Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue (DBD/Dengue Hemmoragic
Fever) merupakan masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan
subtropics, terutama di daerah perkotaan. DBD merupakan penyakit dengan potensi
fatalitas yang cukup tinggi, yang ditemukan pertama kali pada tahun 1950an di
Filipina dan Thailand, saat ini dapat ditemukan di sebagian besar Negara di Asia.
Jumlah negara yang mengalami wabah DBD telah meningkat empat kali lipat setelah
tahun 1995. Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus
DBD dapat mencapai lebih dari 20%. Namun dengan penanganan yang baik dapat
menurun hingga kurang dari 1% (WHO 2008).
Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 30 tahun
terakhir. Jumlah kasus DBD pada tahun 2007 telah mencapai 139.695 kasus, dengan
angka kasus baru (insidensi rate) 64 kasus per 100,000 penduduk. Total kasus
meninggal adalah 1.395 kasus /Case Fatality Rate sebesar 1% (Depkes RI, 2008).
Pola penularan DBD dipengaruhi iklim dan kelembaban udara. Kelembaban
udara yang tinggi dan suhu panas justru membuat nyamuk Aedes aegypti bertahan
lama. Sehingga kemungkinan pada waktu terjadinya penyakit mungkin akan berbedabeda dari satu tempat dengan tempat yang lain tergantung dari iklim dan kelembaban
udara. Di Jawa, umumnya kasus DBD merebak mulai awal Januari sampai dengan
April-Mei setiap tahun (Dinas kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2006).

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Demam dengue/DF demam berdarah dengue/DBD (dengue haemmoragic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis dema, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.

2.1.1. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow
fever, Japanese encehphalitis dan West Nile virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate. Survei epidemiologi pada hewan

ternak didaptkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi.
Penelitian pada antropoda menunjukan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk
genus Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites.
2.1.2. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989
hingga 1995) dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
hingga mencapai 2 % pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk
betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat
penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan tranmisi virus
dengue yaitu: 1). vektor : perkembang biakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan
vector di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lainnya; 2).
pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, morbilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi
dan kepadatan penduduk.

2.1.3. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah; a).
respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.
Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhacement (ADE);
b). limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Difrensiasi T helper yaitu THI akan
memproduksi IL-4,IL-5,IL-6 dan IL-10; c). monosit dan makrofag berperan dalam
fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini
menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik
antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi vieus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus
bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan
aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon
gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai
mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan
histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadinya
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks
virus antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1). supresi


sumsum tulang, dan 2). destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran
sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukan keadaan hiposeluler dan
supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses
hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada
saat terjadi trombositopenia justru menunjukan kenaikan, hal ini menunjukan
terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan
trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui peningkatan fragmen C3g,
terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan
sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang
merupakan petanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor Xla
namun tidak melalui aktivasi kontrak (kalikrein C1-inhibitor complex).

2.1.4. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok
dengue (SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan

tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak
adekuat.

2.1.5. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit
dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran
limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit,
saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue
berupa antibodi total, IgM maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma
biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan

meningkat.
Trombosit: umunya terdapat trombositopenia pada hari ke 2-8.
Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit 20% dari hematokrit awal, umunya dimulai pada hari ke-3

demam.
Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT,APTT,fibrinogen,D_Dimer,atau FDP
pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.

Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.


SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
Ureum,Kreatinin: bila didaptkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit: sebagai parameter pemantau pemberian cairan.
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan

transfuse darah atau komponen darah.


Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke -3,
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi

sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.


Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

2.1.6. Pemeriksaan Radiologis


Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus
kana ( pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan ). Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG.

2.1.7. Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang
dan perasaan lelah.
Demam dengue (DD)

kriteria WHO 2011 diagnosis DD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi:
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:

Nyeri kepala.
Nyeri retro-orbital.
Mialgia/artralgia.
Ruam kulit.
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif).
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul).
Peningkatan hematokrit (5%-10%).
Tidak ada bukti perembeesan plasma.

Demam Berdarah Dengue (DBD)


kriteria WHO 2011 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi:

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bending positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
- Hematemesis atau malena.
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standart sesuai dengan
-

umur dan jenis kelamin.


Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.


Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura,
hipoproteinemia.

asites

atau

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaaan utama antara DD dan DBD
adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.

Gambar 1. Simpom demam berdarah dengue


2.2. Komplikasi
Demam Dengue
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia hebat, dan
trauma.
Demam Berdarah Dengue

Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal
akut.

Edema paru dan / atau gagal jantung sering kali terjadi akibat overloading

pemberian cairan pada masa perembesan plasma.


Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik dan perdarahan

berat.
Hipoglikemia / hiperglikemia, hipokalsemia akibat syok berkepanjangan dan
terapi cairan yang tidak sesuai.

2.2.1. Diagnosis banding


Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis
dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.
Sindrom Syok Dengue (SSD) seluruh kriteria diatas untuk DBD disertai kegagalan
sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun ( 20
mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta
gelisah.

2.2.3. Derajat penyakit infeksi virus dengue


Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu
diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti tertera di tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue WHO 2011


DD/DBD
Derajat
Gejala
Laboratorium
DD

Demam disertai 2 atau lebih tanda:

* Leukopenia (jumlah
leukosit 4000 sel/mm)

* peningkatan
hematokrit (5%-10%)
* trombositopenia
(jumlah trombosit
<100.000)
sakit kepala,nyeri retro-orbital,
nyeri otot, nyeri sendi/tulang, ruam
kulit makulopapular, manifestasi
perdarahan, tidak ada tanda
perembesan plasma

DBD

DBD

DBD

DBD

* tidak ditemukan
bukti kebocoran plasma

Demam dan manifestasi perdarahan


(uji bending positif) dan tanda
perembesan plasma

* trombositopenia
(<100.000), peningkatan
hematokrit 20%

II

Seperti derajat I ditambah perdarah


spontan

* trombositopenia
(<100.000), peningkatan
hematokrit 20%

III

Seperti derajat I atau II ditambah


kegagalan sirkulasi (nadi lemah,
tekanan nadi 20 mmHg,
hipotensi, gelisah, diuresis
menurun

* trombositopenia
(<100.000), peningkatan
hematokrit 20%

IV

syok berat disertai dengan tekanan


darah dan nadi yang tidak
terdeteksi

* trombositopenia
(<100.000), peningkatan
hematokrit 20%

2.2.4. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesisfik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi
superatif. Dengan terapi superatif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan
hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan
yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap
dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah
dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.

Anda mungkin juga menyukai