Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

Dengue Hemoragic Fever (DHF) Grade 1

Oleh :
Thyrister Nina Asarya Sembiring, S.Ked
FAA 110 046

Pembimbing :
dr. Sutopo, Sp. RM
dr. Tagor Sibarani

Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian


Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE
FK UPR/RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKARAYA
2016
1

BAB I
PENDAHULUAN
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia, kecuali tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan
air laut.1
DHF terutama menyerang anak-anak dengan ciri demam tinggi mendadak, kadang
dengan sakit kepala berat, mialgia, artralgia disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi
untuk menimbulkan renjatan dan kematian.2,3 dan bertendensi untuk menimbulkan renjatan
dan kematian.1 DD dan DBD disebabkan oleh 4 virus dengue yang mempunyai permukaan
antigen hampir sama.4 Infeksi oleh virus dengan serotipe yang sama menyebabkan imunitas
yang cukup lama, tetapi tidak demikian dengan serotipe yang berbeda.5
Kasus DBD pertama kali dilaporkan di Surabaya tahun 1968. Dalam waktu relatif
singkat DBD dilaporkan di berbagai daerah di Indonesia, sehingga sampai tahun 1984
seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit ini. Di seluruh dunia diasumsikan
setiap tahun terdapat 50 100 juta penderita demam dengue (DD), 250 500.000 penderita
demam berdarah dengue (DBD).5,6,7
Infeksi oleh virus dengue dapat merupakan penyakit self limitting, tetapi perjalanan
klinis penyakitnya kadang kadang tidak dapat diramalkan dan dapat menjadi berat.
Manifestasi klinis infeksi virus dengue bervariasi, mulai dari demam dengue (DD), demam
berdarah dengue (DBD) dan demam berdarah dengue dengan syok (sindrom syok dengue =
SSD).5,6,7 Saat ini belum ada vaksin yang efektif terhadap virus ini, maka pemberantasan
ditujukan pada manusia dan tempat vektornya dengan melaksanakan pemberantasan sarang
nyamuk DBD.8 Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksaana berdasar kelainan utama
yang terjadi yaitu perembesan plasma sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas kapiler.8

BAB II
LAPORAN KASUS
Survey Primer
Nn. A, 14 tahun, perempuan.
I. Vital Sign
:
- Nadi
: 112x/menit, regular, kuat angkat, teraba cepat
- Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
- Pernafasan
: 22 x/menit
- Suhu
: 37,7C
II. Airways
: Bebas, tidak terdapat sumbatan
III.
Breathing : Spontan, 22 x/menit, pergerakan dada simetris kanan-kiri
IV.Circulation: Denyut nadi 112x/menit, regular, kuat angkat, teraba cepat CRT <2
V. Disability
: GCS 15 (Eye 4, Motorik 6, Verbal 5)
VI.
Exposure : Tampak lemas
Evaluasi Masalah
Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini merupakan kasus yang termasuk
dalam priority sign karena pasien datang dalam keadaan sadar, lemas, tidak terdapat tandatanda yang mengancam, dan tidak terdapat kegawatdaruratan. Pasien diberi label kuning.
Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di ruangan non bedah,
diposisikan berbaring, pemberian infus intravena menggunakan cairan RL guyur 500 cc
selanjutnya 20 tpm.
Survey Sekunder
I.

Identitas
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Tanggal Masuk RS

II.

: Nn.A
: 14 tahun
: Perempuan
: Jl. RTA Milono km 2,5
: 25/8/16 pukul 10.07 WIB

Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara auto dan alloanamnesis pada tanggal 25 Agustus 2016 di
ruang IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
a. Keluhan Utama
: Demam sejak 2 hari SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang
3

Os datang ke IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 25 Agustus
2016 dengan keluhan demam sejak hari Selasa (2 hari SMRS). Demam muncul
mendadak, demam turun jika diberi obat paracetamol namun tidak pernah sampai
suhu normal kemudian naik kembali. Demam lebih dirasakan saat malam hari.
Perdarahan gusi(-). Mimisan (-) namun pasien mengaku muncul bintik-bintik
kemerahan diseluruh ekstremitasnya sekitar 2 hari ini. Mual (-), muntah (-), nyeri
sendi (-). Pusing berputar(+), makan-minum baik. Ibu pasien mengaku bahwa kakak
pasien yang terlebih dahulu menderita hal yang sama seperti pasien sekitar 3 hari
SMRS.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Riw.bepergian jauh (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Kakak kandung pasien mengalami demam seperti pasien.
III.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2016 dan didapatkan hasil
sebagai berikut :
A. Keadaan Umum
a. Kesan sakit
: Tampak Sakit Sedang
b. Kesadaran
: Compos Mentis
B. Tanda Vital
a. Frek. Nadi
: 112x/menit, regular
b. Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
c. Frek. Nafas
: 22 x/menit
d. Suhu
: 37,7 C
C. Kepala
: Normocephal
D. Mata
:Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), oedema palpebra (-/-)
E. Hidung
:Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-).
F.Mulut
:Mukosa mulut pucat (-), kering (-), sianosis (-)
G. Leher
: KGB dan tiroid tidak teraba membesar, JVP 5+2 cmH2O
H. Thorax
a. Cor :
Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Iktus kordis teraba di SIC IV 2cm linea midclavicula sinistra
Auskultasi
: Bunyi jantung S1S2 tunggal, mumur (-), gallop (-)
b. Pulmo :
Inspeksi
: Gerak dinding dada simetris, retraksi sela iga (-/-).
Palpasi
: Vocal fremitus teraba sama pada kedua hemithoraks.
Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
: Vesikuler (+/+), wheezing (-), ronkhi (-/-)
I. Abdomen
Inspeksi : Datar
4

Palpasi

: Supel, lien dan hepar tidak teraba membesar, turgor kulit normal, NT

(-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
J. Ekstermitas
:
Akral hangat, CRT <2, pitting Oedem (-/-), ptekie
(+) diseluruh ekstremitas. Rumple leed test (+)
IV.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :

Leukosit

RSUD dr Doris Sylvanus


22/08/16
1,25 x 103/uL

Eritrosit

4,88x106/uL

Hb

13,3 g/dL

Trombosit

113.000/uL

Ht

40,2%

DDR

(-)/negative

Malaria

(-)/negative

Hasil Lab

V.

Diagnosis Banding
Diagnosis klinis : DHF grade 1
DHF grade 2
Penyakit bakterial : Demam Thyfoid
Penyakit parasit : Malaria
- Diagnosis etiologi : Infeksi virus golongan Arbovirus : Chikungunya
Penyakit virus lainnya : Rubella
Diagnosis Kerja
- DHF grade 1
-

VI.
VII.

VIII.

Penatalaksanaan
- Infus RL 500 cc guyur selanjutnya 30 tpm
- Inj. Ranitidin 2x1 mg (IV)
- Obat oral : PCT 3x1, Isprinol 2x1, Dehaf 3x1
- Rencana rawat bangsal IPD
- Rencana cek SGOT/SGPT, IgG/IgM, DL/24jam
Prognosis
Ad vitam
Ad sanationam
Ad fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien, Nn.A datang dengan keluhan utama demam sejak 2 hari SMRS,
demam muncul mendadak, demam turun jika diberi obat paracetamol namun tidak pernah
sampai suhu normal kemudian naik kembali. Demam lebih dirasakan saat malam hari.
Perdarahan gusi(-). Mimisan (-) namun pasien mengaku muncul bintik-bintik kemerahan
diseluruh ekstremitasnya sekitar 2 hari ini. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien
menderita demam kearah DHF, dimana penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang
mendadak, terus menerus, bila turun tidak mencapai normal, berlangsung 2-7 hari.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan nadi 112x/menit, regular, teraba cepat, kuat angkat,
TD 120/70 mmHg, RR 22 x/menit dan suhu 37,7 C. Pada pasien didapatkan demam disertai
manifestasi perdarahan yang diprovokasi adalah rumple leed test dan terdapat ptekie non
provokasi diseluruh ekstremitas sehingga pasien tergolong dalam DHF derajat I dan perlu
dilakukan observasi perdarahan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya penurunan leukosit 1,25 x 103/uL
(leukositopeni) dan trombositopeni 113.000/uL dan mulai meningkatnya Ht 40,2%
(hemokonsentrasi) sehingga dapat menegakkan diagnosis DHF.
Pada pasien diberikan tatalaksana DHF yaitu medikamentosa mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan, penggantian volume plasma diberikan infus RL 3 cc/kg BB/jam, dipantau
keadaan umum, tanda vital, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda syok dan nilai laboratorium
hemoglobin, hematokrit dan trombositopeni penderita ini dan aspek dietetiknya.

Gambar 1. Patogenesis demam Berdarah dengue(1)


Secondary heterelogous dengue infection

respon antibodi anamnestik

Replikasi virus

Komplek virus antibodi


Agregasi trombosit

aktivasi koagulasi

aktivasi
komplemen

Pengeluaran
faktor IIIfaktor Hageman
Penghancuran trombosit
oleh RESplateletAktivasi

Koagulopati konsumtifSistim kinin

anafilatoksin

Trombositopenia
Faktor pembekuan

kinin

Permeabilitas kapiler

Gangguan fungsi trombosit


FDP
Perdarahan masif

B.1. Demam Berdarah Dengue


7

syok

a.

Klinis
1.Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus,
berlangsung 2-7 hari. Kadang-kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40 o C dan
dapat terjadi kejang demam. Pada umumnya ditemukan sindrom trias yaitu demam
tinggi, nyeri pada anggota badan dan timbulnya ruam. Akhir fase demam merupakan
fase kritis pada DBD, oleh karena fase tersebut dapat merupakan awal penyembuhan
tetapi dapat pula sebagai awal fase syok.
2. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati, trombositopeni dan
gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh.
Manifestasi perdarahan paling ringan yaitu uji torniquet positif pada hari-hari pertama
demam. Manifestasi perdarahan yang paling sering yaitu petekie yang tersebar di
ekstremitas dan dahi atau seluruh tubuh. Perdarahan spontan lainnya berupa purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena.(9,10)
3.Hepatomegali ( pembesaran hati )
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah
lengkung iga kanan. Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, atau
dari just palpable menjadi lebih besar dari 2-4 cm, dapat meramalkan perjalanan
penyakit DBD. Namun derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya
penyakit, tetapi nyeri tekan di daerah ulu hati, berhubungan dengan adanya
perdarahan. Nyeri perut lebih tampak jelas pada anak besar dari pada anak kecil.
4.Syok
Manifestasi syok pada anak terdiri dari :
*

Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung,
sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi yang tidak
mencukupi dan mengakibatkan peninggian aktivitas simpatikus secara refleks.

Penderita kelihatan lesu, gelisah dan lambat laun kesadarannya menurun menjadi
apatis, sopor dan koma, hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi cerebral.

Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat dan
kecil, sampai tidak teraba oleh karena kolaps sirkulasi.

Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.

Oliguri sampai anuri karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri renalis.
(9)

b. Kriteria laboratoris :
Hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan dan mendukung

ke arah

suatu demam berdarah dengue (DBD) adalah :


a.Trombositopenia (100.00/ml atau kurang)
b.Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20 % atau lebih
Dua kriteria klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan
hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD.
* Pemeriksaan lain yang dapat mendukung ke arah suatu DBD :
a.Serologi
1.

Test H.I ( Hemaglutinasi Inhibisi Test)

2.

Test Pengikatan Komplemen ( Complement Fixation Test )

3.

Test Netralisasi ( Neutralization Test )

4.

Test Mac Elisa (Ig M Capture enzyme-linked Immunosorbent Assay)

5.

Test Ig G Elisa Indirek

6.

Dengue Blot
b.X Foto Thorax

Derajat penyakit (WHO,2011)


1. Derajat I

: Demam diertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi


perdarahan adalah uji torniquet

2. Derajat II

: Seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan


lain

3. Derajat III

: Didapatkan kegagalan sirkulasi,yaitu nadi cepat dan lembut,tekanan


nadi menurun (20mmhg atau kurang) atau hipotensi,sianosis sekitar
mulut,kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah

4. Derajat IV

: Syok berat, nadi dan tensi tak terukur

Pada penderita ini didiagnosis Demam Berdarah Dengue derajat I berdasarkan kriteria
WHO (2011) dan Departemen Kesehatan RI, yaitu :
1. Adanya demam tinggi mendadak terus menerus tanpa sebab yang jelas selama 2-7
hari.
2. Manifestasi perdarahan hanya uji torniquet
3. Adanya hepatomegali 2 cm bawah arcus costa

Laboratorium

trombositopenia

79.000/mm3)

(trombosit

Pada

perjalanan

penyakitnya ditemukan penurunan trombosit yang membaik setelah dikelola.


Pemeriksaan penunjang lain bahwa penderita ini memang benar terserang DBD
adalah dengan pemeriksaan serologis. Pada hari pertama perawatan pasien dilakukan test
serologis dan didapatkan hasil yaitu IgG Dengue (+).
Diagnosis pemeriksaan penunjang lainnya yaitu X Foto Thorax AP Supine dan
RLD diusulkan untuk menemukan adanya

efusi pleura. Efusi pleura terjadi akibat

peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mengakibatkan perembesan plasma, dimana


perembesan plasma ini mengakibatkan adanya cairan didalam rongga pleura dan berlangsung
singkat yaitu selama 24-48 jam.

(6)

dalam kasus ini pada hari kedua perawatan dilakukan X-

Foto Thorax AP Supine dan RLD didapatkan hasil efusi pleura kanan PEI : 4.
2. Status Gizi
Status gizi seseorang pada dasarnya merupakan keadaan orang tersebut sebagai
refleksi konsumsi pangan dan penggunaannya oleh tubuh.
Penilaian status gizi dapat dilakukan secara :
1. Perhitungan antropometri yang disesuaikan dengan standar NCHS
2. Anamnesis untuk melihat asupan diet
3. Klinis dengan melihat data, ada tidaknya tanda-tanda kurang gizi
4. Laboratorium dengan melihat kadar Hb, protein dan kolesterol
Klasifikasi status gizi yang digunakan yaitu pengukuran antropometri
kriteria WHO-NCHS.
Tabel 1. Klasifikasi menurut WHO-NCHS
BB/U

TB/U

BB/U

Gizi baik

80 - 110

>95

90 110

KEP ringan

70 80

90 95

80 90

KEP sedang

60 70

85 90

70 80

<60

<85

<70

KEP berat

Pada kasus ini gizi baik perawakan normal


1. PENGELOLAAN

10

berdasarkan

Untuk dapat menanggulangi dan mengatasi masalah yang dihadapi penderita ini,
maka dibutuhkan penanganan secara menyeluruh dan komprehensif. Maka dari itu perlu
pengelolaan secara promotif, preventif, kuratif.
Kuratif, meliputi :
1. Aspek Medika mentosa
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.
Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa,
tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
a. Penggantian Volume Plasma
Pada waktu datang ke UGD penderita dalam keadaan panas tinggi dan lemah. Dari
hasil laboratorium darah rutin di UGD didapatkan trombositopenia sehingga penderita
diberikan infus RL 3 cc/kg BB/jam. Dari hasil evaluasi menunjukkan adanya perbaikan yaitu
anak tampak tenang, nadi kuat, tekanan darah stabil. Pemeriksaan nilai trombosit pertamatama menunjukan penurunan kemudian meningkat cepat pada pemeriksaan serial ke-6. Pada
hari pertama perawatan anak diberikan infus D5 NS 480/20/5 tpm sebagai maintenance
karena anak didiagnosa sebagai tersangsa infeksi virus dengue, kemudian di hari ke-2
perawatan anak didiagnosa DHF grade I dan anak diberikan infus RL 3 cc/kg BB/jam selama
6 jam kemudian dievaluasi dengan melihat hasil laboratorium terutama kadar hemoatokrit.
b. Terapi medikamentosa
Pemberian antibiotik pada DBD diberikan atas indikasi apabila terdapat komplikasi
bakterial. Pemberian vitamin pada DBD juga sebenarnya tidak perlu, karena dari penelitian
terbaru didapatkan hasil bahwa vitamin terutama vitamin C ternyata tidak dapat memperbaiki
fragilitas pembuluh darah. (8,9). Sejak hari ke-1 peroral diberikan parasetamol 500 mg /4-6 jam
jika t 38 oC
c. Pemantauan
Pemantauan keadaan umum, tanda vital, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda
syok dan nilai laboratorium hemoglobin, hematokrit dan trombositopeni penderita ini telah
dilakukan dengan baik. Selama 3 hari perawatan, suhu tubuh menurun dan tidak terjadi
kenaikan suhu tubuh yang berarti. Tidak terjadi komplikasi dan tidak terjadi syok, tanda vital
baik, jumlah trombosit mencapai normal pada hari ke-4 perawatan.
Namun pada pasien ini mengingat hari hari rawan untuk terjadinya syok sudah
terlalui maka pemantauan yang lebih penting untuk dilakukan adalah terhadap kemungkinan
11

terjadinya repolling, yaitu terjadinya reabsorbsi cairan ekstravaskuler pada fase konvalesen.
Hal ini dapat menyebabkan edema paru dan distress pernapasan, terutama bila cairan
intravena masih terus diberikan.

(10)

Oleh sebab itu pemantauan terutama pemeriksaan fisik

thorak harus dilakukan seteliti mungkin, terutama bila pemeriksaan penunjang lainnya yang
membutuhkan biaya tinggi tidak dilakukan.

2. Aspek dietetik
Pada prinsipnya dietetik peroral pada penderita DBD bukan merupakan kontra indikasi
bahkan sangat dianjurkan terutama untuk mengembalikan keseimbangan cairan tubuh. Pada
hari ke-1 sampai 4 penderita ini diberikan diet 3 x nasi, 3 x 200 cc susu, dan menghindari
makan makanan yang berwarna merah atau coklat.
Pada hari pertama perawatan asupan cairan diberikan lebih banyak untuk mencegah
terjadinya syok akibat hipovolemik (mempercepat pengembalian keseimbangan cairan). Pada
hari perawatan selanjutnya kebutuhan cairan lewat infus dikurangi dan akhirnya dihentikan.
Kemudian asupan cairan sepenuhnya berasal dari asupan makanan peroral. Demikian pula
dengan kebutuhan kalori dan proteinnya
Promotif dan Preventif
Kedua orang tua dijelaskan tentang penyakit DBD serta cara-cara yang dapat
dilakukan dalam rangka pemberantasan dan pencegahan penyakit tersebut.
a. Penjelasan tentang penyakit DBD meliputi :
Penyebab dari penyakit ini adalah virus dengue yang ditularkan dengan perantaraan
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk tersebut hitam berbintik-bintik putih di seluruh tubuh
dan kaki, berkeliaran pada waktu siang sampai sore hari yaitu kurang lebih pukul 10.00
sampai pukul 17.00 dan lebih suka pada tempat genangan air yang bersih. Dijelaskan pula
bahwa penyakit tersebut sangat berbahaya karena dapat mematikan.
b. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan nyamuk dengan cara :
i. Pemasangan kasa nyamuk, sehingga nyamuk tidak akan masuk ke rumah.
ii. Menggunakan mosquito repellent atau insektisida bentuk spray.
c. Pemberantasan vektor jangka panjang / pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
iii. Menutup tempat-tempat penyimpanan air

12

iv. Mengubur barang-barang bekas seperti kaleng, botol atau ban bekas serta semua
barang bekas yang memungkinkan nyamuk bersarang.
v. Menguras bak mandi / tempat menampung air.

E. PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini untuk kehidupan (quo ad vitam) adalah baik (ad bonam)
oleh karena tidak terjadi dan tidak ada komplikasi yang berat serta keadaan pasien membaik.
Prognosis untuk kesembuhan (quo ad sanam) adalah baik (ad bonam) yang nampak dari
keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan berkala dari Hb, Ht, trombosit menunjukkan
perbaikan dan stabil. Prognosis membaiknya faal tubuh (quo ad fungsionum) adalah baik (ad
bonam) karena tidak ada ancaman adanya sekuele ataupun kecacatan tubuh.
Tetapi dalam hal ini perlu diperhatikan juga sosial ekonomi, pendidikan, dan perilaku
kesehatan penderita. Walaupun setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit kondisi
penderita cukup baik, dengan sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang dari orang tuanya
ditambah lingkungan rumah dengan sanitasi yang buruk sangat memungkinkan bagi
penderita untuk mengalami infeksi ulangan yang bahkan mungkian lebih berat daripada
sekarang.

13

BAB IV
RINGKASAN
Pada kasus ini pasien, Nn.A datang dengan keluhan utama demam sejak 2 hari SMRS,
demam muncul mendadak, demam turun jika diberi obat paracetamol namun tidak pernah
sampai suhu normal kemudian naik kembali. Demam lebih dirasakan saat malam hari.
Perdarahan gusi(-). Mimisan (-) namun pasien mengaku muncul bintik-bintik kemerahan
diseluruh ekstremitasnya sekitar 2 hari ini. Dari pemeriksaan fisik didapatkan nadi
112x/menit, regular, teraba cepat, kuat angkat, TD 120/70 mmHg, RR 22 x/menit dan suhu
37,7 C. Pada pasien didapatkan uji rumple leed test (+) disertai ptekie diseluruh ekstremitas.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan trombositopeni dan peningkatan hematokrit.
Berdasarkan anamnesis, pemeiksaan fisik dan penunjang, pasien dapat didiagnosis DHF
Derajat I ditegakkan berdasarkan kriteria WHO dan DepKes RI. Status gizi perlu
diperhatikan karena pada anak-anak merupakan kelompok rawan gizi. Pada penderita ini
berdasarkan kriteri WHO-NCHS termasuk dalam gizi baik perawakan normal.
Pada pasien diberikan tatalaksana DHF yaitu medikamentosa, mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan, penggantian volume plasma diberikan infus RL 3 cc/kg BB/jam, dipantau
keadaan umum, tanda vital, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda syok dan nilai laboratorium
hemoglobin, hematokrit dan trombositopeni penderita ini.

14

DAFTAR PUSTAKA
1.

Soedarto,

Machfudz,

Yuwono,

Setokosoemo.

Penelitian

Entomologik Untuk Menentukan Peranan Sekolah sebagai Sumber Penularan Demam


Berdarah Dengue di Kabupaten Ngawi Jawa Timur> Majalah Parasitologi Indonesia,
1991; 4 : 35 40.
2.

Rampengan T.H., Laurentz I.R. Demam Berdarah Dengue.


Dalam : Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
1997 : 135-57.

3.

Sachro ADB. Demam Berdarah Dengue di Semarang. Cermin


Dunia Kedoktaeran, 1992 : 81-6.

4.

Hadinegoro S.R, Soegianto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata


Laksana demem Berdarah Dengue/ Demam Berdarah Dengue. Jakarta : Departemen
Kesehatan Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman, 1999 ; 1-32; 40-55.

5.

Notoatmodjo

S.

Malnutrisi

Energi

Protein.

Dalam

Sastrosubroto H, Hendarto T A, Santoso S, eds. Pedoman Pelayanan Medik Anak Rumah


Sakit Dr. Kariadi. Swmrang : Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP / RSDK,
1989; 13-9.
6.

Sumarmo, Wydia MS. Dengue Hemorrhagic Fever Klinis,


Dignosis dan Pengobatan. Dalam : Sumarmo, Tjokronegoro, editor Demam Berdarah
Dengue Sepuluh Tahun Penelitian Pada Anak di Jakarta. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
1985: 1 17.

7.

Hasyimi.
Berdarah Dengue: Mengapa

Pemeriksaan

Laboratorium

Penderita

Uji HI. Media Litbangkes, 1992; IV: 13 6.


15

Demam

8.

Hendarwanto. Dengue. Di dalam : Sjaifoellah Noer, Sarwono


Waspadji, A Muin Rachman dkk, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi
ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1997 : 417-26.

9.

Pudjiadi S,. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak ; edisi Ke-3. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI, 1997.

10.

Sri Rezeki, Soegeng Soegijanto, Suharyono Wuryadi, Thomas


Suroso, editors.. Tatalaksana Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue. Edisi pertama.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1999.

16

Anda mungkin juga menyukai