PENDAHULUAN
Insiden dengue terus meningkat hingga tiga puluh kali lipat dalam lima
puluh tahun terakhir1. Perkiraan terbaru pada tahun 2013 menunjukkan 390 juta
kasus infeksi dengue terjadi setiap tahun, dimana 96 jutanya bermanifestasi
secara klinis. Penelitian lain menunjukkan prevalensi dari dengue mencapai
3,9 juta orang dari 128 negara berisiko terinfeksi virus dengue3.Demam
Berdarah Dengue masih menjadi persoalan di Indonesia karena angka morbiditas
DBD sekarang belum mencapai target pemerintah yaitu kurang dari 49 per
100.000 penduduk. Data yang diperoleh dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes)
menyebutkan tahun 2008 angka morbiditas DBD 59,02 per 100.000 penduduk.
Jumlah ini menanjak naik dan mencapai puncak pada tahun 2010 yaitu 65,7 per
100.000 penduduk. Tahun berikutnya angka ini menurun pesat menjadi 27,67
per 100.000 penduduk. Angka morbiditas DBD kembali naik pada tahun
berikutnya menjadi 37,23 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2015 tercatat angka
kesakitan DBD mencapai 50,75 per 100.000 penduduk. Bali, Kalimantan
Timur dan Kalimantan Utara merupakan provinsi dengan angka kejadian
1
tertinggi di Indonesia yaitu 257,75 ; 188,46 ; 92,96 per 100.000 penduduk
masing-masingnya pada tahun 2015. Provinsi Sumatera Barat (Sumbar)
menempati posisi ketujuh di Indonesia dengan angka kejadian DBD terbanyak
yaitu 73,24 per 100.000 penduduk. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan angka kejadian nasional.3
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
3
2.3. Epidemiologi
4
2.4. Patofisiologi
2.5 Klasifikasi
a. Fase febris
Pasien biasanya akan mengalami deman tinggi secara tiba-tiba. Fase ini
biasanya berlangsung kira-kira 2 – 7 hari diikuti oleh muka kemerahan,
eritema pada kulit, nyeri pada badan, ekstremitas, myalgia, atralgia, nyeri
5
retoorbita, fotofobia dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin
mengalami nyeri tenggorokan,,faring dan konjungtiva hiperemis. Anoreksia,
mual dan muntah sering terjadi. Sangat sulit membedakan dengue secara klinis
dengan demam non dengue pada fase ini, belum terlihat gejala perdarahan. Yang
perlu diperhatikan pada fase ini adalah kenaikan suhu tubuh yang progresif 6.
b. Fase kritis
Fase kritis merupakan transisi dari fase febris, biasanya sudah terjadi
tanda - tanda gawat seperti perembesan plasma. Tanda-tanda bahaya dari fase
kritis biasanya terjadi kenaikan suhu 37,5-38C atau lebih dan kadang dijumpai
leukopenia, kenaikan hemtokrit dan penurunan trombosit yang signifikan. Masa
transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever
defervescence) ditandai dengan6:
6
Fase penyembuhan terjadi setelah 24 - 72 jam setelah fase kritis. Pada
fase ini terjadi gejala pada gastrointestinal seperti hepatosplenomegali.
Hematokrit sudah mulai stabil, trombosit sudah mulai naik jika sudah diterapi
dengan baik. Yang perlu diperhatikan rembesan cairan pada efusi pleura masif
dan asites6.
2. Syok hipovolemik yang semakin parah, pada tahap ini manifestasi klinis yang
terlihat adalah takikardi dan vasokonstriksi di perifer, ekstremitas menjadi
dingon dan sianosis. Oleh karna syok hipovelemik dalat menyebabkan
asidosis metabolik maka tubuh mengkompensasi dengan pernafasan kusmaul.
Akhirnya terjadi fase dekompensasi, menjadi hipotensi. Pada bayi dan anak-
anak status mental sulit untuk dinilai, biasanya anak akan mengalami letargi.
7
Gambar 2: Grafik perjalanan klinis infeksi dengue6
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi mendadak 2-7
hari sesuai dengan masa inkubasi virus disertai dengan muka kemerahan.
Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual dan
muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan
faring hiperemis, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga
nyeri perut yang dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam
tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi9.
8
kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya
penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan
syok10.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat
ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba dan sering disertai dengan
gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan
gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada
kasus berat penderita dapat mengalami syok9,10.
2.8 Diagnosis
a. Anamnesis12
9
Pada anak besar dapat dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan
nyeri perut
b. Pemeriksaan Fisik12
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Kriteria laboratorium7:
Trombositopenia
(≤100.000/mikroliter)
2. Serologis12
10
Uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan
fase konvalesen
Uji neutralisasi
3.Radiologis12
Foto Thoraks : Pada foto thoraks terhadap kasus DBD derajat III/IV dan
sebagian besar derajat II, didapatkan efusi pleura, terutama di sebelah
hemitoraks kanan.
e. Dijumpai hepatomegali
d. Perhatian
11
- Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari
syok sepsis.
Diagnosis Diferensial
2.8. Tatalaksana
12
2. Tatalaksana kasus DSS dengan dasar pemberian cairan yang adekuat dan
monitor kadar hematokrit. Apabila shock belum teratasi selama 2x30 menit
pastikan apakah terdapat perdaraha aktif dan transfusi PRC merupakan pilihan.
1. Fase demam
Pada fase ini yang diperlukan hanya pengobatan suportif dan simtomatik.
Paracetamol merupakan anti piretik pilihan pertama dengan
dosis 10mg/kgBB/dosis selang 4 jam apabila suhu > 38,0C. Pengobatan
suportif lain yang dapat diberikan adalah oralit, larutan gula garam, jus
buah, susu dll.Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah
hebat, koreksi dehidrasi sesuai kebutuhan.
2. Fase kritis
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya
hari ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok
yang mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan
13
pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian
cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman
kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi
sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Tetesan
berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit,
dan jumlah volume urin. Secara umum, volume yang dibutuhkan selama
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler adalah jumlah cairan dehidrasi
sedang (rumatan ditambah 5-8%). Cairan intravena diperlukan, apabila: 1.
Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga
tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi
sehingga mempercepat terjadinya syok; 2. Nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan
tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit; 3. Pada saat
pasien datang, berikan cairan kristaloid sesuai cairan dehidrasi sedang (6-7
ml/kgBB/jam). Monitor tanda vital, diuresis setiap jam dan hematokrit serta
trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam. Apabila selama
observasi keadaan umum membaik yaitu anak tampak tenang, tekanan nadi
kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun
minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi
secara bertahap menjadi ml/kgBB/jam, kemudian 3 ml/ kgBB/jam dan
akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.
Jenis Cairan Kristaloid: ringer laktat (RL), ringer asetat (RA), ringer
maleate, garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA), Dekstrosa 5%
dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF) (Catatan: Untuk resusitasi
syok dipergunakan larutan kristaloid yang tidak mengandung dekstosa)
Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%, gelafundin.
3. Fase Penyembuhan
14
dalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi,
akan menyebabkan edema palpebra, edema paru dan distres pernafasan.
1. Keadaan umum baik dan masa kritis berlalu (>7 hari sejak panas)
5. Hematokrit stabil
15
6. 3 hari setelah syok teratasi, tidak ada sesak nafas atau takipneu
2.9 Pencegahan
Kontrol demam dengue atau DHF secara primer yaitu dengan kontrol
dari Ae.aegypti, karena tidak ada vaksin yang memungkinkan untuk
mencegah infeksi dengue dan tidak ada obat spesifik untuk pengobatanya.
Usaha dini yang bisa dilakukan yaitu menyebar insektisida
untuk ,mengkontrol nyamuk dewasa. Akan tetapi penyebaran insektisida
sering berimbas sehingga banyak penolakan dari komunitas. Sehingga kini
digunakan metode modifikasi ramah lingkungan meliputi transformasi
tanah, air dan vegetasi bertujuan menurunkan habitat dari vector tanpa
16
penyelidikan epidemiologidan sekitar tempat tinggal kasus untuk melihat
17
BORANG PORTOFOLIO
Tanggal (kasus):
Obyektif Presentasi:
Deskripsi : Pasien perempuan berusia 21 tahun datang dengan keluhan demam (+) sejak 4
hari SMRS, gusi berdarah dan mimisan (+) sejak ± 2 hari yang lalu, batuk (+),
mual dan muntah (+)
18
Data utama untuk bahan diskusi:
3. Riwayat kesehatan
Pasien datang ke IGD RSUD Padang Panjang dengan keluhan demam sejak ± 4 hari yang
lalu SMRS, Demam terus menerus tinggi, disertai menggigil terus menerus, tidak
berkeringat banyak. Gusi berdarah dan mimisan ± 2 hari yang lalu, mual dan muntah sejak
± 2 hari yang lalu, Batuk (+). Pasien merasa letih, lemah dan lesu juga nafsu makan pasien
berkurang sejak ± 4 hari yang lalu
4. Riwayat keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan seperti pasien
5. Riwayat pekerjaan
8. Lain-lain:
Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Dengue control. What is Dengue. WHO 2016
(diakses 12/02/2018) https://www.who.int/denguecontrol/disease/en/
19
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Infeksi
virus dengue. Edisi kedua; 2015.
Switzerland; 2012.
12/02/2019) https://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/012-
23.pdf?ua=1
Available from:
https://www.google.co.id/amp/s/dokumen.tips/amp/documents/konsensus-
dbd-depkes.html
10. Behrman, Richard. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume2. 15th ed. EGC:
Jakarta, 2000. p. 1134-36
11. World Health Organization (WHO). Comprehensive guidelines for
prevention and control of dengue and dengue haemorragic fever. India.
WHO; 2011.
12. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2009. p. 141-5
13. Hadinegoro, S.Sri Rezeki. Tata laksana demam berdarah dengue di
indonesia. Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi
Ketiga. Jakarta, 2011. p. 16-38
Hasil Pembelajaran
20
6. Diagnosis
7. Tatalaksana
8. Prognosis
9. Indikasi pulang
10. pencegahan
Subjektif
- Pasien datang ke IGD RSUD Padang Panjang dengan keluhan demam sejak ± 4
hari yang lalu SMRS, Demam terus menerus tinggi, disertai menggigil terus
- Batuk (+)
- Pasien merasa letih, lemah dan lesu juga nafsu makan pasien berkurang sejak ±
Vital Sign
Kooperatif : Composmentis
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 39,3 oC
SpO² : 98%
Pemeriksaan Sistemik
21
Kulit : Teraba hangat
Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) pupil isokor, tidak
cekung
Thorax
Paru
Jantung
22
Abdomen
Palpasi : hepar teraba 1 jari dibawah arcus costa dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Korpus vertebrae
1. Pemeriksaan laboratorium
Darah Rutin
Hb : 14,1 gr/dl
Hematokrit : 39 %
NLR : 2,42
LA : 574
23
Pemeriksaan tanggal 06 maret 2022
Hb : 13,5 gr/dl
Hematokrit : 37 %
3. Plan
Terapi:
IVFD RL 6 Jam/Kolf
Followup
Tanggal 06 maret 2022
S/ Demam (+), mual (+), batuk (+), nafsu makan berkurang
O/KU : Sedang
Kes : composmentis
Nd : 118 x/menit
Nf : 20 x/menit
TD : 122/62 mmHg
T : 38ᵒC
24
Kulit : Teraba hangat
Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) pupil isokor, tidak
cekung
A/ DHF grade II
P/ IVFD RL 6 Jam/Kolf
25