Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

Gastroenteritis Akut ec Rotarovirus dengan Dehidrasi Ringan-Sedang pada


Anak Usia 1 Tahun 1 Bulan

Disusun Oleh :
Josephine Johan
Liauw I4061192034

Pembimbing :
dr. Wiwik Windarti, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU


EMERGENSI RSUD DR. SOEDARSO PONTIANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
TANJUNGPURA PONTIANAK
2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul :


“Gastroenteritis Akut ec Rotarovirus dengan Dehidrasi Ringan-Sedang pada
Anak Usia 1 Tahun 1 Bulan”

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Emergensi

Pontianak, Juni 2022


Pembimbing Disusun oleh

dr. Wiwik Windarti, Sp. A Josephine Johan Liauw

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II PENYAJIAN KASUS.................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................9
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................19
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Gastroenteritis akut (GEA) merupakan penyakit menular yang umum pada saluran
pencernaan dan sangat penting pada bayi, anak-anak, dan remaja dikarenakn
morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan dehidrasi bisa berakibat fatal
meskipun ada kemajuan terbaru dalam perawatan dan manajemen. Penyakit ini
dapat menjadi hasil dari banyak patogen, dengan rotavirus menjadi penyebab
utama, diikuti oleh bakteri penyebab Campylobacter spp. dan Salmonella sp.1,2,3

Kematian anak di bawah 5 tahun menurun lebih dari setengahnya dari tahun 1990
hingga 2015. Namun, target Tujuan Pembangunan Milenium 4 dari pengurangan
dua pertiga tidak terpenuhi dan sebagian besar kematian pada anak di seluruh
dunia masih berasal dari penyakit menular yang dapat dicegah.4 Di antara mereka,
gastroenteritis akut (GEA) adalah penyebab utama kedua kematian dan morbiditas
anak, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah. Meskipun pengurangan
30% kematian karena diare telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir, GEA
masih menyumbang 550.000 kematian per tahun pada bayi dan anak-anak di
bawah 5 tahun.5

Penanganan dini yang cepat, tepat dan adekuat harus dilakukan dalam mengatasi
gastroenteritis akut agar pasien tidak jatuh ke kondisi yang lebih parah. Mulai dari
diagnosis, pemberian terapi sampai nutrisi bagi penderita harus diberikan dengan
tepat. Dalam penegakan diagnosis gastroenteritis akut bisa dilihat langsung dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, penampakan klinis dan penentuan diagnosis
definitif bisa menggunakan pemeriksaan laboratorium. Dalam pemberian terapi
sangat penting dalam penanganan gastroenteritis akut di samping pemberian obat
spesifik terhadap agen penyebab yang bisa diketahui dari manifestasi klinis hasil
laboratorium, yaitu rehidrasi dan nutrisi.1

1
BAB II
PENYAJIAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


a. Nama : An. SFH
b. Jenis Kelamin : Laki- Laki
c. Tanggal lahir/ Usia : 12 Mei 2021/ 1 tahun 1 bulan 3 hari
d. Alamat : Jalan M. Sohor
e. Waktu Masuk RS : 15 Juni 2022
f. Status Kepesertaan : BPJS

2.2. Anamnesis
2.2.1. Keluhan Utama
Muntah lebih dari 20 kali

2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan muntah
lebih dari 20 kali sekitar 14 jam sebelum masuk rumah sakit. Pada
awalnya, muntahan berisi makanan dan susu, namun sejak sekitar 6 jam
sebelum masuk rumah sakit, muntahan hanya berisi air. Orang tua pasien
mengatakan bahwa pasien muntah setiap kali minum.
Sebelum keluhan muntah muncul, orang tua pasien mengatakan
bahwa badan pasien dirasa hangat sejak 2 hari sebelum keluhan muntah
namun suhu tidak diukur. Orangtua pasien mengatakan bahwa pasien telah
diberikan parasetamol sirup. Keluhan lainnya berupa BAB (Buang Air
Besar) cair sebanyak 3 kali sejak ± 6 jam sebelum masuk rumah sakit.
BAB berwarna kecokelatan, ampas (-), lendir (+), dan darah (-). Orang tua
pasien juga mengatakan pasien tampak lemah. BAK pasien masih ada.
Pasien tidak mau makan, namun masih mau minum. Orang tua pasien
mengatakan bahwa makanan terakhir sebelum pasien mengalami keluhan
muntah dan BAB cair adalah pisang dan bubur MPASI yang dijual.

2
2.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Orang
tua pasien menyangkal adanya riwayat asma, alergi dan kejang.

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluhan serupa dalam keluarga.

2.2.5 Riwayat Kehamilan


Pasien merupakan anak pertama dari ibu G3P0A2M0. Selama
kehamilan ibu pasien kontrol dengan dokter spesialis kandungan setiap
bulan sekali, terkadang sebulan dua kali. Penyakit selama kehamilan
seperti demam, kuning, diabetes mellitus, dan hipertensi disangkal, namun
ibu pasien mengatakan sering mengalami keputihan setiap kehamilan
`
2.2.6 Riwayat Kelahiran
Cara lahir : Sectio Saesarea atas indikasi gagal
induksi Tempat lahir : RS Untan
Ditolong oleh : Dokter Spesialis Kandungan
Masa gestasi : 36-37 minggu
Berat lahir : 3100 g
Panjang lahir : 52 cm
Pasien lahir langsung menangis, sianosis (-), kejang (-)

2.2.7 Riwayat Imunisasi


Pasien imunisasi dasar sampai usia 9 bulan.
Vaksin Umur
0 1 2 3 4 6 9 18
Hep B √ √ √ √
Polio √ √ √ √
BCG √
DTP √ √ √
HiB √ √ √
MR √

3
2.2.8 Riwayat Nutrisi
Pasien diberikan ASI secara eksklusif setiap 1- 1 ½ jam sehari
hingga usia 3 bulan, di mana ibu pasien mengatakan penghentian ASI
ekslusif dilakukan dikarenakan ibu pasien hamil kembali. Pemberian
dilanjutkan dengan susu formula dengan volume ± 120 cc yang dapat
diberikan 2-3 kali sehari hingga saat ini. Pemberian MPASI dilakukan
pada saat pasien menginjak usia 6 bulan, dengan frekuensi 1x pemberian.
Saat ini, pasien masih mengonsumsi makanan yang dilunakkan.

2.2.9 Riwayat Tumbuh Kembang


Pertumbuhan gigi pertama : 9 bulan
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Duduk : 6 bulan
Berdiri dengan pegangan : 9 bulan
Berbicara 1-2 patah kata : 9 bulan
Berjalan : 12 bulan

2.3. Pemeriksaan Fisik


1) Keadaan umum : Gelisah
2) Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
3) Tanda Vital
a. Nadi : 129 x/menit, regular, kuat angkat
b. Napas : 25 x/menit
c. Suhu : 36,9°C
d. Saturasi oksigen : 99%
4) Antropometri
Berat badan : 9,5 kg
Tinggi badan : 73 cm

4
5) Status Gizi
 Berat Badan/ Umur: -2 < Z < 0 (Normal)

 Panjang Badan/ Umur: -2 < Z < 0

5
 Berat Badan/ Panjang Badan: -3 < Z < -2

6) Status Generalis
a. Kulit : Kulit sawo matang, ikterik (-), sianosis (-)
b. Kepala : Luka (-), rambut tidak mudah di cabut, keriput
(-), makula (-), papula (-), nodula (-).
c. Mata : Mata cekung (+/+), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm),
RCL (+/+), RCTL (+/+), Air mata (+/+)
d. Hidung : Tidak terdapat pernapasan cuping hidung, tidak
terdapat sekret, deviasi (-), tidak terdapat
epistaksis.
e. Telinga : Tidak terdapat sekret, deformitas, kemerahan
maupun nyeri tekan.
f. Mulut : Bibir pucat (-), mukosa bibir kering (+),
lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi lidah
hiperemi (-), gusi berdarah (-), T1-T1, faring
hiperemis (-/-)

6
g. Leher : Trakea di tengah, pembesaran kelenjar limfe (-
), lesi pada kulit (-)
h. Thoraks :
1) Inspeksi : Pengembangan dada simetris kanan dan kiri,
retraksi (-)
2) Palpasi : Fremitus taktil paru kanan dan kiri sama
3) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
4) Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+) , ronki (-/-),
wheezing (-/-), Bunyi Jantung I-II regular,
gallop (-), murmur (-)
i. Abdomen
1) Inspeksi : Tampak datar dan simetreis
2) Auskultasi : Bising usus 17x/menit. (Meningkat)
3) Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
4) Palpasi : Turgor kulit kembali sedikit lambat, tidak
ada nyeri tekan, tidak teraba pembesaran hepar
j. Urogenital : Tanda-tanda infeksi (-), massa (-)
k. Anal-Perianal : Lubang anus (+), letak normal (-), fistula (-),
massa (-)
l. Ekstremitas : Akral hangat, Capillary Refill Time (CRT) <2
detik, tidak terdapat oedem.

2.4 Diagnosis Kerja


1. Gastroentritis Akut ec Rotarovirus dengan dehidrasi ringan-sedang

2.5 Diagnosis Banding


1. Disentri
2. Kolera
3. GEA ec Parasit

2.6 Rencana Pemeriksaan Penunjang


1. Darah Lengkap
2. Elektrolit
3. Feses lengkap

7
2.7 Tata laksana: Rawat Jalan
1) Rehidrasi pasien dengan cairan hipoosmolar (Oralit) sesuai berat badan
pasien, dihabis dalam 3 jam (9,5 kg x 75 mL= 712,5 mL)
2) Edukasi mengenai rehidrasi untuk pasien
3) PO Zinc 1x10 mg
4) PO Liprolac 1x1 sachet

2.8 Prognosis

Quo at vitam : Bonam


Quo at functionam : Bonam
Quo at sanationam : Bonam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Gastroentritis Akut


3.1.1 Definisi
Gastroenteritis, yaitu peradangan mukosa lambung dan usus halus yang ditandai
dengan diare dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam, muntah,
mual dan kadang disertai demam dan nyeri abdomen.1,2 World Health
Organization (WHO) mendefinisikan diare akut sebagai diare yang biasanya
berlangsung selama 3-7 hari tetapi dapat pula berlangsung sampai 14 hari.6

3.1.2 Epidemiologi
Gastroenteritis akut (GEA) merupakan penyebab utama kedua kematian dan
morbiditas anak, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah. Meskipun
pengurangan 30% kematian karena diare telah dicapai dalam beberapa tahun
terakhir, GEA masih menyumbang 550.000 kematian per tahun pada bayi dan
anak- anak di bawah 5 tahun.5 Di Indonesia sendiri, berdasarkan data
RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2018, prevalensi diare pada Balita
berdasarkan diagnosis Nakes dan gejala di Indonesia sebesar 12,3% di mana
terjadi penurunan dari tahun 2013 (18,5%).7

3.1.3 Etiologi
Rotavirus adalah penyebab paling umum GEA di antara anak-anak di seluruh
dunia. Sisanya disebabkan oleh bakteri dan parasit. Umumnya virus penyebab
GEA adalah Rotavirus, Adenovirus enteric, dan virus Norwalk. Virus penyebab
lainnya yang lebih jarang yaitu calicivirus dan astrovirus. Rotavirus merupakan
penyebab pada 1/3 kasus GEA, termasuk yang rawat inap.3,8

Bakteri patogen utama yang menyebabkan GEA adalah nontifoid Salmonella


(NTS), Shigella, Campylobacter, dan Yersinia. Lima patotipe Escherichia coli
menginfeksi manusia: penghasil toksin Shiga (STEC), juga dikenal sebagai

9
enterohemorrhagic (EHEC), enterotoksigenik (ETEC), enteropatogenik (EPEC),
enteroaggregative (EAEC), dan enteroinvasif (EIEC). Dua serogrup Vibrio
cholerae (O1 dan O139) menghasilkan kolera epidemik dan menyebabkan hampir
semua kasus sporadis. Bakteri patogen yang menyebabkan penyakit bawaan
makanan karena kemampuan untuk menghasilkan emetik dan/atau enterotoksin
termasuk Bacillus cereus, Clostridium perfringens, dan Staphylococcus aureus.
Giardia intestinalis, Cryptosporidium spp., Cyclospora cayetanensis dan
Entamoeba histolytica adalah parasit paling umum yang menyebabkan diare.3

Faktor risiko utama gastroenteritis adalah lingkungan, musim, dan demografi,


karena anak-anak lebih rentan. Penyakit lain seperti campak dan defisiensi imun
menempatkan pasien pada risiko yang lebih tinggi untuk infeksi gastrointestinal
(GI). Malnutrisi adalah faktor risiko penting lainnya, seperti defisiensi vitamin A
atau defisiensi seng.9

3.1.4 Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi sebagai berikut.10
1) Diare osmotik, diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/ zat kimia yang
hiperosmotik (MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam
absorpsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi
glukosa/galaktosa.10
2) Diare sekretorik, diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air
dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini
yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak
sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa
makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek
enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, reseksi
ileum (gangguang absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl
sodium sulfosuksinat dan lain-lain).10

1
3) Malabsorbsi asam empedu atau malabsorbsi lemak: diare tipe ini
didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi empedu dan penyakit-
penyakit saluran bilier dan hati.
4) Defek sistem pertukaran anion/traspor elektrolit aktif di enterosit: diare
tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+, K+,
ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal.10
5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan
hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan
absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara
lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid.
6) Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus
yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel
spesifik pada usus halus.10
7) Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan
adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi
produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam
lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus
dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (kolitis
ulseratif dan penyakit Crohn).10
8) Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari
diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non invasif
(tidak merusak mukosa), dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non
invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresikan oleh bakteri
tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik adalah
kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholera merupakan
protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk
adenosine monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan
menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat
dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui
mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion
klorida diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium dapat dikompensasi
oleh meningginya absorpi ion natrium diiringi oleh air, ion kalium dan
ion bikarbonat dan

1
klorida. Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa
yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus. Penularan
gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu manusia ke manusia yang
lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan
makanan dan minuman yang terkontaminasi.10

Sifat intrinsik organisme membantu menentukan cara penularan dan masa


inkubasi. Enteropatogen yang menular pada inokula kecil (Shigella, STEC,
norovirus, rotavirus, G. intestinalis, Cryptosporidium spp., C. difficile, E.
histolytica) mudah ditularkan melalui kontak orang-ke-orang melalui rute
fekal-oral. Patogen dengan dosis infeksi yang lebih besar, seperti kolera,
NTS, ETEC, dan Campylobacter, umumnya ditularkan melalui makanan
atau air.3

Patogen yang menghasilkan toksin yang sudah terbentuk sebelumnya (S.


aureus, B. cereus emetic toxin) memiliki masa inkubasi yang lebih pendek
(1-6 jam) dibandingkan dengan 8-16 jam untuk mereka yang harus
menguraikan enterotoksin in situ (misalnya, C. perfringens dan B. cereus
enterotoksin). Masa inkubasi 1-5 hari terlihat dengan patogen yang
menempel pada epitel dan enterotoksin yang rumit (misalnya, V. cholerae,
ETEC) atau cytotoxins (misalnya, S. dysenteriae tipe 1 dan STEC) atau
yang menyerang dan merusak epitel usus (Shigella, NTS, Campylobacter,
dan Yersinia). Persyaratan bagi protozoa untuk berkembang melalui siklus
hidup untuk memicu proses patogen menghasilkan lebih banyak masa
inkubasi diperpanjang. Sifat lain yang mempengaruhi transmisibilitas
adalah bioavailabilitas yang diberikan oleh feses yang berlebihan dan/atau
penumpahan berkepanjangan, infektivitas diperpanjang di lingkungan, dan
resistensi terhadap desinfeksi (semua ditunjukkan oleh norovirus dan
Cryptosporidium), atau reservoir lingkungan atau hewan (misalnya,
Campylobacter). Kemampuan untuk menghindari pengawasan kekebalan
dengan seringnya perubahan antigenik yang dihasilkan dari peristiwa

1
rekombinasi (misalnya, norovirus) atau keragaman serotipe yang besar
(misalnya, Shigella) mempertahankan populasi inang yang rentan.3

Virus GEA menyebabkan infeksi sitolitik pada vili usus halus


menyebabkan penurunan penyerapan air, malabsorpsi disakarida,
inflamasi, dan aktivasi sitokin. Protein rotavirus NSP4 bertindak sebagai
enterotoksin virus yang menghasilkan diare sekretori. Sebagai tambahan,
rotavirus mengaktifkan sistem saraf enterik menyebabkan penurunan asam
lambung pengosongan dan peningkatan mobilitas usus.3

Patogen terutama bermanifestasi sebagai diare sekretori menempel pada


permukaan epitel dan merangsang sekresi air dan elektrolit dengan
mengaktifkan adenilat siklase dan meningkatkan cAMP intraseluler (V.
cholera dan ETEC penghasil LT) dan/atau cGMP (ETEC penghasil panas-
ST).3
.
3.1.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Pemeriksa perlu menanyakan mengenai lama diare berlangsung, frekuensi
diare dalam sehari, warna dan konsentrasi tinja, serta ada atau tidak lendir
dan/ atau darah pada tinja. Selain itu, tanyakan juga adakah keluhan
berupa muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, demam,
sesak, kejang dan kembung. Tanyakan juga mengenai buang air kecil
terakhir. Pertanyaan lainnya berupa jumlah cairan yang masuk selama diar,
jenis makanan dan minuman selama diare, serta riwayat diare di
lingkungan sekitarnya.1,11

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diawali dengan keadaan umum pasien, kesadaran, dan
tanda vital. Tanda utama dehidrasi pada pasien GEA adalah keadaan
umum gelisah/cengeng atau lemah/letargi/koma, dengan rasa haus dan
turgor kulit abdomen menurun. Tanda tambahan lainnya dapat diamati
pada ubun-ubun

1
besar, kelopak mata, air mata, mukosa bibir, mulut, dan lidah. Pengukuran
berat badan juga perlu dilakukan. Tanda gangguan keseimbangan asam
basa dan elektrolit seperti nafas cepat dan dalam, kembung, dan kejang
juga harus diperhatikan.1,11

Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan kriteria berikut :1,11


a. Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan <5% berat badan)
 Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
 Keadaan umum baik, sadar
 Ubun ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata
ada, mukosa mulut dan bibir basah
 Turgor abdomen baik, bising usus normal
 Akral hangat
b. Dehidrasi ringan sedang/ tidak berat (kehilanagn cairan 5-10%
berat badan)
 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih
tanda tambahan
 Keadaan umum gelisah atau cengeng
 Ubun ubun besar sedikut cekung, mata sedikit cekung, air
mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering
 Turgor kurang, akral hangat
c. Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10%berat badan)
 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau
lebih tanda tambahan
 Keadaan umum lemah, letargi atau koma
 Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata
tidak ada, mukosa mulut dan bibir sangat kering
 Turgor sangat kurang dan akral dingin
 Pasien harus rawat inap

1
Gambar 3.1 Tanda klinis yang berhubungan dengan dehidrasi3

Gambar 3.2 Skala Dehidrasi secara klinis11

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja tidak rutin dilakukan pada diare akut, kecuali apabila
ada tanda intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis. Hal yang dinilai
pada pemeriksaan tinja secara makroskopis adalah sebagai berikut
konsistensi, warna, lendir, darah, bau. Sementara pemeriksaan tinja secara
mikroskopis adalah sebagai berikut leukosit, eritrosit, parasit, bakteri.
Pemeriksaan kimia pada tinja berupa pH, clinitest, dan elektrolit (Na, K,
HCO3).

1
Gambar 3.3 Tanda dan gejala Red flag pada GEA anak11

3.1.6 Tatalaksana1
Lintas diare: (1) Cairan, (2) Seng, (3) Nutrisi, (4) Antibiotik yang tepat, (5) Edukasi
1. Cairan
1) Tanpa dehidrasi
 Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT
diberikan 5-10 mL/kgBB setiap diare cair atau berdasarkan usia,
yaitu umur < 1 tahun sebanyak 50-100 mL, umur 1-5 tahun
sebanyak 100-200 mL, dan umur di atas 5 tahun semaunya.
 Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai kemauan anak. ASI
harus terus diberikan.
 Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat komplikasi
lain (tidak mau minum, muntah terus menerus, diare frekuen dan
profus)
2) Dehidrasi ringan-sedang
 Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75
mL/kgBB dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang
telah terjadi dan sebanyak 5-10 mL/ kgBB setiap diare cair.
 Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap
diberi minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi
sedikit atau melalui pipa nasogastrik. Cairan intravena yang

1
diberikan adalah ringer laktat atau KaEN 3B atau NaCl dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan. Status hidrasi
dievaluasi secara berkala.
o Berat badan 3-10 kg : 200 mL/kgBB/hari
o Berat badan 10-15 kg : 175 mL/kgBB/hari
o Berat badan > 15 kg : 135 mL/kgBB/hari
 Pasien dipantau di Puskesmas/Rumah Sakit selama proses rehidrasi
sambil memberi edukasi tentang melakukan rehidrasi kepada
orangtua.
3) Dehidrasi berat
 Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau
ringer asetat 100 mL/kgBB dengan cara pemberian:
o Umur kurang dari 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam 1 jam
pertama, dilanjutkan 70 mL/ kgBB dalam 5 jam berikutnya
o Umur di atas 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam ½ jam pertama,
dilanjutkan 70 mL/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya
 Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat
minum, dimulai dengan 5 mL/kgBB selama proses rehidrasi.
2. Seng
Seng terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan frekuensi buang
air besar dan volume tinja sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya
dehidrasi pada anak. Seng elemental diberikan selama 10-14 hari
meskipun anak telah tidak mengalami diare dengan dosis:
 Umur di bawah 6 bulan: 10 mg per hari
 Umur di atas 6 bulan: 20 mg per hari
3. Nutrisi
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur
tetap diberikan untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai
pengganti nutrisi yang hilang. Adanya perbaikan nafsu makan
menandakan fase kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan
diberikan sedikit- sedikit tapi sering (lebih kurang 6 x sehari), rendah serat,
buah buahan diberikan terutama pisang.

1
4. Medikamentosa
Pada kasus diare, tidak boleh diberikan obat anti diare. Antibiotik
diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri (diare berdarah) atau kolera.
Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mengganggu keseimbangan
flora usus sehingga dapat memperpanjang lama diare dan Clostridium
difficile akan tumbuh yang menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain
itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional dapat mempercepat resistensi
kuman terhadap antibiotik. Untuk disentri basiler, antibiotik diberikan
sesuai dengan data sensitivitas setempat, bila tidak memungkinkan dapat
mengacu kepada data publikasi yang dipakai saat ini, yaitu kotrimoksazol
sebagai lini pertama, kemudian sebagai lini kedua. Bila kedua antibiotik
tersebut sudah resisten maka lini ketiga adalah sefiksim. Sementara
metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis merupakan obat pilihan
untuk amuba vegetative.
5. Edukasi
Orangtua diminta untuk membawa kembali anaknya ke Pusat Pelayanan
Kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut: demam, tinja berdarah,
makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum
membaik dalam 3 hari. Orangtua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan
oralit secara benar. Langkah promotif/ preventif: (1) ASI tetap diberikan,
(2) kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan, (3) kebersihan
lingkungan, buang air besar di jamban, (4) immunisasi campak, (5)
memberikan makanan penyapihan yang benar, (6) penyediaan air minum
yang bersih, (7) selalu memasak makanan.

1
BAB IV
PEMBAHASA
N

Gastroenteritis, yaitu peradangan mukosa lambung dan usus halus yang ditandai
dengan diare dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam. World
Health Organization (WHO) mendefinisikan diare akut sebagai diare yang
biasanya berlangsung selama 3-7 hari tetapi dapat pula berlangsung sampai 14
hari.12 Beberapa agen penyebab diare dapat disebabkan oleh bakteri, virus,
maupun parasit. Gejala GEA rotavirus biasanya dimulai dengan muntah diikuti
dengan buang air besar encer yang tidak berdarah, berhubungan dengan demam
pada sekitar separuh kasus. Diare tidak memiliki leukosit pada pemeriksaan tinja,
tetapi tinja dari 20% kasus mengandung lendir. Pemulihan dengan resolusi
lengkap gejala umumnya terjadi dalam 7 hari. Sementara demam >40 °C, darah
tinja jelas, sakit perut, tidak ada muntah sebelum diare onset, dan frekuensi tinja
yang tinggi (>10 per hari) lebih sering terjadi pada GEA yang disebabkan oleh
bakteri patogen.3 Rotavirus merupakan penyebab utama diare berat pada anak,
dengan 78,4% kasus terjadi pada anak berumur kurang dari 2 tahun. 14 Pasien ini
mengalami BAB cair sebanyak 3 kali dengan lendir dalam 6 jam terakhir yang
diawali dengan muntah sebanyak > 20 kali dalam 14 jam terakhir. Keluhan
demam yang dialami juga tidak terlalu tinggi, sehingga pathogen penyebab GEA
diperkirakan oleh infeksi Rotarovirus.

Selama GEA, gejala muntah dan BAB cair yang dialami oleh pasien, tentunya
terjadi kehilangan cairan yang menyebabkan terjadinya dehidrasi. Tanda-tanda
individu yang paling baik memprediksi dehidrasi adalah waktu pengisian kapiler
lama >2 detik, turgor kulit abnormal, hiperpnea (napas dalam dan cepat
menunjukkan asidosis), membran mukosa kering, tidak ada air mata, dan
penampilan umum (termasuk tingkat aktivitas dan rasa haus). Saat jumlah tanda
meningkat, kemungkinan dehidrasi juga meningkat. Takikardia, perubahan tingkat
kesadaran, dan ekstremitas dingin dengan atau tanpa hipotensi menunjukkan
dehidrasi berat.1,3 Tanda-tanda dehidrasi pada pasien ini berupa keadaan umum
yang gelisah dan cenggeng, mata cekung dengan air mata yang masih ada,

1
mukosa

2
bibir kering, dan masih adanya rasa ingin minum dari pasien menunjukkan tanda
dehidrasi ringan-sedang.

Diagnosis banding pada pasien ini yaitu disentri, kolera, dan GEA ec parasite.
Kasus disentri biasanya ditandai dengan adanya diare berair, temuan darah pada
feses yang dapat dilihat secara makroskopis maupun mikroskopis, dan nyeri
perut.3 Pada pasien ini ditemukan gejala diare berair seperti pada disentri, tetapi
tidak ada nyeri perut dan tidak ditemukan feses disertai lendir darah sehingga
diagnosis disentri dapat disingkirkan. Pada kasus kolera, terdapat diare cair akut
seperti air cucian beras, berwarna putih yang tidak berbau busuk. 3 Pada pasien,
diare juga bersifat akut, tetapi tidak ditemukan adanya diare seperti air cucian
beras dan feses pasien berwarna kuning kecoklatan, sehingga diagnosis kolera
juga dapat disingkirkan. Sementara diagnosis banding lainnya yaitu giardiasis
belum dapat disingkirkan sepenuhnya. Pada diare yang disebabkan oleh giardiasis
terdapat diare yang disertai muntah, lemas, kram perut, konsistensi feses lembek
dan terjadi pada diare kronik.3 Pada pasien ini juga mengalami gejala diare disertai
muntah, tetapi tidak terdapat kram perut, serta diare bersifat akut. Namun,
pemeriksaan feses belum dilakukan untuk menyingkirikan ada tidaknya parasit.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien GEA dengan dehidrasi ringan-sedang ini
berupa cairan rehidrasi oral hipoosmolar yang dikenal juga sebagai oralit
sebanyak 712,5 mL dalam 3 jam. Oralit dapat diberikan lebih bila masih
menginginkannya. Kemudian orang tua pasien diedukasi untuk memberikan oralit
sebanyak 47,5-95 mL setiap diare cair terjadi. Selain pemberian oralit, pemberian
ASI dan cairan lainya, seperti sari buah dan kuah tetap diteruskan. Selain itu,
pemberian MPASI tetap dilakukan sama seperti dalam keadaan sehat, dalam porsi
yang lebih sedikit namun dengan pemberian yang lebih sering. Buah seperti
pisang juga dapat diberikan kepada pasien.

Pemberian Zinc pada pasien dengan dosis 1x10 mg sehari selama 14 hari,
diedukasikan keapada orang tua pasien meskipun keluhan sudah dirasakan tidak
ada lagi. Pemberian Zinc diberikan untuk mengurangi keparahan episode dan

2
mencegah kejadian lebih lanjut dalam dua hingga tiga bulan berikutnya, sehingga
mengurangi morbiditas secara signifikan.1 Seng memainkan peran penting dalam
memodulasi resistensi host terhadap agen infeksi dan mengurangi risiko,
keparahan, dan durasi penyakit diare. Seng juga memainkan peran penting dalam
metallo-enzim, poliribosom, dan membran sel dan fungsi seluler, memberikan
kepercayaan pada keyakinan bahwa seng memainkan peran sentral dalam
pertumbuhan seluler dan fungsi sistem kekebalan tubuh.15

Pemberian Liprolac sebagai probiotik pada diberikan kepada pasien sebagai


mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi untuk menunjang
kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik.
Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang
panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI.16 Probiotik mengurangi
durasi diare sekitar 25 jam, serta risiko diare yang berlangsung "empat hari",
tetapi gagal untuk merekomendasikan jenis tertentu.17 Penelitan oleh Kluijfhoul et
al18 menunjukkan Probiotik sinbiotik (Streptococcus thermophilus, Lactobacillus
rhamnosus, Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium lactis, Bifidobacterium
infantis, fructo-oligosaccharides) terbukti meningkatkan normalisasi konsistensi
tinja dan mengurangi durasi diare. Mekanisme aksi probiotik melibatkan
kolonisasi dan normalisasi komunitas mikroba usus yang terganggu pada anak-
anak dan orang dewasa; kompetitif eklusi patogen dan produksi bakteriosin;
modulasi aktivitas enzimatik yang terkait dengan metabolisme sejumlah
karsinogen dan zat beracun lainnya; dan produksi asam lemak volatil, yaitu,
SCFA dan BCFA, yang berperan dalam pemeliharaan homeostasis energi dan
pengaturan fungsi di jaringan perifer. Selain itu, probiotik meningkatkan adhesi
sel usus dan produksi musin dan memodulasi aktivitas jaringan limfoid terkait
usus dan sistem kekebalan tubuh.19 Selain itu, Kelompok Kerja ESPGHAN
merekomendasikan penggunaan probiotik tertentu untuk mengobati GEA anak.20

Orangtua diingatkan kembali untuk segera membawa anak ke petugas kesehatan


terdekat bila anak mengalami perburukan gejala seperti BAB cair semakin sering,
muntah berulang, anak terlihat sangat haus, makan dan minum sangat sedikit,

2
demam muncul kembali, BAB berdarah, serta gejala tidak membaik dalam 3
1,11,14
hari.

2
BAB V
KESIMPULA
N
Anak SFH, laki-laki berusia 1 tahun 1 bulan, didiagnosis dengan GEA ec
Rotarovirus dengan dehidrasi ringan-sedang, dirawat jalan dengan pemberian
rehidrasi cairan untuk mengantikan cairan yang hilang serta edukasi kepada orang
tua pasien mengenai rehidrasi yang harus dilakukan, nutrisi yang diberikan serta
pemberian Zinc selama 14 hari.

2
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Jilid I. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2009.
2. Chow CM, Leung AKC, Hon KL. Acute Gastroenteritis : From. Guideline
to Real Life. Clinical and Experimental Gastroenterology. 2010; 3: p. 97-
112.
3. Kotloff KL. Acute gastroenteritis in children. In: Nelson textbook of
pediatric 21th edition. Editor: Kliegman RM, St. Geme III JW, Blum NJ,
Shah SS, Tasker RC, Wilson KM, Behrman RE. Elsevier. 2020.
4. United Nation Millenum Goals. [Accessed on July 20, 2016]; Available at
http://www.un.org/millenniumgoals/childhealth.shtml.
5. Liu L, Oza S, Hogan D, et al. Global, regional, and national causes of
child mortality in 2000-13, with projections to inform post-2015 priorities:
an updated systematic analysis. Lancet. 2015;385:430-40
6. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. Jakarta; 2005.
7. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta: Lembaga Penerbit Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2019.
8. Hasler WL. Nausea, Vomiting, and Indigestion. In Longo DL, Fauci AS,
Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL. Harrison's Principles of Internal
Medicinie. 18th ed. USA: The Mc Graw-Hill Companies,Inc ; 2012.
9. Rivera-Dominguez G, Ward R. Pediatric Gastroenteritis. [Updated 2022
Apr 5]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499939/
10. Rani A, K MS, Syam AF. Buku ajar gastroenterologi. 1st ed. Jakarta:
Interna Publishing; 2011.
11. Hartman S, Brown E, Loomis E, Russell HA. Gastroenteritis in Children
[published correction appears in Am Fam Physician. 2019 Jun
15;99(12):732]. Am Fam Physician. 2019;99(3):159-165.
12. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2017.
13. Widowati T, Mulyani NS, Nirwati H, Soenarto Y. Diare rotavirus pada
anak usia balita. Sari Pediatri. 2012,13(5):340-5.
14. Bajait C, Thawani V. Role of zinc in pediatric diarrhea. Indian J
Pharmacol. 2011;43(3):232-235. doi:10.4103/0253-7613.81495
15. Bajait C, Thawani V. Role of zinc in pediatric diarrhea. Indian J
Pharmacol. 2011;43(3):232-235. doi:10.4103/0253-7613.81495
16. Weizman Z, Asli G, Alsheikh A. Effect of a Probiotic Infant Formula
onInfections in Child Care Centers: Comparison of Two Probiotic Agents.
Pediatrics 2008; 115: 5-9.
17. Allen S.J., Martinez E.G., Gregorio G.V., Dans L.F. Probiotics for
Treating Acute Infectious Diarrhea. Cochrane Database Syst. Rev.
2010;2010:CD003048. doi: 10.1590/S1516-31802011000300012.
18. Kluijfhout S, Trieu TV, Vandenplas Y. Efficacy of the Probiotic
Probiotical Confirmed in Acute Gastroenteritis. Pediatr Gastroenterol
Hepatol Nutr. 2020;23(5):464-471. doi:10.5223/pghn.2020.23.5.464
19. Plaza-Diaz J, Ruiz-Ojeda FJ, Gil-Campos M, Gil A. Mechanisms of
Action of Probiotics [published correction appears in Adv Nutr. 2020
Jul

2
1;11(4):1054]. Adv Nutr. 2019;10(suppl_1):S49-S66.
doi:10.1093/advances/nmy063
20. Szajewska H., Guarino A., Hojsak I., Indrio F., Kolacek S., Orel R.,
Salvatore S., Shamir R., van Goudoever J.B., Vandenplas Y., et al. Use of
Probiotics for the Management of Acute Gastroenteritis in Children: An
Update. J. Pediatr. Gastroenterol. Nutr. 2020;71:261–269. doi:
10.1097/MPG.0000000000002751.

Anda mungkin juga menyukai