Anda di halaman 1dari 18

Demam Berdarah Dengeu

Farmakoterapi 2

Oleh Bayu F, Prsikilia W, Freicy M, Charly W dan Viona L


Apa itu Demam Berdarah….
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti,
yang ditandai gejala demam yang mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang
jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan
dikulit dan syok.
Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue secara
global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap tahunnya
sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90% diantaranya
adalah anak – anak usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD diperkirakan
sekitar 5% dan sekitar 25.000 kasus kematian dilaporkan setiap harinya

Untuk Wilayah Sulawesi Utara Berdasarkan data yang dikumpulkan dari sembilan
kabupaten/kota di Sulut, selang Januari hingga April tahun ini sekira 302 kasus DBD
yang terjadi di beberapa kab/kota.
Etiologi
DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan
RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan
kapsul lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili
Flaviviridae, genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk
sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif sense yang
terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter
dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70C.
Aedes aegypti.
● Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik
putih
● Hidup di dalam dan di sekitar rumah
● Menggigit/menghisap darah pada siang hari
● Senang hinggap pada pakaian yang
bergantungan dalam kamar
● Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di
dalam dan di sekitar rumah bukan
digot/comberan
● Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas
bunga, tempat minum burung, dan lain-lain
Nyamuk penyebab deman berdarah ini menggigit pada pagi dan sore hari.
Nyamuk ini dapat menggigit beberapa kali setiap hari sehingga dia bisa
menularkan virus dari satu orang ke orang kali dalam satu hari (dr.
Suhendro, SpPD,2007). Perkembangan nyamuk dari telur hingga dewasa
memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Kemampuan terbang berkisar antara
40-100 meter dari tempat berkembang biaknya.

This is where you section ends. Duplicate this set of slides as many times you need to go over all your sections.
Patofisiologi Demam Beradarah Dengue

DBD ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti dan nyamuk aedes albopiktus yang sudah mengandung
virus dengue. Pada saat mengisap darah pada tubuh manusia, nyamuk akan menyemprotkan zat
prothrombin untuk mencegah pembekuan darah. Pada saat bersamaan, virus dengue juga akan
disemprotkan ke dalam aliran darah orang yang digigit tersebut. Virus dengue menyerang sel darah putih
terutama neutrophil dan monosit. Akibat adanya pirogen eksogen dari virus dengue, maka tubuh akan
merespon dengan mengeluarkan pirogen endogen. Sitokin Pirogenik adalah pirogen endogen yang
spesifik yang dilepaskan sebagai respon terhadap pirogen eksogen. Sitokin adalah protein kecil (BM 10-
20.000 D) yang meregulasi proses imun, inflamasi dan hematopoietic (Kemenkes RI, 2013)
Patogenesis
Nyamuk Aedes yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang hidupnya dan terus
menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke
dalam tubuh manusia, virus de-ngue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel
pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan,
sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan
masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara
dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel.
Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada
cross protective terhadap serotipe virus lainnya.
Bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue :
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam prosesnetralisasi virus, sitolisis yang
dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement
(ADE);
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun seluler terhadap virus dengue.
Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi
IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;
c) Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Diagnosis DBD
Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1999
terdiri dari kriteria klinis dan dan laboratoris.
A. Kriteria klinis
a) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.
b) Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
1. Uji tourniquet positif
2. Retekia, ekomosis, epitaksis, perdarahan gusi.
3. Hemetamesis dan atau melena.
c) Pembesaran hati
d) Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit
lembab, dan pasien tampak gelisah.
B. Kriteria Laboratoris
c) Trombositopenia (100.000 sel/mm3 atau kurang)
d) Hemokonsentrasi peningkatan hematokrit 20% atau lebih.
Manifestasi / Gejala Klinis
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan :
● Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari. ● Trombositopeni, pada hari ke 3 - 7 ditemukan
● Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 °C- penurunan trombosit sampai 100.000 /mm3.
40 °C) ● Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit.
● Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai:
● Manifestasi pendarahan, dengan bentuk : uji
anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare
tourniquet positif puspura pendarahan,
kejang dan sakit kepala.
konjungtiva, epitaksis, melena, dsb. ● Pendarahan pada hidung dan gusi.
● Hepatomegali (pembesaran hati). ● Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-
● Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh
atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg darah
atau lebih rendah.
Terapi Non Farmakologi
• Minumlah air putih min. 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih banyak lebih baik)
• Mengenakan pakaian tipis, istirahat total, mandi dengan air hangat, pemberian kompres
• Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas (paracetamol misalnya)
• Beberapa teman dan dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan seperti Pocari
Sweat
• Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan trombosit (ada juga yang
menyarankan: daun angkak, daun jambu, dsb)
• Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas yang banyak (meskipun
biasanya minat makan akan menurun drastis).
Terapi Farmakologi
 Pengobatan DBD bersifat simptommatik dan supportif, (mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai
akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan).
● Cairan pengganti (rekomendasi WHO):
 Cairan Laktat Ringer.
 Cairan Glukosa 5% dalam 0,9% NaCl.
 Cairan Glukosa 5% dalam 0,45% NaCl.
 Cairan Glukosa 5% dalam'h Laktat Ringer.
 Cairan Glukosa 5% dalam 0,3% NaCl.
Terapi Obat-obatan
Antipiretik
Obat antipiretik diberikan bila suhu tubuh lebih dari 38.5°C. Obat antipiretik diberikan apabila diperlukan. Obat
antipiretik digunakan bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh menjadi dibawah 39° C. Antipiretik yang
dianjurkan adalah parasetamol, sedangkan asetosal tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan gastritis,
perdarahan, atau asidosis (Anonim, 2004).
Antibiotik
Belum ada bukti yang mendukung penggunaan antibiotik pada pasien DBD (Anonim, 2010). Pertimbangan
pemberian antibiotik pada keadaan syok mengingat kemungkinan adanya kejadian infeksi sekunder dengan
translokasi dari saluran cerna. Antibiotik yang digunakan hendaknya yang tidak berefek terhadap sistem
pembekuan (Anonim, 2004).
Antisedatif
Antisedatif dibutuhkan terutama pada pasien yang sangat gelisah. Obat hepatotoksik sebaiknya dihindarkan,
kloralhidrat oral atau rektal dianjurkan dengan dosis 12,5 – 50 mg/kg tidak lebih dari 1 jam digunakan sebagai
satu macam obat hipnotik.
Antikonvulsan
Anti konvulsan seperti diazepam, fenobarbital atau largaktil diberikan apabila terdapat indikasi kejang (Anonim,
2004).
Kortikosteroid
Pemakain kortikosteroid pada penderita DBD masih kontroversial. Pemberian steroid tidak direkomendasikan
pada pasien DBD (Anonim, 2010). Sedangkan menurut Dep.Kes. RI. Menyebutkan bahwa pemberian
deksametason 0,5 mg/KgBB/kali tiap 8 jam berguna untuk mengurangi udem otak karena syok yang berlangsung
lama, tetapi apabila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan (Anonim, 2004).
Antidiuretik
Furosemid 1 mg/KgBB dapat diberikan pada pengobatan syok apabila diuresis 1 ml/KgBB belum cukup untuk
memperbaiki keadaan penderita. Furosemid diberikan terutama jika pada psien syok terdapat overload Antara
lain edema atau pernafasan meningkat (Anonim, 2004).
Neomisin dan laktulosa
Neomisin dan laktulosa dapat diberikan pada pasien yang mengalami ensefalopati karena berguna untuk
mengurangi produksi amoniak (Anonim, 2004).
Vitamin K
Pemberian vitamin K secara intravena 3-10 mg selama 3 hari dapat diberikan apabila terdapat disfungsi hati
(Anonim, 2004).
Vasopresor
Obat-obatan vasopresor seperti dopamin, dobutamin, atau epinephrine dapat diberikan jika pasien mengalami
syok yang belum teratasi dengan pemberian ringer laktat (Anonim, 2004).
Heparin
Heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratories didapatkan tanda-tanda Koagulasi Intravaskuler
Disseminata (KID) (Anonim, 2004).
Natrium bikarbonat
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka analisis gas darah dan kadar
elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID,
sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma
diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat
KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan (Anonim, 2004).
Literatur
Jayanti, L. 2014. Faktor Penyebab Prescribing Error Kasus Demam Berdarah Dengue Di
Rumah Sakit Umum Daerah Majenang. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Yusoff, N.S.B.M., K. Suardamana. 2018. Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
Thank you!

Do you have any questions?

Anda mungkin juga menyukai