PEMBAHASAN
I. ETIOLOGI
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular
berbahaya yang disebabkan oleh virus , menyebabkan gangguan pada pembuluh darah
kapiler dan sistem pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan, dapat
menimbulkan kematian.
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus Dengue
termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106. 3
Terdapat 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat
serotipe virus ini terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3
sering menimbulkan wabah, sedang di Thailand penyebab wabah yang dominan
adalah virus DEN 2. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus
lainnya seperti yellow fever, Japanese encephalitis, dan West Nile Virus. 3
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
sepreti tikus, kelinci, anjing, kelelawar, dan primata. Survey epidemiologi ada hewan
ternak didapatkan antibody terhadap virus dengue [ada hewan kuda, babi, dan sapi.
Penelitian pada atrhtopoda menunjukan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk
genus Aedes (stegomya) dan Toxorhynchites. 3
Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya demam secara tiba-tiba 2-7 hari,
disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam
merah terang, petechie dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan menyebar
hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Radang perut bisa juga muncul dengan
kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare.
Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma dari
pembuluh darah perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat bersifat
asimtomatik atau simtomatik yang meliputi panas tidak jelas penyebabnya (Dengue
Fever, DF), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan demam berdarah dengan renjatan
(DSS) dengan manifestasi klinik demam bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri
sendi, nyeri otot, dan timbulnya ruam pada kulit.
II. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi
Pada tahun 1998, kemungkinan ada 90 kasus demam berdarah di Amerika
Serikat. Perkiraan saat ini adalah 100 kasus per tahun, namun jumlah sebenarnya dari
kasus demam berdarah ini diyakini akan lebih tinggi karena pelaporan yang bersifat
sukarela, disamping itu banyak dokter di AS tidak menyadari bahwa pasien menderita
dengue atau mengalami gejala dengue karena terkadang gejala klinisnya tidak
spesifik. 4
Pada tahun 1999, lebih dari 300 kasus demam berdarah dilaporkan dari Nuevo
Laredo, Tamaulipas, Meksiko. Nuevo Laredo terletak tepat di seberang Sungai Rio
Grande dari Laredo, Texas. Pada saat itu, dilaporkan tidak ada kasus demam berdarah
di Laredo di lebih dari 12 tahun. Ditemukan nyamuk Aedes di kedua kota. Menurut
tinjauan Departemen Kesehatan Texas catatan 494 pasien dari 5 situs rawat jalan dan
bisa mengkonfirmasi 11 kasus demam berdarah. langkah-langkah pengurangan
nyamuk yang dilembagakan di Laredo, dan penyedia layanan kesehatan telah
diberitahu mengenai kasus demam berdarah. Dalam paruh kedua tahun 1999,
penyedia layanan kesehatan Laredo-area perawatan diidentifikasi 161 kasus yang
dicurigai demam berdarah dan 18 kasus telah diuji serologis. Laporan ini
menggarisbawahi perlunya penyedia layanan kesehatan untuk waspada terhadap
demam berdarah dan manifestasinya. 4
Diperkirakan orang di 110 negara tropis dan subtropis di seluruh dunia
berisiko terinfeksi dengue. Setiap tahun, sekitar 50-100 juta orang terinfeksi dengan
demam berdarah, dan 250.000 individu memiliki resiko tinggi terkena demam
berdarah dengue. Setiap tahun, sekitar 500.000 orang dirawat di rumah sakit, dan
24.000 mengakibatkan kematian yang disebabkan dengue di seluruh dunia. 4
Demam berdarah dengue tersebar diwilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh wilayah
tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989
hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui
vector nyamuk aedes (terutama A. Aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus
setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi yang lingkungan dengan tersedianya tempat
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng
bekas, dan tempat penampungan air lainnya). 4
Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan
virus dengue yaitu: 1) vector: perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit,
kepadatan vector lingkungan , transportasi vector dari satu tempat ke tempat lainnya;
2) pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin; 3). Lingkungan: curah hujan, suhu,
sanitasi, dan kepadatan penduduk. 3
III. PATOGENESIS
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan
sindrom renjatan dengue. 3
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah : a).
respons humoral berupa pembentukkan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi
antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus
pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement
(ADE); b). limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi
IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10; c). monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus
dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d). selain itu aktivasi komplemen
oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a. 3
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestik antibodi
sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 menrangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag
yang memfagositosis komopleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus
bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan
4
3.1 Patofisiologi
a. Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas
vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung
penemuan post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan
hipoproteinemi. Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler,
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu
mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan
ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit.
Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor: perubahan
vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita
DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan
banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.3
b. Sistim respon imun
Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak
dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang
berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik
humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, antihemaglutinin, anti
komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada
infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder
kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect). 3
V. GAMBARAN KLINIS
Manifestasi Klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau
sindrom syok dengue (SSD). 3
Penderita DBD dapat menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, nyeri
tenggorok, nyeri perut, nyeri otot atau tulang, nyeri kepala, diare, kejang atau
kesadaran menurun. Gejala ini juga dijumpai pada berbagai penyakit infeksi virus
atau infeksi bakteri lainnya yang menyerang tubuh. 5
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan kuat. 3
Peristiwa pitfall diagnosis atau kesalahan diagnosis penyakit DBD yang paling
sering terjadi adalah demam tifoid, faringitis akut (infeksi tenggorok), ensefalitis
(infeksi otak), campak, flu atau infeksi saluran napas lainnya yang disebabkan
karena virus.
Kriteria Laboratoris
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan untuk menapis pasien demam
berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai
gambaran limfoit plasma biru.
Diganosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit,
saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue
berupa antibody total, IgM, maupun IgG lebih banyak digunakan.
Lekosit
Awal penyakit biasanya normal/menurun, dominasi oleh netrofil. Mulai hari
ketiga dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
Ditemukan lekositosis > 10.000 mungkin karena infeksi sekunder. Mengingat
akan bahaya yang ditimbulkan adanya infeksi Dengue maka berbagai tehnologi
dikembangkan untuk dapat mendeteksi infeksi virus dengue secara dini dengan
sensitivitas dan Spesivisitas yang lebih baik, mengingat bahaya komplikasi yang
akan ditimbulkan.
Trombosit
Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml) (karena terjadinya agregasi Trombosit,
pembekuan darah akibat kerusakan endotel juga akibat tertekannya fungsi
megakaryosit (sel yang kelak pecah dan menjadi trombosit) serta destruksi
trombosit yang matur (dewasa/matang). Biasanya terjadi pada hari ke 3-8.
Hematokrit
Hemokonsentrasi
(kenaikan
Hematokrit
>
20%),
tanda
meningkatnya
Hemostasis
Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadan
yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin
Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
SGOT/SGPT
Enzym-enzym hati pada kasus infeksi sekunder dengue (DHF) cenderung
menunjukkan adanya kenaikan seperti SGOT (AST) dan SGPT (ALT). Kenaikan
kadar ini kadang juga dapat dipakai untuk membedakan apakah infeksinya
termasuk DF atau DHF. Hal ini disebabkan oleh adanya kerusakan sel-sel karena
terjadinya perdarahan kecil dalam hati. Dalam perkembangan diagnostik sampai
saat ini di samping dengan menilai gejala-gejalanya, juga pemeriksaan
laboratorium akan sangat membantu untuk menegakkan diagnostik penyakit
DHF. Yang lebih penting lagi adalah bagaimana bisa menegakkan diagnosis
sedini mungkin, sehingga pengobatan secara adekwat dapat segera diberikan.
Elektrolit
Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
Imunoserologi
Infeksi virus dengue akan mengakibatkan terbentuknya antibody. Antibody
yang pertama dibentuk ialah Neutralizing antibody (NT), yaitu pada hari kelima.
Titer antibody ini naik sangat cepat, kemudian menurun secara lambat untuk
waktu yang lama, biasanya seumur hidup. Antibody ini bersifat spesifik. Setelah
pembentukan NT, segera akan timbul Hemaglutination inhibition antibody (HI).
Titer naik sejajar dengan NT dan kemudian akan turun secara perlahan-lahan,
lebih cepat daripada antibody NT. Untuk waktu yang lama, tetapi lebih pendek
daripada antibody NT.
10
Antibodi HI bersifat spesifik terhadap golongan tapi tidak terhadap tipe virus.
Dengan demikian dalam satu golongan dengan lebih dari satu tipe virus dapat
terjadi reaksi silang diantara masing-masing tipe virus.
Antibodi yang terakhir timbul adalah Complement fixing antibody (CF), yaitu
sekitar hari kedua puluh, titer naik setelah perjalanan penyakit mencapai
maksimum dalam waktu 1-2 bulan dan kemudian turun secara cepat dan
menghilang setelah 1-2 tahun.
Dasar pemeriksaan serologis adalah membandingkan titer antibody pada masa
akut dan masa konvalesen. Pemeriksaan dapat berupa Neutralizing test,
complement fixation test atau hemagglutination inhibition test. Bergantung pada
kebutuhannya. Pemeriksaan serologis dapat membantu menegakkan diagnosis
klinis. Untuk pemeriksaan serologis ini dibutuhkan 2 contoh darah pada masa
konvalesen yang diambil 1-4 minggu setelah perjalanan penyakit. Dalam praktek
sukar sekali mendapatkan contoh darah kedua karena biasanya penderita setelah
sembuh tidak bersedia diambil darahnya.
Maksud diambil contoh darah yang kedua ialah selain untuk menjaga
kemungkinan tidak didapatkan contoh darah ketiga juga untuk mempercepat hasil
akan sudah cukup nyata sehingga dapat diinterpretasi. Apabila hanya diperoleh
satu contoh darah, penafsiran akan sulit atau bahkan sering tidak mungkin
dilakukan.
Hemagglutination Inhibition Test
Pemeriksaan uji Hemagglutination inhibition antibody dapat dilakukan dengan 2
cara:
Dalam bentuk serum yaitu dengan mengambik 2-5 ml darah vena dengan
menggunakan semprit atau vacutainer. Selanjutnya serum dipisahkan dan
dimasukkan ke dalam botol steril yang tertutup rapat. Sebelum dikirim serum
disimpan dalam lemari es dan pada waktu dikirim ke laboratorium
dimasukkan ke dalam termos berisi es.
Dengan menggunakan kertas saring filter paper disc. Kerta saring ini
khusus, dengan diameter 12,7 mm, mempunyai tebal dan daya hisap tertentu.
Darah dari tusukan pada ujung jari atau darah vena dari semprit dikumpulkan
pada kertas saring sampai jenuh bolak-balik, artinya seluruh permukaan kertas
11
saring harus tertutup darah. Diusahakan agar kertas saring tidak diletakkan
pada permukaan yang memudahkan kertas saring melekat, misalnya pada kaca
atau plastik. Kertas saring yang dikeringkan pada suhu kamar selama 2-3 jam
dapat dikirim dalam amplop dengan perantaraan pos ke laboratorium.
Cara pertama merupakan cara yang terbaik, tetapi bila diingat bahwa
pengumpulan serum serum memerlukan alat-alat khusus (semprit steril, lemari
es, sentrifuse, pipet Pasteur steril, termos es dll.), maka cara kedua adalah lebih
tepat. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan kertas saring adalah cukup
baik, terutama apabila cara pengisian dilakukan dengan betul.
Antibodi HI dapat diperiksa dengan suatu pemeriksaan yang disebut uji HI
(hemagglutination inhibition test). Dasar pemeriksaan ini ialah sifat virus yang
dapat menggumpalkan (mengaglutinasi) darah yang dapat dihambat oleh serum
yang mengandung antibody homolog terhadap antigen (dalam hal ini virus) yang
dipakai.
Untuk pemeriksaan HI terhadap virus dengue dipakai antigen 8 satuan.
Pertama-tama digunakan antigen virus dengue tipe1 atau 2. Apabila hasil
pemeriksaan negative, percobaan diulangi dengan menggunakan ketiga antigen
lain.
Pada pemeriksaan serologis uji HI serum diencerkan menjadi kelipatan 2 kali,
dimulai dengan pengenceran 1:10, 1:20, 1:40 dan seterusnya.
Interpretasi hasil pemeriksaan berdasarkan Kriteria WHO (1975) yaitu:
1. Pada infeksi primer, titer antibody HI pada masa akut, yaitu bila serum
diperoleh sebelum keempat sakit adalah kurang dari 1:20 dan titer anak naik 4
kali atau lebih pada masa konvalesen, tetapi tidak akan melebihi 1:1280.
2. Pada infeksi sekunder, adanya infeksi baru (recent dengue infection) ditandai
oleh titer antibody HI kurang dari 1:20 pada masa akut, sedangkan pada masa
konvalesen titer bernilai sama atau lebih besar daripada 1:2560. Tanda lain
infeksi sekunder ialah apabila titer antibody akut sama atau lebih besar
daripada 1:20 dan titer akan naik 4 kali atau lebih pada masa konvalesen.
3. Persangkaan adanya infeksi sekunder yang baru terjadi (presumptive
diagnosis) ditandai oleh titer antibody HI yang sama atau lebih besar daripada
1:280 pada masa akut. Dalam hal ini tidak diperlukan kenaikan titer 4 kali atau
lebih pada masa konvalesen.
Tabel interpretasi hasil uji HI
12
Titer Ab akut
< 1:20
Titer Ab konvalesen
Naik 4x atau lebih (<1:1280)
Interpretasi
Infeksi primer
< 1:20
1:2560
1:20
1:1280
Rapid
IgG
NS1
Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampa hari ke
delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4% dengan spesifisitas 100%
sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negatif
antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya ifeksi virus dengue. 3
Untuk
menentukan
berat-tidaknya
demam
Dengue
adalah
peningkatan
14
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama ada hemitoraks kanan tetapi bila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubius kanan. Ascites
dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas seerti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan
lelah. 3
Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
-
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/arthralgia
Ruam kulit
Leucopenia
Dari keterangan di atas, terlihat bahwa perbedaan anatar DD dan DBD adalah
ditemukan kebocoran plasma pada DBD. 3
Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan jika terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tifoid, campak, influenza, cikungunya, dan leptospirosis. 3
Sindrom Syok Dengue
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi
nadi yang lemah dan cepat, tekanan darah turun ( 20 mHg), hipotensi dibandingkan
standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah. 3
VIII. DERAJAT PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE
Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui
klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada table dibawah ini:
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Dengue
DD/DBD Derajat Gejala
Laboratorium
DD
Demam disertai 2 atau lebih
- Leukopenia
Serologi
- Trombositopenia,
tanda:
Dengue
tidak
ditemukan
sakit kepala, nyeri retro-orbital,
Positif
bukti
kebocoran
mialgia, arthralgia
plasma
DBD
I
Gejala diatas ditambah uji Trombositopenia
bendung positif
DBD
II
Gejala
di
(<100.000/l),
atas
perdarahan spontan
DBD
III
Gejala
di
atas
IV
ada
kebocoran plasma
ditambah Trombositopenia
(<100.000/l),
bukti
ada
kebocoran plasma
ditambah Trombositopenia
bukti
bukti
ada
16
bukti
ada
kebocoran plasma
untuk pemeriksaan
serologi dibalai
Laboratorium
Kesehatan.
Penatalaksanaan penderita dilakukan dengan cara rawat jalan dan rawat inap
sesuai prosedur diagnosis, pengobatan/perawatan dan system rujukan yang
berlaku. 7
2. Pemberantasan Vektor dengan cara:
Pemberantasan sebelum musim penularan
Perlindungan perorangan
Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan Ae. Aegypti bisa dilakukan
dengan meniadakan sarang nyamuk di dalam rumah dengan memakai
kelambu pada waktu tidur siang, memasang kasa di lubang ventilasi dan
memakai penolak nyamuk. Juga bisa dilakukan penyemprotan dengan obat. 7
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
a.
Menguras bak mandi dan TPA lainnya secara teratur sekurang-kurangnya
seminggu sekali, menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi, dan
b.
c.
d.
e.
f.
g.
17
18
atas indikasi
Praktis dalam pelaksanaannya
Mempertimbangkan cost effectiveness.
3.2
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan meliputi: atasi segera hipovolemi, lanjutkan
penggantian cairan yang masih terus keluar dari pembuluh darah selama 12-24
jam , atau paling lama 48 jam, koreksi keseimbangan asam-basa, beri darah
segar bila ada perdarahan hebat.
19
BAGAN I
TATALAKSANA KASUS TERSANGKA DBD
PERSANGKAAN DBD
Demam tinggi mendadak,
terus menerus 2-7 hari,
ISPA atas (-)
(+)
tanda syok
muntah terus
menerus
KEDARURATAN
kejang
kesadaran menurun
muntah darah
berak hitam
(+)
(-)
UJI TORNIQUET
(+)
(-)
Periksa
trombosit
Rawat jalan*
Parasetamol
Trombosit
< 100.000
Trombosit
100.000
Rawat inap
Rawat jalan*
Minum banyak
1,5-2 l/hari,
parasetamol,
kontrol tiap hari
sampai demam
turun
Klinis
membaik
Ht tidak naik
Trombosit
baik
20
BAGAN II
TATALAKSANA TDBD DERAJAT I DAN DERAJAT II TANPA PENINGKATAN
HEMATOKRIT / Ht < 42 vol%
Ht tidak naik
Monitor gejala klinis dan
laboratorium
Perhatikan tanda syok
Evaluasi tiap hari
21
BAGAN III
TATALAKSANA TDBD DERAJAT II DENGAN PENINGKATAN Ht
20% / Ht 42 vol%
Infus : RL/RD/RA 6-7 ml/kgBB/jam
PULANG (lihat kriteria
pulang)
Perbaikan
Tidak ada
perbaika
n
Gelisah
Tidak gelisah
Nadi kuat
Distress pernapasan
Ht turun (2 kali
Tetesan dikurangi
Tanda vital
pemeriksaan) memburuk
Ht meningkat
Diuresis kurang /
tidak ada
Masuk
protokol
syok
5
ml/kgBB/jam
Perbaikan
Sesuaikan
tetesan
3 ml/kgBB/jam
IVFD stop pada 2448 jam
PULANG (Lihat
kriteria pulang)
22
Tidak sesak
nafas/sianosis
Ekstremitas hangat
RL/RA/NaCl 0,9% 10
Diuresis cukup 1
ml/kgBB/jam
ml/kgBB/jam
O2 2-4 l/menit
Hb, Ht, trombosit, lekosit
AGD-elektrolit
Ureum, kreatinin
indikasi
Atas
Klinis cross
baik, Ht
stabil
Gol.darah,
match
dalam 2 kali
pemeriksaan:
Pantau
tanda vital dan balans
cairan
Kristaloid 5
ml/kgBB/jam
Kristaloid
pemeriksaan (setiap
3
6 jam)
ml/kgBB/jam
24-48 jam setelah
syok teratasi, tanda
vital/Ht stabil,
diuresis cukup
INFUS STOP
3.3
SYOK TIDAK
TERATASI
Kesadaran menurun
Distres
pernafasan/sianosis
Lanjutkan RL/RA/NaCl 0,9% 15-20
ml/kgBB dan atau
Kulitkoloid
dingin10-20
dan
ml/kgBB (sesuai
dengan dosis
lembab
maksimal koloid **)
Ekstremitas
dingin,
ATAU Plasma 10-20
ml/kgBB
O2 2-4 l/menit Diuresis < 1
ml/kgBB/jam
Hb, Ht, trombosit,
lekosit
AGD-elektrolit
Ureum, kreatinin
Atas
indikasi
Gol.darah, cross match
Pantau tanda vital dan balans
cairan EVALUASI
TERATASI****
TIDAK TERATASI
Ht turun
Ht tetap tinggi /
naik
Transfusi darah
segar 10 ml/kgBB
Koloid 20
ml/kgBB
EVALUASI
TERATASI****
TIDAK TERATASI
Pertimbangkan
pemakaian inotropik
dan koloid HES BM
100.000-300.000
kD
Indikasi Rawat
23
1.
Penderita TDBD derajat I dengan panas 3 hari atau lebih dianjurkan untuk
dirawat
2.
TDBD derajat I disertai: hiperpireksia atau tidak mau makan atau muntahmuntah atau kejang-kejang atau Ht cenderung meningkat, trombosit cenderung
turun, atau trombosit < 100.000/mm3
3.
3.6
Indikasi pulang
a.Keadaan umum baik dan masa kritis berlalu (> 7 hari sejak panas).
b.Tidak demam selama 48 jam tanpa antipiretik.
c.Nafsu makan membaik.
d.Secara klinis tampak perbaikan.
e.Hematokrit stabil.
f.Tiga hari setelah syok teratasi.
g.Output urin >1cc/kgbb/jam.
h.Jumlah trombosit >50.000/uL dengan kecenderungan meningkat.
i.Tidak dijumpai distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis).
3.7
Komplikasi
a.
Perdarahan gastrointestinal masif,
b.
Ensepalopati,
c.
Edema paru dan efusi pleura.
24
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
8.
Mansjoer A., Triyanti K., Savitri R., Wardhani W. I., Setiowulan W. Kapita
Selekta Kedokteran. Jil 1. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius FKUI: 2001. P 4289.
3. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar
infeksi dan pediatri tropis. Ed 2. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2015: 338-45.
4.
Moore
suzanne.
Dengue
fever.
available
at
http://emedicine.medscape.com/article/215840-overview#a0199. accesed on :
5.
lain.
Available
at
http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/09/kemiripan-demam6.
at:
http://www.dexa-
medica.com/images/publication_upload090324152955001237863562medicinus_
maret-mei_2009.pdf. Accessed: 2 april 2011
25
7.
26