Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengue adalah penyakit infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk


yang menyebabkan komplikasi yang berat.Virus Dengue memiliki empat
serotipe virus dengue yaitu DENV-1, -2, -3, dan -4 yang berasal dari genus
flavivirus dan famili flaviviridae. Nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor
utama yang mentranmisikan virus yang menyebabkan dengue. Virus ditularkan
ke manusia melalui gigitan nyamuk betina yang sudah terinfeksi. DENV-2 dan
DENV-3 disebut juga sebagai genotip orang Asia sering berhubungan
dengan penyakit yang lebih berat1 Jika seseorang telah terinfeksi dengue
sebelumnya dan kembali terinfeksi, maka akan meningkatkan risiko untuk
menjadi Dengue Shock Syndrome (DSS) dan Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF). Nyamuk Aedes Aegypti berukuran kecil, berwarna belang hitam dan
putih, tropikal dan subtropikal dapat ditemukan di Amerika Tengah, Amerika
Latin, Asia Tenggara dan Pasifik Barat merupakan daerah vektor utama2.

Insiden dengue terus meningkat hingga tiga puluh kali lipat dalam lima
puluh tahun terakhir1. Perkiraan terbaru pada tahun 2013 menunjukkan 390 juta
kasus infeksi dengue terjadi setiap tahun, dimana 96 jutanya bermanifestasi
secara klinis. Penelitian lain menunjukkan prevalensi dari dengue mencapai
3,9 juta orang dari 128 negara berisiko terinfeksi virus dengue3.Demam
Berdarah Dengue masih menjadi persoalan di Indonesia karena angka morbiditas
DBD sekarang belum mencapai target pemerintah yaitu kurang dari 49 per
100.000 penduduk. Data yang diperoleh dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes)
menyebutkan tahun 2008 angka morbiditas DBD 59,02 per 100.000 penduduk.
Jumlah ini menanjak naik dan mencapai puncak pada tahun 2010 yaitu 65,7 per
100.000 penduduk. Tahun berikutnya angka ini menurun pesat menjadi 27,67
per 100.000 penduduk. Angka morbiditas DBD kembali naik pada tahun
berikutnya menjadi 37,23 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2015 tercatat angka
kesakitan DBD mencapai 50,75 per 100.000 penduduk. Bali, Kalimantan
Timur dan Kalimantan Utara merupakan provinsi dengan angka kejadian

1
tertinggi di Indonesia yaitu 257,75 ; 188,46 ; 92,96 per 100.000 penduduk
masing-masingnya pada tahun 2015. Provinsi Sumatera Barat (Sumbar)
menempati posisi ketujuh di Indonesia dengan angka kejadian DBD terbanyak
yaitu 73,24 per 100.000 penduduk. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan angka kejadian nasional.3

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Dengue adalah penyakit infeksi virus yang dibawa oleh nyamuk


yang menyebabkan komplikasi yang berat.Virus Dengue memiliki empat
serotipe virus dengue yaitu DENV-1, -2, -3, dan -4 yang berasal dari genus
flavivirus dan famili flaviviridae. Nyamuk Aedes Aegypti merupakan vektor
utama yang mentranmisikan virus yang menyebabkan dengue. Virus ditularkan
ke manusia melalui gigitan nyamuk betina yang sudah terinfeksi1.

2.2. Etiologi dan Transmisi

Virus dengue (DENV) merupakan virus ssRNA kecil dan terdiri


dari empat serotipe berbeda (DENV-1 sampai -4).Virus ini masuk kepada genus
flavivirus dan famili flaviviridae. DENV-2 dan DENV-3 disebut juga sebagai
genotip orang Asia sering berhubungan dengan penyakit yang lebih berat1.
Penelitian menunjukkan bahwa genus Aedes, terutama nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus, telah beradaptasi untuk tinggal di dekat area
tempat tinggal manusia dan menjadi transmisi penularan demam berdarah.
Nyamuk beraktivitas pada siang hari dan lebih suka manusia daripada hewan
lain. Aedes aegypti menghisap darah manusia tertinggi yaitu 76,9%, diikuti
oleh nyamuk Aedes albopictus (75%) dan Aedes vittatus (33%)2.

Ubanisasi, dan transportasi modern berkontribusi besar terhadap

peningkatan insiden dan penyebaran demam berdarah. Ketika seseorang


berpindah dari daerah endemis, mereka cenderung berfungsi sebagai perantara
untuk penyebaran lebih lanjut. Virulensi strain virus dan variasi genetik virus
dengue juga cberpengaruh dalam penularan epidemi DBD yang lebih luas2.
Setelah terinfeksi, virus kemudian masuk ke sirkulasi darah manusia
selama 2 hingga 7 hari, kemudian mengalami gejala sistemik berupa demam.
Manusia yang telah terinfeksi virus, virus dapat ditransmisikan kepada manusia
lainnya melalui nyamuk Aedes setelah gejala pertama muncul (4-5 hari,
maksimal 12 hari)1

3
2.3. Epidemiologi

Demam berdarah tersebar luas di seluruh daerah tropis, dengan faktor-


faktor risiko yang dipengaruhi oleh curah hujan, suhu, kelembaban, tingkat
urbanisasi dan pengendalian vektor di daerah perkotaan. Sebelum tahun 1970,
hanya sembilan negara yang mengalami epidemi dengue. Saat ini, dengue
endemik terjadi pada lebih dari 100 negara di kawasan Afrika, Amerika,
Mediterania Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. Wilayah Amerika, Asia
Tenggara dan Pasifik Barat merupakan daerah dengan dampak terparah.3 Di
Indonesia, infeksi virus dengue masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang utama. Seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan
penduduk, jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya makin meningkat.
Pada tahun 2015, terdapat sekitar 126.675 penderita di 34 provinsi dengan 1.299
diantaranya meninggal dunia.4

Gambar 1: Negara dengan risiko transmisi dengue3

4
2.4. Patofisiologi

Patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan


antara DD dan DHF ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopeni, serta
diatesis hemoragik. Trombositopeni merupakan kelainan hematologis yang
ditemukan pada sebagian besar kasus DHF, nilai trombosit mulai menurun saat
masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Trombositopenia
yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda di sumsum tulang
dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruki
trombosit, dugaan mekanisme lain trombositopenia galah depresi fungsi
megakariosit5.

Kelainan sistim koagulasi juga berperan dalam perdarahan DHF


masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin
parsial yang teraktifasi memanjang. Pada kasus DHF berat terjadi peningkatan
fibrinogen degradation product (FDP). Penilitian lebih lanjut faktor koagulasi
mebuktikan penurunan aktivitas anitrombin III, aktivists faktor VII faktor II.
Kelainan fibrinolisis pada DHF dibuktikan dengan penurunan dengan alfa 2
plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen. Seluruh penilitian
tersebut mebuktikan bahwa (1) pada DHF stadium akut telah terjadi proses
koagulasi dan fibrilinolisis (2) disseminated intravascular koagulation (DIC)
secara pontesial data terjadi juga pada DHF tanpa syok5.

2.5 Klasifikasi

Infeksi dengue merupakan penyakit sistemik dan dinamis, terdapat


spektrum manifestasi klinis yang luas, setelah masa inkubasi penyakit mulai
dengan tiba-tiba dan diikuti oleh tiga fase – febris, kritis dan penyembuhan2

a. Fase febris

Pasien biasanya akan mengalami deman tinggi secara tiba-tiba. Fase ini
biasanya berlangsung kira-kira 2 – 7 hari diikuti oleh muka kemerahan,
eritema pada kulit, nyeri pada badan, ekstremitas, myalgia, atralgia, nyeri

5
retoorbita, fotofobia dan nyeri kepala. Beberapa pasien mungkin
mengalami nyeri tenggorokan,,faring dan konjungtiva hiperemis. Anoreksia,
mual dan muntah sering terjadi. Sangat sulit membedakan dengue secara klinis
dengan demam non dengue pada fase ini, belum terlihat gejala perdarahan. Yang
perlu diperhatikan pada fase ini adalah kenaikan suhu tubuh yang progresif 6.

b. Fase kritis

Fase kritis merupakan transisi dari fase febris, biasanya sudah terjadi
tanda - tanda gawat seperti perembesan plasma. Tanda-tanda bahaya dari fase
kritis biasanya terjadi kenaikan suhu 37,5-38C atau lebih dan kadang dijumpai
leukopenia, kenaikan hemtokrit dan penurunan trombosit yang signifikan. Masa
transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever
defervescence) ditandai dengan6:

1. Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar

2. Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema


pada dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral
decubitus = RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan
plasma tersebut.

3. Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g%


yang merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma.

4. Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran,


sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi,
tekanan nadi ≤20 mmHg, dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral
dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun
(< 1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.

5. Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan


elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok
tidak dapat segera diatasi.

c. Fase penyembuhan (convalescence, recovery)

6
Fase penyembuhan terjadi setelah 24 - 72 jam setelah fase kritis. Pada
fase ini terjadi gejala pada gastrointestinal seperti hepatosplenomegali.
Hematokrit sudah mulai stabil, trombosit sudah mulai naik jika sudah diterapi
dengan baik. Yang perlu diperhatikan rembesan cairan pada efusi pleura masif
dan asites6.

2.5.1 Dengue Shock Syndrome (DSS)

Dengue shock syndorome adalah bent dari syok hipovolemik


dikarenakan adanya kebocoran plasma dan permeabilitas vaskuler yang
meningkat secara kontinue. Syok dibagi menjadi beberapa tahap6:

1. Stage initial, yaitu mekanisme terkompensasi menggambarkan tekanan


darah yang masih normal, takikardi, takipneu tanpa peningkatan aktivitas, dan
vasokonstriksi di perifer dapat dilihat dari capillary refill time > 2 detik dan
melemahnya denyut nadi perifer.

2. Syok hipovolemik yang semakin parah, pada tahap ini manifestasi klinis yang
terlihat adalah takikardi dan vasokonstriksi di perifer, ekstremitas menjadi
dingon dan sianosis. Oleh karna syok hipovelemik dalat menyebabkan
asidosis metabolik maka tubuh mengkompensasi dengan pernafasan kusmaul.
Akhirnya terjadi fase dekompensasi, menjadi hipotensi. Pada bayi dan anak-
anak status mental sulit untuk dinilai, biasanya anak akan mengalami letargi.

3. Prolonged hypotensive shock dan hipoksia mengarahkan menjadi


asidosis metabolik berat, kegagalan organ, yang akan menjadi perjalanan
klinis yang buruk. Jika perdarahan aktif terjadi, di sertai dengan
trombistopenia, hipoksia dan asidosis maka akan terjadi kegagalan organ
multipel dan DIC berat.

7
Gambar 2: Grafik perjalanan klinis infeksi dengue6

2.6. Manifestasi Klinis

Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi mendadak 2-7

hari sesuai dengan masa inkubasi virus disertai dengan muka kemerahan.
Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual dan
muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan
faring hiperemis, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga
nyeri perut yang dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam
tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi9.

Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet


(Rumple Leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan bekas suntikan
intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, ptekie
halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum
mole, yang biasanya ditemukan dari fase awal dari demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi lebih jarang ditemukan pada fase demam. Hati biasanya
membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm dibawah arcus costae

8
kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya
penyakit namun pembesaran hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan
syok10.

Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat
ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba dan sering disertai dengan
gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan
gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada
kasus berat penderita dapat mengalami syok9,10.

Gambar 3: Klasifikasi derajat infeksi Dengue 11

2.8 Diagnosis

a. Anamnesis12

 Demam sebagai gejala utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7


hari bersifat kontinu

 Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah

9
 Pada anak besar dapat dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan
nyeri perut

 Adanya tanda-tanda perdarahan, yang paling sering adalah


perdarahan kulit dan mimisan

b. Pemeriksaan Fisik12

 Diawali dengan demam tinggi disertai Facial flush, Nyeri


tenggorok dengan faring hiperemis

 Adanya tanda tanda perdarahan termasuk uji turniqet positif,


ptekie, purpura (pada lokasi pungsi vena), ekimosis, epistaksis, perdarah
gusi dan hematemesis melana akibat perdarahan saluran cerna

 Dapat ditemuka hepatomegali dan kelainan fungsi hati pada 90-98%


kasus anak

 Tanda-tanda syok: anak gelisah hingga terjadi penurunan


kesadaran, sianosis. Nafas cepat, takikardi, nadi terasa halus kadang-
kadang tidak teraba, tekanan darah turun dan tekanan nadi (selisih
sistolik dan diastolik) , 20 mmHg. Akral dingin pucat, dan tampak lemas.

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Darah perifer, kadar hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit, dan hitung


jenis. Pada apusan darah perifer dapat dinilai peningkatan 15% limfosit
plasma biru

Kriteria laboratorium7:

 Trombositopenia
(≤100.000/mikroliter)

 Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit >20%


dari nilai dasar / menurut standar umur dan jenis kelamin

2. Serologis12

10
 Uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan
fase konvalesen

 Uji komplemen fiksasi

 Uji neutralisasi

 IgM Elisa, IgG Elisa

 Uji serologi dengue IgG dan IgM

3.Radiologis12

Foto Thoraks : Pada foto thoraks terhadap kasus DBD derajat III/IV dan
sebagian besar derajat II, didapatkan efusi pleura, terutama di sebelah
hemitoraks kanan.

USG : Efusi Pleura, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesica


felea dan vesica urinaria

Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan7:

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-


menerus selama 2-7 hari

b. Manifestasi perdarahan, salah satu dari yaitu pemeriksaan turniket


positif, ekimosis atau purpura, perdarahan dari mukosa, saluran
gastrointestinal, hematom pada bekas suntikkan dan hematemesis
melena.

c. Trombositopenia <= 100.000/mm3

d. Plasma leakage yang meningkatkan permeabilitas vascular yang


menimbulkan peningkatan hematokrit ≥ 20% diatas nilai normal
berdasarkan usia, jenis kelamindan ras.

e. Dijumpai hepatomegali

d. Perhatian

- Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia


yang jelas, mendukung diagnosis DSS.

11
- Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari
syok sepsis.

Diagnosis Diferensial

Diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus, atau infeksi parasit


seperti demam thifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya,
leptospirosis dan malaria.

2.8. Tatalaksana

Dalam tatalaksana kasus DHF terdapat dua keadaan klinis yang


perlu diperhatikan:13

1. Sistem triase yang harus disosialisasikan kepada dokter yang bertugas


di IGD atau puskesmas, dalam sistem triase dapat dipilah pasien dengan
warning sign dan pasien yang dapat berobat jalan, namun memerlukan
observasi lebih lanjut.

Gambar 4. Alur triase yang dianjurkan

12
2. Tatalaksana kasus DSS dengan dasar pemberian cairan yang adekuat dan
monitor kadar hematokrit. Apabila shock belum teratasi selama 2x30 menit
pastikan apakah terdapat perdaraha aktif dan transfusi PRC merupakan pilihan.

Gambar 5: Flow chart penggantian volume cairan pada DSS

Tatalaksana dengue terbagi atas 3 fase13

1. Fase demam

Pada fase ini yang diperlukan hanya pengobatan suportif dan simtomatik.
Paracetamol merupakan anti piretik pilihan pertama dengan
dosis 10mg/kgBB/dosis selang 4 jam apabila suhu > 38,0C. Pengobatan
suportif lain yang dapat diberikan adalah oralit, larutan gula garam, jus
buah, susu dll.Apabila pasien memperlihatkan tanda dehidrasi dan muntah
hebat, koreksi dehidrasi sesuai kebutuhan.

2. Fase kritis

Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya
hari ke 3-5 fase demam. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok
yang mungkin terjadi. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan

13
pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian
cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman
kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi
sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi. Tetesan
berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit,
dan jumlah volume urin. Secara umum, volume yang dibutuhkan selama
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler adalah jumlah cairan dehidrasi
sedang (rumatan ditambah 5-8%). Cairan intravena diperlukan, apabila: 1.
Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga
tidak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi
sehingga mempercepat terjadinya syok; 2. Nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan
tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit; 3. Pada saat
pasien datang, berikan cairan kristaloid sesuai cairan dehidrasi sedang (6-7
ml/kgBB/jam). Monitor tanda vital, diuresis setiap jam dan hematokrit serta
trombosit setiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam. Apabila selama
observasi keadaan umum membaik yaitu anak tampak tenang, tekanan nadi
kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun
minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi
secara bertahap menjadi ml/kgBB/jam, kemudian 3 ml/ kgBB/jam dan
akhirnya cairan dihentikan setelah 24-48 jam.

Jenis Cairan Kristaloid: ringer laktat (RL), ringer asetat (RA), ringer
maleate, garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA), Dekstrosa 5%
dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF) (Catatan: Untuk resusitasi
syok dipergunakan larutan kristaloid yang tidak mengandung dekstosa)
Koloid: Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%, gelafundin.

3. Fase Penyembuhan

Pada fase penyembuhan, ruam konvalesen akan muncul pada daerah


esktremitas. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase
penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali ke

14
dalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi,
akan menyebabkan edema palpebra, edema paru dan distres pernafasan.

Pada kasus dengue berat yang ditemukan adanya perdarahan bermakna,


kebocaran plasma, penurunan kesadaran, perdarahan organ cerna
danagangguan organ berat, tatalaksana dini adalah pemberian cairan untuk
menggantian plasma dengan kristaloid 10-20cc/kgBB atau tetesan lepas
selama 10-15 menit sampai tekanan darah dan nadi dapat diukur, kemudian
diturunkan sampai 10cc. Setelah resusitasi awal, pantau pasien 1-4 jam,
ulangi pemeriksaan Ht dan tanda vital sign.

Cairan resusitasi inisial pada DSS adalah larutan kristaloid 20


ml/kgBB secara intravena dalam 30 menit. Pada anak dengan berat
badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur; bila tidak ada
perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok
belum dapat teratasi setelah 60 menit, berikan cairan koloid 10-20 ml/kg BB
secepatnya dalam 30 menit. Pada umumnya pemberian koloid tidak
melebihi 30ml/kgBB/hari atau maksimal pemberian koloid 1500ml/hari
dan sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan.

Indikasi transfusi darah adalah apabila terjadi kehilagan darah yang


bermakna misalnya 10% volume darah total dan penurunan Ht. Pada anak
diberikan PRC 5ml/kgBB/kali. Transfusi trombosit hanya diberikan pada
perdarah masif untuk menghentikan perdaran yang terjadi. Dosis transfusi
trombosit 0,2U/kgBB/dosis.

2.8.2 Indikasi pulang :12

1. Keadaan umum baik dan masa kritis berlalu (>7 hari sejak panas)

2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

3. Nafsu makan membaik

4. Secara klinis tampak perbaikan

5. Hematokrit stabil

15
6. 3 hari setelah syok teratasi, tidak ada sesak nafas atau takipneu

7. Jumlah trombosit >50.000/uL dengan kecenderungan


meningkatTidak dijumpai distress pernapasan (yang disebabkan
oleh efusi pleura atau asidosis)

2.9 Pencegahan

Kontrol demam dengue atau DHF secara primer yaitu dengan kontrol
dari Ae.aegypti, karena tidak ada vaksin yang memungkinkan untuk
mencegah infeksi dengue dan tidak ada obat spesifik untuk pengobatanya.
Usaha dini yang bisa dilakukan yaitu menyebar insektisida
untuk ,mengkontrol nyamuk dewasa. Akan tetapi penyebaran insektisida
sering berimbas sehingga banyak penolakan dari komunitas. Sehingga kini
digunakan metode modifikasi ramah lingkungan meliputi transformasi
tanah, air dan vegetasi bertujuan menurunkan habitat dari vector tanpa

menyebabkan efek samping lingkungan. 3

Strategi pemberantasan penyakit DBD lebih ditekankan pada (1)


upaya preventif, yaitu melaksanakan penyemprotan massal sebelum musim
penularan penyakit di desa/kelurahan endemis DBD, yang merupakan
pusat pusat penyebaran penyakit ke wilayah lainya, (2) strategi ini diperkuat
dengan menggalakan pembinaan peran serta masyarakat dalam kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN), (3) melaksanakan penanggulangan
fokus dirumah pasien dan disekitar tempat tinggalnya guna mencegah
terjadinya kejadian luar biasa (KLB), dan (4) melaksanakan penyuluhan
kepada masyarakat melalui berbagai media.7

Kewajiban pelaporan kasus/tersangka dalam tempo 24 jam ke dinkes


Dati II/Puskesmas tempat tinggal pasien merupakan keharusan sesuai
Peraturan Mentri Kesehatan 560 tahun 1989 dengan tujuan kemungkinan
terjadinya penularan lebih lanjut, penyakit DBD dapat dicegah dan
ditanggulangi sedini mungkin. Dengan adanya laporan kasus pada Puskesmas/
Dinkes Dati II yang bersangkutan, dapat dengan segera melakukan

16
penyelidikan epidemiologidan sekitar tempat tinggal kasus untuk melihat

kemungkinan resiko penularan.7

Apabila dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data adanya


resiko penularan DBD, maka Puskesmas/Dinkes Dati II akan melakukan
langkah langkah upaya penanggulangan berupa (1) foging fokus, (2) abatisasi
selektif. Tujuan abatisasi adalah membunuh larva dengan butir butir abate sand
granule (SG) 1 % pada tempat penyimpanan air dengan dosis ppm (part per
million), yaitu 10 gram meter 100 liter air, (3) menggalakan masyarakat untuk
melakukan kerja bakti dalam PSN.

17
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta: Dewi Suspita Angreyeni

Nama Wahana: RSUD Padang Panjang

Topik: Demam Hemmoragic Fever (DHF)

Tanggal (kasus):

Nama Pasien: Ny FW No. RM: 918919

Tanggal Presentasi: Nama Pendamping:


dr. Endayani, MPH

Obyektif Presentasi:

Keilmuan  Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik  Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak  Remaja Dewasa Lansia  Bumil

Deskripsi : Pasien perempuan berusia 21 tahun datang dengan keluhan demam (+) sejak 4
hari SMRS, gusi berdarah dan mimisan (+) sejak ± 2 hari yang lalu, batuk (+),
mual dan muntah (+)

Tujuan : Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan

Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit

Cara membahas:  Diskusi  Presentasi dan diskusi  Email  Pos

Data pasien: Nama: Ny FW Nomor Registrasi: 918919

Nama klinik: RSUD Padang Telp: - Tedaftar sejak: 05 maret 2022


Panjang

18
Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/gambaran klinis: Dengue Haemoragic Fever (DHF) Grade II


2. Riwayat pengobatan
Tidak ada

3. Riwayat kesehatan
Pasien datang ke IGD RSUD Padang Panjang dengan keluhan demam sejak ± 4 hari yang
lalu SMRS, Demam terus menerus tinggi, disertai menggigil terus menerus, tidak
berkeringat banyak. Gusi berdarah dan mimisan ± 2 hari yang lalu, mual dan muntah sejak
± 2 hari yang lalu, Batuk (+). Pasien merasa letih, lemah dan lesu juga nafsu makan pasien
berkurang sejak ± 4 hari yang lalu

4. Riwayat keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan seperti pasien

5. Riwayat pekerjaan

Ibu Rumah Tangga

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (rumah, lingkungan, pekerjaan)

Tinggal bersama keluarga inti.

8. Lain-lain:

Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Dengue control. What is Dengue. WHO 2016
(diakses 12/02/2018) https://www.who.int/denguecontrol/disease/en/

2. Sanyaoulu S, et al. Global Epidemiology of Dengue Hemorrhagic Fever: An

Update. Journal of Human Virology & Retrovirology; 2017. h 5-6.

3. World Health Organization. Dengue control. Epidemiology. WHO 2016


(diakses 12/02/2018); Diunduh dari:
https://www.who.int/denguecontrol/epidemiology/en/

4. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi DBD di

Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016. h.2-4.

19
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Infeksi
virus dengue. Edisi kedua; 2015.

6. World Health Organization. Handbook for Clinical Management of dengue.

Switzerland; 2012.

7. World Health Organization. Clinical Diagnosis. 2012 (diakses pada

12/02/2019) https://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/012-

23.pdf?ua=1

8. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Update management of


infectious disease and gastrointestinal disorder. Jakarta; 2012.

9. Indonesia dokumen [homepage on the internet]. Konsensus DBD Depkes.

Available from:
https://www.google.co.id/amp/s/dokumen.tips/amp/documents/konsensus-
dbd-depkes.html

10. Behrman, Richard. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume2. 15th ed. EGC:
Jakarta, 2000. p. 1134-36
11. World Health Organization (WHO). Comprehensive guidelines for
prevention and control of dengue and dengue haemorragic fever. India.
WHO; 2011.
12. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmoniati ED. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia,
2009. p. 141-5
13. Hadinegoro, S.Sri Rezeki. Tata laksana demam berdarah dengue di
indonesia. Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi
Ketiga. Jakarta, 2011. p. 16-38

Hasil Pembelajaran

1. Definisi dan Tranmisi


2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Klasifikasi
5. Manifestasi Klinis

20
6. Diagnosis
7. Tatalaksana
8. Prognosis
9. Indikasi pulang
10. pencegahan

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subjektif

- Pasien datang ke IGD RSUD Padang Panjang dengan keluhan demam sejak ± 4

hari yang lalu SMRS, Demam terus menerus tinggi, disertai menggigil terus

menerus, tidak berkeringat banyak.

- Gusi berdarah dan mimisan ± 2 hari yang lalu

- mual dan muntah sejak ± 2 hari yang lalu

- Batuk (+)

- Pasien merasa letih, lemah dan lesu juga nafsu makan pasien berkurang sejak ±

4 hari yang lalu

Vital Sign

Keadaan umum : Sedang

Kooperatif : Composmentis

Nadi/ irama : 120 x/menit, reguler

Pernafasan : 20 x/menit

Tekanan darah : 113/67 mmHg

Suhu : 39,3 oC

SpO² : 98%

Pemeriksaan Sistemik

21
Kulit : Teraba hangat

Kepala : Bentuk normal, rambut tidak mudah rontok

Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) pupil isokor, tidak

cekung

Hidung : Mimisan (+)

Mulut : Gusi berdarah (+)

Leher : JVP 5+2 cmH2O

KGB : Tidak teraba pembesaran KGB

Kelenjar getah bening

Leher : tidak teraba pembesaran KGB

Aksila : tidak teraba pembesaran KGB

Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB

Thorax

Paru

Inspeksi : gerak dada simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi : sonor pada lapangan paru kiri dan kanan

Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama jantung reguler, bising (-), gallop (-)

22
Abdomen

Inspeksi : perut tidak tampak membuncit, distensi (-)

Palpasi : hepar teraba 1 jari dibawah arcus costa dan lien tak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) Normal

Korpus vertebrae

Inspeksi : deformitas (-)

Palpasi : nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat, udem (-), CRT < 2 dtk

1. Pemeriksaan laboratorium

Darah Rutin

Pemeriksaan tanggal 05 maret 2022

Hb : 14,1 gr/dl

Leukosit : 2.210 mm3

Trombosit : 54.000 mm3

Hematokrit : 39 %

Hitung Jenis : 0/0/63/26/11

NLR : 2,42

LA : 574

Rapid Antigen : Negatif

Kimia Klinik : GDS : 114 g/dl

Elektrolit : Natrium : 134 mEq/L

Kalium : 3,9 mEq/L

Klorida : 104 mEq/L

23
Pemeriksaan tanggal 06 maret 2022

Hb : 13,5 gr/dl

Leukosit : 2380 mm3

Trombosit : 40.000 mm3

Hematokrit : 37 %

2. Assesment (Penalaran Klinis):

Diagnosis Klinis : DHF grade II

3. Plan

Terapi:

 IVFD RL 6 Jam/Kolf

 Paracetamol 1000 mg 1x1 injeksi

 Parasetamol 500 mg 3x1

 Ranitidine 2x1 injeksi

 Asetilsistein 200 mg 3x1

 Ondansetron 2x1 injeksi

Followup
Tanggal 06 maret 2022
S/ Demam (+), mual (+), batuk (+), nafsu makan berkurang
O/KU : Sedang
Kes : composmentis
Nd : 118 x/menit
Nf : 20 x/menit
TD : 122/62 mmHg
T : 38ᵒC

24
Kulit : Teraba hangat

Kepala : Bentuk normal, rambut tidak mudah rontok

Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) pupil isokor, tidak

cekung

Hidung : Mimisan (-)

Mulut : Gusi berdarah (-)

Thorax : retraksi dinding (-)

Abdomen : BU (+) normal

Ektremitas : Akral hangat, CRT <2 dtk

A/ DHF grade II

 P/ IVFD RL 6 Jam/Kolf

 Parasetamol 500 mg 3x1

 Asetilsistein 200 mg 3x1

 Ondansetron 2x1 injeksi

25

Anda mungkin juga menyukai