi Inhalasi

Onset of Action akan meningkat pada


keadaan terdapat penurunan cardiac
output, sedangkan akan menjadi lambat jika
terdapat gangguan ventilasi/ perfusi yang
signifikan.

Efek Volatile terhadap depresi miokardial


pada geriatric akan semakin meningkat.
Isofluran akan menurunkan cardiac output
dan laju nadi pada orang tua.
11
Anestesi Inhalasi

Isofluran akan menurunkan cardiac output


dan laju nadi pada orang tua

Pemulihan dari efek obat volatile


anesthesia akan memanjang dikarenakan
volume distribusinya yang bertambah
(peningkatan lemak tubuh), penurunan
fungsi hati, dan penurunan proses
pertukaran gas di paru.

Desfluran merupakan obat anestesi pilihan


pada geriatric karena eliminasinya yang
cepat.
12
OBAT ANESTESI NONVOLATILE
Pada umumnya geriatric membutuhkan
dosis propofol, etomidat, barbiturate,
opioid, dan benzodiazepine yang lebih
rendah.
Biasanya hanya dibutuhkan separuh
dosis dari dosis induksi pada dewasa
muda.
Meskipun propofol merupakan obat
induksi yang hampir ideal karena
eliminasi nya yang cepat, tetapi obat ini
potensinya lebih besar untuk menimbulkan
hipotensi dan apnoe dibandingkan pada
pasien usia muda.
13
PELEMAS OTOT
Onset pelemas otot pada geriatri akan
memanjang 2 kali lipat akibat penurunan
cardiac output dan penurunan aliran
darah otot.
Proses pemulihan pelemas otot
nondepolarizing yang eliminasinya
tergantung pada ekskresi ginjal
(seperti: pankuronium, metocurine,
doxacurium, tubocurarine) akan menjadi
lebih lama karena penurunan dari klirens
obat tersebut.
14
Pelemas otot

Proses pemulihan dan durasi kerja


obat-obatan yang metabolismenya
terjadi di hepar (seperti: rokuronium
dan vekuronium) juga akan menjadi
lebih lama.

Profil farmakologi atrakurium dan


pipekuronium tidak dipengaruhi oleh
usia.
15
CO-EXISTING DISEASE PADA
GERIATRI
Hipertensi esensial, Penyakit
jantung iskemik, Gangguan
konduksi jantung, Gagal jantung
bendungan, Penyakit paru
kronik, Diabetes mellitus,
Hipotiroid, Reumatoid arthritis,
Osteoartritis.
16
MANAJEMEN PREOPERATIF
Resiko terhadap pemberian anestesi
lebih dipengaruhi oleh co-existing
disease yang ada dibandingkan faktor
usianya.

Oleh karena itu pada saat


pemeriksaan preoperatif harus lebih
fokus untuk mengidentifikasi adanya
penyakit-penyakit yang sering
berhubungan dengan geriatri dan juga
evaluasi terhadap fungsi fisiologis yang
telah disebutkan di atas.
17
Manajemen preoperatif
Geriatri biasanya mengkonsumsi
obat-obatan untuk pengobatan co-
existing disease-nya.
Data obat yang sedang diminum
harus didapatkan secara lengkap
karena kemungkinan terjadinya
interaksi dengan obat anestesi yang
akan diberikan.
Lakukan evaluasi preoperatif
terhadap functional reserve dan
jalan nafas.
18
Manajemen preoperatif

Osteoartritis atau rheumatoid arthritis


pada servikal akan mempersulit tindakan
laringoskopi-intubasi.

Insufisiensi arteri vertebrobasiler dapat


dievaluasi dengan melihat efek posisi
kepala: rotasi dan ekstensi terhadap status
mental.

Pastikan status volume, biasanya


geriatric mempunyai kecenderungan
terjadinya hipovolemia preoperatif.
19
Manajemen preoperatif

Premedikasi terbaik untuk geriatri


adalah dengan kunjungan preoperatif.
Jelaskan proses yang akan dijalani
selama perioperatif. Jika pasien masih
tampak cemas dapat diberikan golongan
benzodiazepine

Premedikasi yang akan diberikan pada


geriatri membutuhkan dosis yang lebih
rendah.

20
Manajemen preoperatif

Hindari memberikan premedikasi


dengan atropine karena dapat
meningkatkan beban kerja jantung, dan
sering menimbulkan confusion
pascaoperatif

Pemberian metoklopramid dapat


mempercepat pengosongan lambung,
tetapi pada pasien geriatri resiko untuk
terjadinya efek samping gejala
ekstrapiramidal juga meningkat

21
MANAJEMEN INTRAOPERATIF
Teknik anestesi regional maupun
umum dapat menjadi pilihan pada
geriatri tergantung dari kondisi fungsi
sistem organ masing-masing pasien dan
jenis operasi yang akan dijalani.
Pemilihan obat-obatan juga harus
mempertimbangkan fungsi sistem organ
dan perubahan respon obat akibat
berubahnya farmakokinetik dan
farmakodinamik pada pasien
22
MANAJEMEN PASCAOPERATIF
.
Direkomendasikan ambulasi dini
untuk menurunkan resiko
terjadinya pneumonia dan
thrombosis vena dalam

23
WAHYU WAHDANA SKEP NS SH MM MKEP
STKA UBK BANDUNG
RS OTISTA KAB BANDUNG
Pasien pediatrik bukan pasien dewasa dalam ukuran
tubuh yang lebih kecil. Dalam dunia pediatrik sendiri
terdapat perbedaan golongan antara umur pasien dan

dijabarkan sebagai berikut
Premature < 37 minggu
Neonatus 0 -1 bulan
Infants 1 -6 bulan
Older Infants 6 bulan – 2 tahun
Toddler 2 – 5 tahun
Child 5 -12 tahun
Adolescences 12 – 18 tahun
Anatomi Jalan Napas


 Terdapat beberapa perbedaan anatomi pada jaluran napas
anak-anak bila dibandingkan dengan orang dewasa4.
Perbedaan pertama adalah ukuran lidah anak-anak yang lebih
besar dibandingkan orofaring sehingga meningkatkan resiko
terjadinya obstruksi jalan napas dan kesulitan teknis lainnya
pada saat melakukan laringoskopi.

 Perbedaan kedua adalah lokasi larynx anak yang terletak lebih


tinggi pada C4 bila dibandingkan dengan orang dewasa yang
berada pada C6 dan letak Glottis pada anak-anak berada pada
C2 dan lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa pada
C4 dan letak kartilago krikoid pada C4 dibandingkan dengan
orang dewasa pada C6 sehingga pemasangan dengan blade
yang lurus lebih direkomendasikan dibandingkan dengan
blade yang bengkok.

 Bentuk Epiglottis anak lebih pendek dan tebal dan
terletak lebih dekat kepada laryngeal inlet sehingga
visualisasi pita suara akan lebih sulit dan membutuhkan
keterampilan penggunaan blade laringoskop yang lebih
mahir.
 Bentuk pita suara lebih bersudut sehingga pada saat
memasukkan ETT (Endotracheal Tube) dapat tersangkut
pada commisure anterior pita suara.
 Larynx anak kecil mengalami penyempitan pada cincin
krikoid sedangkan pada orang dewasa penempitan jalan
napas berada di pita suara sehingga penggunaan ETT
tanpa cuff disarankan untuk pasien pediatrik

 There are five key differences between the adult and
pediatric airway :

1. Proportionately larger head and tongue


2. More anterior and cephalad larynx
3. Long, sometimes floppy epiglottis
4. Short trachea and neck.
5. THE NARROWEST POINT IN THE PEDIATRIC
AIRWAY IS THE CRICOID CARTILAGE
SISTEM KARDIOVASKULAR

 Denyut jantung meningkat dan sesudah 5 tahun
hampir = dewasa
 Tekanan darah diukur dengan cuff yang sesuai,
yaitu panjang = ½ atau 2/3 panjang tangan
penderita
 Prekordial / esofageal stetoskop merupakan
monitoring yang baik untuk denyut jantung (&
suara napas)
Usia Laju Nadi

Tekanan Systolik Tekanan Diastolik

Preterm (1000g) 130-150 45 25

Newborn 110-150 60-75 27

6 bulan 80-150 95 45

2 tahun 85-125 95 50

4 tahun 75-115 98 57

8 tahun 60-110 112 60


Sistem Hematologi

 Sebelum Operasi disarankan dibuat perhitungan
estimasi kehilangan darah pada saat intraop sebelum
dilakukan operasi, dan bila mungkin dapat
diberikan terapi preoperatif seperti supplemen besi.
Bila pasien dengan anemia kronis tidak dapat
menerima transfusi darah karena alasan tertentu
atau memiliki penyakit ginjal dapat dibantu dengan
pemberian EPO (Erythropoietin)
Usia
 Kadar Hb (g/dL)

1. 7 hari 16-20

1 – 4 minggu 11-16

2 – 3 bulan 10-12

1 tahun 10-12

5 tahun 11-13
SISTEM ENDOKRIN

 Neonatus memiliki cadangan glikogen yang sedikit
sehingga mereka rentan terhadap terjadinya
hypoglikemia, faktor resiko lain adalah bayi dari ibu
yang menderita diabetes, prematur, stress perinatal
dan sepsis. Untuk mengatasi hal tersebut maka bayi
dengan faktor resiko dapat diberi dextrose 5-
15mg/kg/menit
Sistem Hepatobilier

Pada Anak-anak maturitas fungsional hati
belum sepenuhnya terbentuk, sebagian besar enzim
untuk metabolisme obat sudah diproduksi namun
belum terstimulasi oleh obat tersebut. Seiring
pertumbuhan anak-anak kemampuan untuk
metabolisme obat akan meningkat secara drastis dan
menjadi siap dalam usia beberapa bulan , hal tersebut
disebabkan 2 hal, pertama adalah peningkatan aliran
darah ke hati sehingga lebih banyak obat masuk ke
dalam hati, dan sistem enzim yang diproduksi sudah
dapat distimulasi oleh obat tersebut.

Kadar albumin dan beberapa protein yang
dibutuhkan untuk berikatan dengan obat pada plasma
lebih rendah di anak-anak dibandingkan dewasa,
kondisi tersebut akan mengakibatkan lebih banyak obat
bebas beredar di sirkulasi karena tidak berikatan
dengan albumin, selain itu hyperbilirubinemia dapat
terjadi karena perpindahan bilirubin dari albumin yang
disebabkan oleh obat sehingga pasien menjadi ikterus3
Sistem Gastrointestinal

Fungsi koordinasi gerakan menelan dan
bernapas pada bayi serta fungsi LES (Lower esophageal
sphincter) belum sempurna sampai berusia 4-5 bulan
sehingga menyebabkan insidense refluks
gastroesophageal. Hal tersebut menimbulkan beberapa
pendapat untuk mempuasakan bayi sebelum operasi
namun kadar glukosa harus tetap diperhatikan ketat
karena bayi rentan terhadap terjadinya hipoglikemia
Sistem Thermoregulasi

Bayi dan anak-anak memiliki luas permukaan yang
lebih banyak dibandingkan dengan berat badan serta
lemak subkutis yang sedikit. Hal tersebut
mengakibatkan bayi lebih mudah mengeluarkan panas
baik secara radiasi (pengaruh terbesar) , konduksi ,
konveksi, dan evaporasi sehingga rentan mengalami
hipotermia.

Bayi memiliki jaringan lemak coklat yang dapat
digunakan sebagai kompensasi untuk menghasilkan
panas karena bayi berusia dibawah 3 bulan tidak dapat
menggigil. Suhu ruangan yang disarankan pada saat
operasi adalah 34°C untuk bayi prematur, 32°C untuk
neonatus, dan 28°C untuk remaja dan dewasa.
Hipotermia pada anak-anak dapat menyebabkan
depresi napas, acidosis, penurunan cardiac output,
meningkatkan durasi efek obat, menurunkan kadar
trombosit, dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi

Memindahkan Neonatus pada inkubator
Menggunakan pad pemanas
Menghangatkan ruangan operasi dengan suhu 26 – 30°C
Membatasi durasi waktu anak tanpa selimut
Menggunakan warmer pada fase pre-operasi
Menggunakan baby bonnet
Menutup ekstremitas bayi dengan selimut
Mengawasi suhu tubuh secara ketat
Menghangatkan dan melembabkan gas pernapasan
Anestesi pediatrik

 Obat anestesi Inhalasi
Bayi dan anak-anak memiliki tingkat ventilasi alveolar yang lebih
tinggi serta koefisien distribusi gas-darah yang lebih rendah dari
orang dewasa sehingga menyebabkan penyerapan obat inhalasi
lebih cepat. Nilai MAC (Mean Alveolar Concentration) untuk
pasien anak sedikit lebih tinggi dari dewasa namun neonatus
membutuhkan MAC yang lebih rendah dari pasien dewasa, hal ini
disebabkan karena immaturitas otak, level progesterone residual
dari ibu, dan kadar endorphin yang tinggi sehingga ambang nyeri
meningkat. Ketika NO (Nitrous Oxide) ditambahkan kepada gas
anestesi lain, maka kadar MAC yang dibutuhkan akan berkurang
karena efek second gas exchange dengan nilai sebagai berikut ;
MAC sevoflurane berkurang 20-25% , halothane berkurang 60%,
isoflurane 40% , dan desflurane 25%.

Selain pengambilan, eliminasi obat anestesi pada
pasien pediatrik juga lebih cepat dibandingkan dengan
orang dewasa , hal ini disebabkan karena tingginya laju
napas dan cardiac output serta distribusi yang besar
kepada organ dengan vaskularisasi banyak, di sisi lain
hal ini menyebabkan mudahnya terjadi overdosis obat
anestesi pada pasien pediatrik13,14. Fungsi hati pasien
bayi belum sepenuhnya terbentuk sehingga hanya
sedikit obat yang dimetabolisme di sana sehingga
hepatitis yang disebabkan oleh halotan jarang pada
anak (1:200.000 anestesi)

 Obat anestesi Intravena
Pasien neonatus memiliki proporsi cardiac output
yang mencapai otak yang lebih besar dibandingkan pasien
anak sehingga dosis untuk induksi lebih kecil. Salah satu
obat yang paling sering digunakan untuk anestesi intravena
adalah propofol walau penggunaan dibawah umur 3 tahun
belum direkomendasikan. Dalam pemberian obat anestesi
intravena perlu diketahui karena fungsi ginjal dan hati
belum sempurna maka interval dosis pemberian obat perlu
diperpanjang agar tidak terjadi toksisitas. Dosis untuk
anestesi intravena pada anak-anak harus disesuaikan karena
massa otot dan lemaknya berbeda dari orang dewasa.

Efek samping dari propofol yang dapat muncul
adalah bradikardi dan hipotensi dimana insidensi
bradikardia pada anak-anak 10-20% lebih tinggi
daripada orang dewasa, hal ini penting
dipertimbangkan karena pada pasien anak fungsi
baroreceptor belum sempurna sehingga pengaturan
cardiac output didominasi oleh peningkatan laju nadi.
Selain propofol terdapat beberapa kombinasi obat yang
dapat digunakan untuk anestesi intravena
Obat Intravena Dosis Inisial
 Laju Infus

Propofol 1-2 mg/kg 100-200 mcg/kg/menit

Ketamine 1-2 mg/kg 25-100 mcg/kg/menit


Midazolam 0.5-1 mg/kg (PO atau PR)
0.1-0.2 mg/kg (IV atau IM)
0.2 mg/kg (Intranasal)

Diazepam 0.2 mg/kg (PO atau PR)


Thiopental 3-5 mg/kg
Evaluasi preop

1) Usia Gestasi dan Berat Lahir
1) Masalah selama kehamilan dan persalinan serta skor
APGAR
1) Riwayat Penyakit Sekarang
1) Riwayat Penyakit Dahulu
1) Kelainan kongenital atau metabolik
1) Riwayat pembedahan
1) Riwayat kesulitan anestesi pada keluarga dan pasien
1) Riwayat Allergi
1) Batuk , Episode Asma, ISPA yang sedang dialami
Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum

1) Tanda-Tanda Vital : Tekanan darah, Laju nadi dan napas, Suhu

1) Data antropometrik : Tinggi dan berat badan

1) Adanya gigi yang lepas atau goyang


1) Sistem respirasi
1) Sistem Kardiovaskuler
1) Sistem Neurologi
Pemeriksaan Lab

Beberapa pemeriksaan penunjang disarankan bagi
beberapa pasien anak dengan kondisi khusus. Pemeriksaan
kadar Hb dilakukan apabila diperkirakan akan ada banyak
pendarahan pada saat operasi, bayi prematur, penyakit
sistemik dan penyakit jantung kongenital. Pemeriksaan
kadar elektrolit dapat dilakukan bila terdapat penyakit ginjal
ataupun metabolik lainnya dan pada kondisi dehidrasi.
Pemeriksaan x-ray dapat dilakukan bila terdapat penyakit
paru-paru, skoliosis ataupun penyakit jantung. Pemeriksaan
penunjang lainnya dapat dilakukan sesuai penyakit pasien
yang ditemukan
Premedikasi

Tujuan pemberian premedikasi pada pasien
anak sama dengan orang dewasa yakni untuk
menurangi ansietas pasien, mengurangi rasa nyeri yang
dialami, menurunkan dosis obat untuk induksi, serta
mengurangi sekresi jalan napas, namun pemberian pre-
medikasi pada anak dapat memfasilitasi perpisahan
dengan orang tua dan memudahkan proses intubasi
bila dibutuhkan

 Beberapa obat pre-medikasi yang paling sering
diberikan adalah midazolam dan ketamine.
Pemberian obat sedasi harus diberikan hati-hati bila
pasien memiliki gangguan saluran napas dan
pemberian harus dihindari bila pasien memiliki
gangguan neurologis atau peningkatan tekanan
intrakranial serta bila ada resiko besar terjadinya
aspirasi atau regurgitasi di lambung.
Obat Dosis Keterangan
Midazolam

0.5 mg/kg (max 15 mg) 15- Dapat menghasilkan reaksi
30 menit sebelum operasi eksitasi berlebihan
dimulai
Chloral Hydrate 50 mg/kg oral (max 1 Dapat menghasilkan reaksi
gram) eksitasi berlebihan
Ketamine 3-8 mg/kg oral 30-60 Dapat meningkatkan
menit sebelum operasi tekanan darah
dimulai
Temazepam 0.1-1 mg/kg oral
Clonidine 2-4 mcg/kg oral Dapat menurunkan
tekanan darah
Persiapan anestesia

STATIC :
 Scope : Laringoskop apakah lampunya cukup terang atau
tidak, serta Stethoscope.
 Tubes : ETT dipersiapkan dengan ukuran sesuai dan satu
ukuran dibawah dan diatasnya. Airway : alat untuk
menahan lidah agar tidak jatuh yakni pipa orofaringeal
Guedel atau pipa nasofaringeal.
 Tapes : Plester untuk fiksasi ETT
 Introducer : kawat untuk dimasukan ke dalam ETT]
 Connector : penghubung antara ETT dengan sirkuit nafas
 Suction : mesin pengisap untk membersihkan jalan
napas.

Peralatan Elektronik :
 Lampu ruangan
 Mesin anestesia
 Mesin penghangat tempat tidur
 Infusion pump
 Syringe pump
 Defibrilator
Sumber Gas : O2,N2O , Halothane, Isoflurane dan gas
sejenis serta dipantau dengan penggunaan flowmeter
Induksi

Induksi dapat dilakukan baik dengan metode inhalasi
maupun metode intravena. Metode inhalasi dapat
digunakan apabila pasien takut terhadap jarum, tidak
kooperatif atau sulit mencari akses vena, namun
metode inhalasi merupakan teknik yang memerlukan 2
orang, orang pertama harus mempertahankan jalan
napas dan orang kedua mencari akses vena dan
memasukan obat-obatan intravena sesuai indikasi.
Obat-obatan inhalasi anestesi yang paling sering
diberikan adalah halothane dan sevoflurane.

Halothane memiliki bau yang manis sehingga mudah
dihirup dan bila ditambah dengan N2O dapat
mempercepat induksi serta durasi obat yang lebih lama
namun dapat menimbulkan arritmia sehingga
penggunaanya sudah mulai ditinggalkan. Sevoflurane
tidak bersifat irritatif dan memiliki onset yang lebih
cepat dan durasi yang lebih pendek namun dapat
menyebabkan delirium pada saat pasien sadar. Pilihan
obat untuk induksi intravena adalah propofol,
thiopental dan ketamine.
Intubasi

Sesuai anatomi jalan napas pasien anak, pada intubasi
disarankan menggunakan blade lurus, namun blade
bengkok dapat digunakan bila pasien memiliki berat 6-
10 kg. Penggunaan ETT lebih disarankan jenis tanpa
cuff pada pasien berusia dibawah 8 tahun, serta
usahakan terdapat sedikit bocoran pada ETT.
Ukuran LMA

Berat Badan
1 <5 kg
1.5 5-10 kg
2 10-20 kg
2.5 20-30 kg
3 >30 kg
Tata cara jalan napas pediatric

Pada saat induksi pasien sebaiknya ditempatkan
dalam posisi bernafas yang pasien paling nyaman, namun
pada saat sudah dipasang intubasi sebaiknya pasien
ditempatkan dalam posisi sniffing untuk membuka jalan
udara. Selain itu pasien diberikan ganjalan agar dapat
membuka LA (Laryngeal Angle), OA (Oral Angle), dan PA
(Pharyngeal Angle) agar memudahkan proses ventilasi.
Pasien juga dilakukan jaw thrust agar mandibula
dapat terangkat dan membuka glotis sehingga mulut laring
dan faring akan lebih besar dan lebih mempermudah proses
ventilasi

Terapi cairan perioperatif

Pemberian terapi cairan sangat penting mengingat
tubuh pasien anak yang lebih banyak TBW nya serta mudah
terjadi dehidrasi. Terdapat tiga tahapan pemberian cairan
pada pasien perioperatif, dengan yang pertama untuk
memberikan kebutuhan cairan pengganti yang masih
kurang sebelum operasi, pasien diperiksa apakah ada tanda
dehidrasi dari 4 gejala klinis yaitu : Pengisian kapiler >2
detik, tidak ada air mata, mukosa membran kering dan
keadaan umum sakit berat, bila 2 dari 4 gejala tersebut
terpenuhi maka pasien dehidrasi dan dapat diberikan cairan
inisial sebanyak 10-20 ml/kg..

Tahapan kedua adalah pemberian cairan
rumatan menggunakan rumus holliday segar yaitu
4cc/kg/jam untuk 10 kg pertama dengan tambahan 2
cc/kg/jam untuk 10 kg berikutnya dan tambahan lagi 1
cc/kg/jam untuk setiap penambahan berat badan.
Tahapan ketiga adalah pengganti kehilangan cairan
intraoperatif dengan patokan 1cc/kg/jam untuk
operasi superfisial, 4-7cc/kg/jam untuk operasi
thorakotomi, dan 5-10cc/kg/jam untuk operasi
abdomen
Kesimpulan

Anestesi pada pasien pediatrik berbeda dengan
anestesi padap pasien dewasa karena sistem anatomi
dan fisiologi yang berbeda. Secara anatomis lokasi
larynx, glotis dan kartilago krikoid pada pasien anak
terletak lebih tinggi sehingga akan lebih mudah untuk
melakukan intubasi dengan blade lurus, serta karena
jalan napas yang sempit maka keterampilan dan kehati-
hatian dokter anestesi sangat diutamakan. Secara
fisiologis ambang batas tanda-tanda vital pasien anak
berbeda dari orang dewasa sehingga pemantauan
harus dilakukan dengan ambang batas yang sesuai.
ASUHAN
ANESTESI PADA
KOLONOSKOPI

Tata Juarta SKM., SPd., MHKes


PENDAHULUAN
PENGERTIAN
Kolonoskopi Anestesi Penata Anestesi

Prosedur
pemeriksaan untuk Anestesi, secara
mendeteksi luka, Penata Anestesi
umum berarti suatu
iritasi, polip atau adalah setiap orang
tindakan
kanker pada usus yang telah lulus
menghilangkan rasa
besar dan rektum, pendidikan bidang
sakit ketika
yaitu bagian paling kepenataan anestesi
melakukan
bawah usus besar atau Penata Anestesi
pembedahan dan
yang terhubung ke sesuai dengan
berbagai prosedur
anus. Prosedur ini ketentuan peraturan
lainnya yang
dilakukan dengan perundang-
menimbulkan rasa
terlebih dahulu undangan.
sakit pada tubuh
memberikan obat
bius kepada pasien.
BERBAGAI TINGKAT SEDASI YANG MUNGKIN DIPILIH
TIDAK ADA
Artinya tidak ada obat yang diberikan. Sangat sedikit orang yang
memilih opsi ini.

SEDASI RINGAN
Meskipun seseorang mengantuk, pasien masih dapat merespon
perintah verbal dan dapat merasakan nyeri. Tidak ada efek pada
pernapasan atau fungsi kardiovaskular.

SEDASI SEDANG (SEDASI SADAR)


Pasien dapat merespons rangsangan verbal atau fisik dengan sengaja.
Biasanya ada sedikit atau tidak ada efek pada ventilasi atau fungsi
kardiovaskular. Sebagian besar pasien tidak akan mengingat prosedur.

SEDASI DALAM
Pasien akan berespons terhadap rangsangan nyeri yang berulang,
tetapi biasanya tanpa tujuan. Pernapasan mungkin terganggu, seperti
halnya fungsi kardiovaskular. Pasien tidak akan memiliki ingatan
tentang apa yang terjadi saat berada di bawah sedasi yang dalam
(amnesia).

ANESTESI UMUM
Dalam hal ini, pasien sama sekali tidak menanggapi rangsangan yang
menyakitkan. Pernapasan biasanya terganggu, dan dukungan saluran
udara dan ventilasi biasanya diperlukan. Fungsi kardiovaskular juga
dapat terganggu.
Sumber: https://www.templehealth.org/about/blog/what-are-my-options-for-sedation-during-my-
upcoming-colonoscopy
Tingkat anestesi yang direncanakan menentukan
siapa yang akan memberikan sedasi. Misalnya,
sedasi ringan atau sedang biasanya diberikan oleh
ahli gastroenterologi yang melakukan prosedur.
Sedasi dalam dan anestesi umum diberikan oleh
perawat anestesi atau ahli anestesi.

Kebanyakan pasien mengatakan bahwa mereka


ingin benar-benar tertidur selama prosedur. Itu
berarti anestesi umum. Tetapi tingkat ini memiliki
risiko komplikasi yang lebih tinggi, jadi ketika
dijelaskan pilihannya, kebanyakan pasien setuju
dengan tingkat anestesi yang lebih rendah.
Pro dan Kontra dari Berbagai Tingkat Sedasi untuk Kolonoskopi

01 TIDAK ADA

Kolonoskopi tanpa penenang terkadang dilakukan sekitar sekali atau dua kali dalam
sebulan. Ini terjadi pada pasien yang tidak menginginkan sedasi apapun.

Keuntungan besar adalah pasien segera pulih setelah prosedur dan dapat langsung
bekerja atau mengemudi. Mereka tidak membutuhkan siapa pun untuk menemani
mereka pulang. Ini juga menghilangkan kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi
dengan segala bentuk anestesi.

Sementara prosedur itu sendiri dapat menyebabkan beberapa kram atau sakit perut
karena gas, jika prosedur ini tetap akan dilakukan, pastikan bahwa ahli
gastroenterologi memiliki pengalaman melakukan kolonoskopi tanpa penenang.

Sumber: https://www.templehealth.org/about/blog/what-are-my-options-for-sedation-during-my-upcoming-colonoscopy
Pro dan Kontra dari Berbagai Tingkat Sedasi untuk Kolonoskopi

02 SEDASI RINGAN

Ini jarang dilakukan. Karena banyak jenis obat-obatan diberikan, ada risiko komplikasi.
Selain itu, pasien perlu ditemani dan tidak boleh melakukan aktivitas rutin sampai
keesokan harinya. Tetapi karena obat penenangnya ringan, tidak ada efek pada rasa
sakit tetapi pasien dapat merasakan dan mengingat semua rangkaian prosedur.

03 SEDASI SEDANG (SEDASI SADAR)

Ini adalah salah satu bentuk sedasi yang paling umum digunakan. Obat-obatan yang
biasa diberikan seperti midazolam dan fentanyl – obat penenang ringan dan
pembunuh rasa sakit. Ini adalah kombinasi yang bagus dan aman, dan risikonya
biasanya menyebabkan amnesia, jika diberikan terlalu banyak. Untuk menghindarinya,
diberikan secara perlahan, dengan pemantauan yang tepat.

Sumber: https://www.templehealth.org/about/blog/what-are-my-options-for-sedation-during-my-upcoming-colonoscopy
Pro dan Kontra dari Berbagai Tingkat Sedasi untuk Kolonoskopi

04 MONITORED ANESTHESIA CARE (MAC)

Dilakukan seorang profesional anestesi yang berada di ruangan dengan ahli


gastroenterologi dan perawat atau teknisi. Ini biasanya dipilih ketika ada kekhawatiran
tentang paru-paru, jantung, atau toleransi pasien terhadap midazolam atau fentanyl.
Obat yang digunakan untuk sedasi jenis ini adalah propofol. Propofol untuk
kolonoskopi diberikan oleh seorang profesional terlatih di bawah pengawasan dan
pemantauan yang konstan. Kedalaman sedasi dengan MAC kadang-kadang sedasi
sedang, tetapi biasanya sedasi dalam.

05 ANESTESI UMUM

Ini hampir tidak pernah digunakan untuk kolonoskopi. Anestesi umum biasanya
disediakan untuk pasien dengan penyakit paru-paru parah, saluran udara tidak stabil,
dan prosedur yang sangat panjang.

Sumber: https://www.templehealth.org/about/blog/what-are-my-options-for-sedation-during-my-upcoming-colonoscopy
SEBELUM MENINJAU OPSI, ADA BEBERAPA HAL
PENTING YANG PERLU DIKETAHUI DAN DILAKUKAN

• Ahli gastroenterologi akan menentukan tingkat sedasi, tetapi pasien memiliki suara dalam keputusan itu.
• Saat menjadwalkan kolonoskopi, selalu tanyakan kepada dokter tingkat sedasi atau anestesi yang direncanakan.
• Usia, kondisi medis, dan kebiasaan kesehatan Anda dapat memengaruhi pilihan anestesi. Misalnya, pasien dengan
masalah jantung atau paru-paru, obesitas, atau kondisi apa pun yang memengaruhi jalan napas mungkin perlu
menghindari sedasi yang dalam.
• Tingkat sedasi yang Anda terima dan riwayat kesehatan Anda merupakan faktor dalam menentukan jenis profesional
medis apa yang harus memberikan sedasi selama prosedur Anda.

Sumber: https://www.asahq.org/madeforthismoment/preparing-for-surgery/procedures/colonoscopy/
THANK YOU
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PADA COLONOSCOPY
Kolonoskopi saat ini merupakan salah satu alat diagnostik dan teraupetik yang sangat
penting untuk menangani pasien-pasien dengan penyakit saluran pencernaan bagian bawah
(Wexner et al., 2006). Kolonoskopi menjadi metoda skriining yang paling efektif pada penyakit
kolon dan keganasan kolorektal, dengan alasan kolonoskopi dapat mendeteksi hampir semua lesi
kolorektal dan bila ketiga skrining tes lainnya ( fecal ocult blood test, flexible sigmoidoscopy dan
barium enema kontras ganda) memberikan hasil positif, semuanya harus diikuti tindakan
kolonoskopi sebagai diagnostik standar (Jang J.Y, et al 2014).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sidhu,et al mengenai audit pada semua tindakan
kolonoskopi di The Royal Liverpool University antara tahun 2005 sampai 2010 menemukan dari
8910 tindakan kolonoskopi, terdapat 693 kasus yang inkomplet (7,8%), dengan 58% kasusnya
wanita dan rata-rata umur 61 tahun. Dan inadekuatnya bowel preparasi menjadi alasan terbanyak
terjadinya kolonoskopi yang inkomplet, terhitung hampir 25% mengalami kegagalan dalam
tindakan kolonoskopi. Ketepatan diagnostik dan keamanan terapi pada kolonoskopi sangat
tergantung pada kualitas pembersihan kolon atau persiapan usus. Persiapan usus yang kurang telah
terbukti secara signifikan menghalangi kemampuan diagnostik kolonoskopi. Oleh karena itu
persiapan kebersihan usus yang baik merupakan persyaratan untuk suksesnya tindakan
kolonoskopi(Johson.D.A, et al 2014).
Kolonoskopi merupakan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan pada saluran cerna
bagian bawah yang efektif. Pemeriksaan kolonoskopi dilakukan dengan menggunakan scope
untuk mengetahui kelainan mulai dari rectum, usus besar, sampai dengan sekum, kelainan
yangpaling sering ditemui adalah adanya kanker usus, polip yang merupakan pra kanker,
perdarahan, infeksi, hemmoroid. Kolonoskopi merupakan salah satu teknik pemeriksaan yang
lebih unggul dibandingkan yang lain karena dapat mengetahui gambaran usus secara jelas
(Mclachlan, Clements, & Austoker, 2012)
Pada penelitian yang dilakukan Ismiwiranti (2020) mengungkapkan kecemasan pada
pasien beragam, pengalaman operasi arau riwayat terdahulu cukup membantu pasien dalam
mengelola kecemasan. Namun, ditemukan pula bahwa pasien yang pertama kali menjalani
kolonoskopi mampu mengelola kecemasannya juga. Kesiapan pasien secara psikologis adalah
faktor yang sangat mempengaruhi kemampuannya dalam mengelola kecemasan yang dialami.
Persepsi yang positif melihat manfaat dari kolonoskopi membuat pasien mengesampingkan hal
yang kurang menyenangkan terkait tindakan.
Indikasi kolonoskopi bisa bersifat diagnostik ataupun terapeutik. Indikasi diagnostik
mencakup penapisan kanker kolon, evaluasi tanda dan gejala yang mengindikasikan kelainan
kolon atau ileum terminal, menilai respons terhadap pengobatan pada pasien dengan penyakit
kolon, serta mengevaluasi kelainan yang ditemukan pada pencitraan. Indikasi terapeutik mencakup
dilasi striktur, pemasangan stent, dekompresi kolon, dan pengangkatan benda asing. Kolonoskopi
elektif dilakukan pada kasus perdarahan gastrointestinal, fecal occult blood test (FOBT) positif,
perubahan pola buang air besar tanpa sebab yang jelas, anemia defisiensi besi, penurunan berat
badan pada lansia, nyeri abdomen persisten, dan gambaran abnormalitas struktural pada
pemeriksaan radiografi menggunakan barium enema. Indikasi terapeutik dari kolonoskopi antara
lain eksisi dan ablasi lesi, terapi lesi perdarahan, dilatasi stenosis ataupun striktur, ekstraksi benda
asing, dekompresi volvulus kolon atau megakolon, dan manajemen paliatif neoplasma.

Kontraindikasi absolut untuk kolonoskopi termasuk penolakan pasien, infark miokard


baru-baru ini, ketidakstabilan hemodinamik, peritonitis, riwayat operasi anastomosis kolon, atau
cedera pada usus. Secara umum, pasien harus menunggu setidaknya 6 minggu dari kejadian akut
sebelum melakukan kolonoskopi. Kontraindikasi relatif untuk kolonoskopi yaitu peradangan aktif,
termasuk perforasi kolon, megakolon toksik, kolitis ulseratif, flare Crohn’s disease, divertikulitis,
kolitis fulminan, atau inflammatory bowel disease berat dengan ulserasi. Pada kondisi seperti ini
perlu dipertimbangkan kembali apabila akan melanjutkan kolonoskopi. Kolonoskopi
menyebabkan dilatasi kolon dan peningkatan tekanan intraluminal, sehingga dapat menyebabkan
cedera pada jaringan yang meradang dan meningkatkan risiko perforasi.
Kehamilan juga dianggap meningkatkan risiko kolonoskopi. Pedoman untuk kolonoskopi
selama kehamilan tidak tersedia, karena data yang tidak mencukupi. Namun, kolonoskopi dapat
dipertimbangkan untuk kondisi yang mengancam jiwa selama kehamilan ketika tidak ada alternatif
lain atau Ketika ada kecurigaan kuat kanker kolon. Tunda kolonoskopi surveilans sampai periode
postpartum
prosedur colonoscopy:
1. Persiapan:
Sebelum prosedur, pasien harus melakukan persiapan seperti mengonsumsi cairan
pencahar untuk membersihkan usus dan tidak makan makanan padat selama beberapa
jam sebelum prosedur. Pasien juga harus menjalani tes darah dan pemeriksaan fisik
untuk memastikan bahwa mereka cocok untuk menjalani prosedur.
2. Proses:
Prosedur dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut kolonoskop yang memiliki
kamera di ujungnya. Alat ini dimasukkan ke dalam anus dan dipandu ke dalam usus
besar. Selama prosedur, dokter dapat melihat kondisi usus besar dan melakukan tindakan
seperti pengambilan sampel jaringan atau pengangkatan polip.
3. Durasi:
Prosedur ini biasanya memakan waktu sekitar 30-60 menit, tergantung pada kondisi
pasien dan apa yang ditemukan oleh dokter selama prosedur.
4. Risiko:
Meskipun prosedur ini relatif aman, ada beberapa risiko seperti perdarahan, perforasi
usus, atau reaksi alergi terhadap obat bius. Namun, risiko ini jarang terjadi.
5. Pasca-prosedur:
Setelah prosedur, pasien dapat merasa sedikit kembung atau sakit perut, tetapi biasanya
ini akan mereda dalam beberapa jam. Pasien dapat kembali ke aktivitas normal setelah
beberapa jam setelah prosedur, tetapi mereka disarankan untuk tidak mengendarai
kendaraan atau bekerja selama sisa hari itu karena efek obat bius yang masih
berlangsung.

Beberapa jenis anestesi yang dapat digunakan selama kolonoskopi adalah sebagai berikut:
1. Sedasi ringan: Ini adalah jenis anestesi yang paling umum digunakan untuk kolonoskopi.
Obat-obatan yang diberikan membuat pasien merasa mengantuk dan sedikit lupa akan apa
yang terjadi selama pemeriksaan. Pasien masih bisa bernapas sendiri, tetapi refleks batuk
dan muntah akan berkurang.
2. Anestesi umum: Jenis anestesi ini membutuhkan pemantauan dan dukungan pernapasan
yang lebih cermat, dan hanya digunakan jika diperlukan.
3. Anestesi epidural atau spinal: Jenis anestesi ini melibatkan pemberian obat bius ke ruang
sekitar sumsum tulang belakang. Ini memungkinkan bagian bawah tubuh menjadi mati rasa
dan nyaman selama pemeriksaan.

Asuhan Keperawatan Anestesiologi Pada Colonoscopy:


1. Persiapan Pasien: Sebelum melakukan colonoscopy, perawat harus memberikan penjelasan
yang jelas kepada pasien tentang prosedur dan jenis anestesi yang akan diberikan. Pasien
harus diminta untuk tidak makan atau minum setidaknya 8 jam sebelum prosedur. Perawat
juga harus memastikan bahwa pasien telah memberikan informasi tentang riwayat alergi
dan riwayat medis yang relevan.
2. Pemberian Anestesi: Sedasi intravena sering digunakan dalam colonoscopy untuk
membantu pasien merasa nyaman selama prosedur. Perawat harus memantau tekanan
darah, detak jantung, saturasi oksigen, dan tanda-tanda vital lainnya selama pemberian
anestesi. Perawat harus siap untuk menangani komplikasi yang mungkin terjadi selama
atau setelah pemberian anestesi.
3. Pemantauan Pasien: Setelah pemberian anestesi, perawat harus memantau pasien secara
ketat selama prosedur untuk memastikan kenyamanan dan keselamatan pasien. Perawat
harus memantau tanda-tanda vital pasien seperti tekanan darah, detak jantung, saturasi
oksigen, dan pernapasan. Perawat juga harus memastikan bahwa pasien tetap dalam posisi
yang tepat selama prosedur.
4. Perawatan Pasca-Prosedur: Setelah prosedur selesai, pasien harus dipantau secara ketat
oleh perawat hingga anestesi hilang dan pasien dapat dipindahkan ke ruang pemulihan.
Perawat harus memantau tanda-tanda vital pasien dan memberikan perawatan yang
diperlukan seperti memberikan obat pereda nyeri atau memberikan cairan intravena.
5. Edukasi Pasien: Setelah pasien pulih dari anestesi, perawat harus memberikan informasi
yang jelas dan mudah dipahami kepada pasien tentang hasil colonoscopy, tindakan apa
yang diambil selama prosedur, dan rencana pengobatan selanjutnya jika ditemukan
masalah medis. Perawat harus juga memberikan petunjuk kepada pasien tentang diet dan
perawatan pasca-prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
Jang J.Y, Chung H.J. (2014).Bowel preparations as Quality Indicators for Colonoscopy. World Journal
Gastroentrology.20(11): 2749-2750
Johnson. D.A, Barkun A.N, Cohen L.B, et al. (2014).Optimizing Adequacy of bowel cleansing for
colonoscopy : Recomendations from U.S Multy-Society Task Force on Colorectal Cancer.
Gastrointestinal Endoscopy Journal.80(4): 543-562

Mclachan, S.,Clements, A., Austoker, J. (2012). Patient Education and Conseling Patients Experinces and
Reported BArries to Colonoscopy in The Screening Context-A systematic Review of the Literatiure,
86,137-146

Wexner S.D, Beck D.E, Baron T.H, et al. (2006). A consensus document on bowel preparation before
colonoscopy: prepared by a task force from the American Society of Colon and Surgeons (ASCRS),
the American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE), and the Society of American
Gastrointestinal and Endoscopic Surgeons (SAGES). Gastrointestinal Endoscopy. 63 (7): 894-909.

Ismiwiranti, R. (2020). Karakteritik Pasien Terkait Kecemasan Dalam Menjalani Prosedur Kolonoskopi.
Jurnal Ilmiah Keperawatan. Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. DOI:
https://doi.org/10.33023/jikep.v6i1.443

Stauffer CM, Pfeifer C. Colonoscopy. [Updated 2021 Jul 31]. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2021 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559274/

Stein DE. Colonoscopy. Medscape. 2020. https://emedicine.medscape.com/article/1819350-overview#a1

Anda mungkin juga menyukai