Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI PADA PASIEN TN. W.


DI RUANG AS - SYIFA NO 3A RSI BANJARNEGARA
LP MINGGU KE 3

Oleh:

Nama: Isnaeni Mei Rahmawati


NIM: 210102037

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN I


PRODI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA TIGA

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA


2021/2022
A. Definisi Kasus
Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh bersama
dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen. Oksigen merupakan unsur yang
diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit ke semua proses penting tubuh seperti
pernapasan, peredaran, fungsi otak, membuang zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh,
pertumbuhan sel dan jaringan, serta pembiakan hanya berlaku apabila terdapat banyak
oksigen. Oksigen juga merupakan sumber tenaga yang dibutuhkan untuk metabolisme
tubuh (Atoilah & Kusnadi, 2013).
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem tubuh
baik itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan kedalam tubuh secara alami
dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran gas antara
individu dengan lingkungan yang dilakukan dengan cara menghirup udara untuk
mendapatkan oksigen dari lingkungan dan kemudian udara dihembuskan untuk
mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).
Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam mempertahankan kelangsungan
hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan
oksigenasi dipengaruhi oleh beberapa factor seperti fisiologis, perkembangan, perilaku
dan lingkungan (Ernawati, 2012).

B. Etiologi / Faktor Predisposisi


Adapun faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan oksigenasi menurut NANDA
(2013), yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas tulang dan dinding dada, nyeri, cemas,
penurunan energy/kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan
kognitif/presepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan dan
adanya perubahan membrane kapiler-alveoli
C. Manifestasi Klinis
1. Suara napas tidak normal
2. Perubahan jumlah pernapasan
3. Batuk disertai dahak
4. Penggunaan otot tambahan pernapasan
5. Dyspnea
6. Penurunan haluaran urine
7. Penurunan ekspansi paru
8. Takhipnea

D. Komplikasi
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep
venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama
pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan
digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretic dengan dosis
ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac
death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron,
blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
oksigenasi yaitu:
1. EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi
impuls dan posisi listrik jantung.
2. Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi respon jantung terhadap
stres fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang respon miokard terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan aliran darah koroner.
3. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi ; pemeriksaan
fungsi paru, analisis gas darah (AGD).

F. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi
a. Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala
volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal,
menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk
mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan
afterload agar tekanan darah menurun.3
b. Antagonis aldosterone
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
c. Obat inotropic
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
d. Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi.
e. Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah
vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena.
f. Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi
aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air.
Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg
menyebabkan peningkatan curah jantung.
2. Terapi non farmakologi
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti:
diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi
stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.

G. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya sebagai organ
pemompa sehingga terjadi yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal disfungsi
komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal
mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung.
Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital
normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer yaitu
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktifitas
neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal
jantung dini pada keadaan normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas jantung yang
menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup yang
harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu preload (jumlah darah yang
mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat
sel yang berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium), dan
afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriol). Apabila salah satu komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu alirannya darah ke otot jantung.
Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal
(peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek (hipertrofi miokard) dapat dianggap
sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degenerative berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara
terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal jantung ventrikel kanan.
Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel
brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan.
H. Pathway
I. Fokus Pengkajian
No Data Fokus Masalah Etiologi
Keperawatan
1 DS: Pasien mengatakan sesak Pola napas tidak Dipsnea
napas, badanya lemas, disertai efektif
batuk tetapi jarang dan tidak
berdahak
DO:
- Pasien nampak sesak
napas
- Terjadi pernafasan cuping
hidung
- Pasien nampak gelisah
- TD: 117/93 mmhg
N: 71x/menit
S: 36,9
RR: 27x/menit
Saturasi oksigen: 92%

J. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sesak napas yang di tandai dengan
sesak napas, adanya pernafasan cuping hidung, gelisah, TD: 117/93 mmhg, N:
71x/menit, S: 36,9, RR: 27x/menit, Saturasi oksigen: 92%.
K. Fokus intervensi
No Diagnosa Keperawatan Luaran Perencanaan
. SLKI Keperawatan
SIKI
1 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Intervensi Utama:
berhubungan dengan sesak tindakan keperawatan Manajemen jalan
napas yang di tandai selama 1x24 jam napas.
dengan sesak napas, diharapkan pola nafas (I.01011)
adanya pernafasan cuping tidak efektif dapat Observasi
hidung, gelisah, TD: membaik dengan - Monitor pola
117/93 mmhg, N: kriteria hasil: napas
71x/menit, S: 36,9, RR: - Dispnea Terapeutik
27x/menit, Saturasi menurun - Posisikan semi
oksigen: 92%. - Penggunaan otot fowler atau
bantu napas fowler
menurun - Berikan
- Pernafasan oksigen
cuping hidung Edukasi
menurun - Ajarkan teknik
- Frekuensi napas batuk efektif
membaik Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator
(nebulizer
(lasal,pulmicor
t))
Daftar Pustaka

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,.Pedoman Tatalaksana


Gagal Jantung. PERKI.1 ed. 2015: 1
2. Siswanto BB, Hersunarti N, Erwinanto, Barack R, Pratikto RS, Nauli SE, Lubis AC.
2015. Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung: Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia. Jakarta: PP PERKI
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2013
4. Nurhayati, E. &Nuraini, I. Gambaran Faktor Resiko Pada Pasien Penyakit Gagal
Jantung Kongestif Di Ruang X.A Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Kesehatan
Kartika. 2006
Available from : file:///C:/Users/USER/Documents/script/pirngadi%20ep.pdf
5. Agustina, A., Afiyanti, Y., & Ilmi, B. (2017). Pengalaman Pasien Gagal Jantung
Kongestif dalam Melaksanakan Perawatan Mandiri. Healthy-Mu, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai