Anda di halaman 1dari 8

ABSTRACT

SAMBILOTO SEBAGAI
ALTERNATIF OBAT UNTUK
MALARIA

Bayu Alit

SAMBILOTO
UKIT TOMOHON-SULUT

Andrographispaniculata Nees
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Malaria merupakan salah satu penyakit klasik (menular) yang sampai saat ini
masih menjadi tranding disetiap pelaporan data Kesehatan diseluruh dunia tanpa
terkecuali. Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan
primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi
protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas
dingin menggigil) serta demam berkepanjangan. Hingga kini, Indonesia memang
masih menjadi salah satu negara yang berisiko Malaria karena 80% kabupaten/ kota
di Indonesia endemis Malaria. Tapi, dalam beberapa tahun terakhir Indonesia
menunjkan arah yang signifikan terkait dengan penangan penyakit malaria ini, seperti
yang digambarkan oleh World Malaria Report 2020 selama lima tahun terakhir
Indonesia telah menunjukkan kemajuan yang mengesankan; menurut estimasi WHO,
kasus malaria di Indonesia menurun dari 1,1 juta (2015) menjadi 658.000 (2019).
Data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia juga melaporkan sepanjang
tahun 2021 terdapat total 94.610 kasus di Indonesia. Kasus malaria tertinggi masih
terkonsentrasi di Indonesia bagian timur. Papua menjadi provinsi dengan kasus
malaria tertinggi di Tanah Air, yakni mencapai 86.022 kasus hingga saat ini. Proporsi
kasus malaria yang terjadi di provinsi tersebut mencapai 90,9% dari total. Letak
Indonesia yang dilalui garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia mempunyai iklim
tropis yang mendapatkan penyinaran matahari sepanjang tahun dengan suhu udara
yang cukup tinggi sehingga menjadi tempat yang baik bagi parasit Plasmodium dan
disebarkan ke manusia lewat gigitan nyamuk betina Anopheles yang telah terinfeksi.
Selain itu, Indonesia juga memiliki curah hujan yang tinggi. Karena kondisi iklimnya
tersebut, Indonesia memiliki hutan hujan tropis yang lebat dengan potensi
keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Potensi ini yang kemudian dimanfaatkan
sebagaian besar masyarakat di Indonesia terutama wilayah yang menjadi endemic
malaria untuk memaksimalkan keanekaragam sumber daya alamnya menjadi solusi
alternatif bagi penyakit malaria, salah satunya tanaman sambiloto
(Andrographispaniculata Nees).
1.2 Batasan Masalah
Apakah tumbuhan sambiloto dapat menyembuhkan atau mengobati penyakit
Malaria?
1.3 Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah tumbuhan sambiloto dapat menyembuhkan atau mengobati
penyakit malaria.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SAMBILOTO

Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f.) Wall. ex Nees.)


merupakan tanaman yang berasal dari suku Acanthaceae. Tanaman ini berasal dari daerah
Asia Selatan dan Tiongkok, dikenal dengan nama Chuan Xin Lian. Di Indonesia
sambiloto dikenal dengan nama bidara, sandilata, takila, ampadu tanah dan pepaitan
(Dalimartha, 1999). Tanaman ini telah banyak diteliti efek farmakologinya. Tanaman
sambiloto memiliki ciri morfologi yang mudah untuk dikenali. Tumbuhan ini merupakan
tumbuhan semusim dengan tinggi yang biasanya tidak melebihi satu meter dengan daun
tunggal berujung meruncing dan bersilangan pada tangkainya. Bunganya kecil-kecil
berbentuk tabung dengan warna putih bernoda ungu (Dalimartha, 1999). Herba sambiloto
memiliki aktivitas antimalaria falciparum baik secar in-vitro maupun secara in-vivo. Pada
kelompok pengobatan ekstrak herba sambiloto 500 mg terjadi peningkatan kadar TNF-α
yang bermakna pada hari ke tujuh pengobatan. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak herba
sambiloto dengan dosis 500 mg mempunyai efek imunomudulasi pada pasien malaria
falsiparum (Zein, 2009). Zat aktif yang terkandung dalam herba sambiloto adalah
flavonoid dan lakton. Lakton, dengan komponen utama andrographolide, juga merupakan
zat aktif utama dari tanaman ini (Widyawati, 2015).

Berikut ini adalah :

Klasifikasi Dari Tanaman Sambiloto


Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Solanaceae
Familia : Acanthaceae
Genus : Andrographis
Species : Andrographis paniculataNess
Kandungan Kimia
Andrographis paniculata mengandung diterpene, laktone, dan flavanoid. Flavanoid
terutama ditemukan diakar tanaman, tetapi juga ditemukan pada bagian daun. Bagian
batang dan daun mengandung alkana, ketone dan aldehid. Meskipun di awal diduga
bahwa senyawa yang menimbulkan rasa pahit adalah senyawa lakton ndrographolide,
lebih lanjut diketahui bahwa daun sambiloto mengandung dua senyawa yang
menimbulkan rasa pahit yakni andrographolide dan senyawa yang disebut dengan
kalmeghin. Empat senyawa lakton yang ditemukan dalam daun sambiloto (Akbar, 2011)
adalah,

1. Deoxyandrographolide
2. Andrographolide
3. Neoandrographolide) Dan
4. 14-Deoxy-11, 12-Didehydroandrographolide

Gambar 1. Sambiloto
(Andrographis Paniculate)

2.2 Teknik pengolahan


A. Ekstraksi

Proses ekstraksi yang memenuhi kriteria tersebut diatas adalah ekstraksi


hidrotopik. Hidrotopi merujuk pada kemampuan senyawa hidrotop yang sangat larut
dalam air dan memiliki permukaan aktif yang sedang dalam meningkatkan kelarutan
senyawa yang kurang larut atau bahkan tidak larut dalam air (Dandeekar, 2008). Pada
proses ekstraksi hidrotropik, pelarut yang digunakan adalah larutan senyawa hidrotrop
dalam medium air. Senyawa hidrotrop biasanya berupa garam organik ampifilik.
Komponen ampifilik pada senyawa hidrotrop berupa alkil rantai pendek yang larut dalam
air, yang dihasilkan dari sulfonasi hidrokarbon aromatik. Senyawa hidrotrop memiliki
dua gugus yakni gugus hidrofob dan hidrofil. Bagian dari senyawa hidrotrop yang
bersifat hidrofob adalah benzene tersubtitusi yang bersifat non polar. Sementara bagian
hidrofilik yang bersifat polar adalah gugus sulfonat anionic yang terikat pada ion-ion
seperti natrium, amonium, kalsium dan kalium. Fungsi senyawa hidrotrop adalah
menstabilkan larutan, memodifikasi viskositas dan titik awan, membatasi pemisahan fase
pada suhu rendah dan mengurangi timbulnya foam (Dongre, 2011).

Teknik hidrotopi telah diaplikasikan pada ekstraksi senyawa yang sedikit atau
tidak larut sama sekali dalam air seperti pada ekstraksi piperin (Raman, 2002),
kurkuminoid (US Patent no 6224877; Dandekar, 2003), limonin (Dandeekar, 2008), dan
forskolin (Mishra, 2009). Mengingat andrographolide juga merupakan senyawa yang
tidak larut dalam air, maka ekstraksi hidrotropi dapat diaplikasikan dalam proses
ekstraksi andrographolide dari sambiloto. Ekstraksi hidrotropik andrographolide telah
dilakukan dengan menambahkan 20 gram serbuk daun sambiloto kedalam 200 ml larutan
hidrotrope 2 mol/L. Campuran diaduk 1100 rpm selama 2 jam pada suhu 300C. Setelah
selesai larutan dibiarkan mengendap selama 1 jam dan disaring. Residu di cuci dengan
air dan filtrate ditambah dengan air hingga konsentrasinya dibawah MHC,
andrographolide mengkristal setelah larutan dibiarkan selama 1 jam. Endapan kristal
dipisahkan melalui proses sentrifugasi. Selanjutnya endapan dikeringkan dan ditimbang.
Hasil dari proses ekstraksi tersebut adalah bahwa ekstraksi hidrotropik andrographolid
dari daun sambiloto menggunakan sodium salisilat dan sodium asetat mampu
menghasilkan ekstrak dengan berat masing-masing 0,57 g dan 0,18 g.

B. Manual

Cara meramu dan menggunakan tumbuhan obat pada setiap daerah berbeda-beda
tergantung pada pengalaman empiris masing-masing individu tiap daerah. Berikut ini
uraian singkat tentang cara meramu tumbuhan sambiloto, diperlukan sekitar setengah
sampai satu genggam daun sambiloto segar. Bahan itu dicuci, direbus dengan tiga gelas
minum air bersih hingga tinggal sekitar ¾ bagiannya. Setelah disaring dan ditambahi
madu (kalua dirasa perlu), air rebusan sudah siap dijadikan obat tradisional untuk malaria.
Dalam sehari penderita dianjurkan meminumya tiga kali, masing-masing sebanyak ¾
gelas minum.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Indonesia sebagai negara iklim tropis tentu kaya dengan keanekaragam hayati yang
didalamnya terdapat tumbuhan obat yang sudah terbukti keamannya secara turun temurun
(empiris) dan itu tentu saja sangat potensial untuk perkembangan dunia medis khususnya
obat tradisional sebagai alternatif obat ilmiah. Potensi yang sangat besar ini perlu
dikembangkan secara masih melalui penilitian uji klinis dari setiap tumbuhan yang
tersebar di wilayah Indonesia. Agar supaya ketergantungan kita terhadap obat-obatan
ilmiah sedikit demi sedikit bisa di kurangi. Dari hasil diatas didapati bahwa terdapat
korelasi antara keduanya, hal itu seperti yang penulis gambarkan diatas ataupun yang
penulis dapatkan informasi baik itu dijurnal dan atau laporan-laporan ilmiah yang penulis
dapatkan selama mencari materi ini.

3.2 SARAN

Dengan demikian potensi yang besar ini harus didukung secara structural serta
terintegrasi baik dari sesama profesi maupun lintas profesi dan tentu saja lintas sectoral
sesame kementrian. Dan tidak menutup kemungkinan ada peninjau Kembali terhadap
regulasi ataupun kurikulum yang ada agar supaya memasukan dan memperkanalkan
secara dini tentang tumbuhan obat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Indah Margarethy, Yahya, Milana Salim (2019) Kearifan lokal dalam pemanfaatan
tumbuhan untuk mengatasi malaria oleh pengobat tradisional di Sumatera Selatan.
JHECDs 5 (2), hal 40-48. Di akses tanggal 20 Maret 2022

Ema Sarimole*, dkk. (2014) Pengobatan Penyakit Malaria Dengan Menggunakan


Beberapa Jenis Tumbuhan Nabati Di Kabupaten Raja Ampat. Seminar yang
dipublikasikan diakses tanggal 20 Maret 2022

Zein Umar, (2005) Pengobatan Penyakit Malaria Dengan Menggunakan Beberapa Jenis
Tumbuhan Nabati Di Kabupaten Raja Ampat. Jurnal yang dipublikasikan. Fakultas
Kedokteran. Universitas Sumatera Utara. Medan. diakses tanggal 20 Maret 2022

Elisabeth Oriana Jawa La, Putu Dian Marani Kurnianta. (2019) Kajian Senyawa Aktif
Dan Keamanan Tanaman Obat Tradisional Di Indonesia Sebagai Alternatif Pengobatan
Malaria. Acta Holist. Pharm. Vol. 1 No. 1: 33-43 Di akses tanggal 20 Maret 2022

R. D. Ratnani, dkk (2012) Potensi Produksi Andrographolide Dari Sambiloto


(Andrographis Paniculata Nees) Melalui Proses Ekstraksi Hidrotropi. Momentum, Vol.
8, No. 1, April  2012 :6‐ 10. Di akses tanggal 20 Maret 2022

Armaidi Darmawan, Lipinwati. (2014) Gambaran Obat Tradisional yang Digunakan


Penderita Malaria di Wilayah Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi 2014. Skripsi
yang dipublikasikan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Jambi.
diakses tanggal 20 Maret 2022

Anda mungkin juga menyukai