Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

Daftar Isi......................................................................................................... 1
Kata Pengantar ............................................................................................... 2
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4
2.1 Definisi Dermatitis Seboroik.................................................................... 4
2.2 Etiologi Dermatitis Seboroik.................................................................... 4
2.3 Epidemiologi Dermatitis Seboroik........................................................... 5
2.4 Klasifikasi Dermatitis Seboroik ............................................................... 6
2.5 Manifestasi Dermatitis Seboroik .............................................................. 8
2.6 Patogenesis Dermatitis Seboroik ........................................................... 16
2.7 Diagnosis Dermatitis Seboroik .............................................................. 17
2.8 Diagnosis Banding Dermatitis Seboroik ................................................ 19
2.9 Penalataksanaan Dermatitis Seboroik .................................................... 19
2.10 Komplikasi Dermatitis Seboroik .......................................................... 22
2.11 Prognosis Dermatitis Seboroik............................................................. 22
BAB 3. KESIMPULAN ............................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 24

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan berkah-Nya penulis
dapat menyelesaikan Referat Kepaniteraan Klinik Bagian Radiologi di RS TK. II
MOH. RIDWAN MEURAKSA yang berjudul“Dermatitis Seboroik”.
Tujuan dari penyusunan Referat adalah untuk memenuhi tugas yang didapat
saat kepaniteraan di RS TK. II MOH. RIDWAN MEURAKSA. Dalam menyusun
Referat ini tentunya tidak lepas dari pihak-pihak yang membantu saya. Saya
mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT kepada Kolonel CKM (K) dr. Dian
Andriani Ratna Dewi, Sp. KK, M. Biomed, MARS, FINSDV atas bimbingan,
saran, kritik dan masukannya dalam menyusun Referat ini. Saya juga mengucapkan
terima kasih kepada orangtua yang selalu mendoakan dan teman-teman serta pihak-
pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pembuatan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Referat ini,
kesalahan dan kekurangan tidak dapat dihindari, baik dari segi materi maupun tata
bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan
kekhilafan yang dibuat. Semoga referat ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis
dan pembaca dalam memberikan sumbang pikir dan perkembangan ilmu pengetahuan
di dunia kedokteran.
Akhir kata, dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu
merahmati kita semua.
Jakarta, 31 Desember 2019

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan


bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk
menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua
bentuk ekzema adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema numular
0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari
penduduk.
Dermatitis seboroik (D.S.) atau Seborrheic Eczema merupakan penyakit yang
umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus,
berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah
inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena,
seperti daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa
sekurang – kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe
berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada
juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan ketombe.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Dermatitis Seboroik


Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamatoir kulit yang biasanya dimulai
pada kulit kepala, dan kemudian menjalar ke muka, kuduk, leher dan badan. Istilah
dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh
faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Penyakit ini
sering kali dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (seborrhea) dari kulit
kepala dan daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan folikel sebaceous.

2.2 Etiologi Dermatitis Seboroik


Penyebabnya belum diketahui pasti. Hanya didapati aktivitas kelenjar sebasea
berlebihan. Ada beberapa kemungkinan penyebab terjadinya dermatitis seboroik :

 Pengaruh hormon
Dermatitis seboroik dijumpai pada bayi dan pada usia pubertas. Pada bayi
dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan
penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun.
 Jamur Pityrosporum ovale
Penelitian lain menunjukan bahwa pityrosporum ovale (Malassezia ovale),
jamur lipofilik, banyak pada penderita dermatitis seboroik. Pertumbuhan P. ovale
yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk
metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel jamur itu sendiri
melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Sehingga pengobatan
ketokonazole 2 % akan menurunkan jumlah jamur ini dan menyembuhkan penyakit.
 Perbandingan komposisi lipid dikulit berubah, jumlah kolesterol, trigliserida,
parafin meningkat; dan kadar squelen, asam lemak bebas dan wax ester
menurun.
Faktor-faktor lain yang diduga sebagai penyebab penyakit ini, antara lain :

4
 Iklim
 Genetik
Merupakan kelainan konstitusi berupa stasus seboroik (seborrhoeic state) yang
rupanya diturunkan, diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat
penyakit. Sering berasosiasi dengan meningginya suseptibilitas terhadap infeksi
piogenik, tetapi terbukti mikroorganisme inilah yang menyebabkan DS.
 Lingkungan
 Hormon
 Neurologik

2.3 Epidemiologi Dermatitis Seboroik


Dermatitis seboroik memiliki dua puncak usia, yang pertama pada bayi dalam

3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade keempat sampai dekade

ketujuh kehidupan. Tidak ada data tersedia pada insiden yang tepat dari dermatitis

seboroik pada bayi, tetapi gangguan tersebut biasa terjadi. Penyakit pada orang

dewasa diyakini lebih sering terjadi daripada psoriasis. Prevalensi dermatitis seboroik

adalah sekitar 1-3% pada populasi umum di Amerika Serikat, dan 3-5% pada orang

dewasa muda, tetapi insidensi pada penderita HIV dan AIDS dapat mencapai 85%.

Pria lebih sering terkena daripada wanita pada semua kelompok umur.

2.4 Klasifikasi Dermatitis Seboroik


Menurut Usia
 Pada orang remaja dan dewasa
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batas agak kurang tegas. DS yang ringan hanya mengenai kulit kepala
berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian
mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar menjadi

5
pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak menjadi pitiriasis
steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada
tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai dari bagian verteks dan
frontal.
Gejala klinik khas pada DS ialah skuama yang berminyak dan kekuningan
dan berlokasi di tempat-tempat seboroik. Pada dermatitis seboroik ringan, hanya
didapati skuama pada kulit kepala.Skuama berwarna putih dan merata tanpa eritem.
Dermatitis seboroik berat dapat mengenai alis mata, kening, pangkal hidung,
sulkus nasolabialis, belakang telinga, daerah prestenal, dan daerah di antara skapula.
Blefaritis ringan sering terjadi. Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-
bercak yang berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering
meluas ke dahi, glabela, telinga post-aurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut,
batasnya sering cembung.
Pada daerah supraorbital skuama-skuama halus dapat terlihat dialis mata, kulit
dibawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan, dapat
terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merahdisertai skuama-skuama
halus. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi kelainan dapat berupa papul-papul. Bila
lebih berkembang lagi, lesinya dapat mengenai daerah ketiak, infra mamma, sekitar
pusar (umbilikus), daerah anogenital, lipatan gluteus, dan daerah inguinal.
Pada bentuk yang lebih berat lagi seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta
yang kotor dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan
kumpulan debris-debris epitel yang leket pada kulit kepala disebut cradie cap.
Dermatitits Seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas dapat
menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.
 Pada bayi
Ada tiga bentuk khas yang terjadi, yaitu secara klinis, cradle cap muncul pada
minggu ketiga sampai minggu keempat dua gambarannya berupa eritema dengan
skuama seperti lilin pada kulit kepala. Bagian frontal dan parietal berminyak dan
sering menjadi krusta yang menebal tanpa eritema. Skuama dengan mudah dapat
6
dihilangkan dengan sering menggunakan sampo yang mengandung sulfur, asam
salisil, atau keduanya (misalnya sampo Sebulex atau sampo T-gel).

Menurut Daerah Lesi


 Seboroik Kepala
Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna
kekuningan sehingga rambut saling melengket. Kadang-kadang dijumpai krusta yang
disebut Pityriasis Oleasa (pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering
dan berlapis-lapis dan sering lepas sendiri disebut pitiriasis sika (ketombe).
Bisa juga jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok sehingga terjadi
alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga (retroaurikularis).
Bila meluas, lesinya dapat sampai ke dahi, disebut korona seboroik. Dermatitis
seboroik yang dijumpai pada kepala bayi disebut topi buaian (Cradle Cap).

 Seboroik Muka

7
Pada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabial, dagu, dll. Terdapat makula
eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak kekuning-kuningan. Bila sampai
ke palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering pada wanita. Bila didapati di daerah
berambut, seperti dagu dan atas bibir, dapat terjadi folikulitis. Hal ini sering dijumpai
pada laki-laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah
jenggot disebut sikosis barbe.
 Seboroik Badan dan Sela-sela
Jenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, infra mamma,
umbilikus, krural (lipatan paha, perineum, nates). Dijumpai ruam berbentuk makula
eritema yang pada permukaanya ada skuama berminyak kekuning-kuningan. Pada
daerah badan, lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral.
Di daerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan infeksi
sekunder.
2.5 Manifestasi Klinis Dermatitis Seboroik
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil
yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus
dan kasar. Kelaianan tersebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang
berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta
yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di
bagian vertex dan frontal.
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan
berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga
postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung.
Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta
yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan
kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap.

8
Gambar 1. Dermatitis seboroik
yang berat pada wajah

Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata,


kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan,
dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah disertai skuama-
skuama halus. Pada tepi bibir bias kemerahan dan berbintik-bintik (marginal
blefaritis). Daerah konjungtiva pada saat bersamaan juga dapat terkena. Lipatannya
dapat berwarna kekuningan, dengan kerak, dengan batas yang tidak jelas. Pruritus
juga bias terlihat. Jika area glabela juga terkena, disana juga mungkin terdapat kerak
pada kerutan mata yang berwarna kemerahan. Pada lipatan bibir mungkin terdapat
perubahan warna berupa kerak yang kekuningan atau kemerahan, kadang-kadang
dengan lubang-lubang. Pada pria, radang folikel rambut pada kumis juga bisa terjadi.

9
Gambar 2. Dermatitis seboroik pada wajah

Selain tempat-tempat tersebut dermatitis seboroik juga dapat mengenai liang


telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di bawah mamae
pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. Pada daerah
pipi, hidung, dan dahi, kelainan dapat berupa papul-papul.

10
Gambar 3. Dermatitis seboroik pada lipatan nasolabial pipi, alis mata, dan
hidung.

Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalahartikan dengan radang daun


telinga ayng disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit terkelupas
pada lubang telinga, dan disekitar meatus auditivus, dan depan daun telinga. Pada
daerah ini kulit biasanya berubah menjadi kemerahan, dengan lubang-lubang dan
bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada telinga dan daerah sekitarnya.
Pemberian tetes cortipsorin otic, berisi polymyxin B-hydrocortisone, 4 tetes pada
saluran telinga, biasanya untuk membersihkan. Tridesilon Otic lotion, 0,5 persen
desonide dan 2 persen asam asetat, juga efektif.

11
Gambar 4. Dermatitis seboroik pada telinga

Dermatitis seboroik pada wajah juga bisa berbentuk erupsi popular pada pipi,
hidung dan dahi. Kemerahan yang tampakpada area alar-malar disebut dyssebacea.
Sodium sulfacetamide, bisa digunakan pada 10% krim yang cocok diantaranya
desonide (Tridesilon), hamper menajdi pengobatan yang spesifik untuk dyssebacea.
Pada bibir dan mukosa tidak biasanya terkena, tapi kadang-kadang terdapat
perubahan pada bibir, yang disebut cheilits exfoliativa. Tampak bibir berwarna merha
terang, kering, terkelupas, dan berlobang.
Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat seperti
kurap, psoariasis, atau jamuran. Garinya terlihat seperti kulit terkelupas pada
keduanya dan simetris. Pada lokasi ini lobang-lobang dapat ditemukan dan mungkin
juga terdapat garis psoariformis dengan kulit kering pada beberapa kasus.
Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas
dapat menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner. Gambaran klinis dan
perjalanan penyakit dari dermatitis seboroik berbeda pada bayi dan orang dewasa.

12
A. Dermatitis Seboroik pada bayi (usia 2 minggu – 10 minggu)
Penyakit ini terjadi pada bayi didominasi pada bulan-bulan pertama
kehidupan sebagai penyakit inflamasi yang terutama mempengaruhi rambut
dan kulit kepala dengan lipatan intertriginosa berminyak yang disertai sisik
dan kerak. Daerah lainnya seperti wajah, dada, dan leher juga dapat
terpengaruh.

1. Pada kepala (kulit kepala daerah frontal dan parietal) khas disebut cradle
crap, dengan krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak tanpa ada dasar
kemerahan dan kurang / tidak gatal

2. Pada lokasi lain seperti lipatan belakang telinga, pinna telinga, dan leher,
lesi tampak kemerahan atau merah kekuningan yang tertutup dengan
skuama yang berminyak, kurang / tidak gatal.

Perjalanan penyakit ini pada bayi biasanya berlanjut mingguan sampai


bulanan. Kekambuhan jarang terjadi. Dan prognosis penyakit ini pada bayi
adalah baik.
Differensial diagnosis dari dermatitis seboroik pada bayi termasuk
didalamnya dermatitis atopik (yang biasanya dimulai setelah bulan ketiga
kehidupan), psoriasis pada bayi baru lahir, penyakit yang jarang seperti
skabies dan histiositosis X. Yang paling baik untuk membedakan ciri antara
dermatitis atopik dengan dermatitis seboroik adalah
Erythroderma Desquamativum (Leiner’s disease)
Komplikasi dari dermatitis pada bayi ini pertama kali dijelaskan oleh
Leiner pada tahun 1908 dimana waktu itu penyakit ini ditemukan pada bayi
yang baru lahir dan pada saat perwatan di rumah sakit dari umur bayi 6
sampai 20 minggu yang terlihat sebagai dermatitis exfoliativa pada seluruh
tubuh dengan tanda kemerahan dan kulit yang terkelupas, biasanya sama
seperti beberapa type dari dermatitis seboroik.
13
Penyakit ini biasanya dimulai dari bagian sekitar anus dan daerah
ketiak, lalu terlihat kulit terkelupas, area intertriginosa, leher, dan ekstremitas.
Awal mulanya ditemukan infalmasi kemerahan yang menyebar, yang meliputi
seluruh tubuh. Semakin lama kulit akan diliputi tumpukan kulit kering yang
berwarna putih keabu-abuan. Pada faktanya, dalam proses yang terjadi akan
terjadi exfoliasi umum, dan penipisan dari kulit. Kulit kepala selalu terlihat
krusta tipis dan kulit yang hancur. Terdapat pembesaran kelenjar.
Menyerang pada bayi yang baru lahir yang kebanyakan ditemukan
pada masyarakat yang miskin. Diare, muntah, dan infeksi berkelanjutan pasti
akan terjadi.

Gambar 4. Erythroderma desquamativum pada neonatus berusia 6 minggu

14
Gambar 5. Penyakit Leiner

B. Dermatitis Seboroik pada dewasa (pada usia pubertas, rata-rata


pada usia 18-40 tahun, dapat pada usia tua)

Gambaran klinis dan perjalanan dari penyakit ini berbeda antara remaja dan
bayi.
 Umumnya gatal
 Pada area seboroik berupa makula atau plakat, folikular, perifolikular, atau
papul, kemerahan atau kekuningan, dengan derajat ringan sampai berat,
inflamasi, skuama dan krusta tipis sampai tebal yang kering, basah atau
berminyak.
 Bersifat kronis dan mudah kambuh, sering berkaitan dengan kelelahanm
stress, atau paparan sinar matahari. Perjalanan penyakit biasanya berlangsung
dalam waktu yang lama. Periode perbaikan pada musim panas dan kambuh
kembali pada musim dingin. Pembesaran lesi dapat terjadi sebagai akibat dari
perubahan musim terutama efek dari paparan sinar matahari.
15
2.6 Patogenesis Dermatitis Seboroik
Penyakit ini berhubungan dengan kulit yang berminyak (seborrhea), meskipun
peningkatan produksi sebum tidak selalu dapat di deteksi pada pasien ini. Seborrhea
merupakan faktor predisposisi terjadinya dermatitis seboroik, namun dermatitis
seboroik bukanlah penyakit yang terjadi pada kelenjar sebasea. Kelenjar sebasea
tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun
akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seboroik pada bayi
terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik
dan insidensinya mencapai puncaknya pada umur 18 – 40 tahun, dan kadang-kadang
pada umur tua. Tingginya insiden dermatitis seboroik pada bayi baru lahir setara
dengan ukuran dan aktivitas kelenjar sebasea pada usia tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa bayi yang baru lahir memiliki kelenjar sebasea dengan tingkat sekresi sebum
yang tinggi.
Pada masa kecil, terdapat hubungan yang erat antara dermatitis seboroik
dengan peningkatan produksi sebum. Kondisi ini dikenal sebagai dermatitis seboroik
pada bayi, hal tersebut normal ditemukan pada bulan pertama kehidupan, berbeda
dengan kondisi dermatitis seboroik yang terjadi pada masa remaja dan dewasa.
Pada dewasa sebaliknya, tidak ada hubungan yang erat antara peningkatan
produksi sebum dengan dermatitis seboroik, jika terjadi puncak aktivitas kelenjar
sebasea pada masa awal pubertas, dermatitis seboroik mungkin terjadi pada waktu
kemudian. Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor
predisposisi timbulnya dermatitis seboroik, tetapi tidak ada hubungan langsung secara
kuantitatif antara keaktifan kelenjar tersebut dengan sukseptibilitas untuk
memperoleh dermatitis seboroik.
Tempat terjadinya dermatitis seboroik memiliki kecenderungan pada daerah
wajah, telinga, kulit kepala dan batang tubuh bagian atas yang sangat kaya akan
kelenjar sebasea. Dua penyakit yang memiliki tempat predileksi yang sama di daerah
ini yaitu dermatitis seboroik dan acne.

16
Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan
infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit
manusia. Pertumbuhan P. ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi
inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun
karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans.
Penelitian di Rosenberg telah menunjukkan bahwa 2% ketokonazole krim
dapat mengurangi jumlah dari organisme yang terdapat pada lesi di kulit kepala atau
kulit yang berminyak, pada saat yang bersamaan juga dapat menghilangkan gejala
dermatitis seboroik. Penjelasan ini dimana jamur yang menjadi penyebabnya dapat
dilakukan pencegahannya. Akan tetapi, penelitian lain menunjukkan bahwa P. ovale
dapat terjadi pada kulit kepala yang tidak menunjukkan gejala klinis dari penyakit ini.
Status seboroik sering berasosiasi dengan meningginya sukseptibilitas terhadap
infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang
menyebabkan dermatitis seboroik.
Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti psoariasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan
sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor
predisposisi, timbulnya DS dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress, emosional,
infeksi, atau defisiensi imun.
Kondisi ini dapat diperburuk dengan meningkatnya keringat. Stress emosional
dapat mempengaruhi penyakit ini juga. Dermatitis seboroik dapat juga menjadi
komplikasi dari Parkinsonisme, yang berhubungan dengan seborrhoea. Pengobatan
dari parkinson dengan levodopa mengurangi ekskresi sebum sejak seborrhea pertama
kali ditemukan, tetapi tidak ada efeknya pada kecepatan ekskresi sebum yang normal.
Obat neuroleptik yang digunakan untuk menginduksi parkinsonsnisme, salah satunya
haloperidol, dapat juga menginduksi terjadinya dermatitis seboroik.
2.7 Diagnosis Dermatitis Seboroik
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
17
Anamnesis
Pada berbagai gejala dari gambaran klinis yang ditemukan pada dermatitis
seboroik juga dapat dijumpai pada dermatitis atopik atau psoriasis, sehingga
diagnosis sangat sulit untuk ditegakkan oleh karena baik gambaran klinis maupun
gambaran histologi dapat serupa.

Pemeriksaan Fisik
Oleh sebab itu, perlu ketelitian untuk membedakan DS dengan penyakit lain
sebagai diferensial diagnosis. Psoriasis misalnya yang juga dapat ditemukan pada
kulit kepala, kadang disamakan dengan DS, yang membedakan ialah adanya plak
yang mengalami penebalan pada liken simpleks.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah
pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada
penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi
tergantung daris stadium penyakit. Pada bagian epidermis dijumpai parakeratosis dan
akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler.
Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit
dan histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan
hingga sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang
menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil
pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis
bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular.

Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial
selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas yang hampir sama dengan
gambaran psoriasis.

18
Kultur jamur dan kerokan kulit amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea
kapitis maupun infeksi yang disebabkan kuman lainnya. Pemeriksaan serologis untuk
menyingkirkan dermatitis atopik. Pemeriksaan komposisi lemak pada permukaan
kulit dimana memiliki karakteristik yang khas yakni menigkatnya kadar kolesterol,
trigliserida dan parafin disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax
ester.

2.8 Diagnosis Banding Dermatitis Seboroik


Diagnosis dari dermatitis seboroik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan gejala klinis. Diagnosis banding dapat ditegakkan berdasarkan keluhan dan gejala
klinis, umur dan ras. Kondisi yang membingungkan atau mirip dengan dermatitis
seboroik adalah psoriasis, dermatitis atopik, dan tinea kapitis pada anak-anak.

Diagnosis banding dermatitis seboroik, antara lain sebagai berikut:

1. Psoriasis
2. Pitiriasis Rosea
3. Tinea
4. Dermatitis Atopik
5. Kandidosis
6. Otomikosis dan Otitis Eksterna
7. Liken Simpleks Kronikus
8. SLE

2.9 Penatalaksanaan Dermatitis Seboroik


Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar
disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi hendaknya
diperhatikan, misalnya stres emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan
miskin lemak.

Pada Bayi

19
1. Kulit kepala
Pengobatan terdiri dari 3-5% asam salisilat dalam minyak zaitun atau air,
diaplikasikan emollientngan glukokortikosteroid dalam cream atau lotion selama
beberapa hari, sampo bayi, perawatan kulit yang teratur dengan emollient, cream, dan
pasta.
2. Area Intertriginosa
Pengobatan meliputi lotion pengering, seperti 0,2-0,5 % Clioquinol dalam
Zinc Lotion atau Zinc Oil. Pada kandidiasis lotion atau cream Nistatin atau
Amphotericin B dapat dicampur dengan pasta lembut.
Pada Dewasa

1. Kulit kepala
Dianjurkan sampo yang mengandung Selenium Sulfide, Imidazoles, Zinc
Pyrithion, Benzoyl Peroxide, Asam Salisilat, Ter atau deterjen. Keraknya dapat
diperbaiki dengan pemberian glucocorticosteroid pada malam hari, atau asam salisilat
dalam larutan air. Tinctura, larutan alkohol, tonik rambut, dan produk sejenis
biasanya memicu terjadinya inflamasi dan harus dihindari.3
2. Wajah dan badan
Pasien harus menghindari salep berminyak dan mengurangi penggunaan
sabun. Larutan alkohol, penggunaan lotion sebelum dan sesudah cukur tidak
dianjurkan. Glucocorticosteroid dosis rendah (Hydrocortison) cepat membantu
pengobatan penyakit ini, penggunaan yang tidak terkontrol akan menyebabkan
dermatitis steroid, rebound phenomenon steroid, steroid rosacea dan dermatitis
perioral.
Dermatitis seboroik adalah salah satu manifestasi klinis yang sering terjadi
pada pasien dengan AIDS. Sehingga merupakan salah satu lesi tanda dan harus lebih
hati-hati dalam menangani pasien dengan resiko tinggi.

3. Antifungal

20
Pengobatan antifungal seperti Imidazole dapat memberikan hasil yang baik.
Biasanya digunakan 2 % dalam sampo dan cream. Dalam pengujian yang berbeda
menunjukkan 75-95 % terdapat perbaikan. Dalam percobaan ini hanya ketokonazol
dan Itrakonazol yang dipelajari, Imidazole yang lain seperti Econazole, Clotrimazol,
Miconazol, Oksikonazol, Isokonazol, Siklopiroxolamin mungkin juga efektif.
Imidazol seperti obat antifungal lainnya, memiliki spektrum yang luas, anti inflamasi
dan menghambat sintesis dari sel lemak.
4. Metronidazole
Metronidazol topikal dapat berguna sebagai pengobatan alternatif untuk
dermatitis seboroik. Metronidazol telah berhasil digunakan pada pasien dengan
rosacea. Tidak ada studi yang formal, dan obat ini hanya terdaftar sebagai pengobatan
untuk rosacea. Rekomendasi ini berdasarkan pengalaman pribadi.

Pengobatan sistemik

Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30 mg


sehari. Jika telah ada perbaiakn, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai
infeksi sekunder diberi antibiotik.
Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya
mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi
sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosinya 0,1-0,3 mg per
kg berat badan per hari, perbaikan tapmak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan
dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternyata efektif
untuk mengontrol penyakitnya.
Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01)
yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8
minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.
Bila pada sediaan langsung terdapat P. ovale yang banyak dapat diberikan
Ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.

21
Pengobatan topical
Pada Pitiriasis Sika dan Leosa, seminggu 2 – 3 kali scalp dikeramasi selama 5
– 15 menit, misalnya dengan Selenium Sufida (selsun). Jika terdapat skuama dan
krusta diberi emolien, misalnya krim Urea 10%. Obat lain yang dapat dipakai untuk
D.S. ialah :
- Ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar
- Resorsin 1-3%
- Sulfur Praesipitatum 4 – 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 - 6%
- Kortikostreroid, misalnya krim Hidrokortison 2½ %. Pada kasus dengan
inflamasi yang berat dapat dipakai kostikosteroid yang lebih kuat, misalnya
Betametason Valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek
sampingnya.
- Krim Ketokonazol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung
terdapat banyak P. ovale. Obat-obat tersebut sebaiknya diapakai dalam krim.

2.10 Komplikasi Dermatitis Seboroik


Dermatitis seboroik yang meluas sampai menyerang menyerang saluran
telinga luar bisa menyebabkkan otitis eksterna yaitu radang yang terdapat pada
saluran telinga bagian luar. Jika tidak mendpatkan pengobatan yang adekuat, maka
DS akan meluaske daerah sternal, aerola mamae, umbilikus, lipat paha dan daerah
anogenital. Karena kerontokan yang berlebih pun dapat menyebabkan kebotakan.

2.11 Prognosis Dermatitis Seboroik


Dermatitis seboroik dapat sembuh sendiri dan merespon pengobatan topikal
dengan baik. Namun pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi,
penyakit ini agak sukar untuk disembuhkan, meskipun terkontrol.

22
BAB III
KESIMPULAN
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulo skuamosa kronik yang bisanya
mudah ditemukan. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak maupun dewasa.
Dermatitis seboroika disebabkan meningkatnya status seboroika yaitu aktivitas
kelenjar sebasea yang hiperaktif sehingga sekresi sebumnya meningkat.
Selain itu dermatitis seboroika juga dapat dipengaruhi faktor predisposisi.
Beberapa faktor predisposisinya, yaitu: hormon, jamur Pityrosporum ovale,
perbandingan komposisi lipid di kulit berubah, jumlah kolesterol, trigliserida,
pecimen meningkat; dan kadar squelen, asam lemak bebas dan wax ester menurun,
iklim, genetik stasus seboroik (seborrhoeic state) yang diturunkan secara gen,
lingkungan, hormon, dan neurologik.
Secara garis besar, gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang dewasa.
Pada bayi ada tiga bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk) dan
generalisata (penyakit Leiner). Sedangkan pada orang dewasa berdasarkan daerah
lesinya DS terjadi pada kulit kepala, wajah, daerah fleksura, badan dan generalisata.
Diagnosis sulit ditegakkan karena banyaknya penyakit lain yang gambaran klinis dan
histopatologisnya serupa. Secara umum terapi bertujuan untuk menghilangkan sisik
dengan keratolitik dan sampo, menghambat pertumbuhan jamur dengan pengobatan
anti jamur, mengendalikan infeksi sekunder danmengurangi eritema dan gatal dengan
steroid topikal.
Pasien harus diberitahu bahwa penyakit ini berlangsung kronik dan sering
kambuh, harus dihindari faktor pencetus,seperti stress emosional, makanan berlemak,
dan sebagainya.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Juanda A, Dermatosis eritroskuamosa. Dalam Juanda A, Hamzah M, Aisah S,
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat. Cetakan kedua. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2005 : 200-2

2. Plewig G. Seborrheic dermatitis. In Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K,


Freedberg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Volume 1.
Fourth edition. United States of America : Mc Grow Hill ; 1993 : 1569-73

3. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Seborrhoic dermatitis. Textbook of


dermatology. Volume 1. Fifth edition. Oxford : Blackwell Scientific
Publications ; 1992 : 545-51

4. Goldstein BG, Goldstein AO. Dalam Dematologi praktis. Cetakan pertama.


Jakarta : Hipokrates ; 1998 : 188-90

5. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, Martodihardjo S, Agusni I, Lumintang H,


et al. Dermatitis seboroik. Atlas penyakit kulit dan kelamin. Cetakan ketiga.
Surabaya : Airlangga University Press ; 2007 : 112-6

6. Plewig G, Jansen T. Seborrheic Dermatitis. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz

SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology in

General Medicine Seventh ed. United States of America Mc Grow Hill 2008.

p. 219-25.

7. Berk T, Scheinfeld N. Seborrheic Dermatitis. NCBI. 2010.

8. Barakbah J, Pohan SS, Sukanto H, Martodihardjo S, Agusni I, Lumintang H,


et al. 2007. Dermatitis seboroik. Atlas penyakit kulit dan kelamin. Cetakan
ketiga. Surabaya : Airlangga University Press : 112-116.

24
9. Yoshihiro, Sei. 2003. Seborrheic Dermatitis-Clinical Diagnosis and
Therapeutic Value of Different Drugs. Japanese Journal of Medical
Mycology, vol. 44(2):77-80.

25

Anda mungkin juga menyukai