Anda di halaman 1dari 8

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

DEFINISI

Demam berdarah dengue (Dengue Hemoragic Fever) selanjutnya disingkat DHF ialah penyakit yang terutama terdapat pada anak
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji tourniquet akan positif
dengan/tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan, seperti petekie yang muncul serentak, purpura, ekimosis,
epistaksis, hematemesis, melena, trombositopenia, masa perdarahan dan masa protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan
gangguan maturasi megakariosit.

ETIOLOGI DAN CARA PENULARAN

DHF disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus ( Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae dan mempunyai empat jenis serotipe : DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. DEN-1 dan DEN-2
ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-II, sedangkan DEN-3 dan DEN-4 ditemukan saat wabah di Filipina tahun
1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil-eter dan C.natrium
dioksikolat, stabil pada suhu 70
Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan diberbagai daerah di
Indonesia. Terdapat berbagai variasi diantara strain serotipe tertentu, yang utama, yaitu strain South East Asian serotipe 2 yang lebih
potensial menyebabkan kasus berat (DHF).
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu : manusia, virus, dan vektor perantara. Virus
dengue ditularkan kepada manusia gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes Albopictus, Aedes Polynesiensis dan beberapa
spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat
mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Virus kemudian berkembang biak dalam
tubuh nyamuk yang terutama ditemukan dalam kelenjar liurnya dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina juga dapat ditularkan kepada
telurnya (Transovarin Transmission), namun peranannya dalam penularan virus kepada manusia masih dalam penelitian.
Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan menularkan virus selama hidupnya
(infected). Pada manusia, virus memerlukan waktu 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan sakit. Penularannya
dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus
DHF sangat kompleks, yaitu : (1) pertumbuhan ekonomi yang tinggi, (2) urbanisasi yang tidak terencana dan terkendali, (3) tidak
adanya vektor yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.

EPIDEMIOLOGI

DHF pertama kali ditemukan oleh Quentos dkk tahun 1954 di Manila pada anak-anak dan wilayah Asia Tenggara. DHF terjadi
kebanyakan pada penduduk asli dan berkaitan dengan reaksi imunologi.
Setelah Indonesia merdeka, DHF di Indonesia pertama kali dicurigai terjangkit di Surabaya pada tahun 1968. Data yang terkumpul
dari tahun 1968-1993 menunjukkan bahwa penderita DHF sebanyak 10.189 pasien yang usianya pada umumnya dibawah 15 tahun.
Daerah yang banyak terkena wabah penyakit ini adalah daerah perkotaan dan daerah sub-urban. Korban penyakit DHF pada umunya
adalah anak-anak yang berumur dibawah 15 tahun. Risiko tertinggi pada kelompok umur 5-9 tahun dengan perbandingan antara laki-
laki dan perempuan, 1 : 1,2.
Jumlah kasus DHF paling tinggi pada akhir musim hujan. Perubahan musim agaknya mempengaruhi frekuensi gigitan dan panjang
umur nyamuk, perubahan itu pula yang mempengaruhi kebiasaan manusia untuk tinggal di luar rumah.

PATOGENESA

Teori umum yang dipakai untuk menjelaskan patogenesis DHF dan SSD (Sindrom Syok Dengue), yaitu hipotesis infeksi sekunder
(Secondary Heterologous Infection Theory). Hipotesis ini menyatakan bahwa penderita yang setelah terinfeksi virus dengue pertama
kali, jika mendapat infeksi berulang dengue lainnya mempunyai risiko lebih besar menderita DHF atau SSD. Antibodi heterolog yang
telah ada didalam tubuh sebelumnya akan mengenali virus lain yang menginfeksi kemudian dan membentuk kompleks antigen-
antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel dari leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibody
adalah heterologous maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh dan bebas bereplikasi di dalam sel makrofag. Hal ini jelas
meningkatkan kadar/konsentrasi kompleks antigen-antibodi yang tinggi (reaksi anamnestik antibody).

Terdapatnya kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah akan mengakibatkan hal2 sbb :

1.Kompleks virus-antibodi akan mengaktifasi system komplemen, yang berakibat dikeluarkannya anafilaktoksin C3a dan C5a yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler/dinding pembuluh darah dan perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke
ekstravaskuler (plasma leakage), suatu keadaan yang sangat berperan dalam terjadinya renjatan.
2.Terjadinya agregasi trombosit yang akan melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis, sehingga baik jumlah dan fungsi
trombosit akan menurun. Trombosit yang mengalami kerusakan akan dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat
trombositopenia hebat. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan amin fase aktif (histamin dan serotonin) yang akan
meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskuler (koagulopati)
3.Kerusakan endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktifasi faktor pembekuan XII (faktor Hageman) dengan akibat
pembekuan intravaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam
pembentukan anafilaktoksin dan penghancuran fibrin. Disamping itu aktifasi akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam
peningkatan permeabilitas pembuluh darah.
Terjadinya SSD biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu antara hari ke 3 dan ke 7 sakit. Hal ini dapat dijelaskan oleh
hipotesis menungkatnya reaksi imunologis (immunological enhancement hypothesis) yang mengatakan sbb :
1.Telah dibuktikan oleh penelitian bahwa pada manusia sel fagosit mononukleus (monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupfer)
merupakan tempat utama terjadi reaksi virus dengue.
2.Antibodi yang tidak ternetralisasi, baik yang berada bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik
untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononukleus.
3.Virus dengue akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang terinfeksi tersebut.
4.Peningkatan permeabilitas ddg pembuluh darah dan adanya fenomena DIC terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator oleh sel
fagosit mononukleus yang terinfeksi antidengue.

KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari criteria klinis dan laboratoris.
•KRITERIA KLINIS
a.Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari.
b.Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
•Uji torniquet positif
•Petekie, ekimosis, purpura.
•Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
•Hematemesis dan atau melena
c.Pembesaran hati
d.Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan
pasien gelisah.

•KRITERIA LABORATORIS
a.Trobositopenia (100.000/Чl atau kurang)
b.Hemokonsentrasi (hematokrit > 20% dari normal)

DERAJAT PENYAKIT ( WHO , 1997)


Derajat penyakit DHF diklasifikasikan dalam 4 derajat:
Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif
Derajat II :seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
Derajat III :didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan atau lembab, pasien tampak gelisah
Derajat IV :syok berat, nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur.

GAMBARAN KLINIS

Terdapat 4 gejala utama DHF, yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi. Gejala klinis DHF
diawali dengan demam mendadak disertai muka kemerahan atau facial flush dan gejala klinis lain yang tdak khas seperti anoreksia,
mual, muntah, sakit kepala serta nyeri pada otot dan sendi. Gejala lain yaitu perasaan tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di
bawah lengkung iga kanan, kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

•Penurunan jumlah trombosit menjadi < 100.000/ЧL •Jumlah leukosit dapat normal tapi biasanya menurun dengan dominasi sel
neutrofil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit dan sel neutrofil menurun sehingga jumlah sel limfosit secara relatif
meningkat (limfositosis relatif (LPB > 15%)).
•Kelainan pembekuan sesuai derajat penyakit
•Protein plasma menurun (hipoproteinemia)
•Hiponatremia pada kasus berat
•Serum alanin-aminotransferase, SGOT, dan SGPT sedikit meningkat
•Asidosis metabolic berat dan peningkatan kadar urea nitrogen terdapat pada syok berkepanjangan
•Pemeriksaan Radiologis : pada foto thorax selalu didapatkan efusi pleura, terutama di sebelah hemitoraks kanan. Ascites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG
•Serologis :
-Ig M terdeteksi hari ke 5, meningkat sampai minggu III, menghilang setelah 60-90 hari
-Ig G pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari 14, pada infeksi sekunder mulai hari ke 2
-Flourescence antibody technique test untuk mengetahui adanya pertumbuhan virus dengue
-Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RTPCR) sangat sensitive dan spesifik terhadap serotipe tertentu, hasil cepat
didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara diagnostik baru ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal dari
darah, jaringan tubuh manusia dan nyamuk.

DIAGNOSIS BANDING

1.Demam Cikungunya (DC)


Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang, penularan mirip influenza, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi,
tidak ditemukan perdarahan Gastrointestinal & syok.
2.Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus atau infeksi parasit, seperti : demam tifoid,
campak, inflluenza, hepatitis, leptospirosis dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat
membedakan DHF dengan penyakit lain.
3.Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi misal : sepsis, meningitis meningokokus. Pada
sepsis, sejak semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun, ada tanda-tanda infeksi, leukositosis disertai dominasi sel PMN.
Pada meningitis meningokokus terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan CSF.
4.Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukimia demam teratur, kelenjar limfe dapat teraba, tampak
anemis. Pemeriksaan darah tepi & sumsum tulang dapat memperjelas diagnosis. Pada anemia aplastik tampak sangat anemis, demam
timbul karena infeksi sekunder. Pemeriksaan darah tepi ditemukan pansitopenia (leukosit, hemmoglobin & trombosit menurun)
5.Idiopathic Trombocytopenic Purpura (ITP)
Pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi dan leukopenia serta pada fase penyembuhan DHF jumlah
trombosit lebih cepat kembali ke normal dibandingkan ITP.

Penatalaksanaan

Pasien yang diduga DF atau DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien yang menderita penyakit lain. Kamar
sebaiknya dibuat bebas nyamuk.
Demam Dengue dapat diobati dengan pemberian cairan sebagai pengganti yang hilang dari tubuh pasien. Kalau diperlukan dapat
pula diberikan obat analgetik-antipiretik, namun obat-obatan ini tidak boleh mempengaruhi kerja platelet, agar tidak memperberat
kondisi pasien.
Untuk syndrom hemorrhagic (DSS) diperlukan terapi segera dengan cairan yaitu : plasma expander, larutan saline isotonis, RL,
NaCl faali.
Penatalaksanaan DF/DHF tanpa penyulit adalah :
a.Tirah Baring
b.Makanan Lunak
Kalau belum ada nafsu makan, dapat minum banyak : 1,5-2 liter/hari (susu, air gula, atau sirop) atau air tawar + garam saja.
c.Medikamentosa yang bersifat simtomatik
kompres es di axila, inguinal, dll.Contoh : Hiperpireksia
Antipiretik asetaminofen (hindari penggunaan asetosal )
d.Antibiotik
Observasi tanda-tanda renjatan pada pasien DHF :
a.Keadaan umum memburuk
b.Bleeding Time memanjang karena trombositopenia
c.Hepatomegali
d.Hematokrit meningkat pada pemeriksaan berkala
Penatalaksanaan kasus tersangka DBD
Penatalaksanaan kasus DBD
Penatalaksanaan kasus DSS

Pencegahan

Saat ini cara yang dapat kita gunakan untuk mengotrol infeksi arbovirus (DF/DHF) adalah dengan :
oEradikasi vektor (A. aegypti)
oImunisasi
Ada dua cara eradikasi vektor :
1.Dengan insektisida
-Untuk nyamuk dewasa biasanya dipakai Malathion (adultisida)
-Cara penggunaan Malathion adalah dengan pengasapan (thermal fogging) / pengabutan (cold fogging)
-Untuk pemakaian rumah tangga dapat digunakan golongan organofosfat, karbamat, atau pyrothroid
-Untuk memberantas jentik dipakai Temephos (Abate)
-Temephos/Abate digunakan dengan dimasukkan ke tempat penampungan air bersih yang biasanya menjadi sarang nyamuk.
-Dosis yang digunakan adalah 1 ppm/1 gram Abate SG 1% per 10 liter air
2.tanpa insektisida
Cara :
-Kuras bak mandi dan tempat penampungan air lainnya minimal 1 kali seminggu.
-Menutup rapat tempat penampungan air
-Bersihkan rumah & halaman dari barang-barang yang dapat menampung air

Imunisasi

Vaksin “attenuated” untuk demam kuning ditemukan pada tahun 1937 oleh Theiler & Smith. Vaksin ini dibuat dari strain 17D dari
embrio ayam yang yang terus kontak dengan daerah urban yang insiden demam kuningnya tinggi. Pengaruhnya terhadap imunitas
sangat tahan lama, mungkin seumur hidup. Vaksin ini tidak stabil terhadapp panas, untuk memindahkan atau menyimpan vaksin ini
diperlukan pendingin. Karena tidak stabil terhadap panas, pemberian vaksin ini agak sulit dilakukan di negara-negara tropis, maka
dari itu disepakati untuk memberikan vaksinasi ini secara masal hanya pada saat penyakit ini merebak di satu tempat tertentu (di
daerah urban).
Baik persiapan maupun administrasi vaksin demam kuning diawali & dibatasi oleh pemerintah pusat. Orang yang perlu mendapat
imunisasi mencakup:
-Mereka yang hidup/pergi ke daerah endemik termasuk turis
-Staf laboratorium yang bekerja dengan virus
Selain kedua cara di atas (eradikasi vektor & imunisasi) masih ada beberapa cara alternatif, misalnya : mengasingkan/isolasi
penderita, penggunaan lotion antinyamuk, pakai kelambu, namun cara-cara ini dinilai kurang efektif.
Prognosis
Hampir tidak ada kematian yang disebabkan oleh Demam Dengue, tapi pada DHF/DSS, angka kematian masih cukup tinggi.
prognosaPenelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya dan Semarang  & perjalanan penyakit lebih ringan pada anak2.

Anda mungkin juga menyukai