Anda di halaman 1dari 25

REFLEKSI KASUS

G1P0A0, 24 tahun, Hamil 39 minggu dengan SNNT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik

Ilmu Obstetri dan Ginekologi di RS Aisyiyah Kudus

Diajukan Kepada :
dr. Rahmat Nur Ibrahim, Sp.OG

Disusun oleh:
Givary Savalindo
H3A019011

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RS AISYIYAH KUDUS
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING KLINIK
ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

LAPORAN KASUS
“G1P0A0, 24 tahun. Hamil 39 minggu dengan SNNT”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
RS Aisiyah Kudus

Disusun Oleh:
Givary Savalindo
H3A019011

Telah disetujui oleh Pembimbing:


Tanggal : ...........................................

Pembimbing Klinik
Ilmu Obstetri dan Ginekologi

dr. Rahmat Nur Ibrahim, Sp.OG

2
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan tiroid merupakan kelainan endokrin tersering kedua yang
ditemukan selama kehamilan. Berbagai perubahan hormonal dan metabolik terjadi
selama kehamilan, menyebabkan perubahan kompleks pada fungsi tiroid
maternal. Hipertiroid adalah kelainan yang terjadi ketika kelenjar tiroid
menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan dari kebutuhan tubuh. (Williams
Obstetrics 23rd , 2010)
Disfungsi tiroid autoimun umumnya menyebabkan hipertiroidisme dan
hipotiroidisme pada wanita hamil. Kelainan endokrin ini sering terjadi pada
wanita muda dan dapat mempersulit kehamilan. Sekitar 90% dari hipertiroidisme
disebabkan oleh penyakit Grave, struma nodusa toksik baik soliter maupun
multipel dan adenoma toksik. Penyakit Grave pada umumnya ditemukan pada
usia muda yaitu antara 20 sampai 40 tahun, sedang hipertiroidisme akibat struma
nodusa toksik ditemukan pada usia yang lebih tua yaitu antara 40 sampai 60
tahun. Oleh karena penyakit Grave umumnya ditemukan pada masa subur, maka
hampir selalu hipertiroidisme dalam kehamilan adalah hipertiroidisme Grave,
walaupun dapat pula disebabkan karena tumor trofoblas, molahidatidosa, dan
struma ovarii. Prevalensi hipertiroidisme di Indonesia belum diketahui. Di Eropa
berkisar antara 1 sampai 2 % dari semua penduduk dewasa. Hipertiroidisme lebih
sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki dengan ratio 5:1. Kejadiannya
diperkirakan 2:1000 dari semua kehamilan, namun bila tidak terkontrol dapat
menimbulkan krisis tiroid, persalinan prematur, abortus dan kematian janin.
Tiroiditis postpartum adalah penyakit tiroid autoimun yang terjadi selama tahun
pertama setelah melahirkan. Penyakit ini memberikan gejala tirotoksikosis
transien yang diikuti dengan hipotiroidisme yang biasanya terjadi pada 8-10%
wanita setelah bersalin. (Girling, Joanna. 2008, Inoue, Miho, et al. 2009)
Pengelolaan penderita hipertiroidisme dalam kehamilan memerlukan
perhatian khusus, oleh karena baik keadaan hipertiroidismenya maupun
pengobatan yang diberikan dapat memberi pengaruh buruk terhadap ibu dan janin.

3
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 24 tahun
Tanggal lahir : 30 April 1995
Alamat : Kudus
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan terakhir : SMA
Masuk RS : 14 November 2019
No RM : 57xxxx
Biaya Pengobatan : BPJS

Nama Suami : Tn. X


Umur : 26 Tahun
Alamat : Kudus
Agama : Islam

II. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT


ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 November
2019 pukul 09.55 WIB di Bangsal Aminah RS Aisiyah Kudus
Keluhan Utama : Pasien merasakan kenceng-kenceng sejak satu
hari SMRS
 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Seorang G1P0A0 hamil 39 minggu datang ke UGD RS Aisiyah
Kudus dengan keluhan kenceng-kenceng dan terdapat benjolan
sebesar kelereng pada leher sebelah kanan. Pasien menyadari bahwa
terdapat benjolan dilehernya ketika usia kehamilan 2 bulan. Setelah
mengetahui terdapat benjolan pada lehernya, pasien memeriksakan
4
diri ke dokter penyakit dalam, kemudian dilakukan pemeriksaan lab
untuk mengetahui produksi hormon tiroid dan didapatkan hasil normal
semua. Kemudian dokter penyakit dalam hanya memberikan vitamin
kepada pasien tersebut.
 RIWAYAT HAID
a. Menarche : 13 tahun
b. Siklus : 28 hari
c. Lama Haid : 7 hari
d. Banyaknya Haid : 2-3 x sehari ganti pembalut
e. Nyeri Haid : (-)
f. Hari Pertama Haid Terakhir : 10-02-19
g. Hari Perkiraan Lahir : 17-11-19
 RIWAYAT PERKAWINAN
Merupakan pernikahan pertama dan sudah menikah sekitar 1,5 tahun.
 RIWAYAT OBSTETRI
G1P0A0
Tabel 1. Riwayat Obstetri Pasien
Umur Keadaaan
Tahun Tempat Umur Jenis BB
No Penolong Penyulit Saat anak
Partus Partus Kehamilan Persalinan Lahir
Ini sekarang
1 2019 Hamil ini

 RIWAYAT KB
Disangkal
 RIWAYAT ANC
Periksa ke bidan 5 kali selama kehamilan ini
 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
a. Riwayat Darah Tinggi : Disangkal
b. Riwayat Kencing Manis : Disangkal
c. Riwayat Asma : Disangkal
d. Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
e. Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal

5
f. Riwayat Alergi : Disangkal
g. Riwayat Kejang : Disangkal
h. Riwayat Tiroid : Disangkal
i. Riwayat penggunaan obat-obatan dan jamu : Konsumsi tablet Fe
dan kalsium selama kehamilan.
 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
a. Riwayat Darah Tinggi : Disangkal
b. Riwayat Kencing Manis : Disangkal
c. Riwayat Asma : Disangkal
d. Riwayat Jantung : Disangkal
e. Riwayat Alergi : Disangkal
f. Riwayat Tiroid : Disangkal
 RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien seorang buruh dengan pendidikan terakhir SMA. Suami pasien
bekerja sebagai buruh dengan pendidikan terakhir SMP. Biaya
pengobatan menggunakan BPJS.
Kesan ekonomi : cukup.
 RIWAYAT PRIBADI
Riwayat Merokok : Disangkal
Riwayat Konsumsi Alkohol : Disangkal
Riwayat Konsumsi Obat-obatan : Disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 15 November 2019 pukul
09.55 di Kamar bersalin RSUD Tugurejo Semarang.
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. GCS : 15 (E 4,V 6,M 5)
4. Vital Sign
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 88 x / menit, reguler,isi dan tegangan cukup
- Pernapasan : 20 x / menit, teratur

6
- Suhu : 36,7 0C
5. Status Gizi
- Tinggi Badan : 154 cm
- Berat Badan : 47 kg
- BMI : 20,4 kg/m2
STATUS GENERALIS
1. Kepala : Mesosephal
2. Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, mata cekung -/-
3. Hidung : Septum deviasi (-), Nafas cuping hidung -/-, Sekret -/-
4. Mulut : Sianosis (-)
5. Telinga : Warna aurikula dbn, Nyeri tarik aurikula -/-, Sekret -/-
6. Leher : Pembesaran kelenjar limfe -/-, Retraksi otot bantu nafas (-
), Pembesaran kelenjar tiroid (+) sebesar kelereng pada lobus dextra.
7. Jantung :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba tak kuat angkat
Pulsus sternal lift : (-)
Pulsus epigastrium : (-)
Pulsus parasternal : (-)
Thrill : (-)
 Perkusi : Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal sinistra
Kiri bawah jantung : ICS V Linea 2 cm medial
midclavicula sinistra
Kanan bawah jantung: ICS V Linea sternalis dextra
 Auskultasi : Bunyi jantung I& II normal & murni, bising (-), gallop(-)
8. Paru :
KIRI KANAN
Inspeksi Pergerakan pernafasan simetris Pergerakan pernafasan simetris
Palpasi Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Perkusi Sonor Sonor

7
Auskultasi Suara nafas Vesikuler Suara nafas vesikuler
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)

9. Abdomen : Sesuai status obstetri


10. Ekstremitas :
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral hangat (+) (+)
Edema (-) (-)
Sianosis (-) (-)
Gerak (+) (+)
CRT < 2 detik < 2 detik

STATUS GINEKOLOGI
a. Pemeriksaan luar :
Inspeksi :
Perut membuncit, striae gravidarum (-),
Genitalia Eksterna : air ketuban (-), lendir (+) bercak – bercak darah(-)
Palpasi :
I. Teraba satu bagian tahanan memanjang
Kesan punggung. TFU 35 cm
II. Teraba satu buah bulat, keras (kesan kepala) di sisi kanan ibu.
Teraba satu buah bulat, besar, lunak (kesan bokong) di sisi kiri
ibu
III. Teraba kosong
IV. Tidak dilakukan
b. Pemeriksaan Dalam
VT : ϕ belum ada,
Vulva : Tidak ada kelainan
Uretra : Tidak ada kelainan
Vagina : Tidak ada kelainan
Portio : Licin, Pembukaan 1 cm
Adneksa : Tidak ada kelainan
Parametrium : Tidak ada kelainan
Cavum douglas : Tidak ada kelainan

8
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium 2 (14 November 2019 pukul 10.24)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Darah Rutin
Leukosit H 13,020 103/uL 6.000-10.000
Eritrosit 4,11 106/uL 3,8-5,2
Hemoglobin 10,8 g/dL 11-16
Hematokrit 34,2 % 35-47
MCV 89,30 fl 80-100
MCH 30,90 pg 26-34
MCHC 34,60 g/dl 32-36
Trombosit 202,000 103/uL 150-440
RDW 12,50 % 11,5-14-5
PLCR 18,8 %
Diff Count
-Eosinofil L 0,3 103/uL 1-3
-Basofil 0,2 103/uL 0-1
-Netrofil 74,3 103/uL 40-75
-Limfosit 1,87 103/uL 0,9-5,2
-Monosit 0,73 103/uL 0,16-1
Golongan darah AB Rh (+)
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 81 mg/dl < 125
Sero-imun
HbSAg Non reaktif (-) Non reaktif (-)

V. RESUME
Seorang G1P0A0 hamil 39 minggu datang ke UGD RS Aisiyah
Kudus dengan keluhan kenceng-kenceng dan terdapat benjolan sebesar
kelereng pada leher sebelah kanan. Pasien menyadari bahwa terdapat
benjolan dilehernya ketika usia kehamilan 2 bulan. Setelah mengetahui
terdapat benjolan pada lehernya, pasien memeriksakan diri ke dokter
penyakit dalam, kemudian dilakukan pemeriksaan lab untuk
mengetahui produksi hormon tiroid dan didapatkan hasil normal
semua. Kemudian dokter penyakit dalam hanya memberikan vitamin
kepada pasien tersebut.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan KU baik, compos mentis. TD:
110/70 mmHg, Nadi: 88 x/menit, RR: 20 x/ menit, T: 36,7 0C. Status
Generalis terdapat benjolan sebesar kelereng pada leher sebelah kanan.
Pemeriksaan obstetri perut membuncit dan striae gravidarum (-).

9
Genitalia Eksterna : Lendir (+), cairan ketuban (-), bercak – bercak
darah (-). TFU 35 cm.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis..
VI. DIAGNOSA KERJA
G1P0A0, 24 tahun. Hamil 39 minggu
Janin 1 hidup intrauterine
Letak kepala
Belum inpartu
SNNT
VII. INITIAL PLAN
a. Infus RL 20 tpm
b. Cek lab darah lengkap
c. Proster 1/8 tab PV/ 6 jam
d. Monitoring KU, TTV, PPV , tanda inpartu,Ip Ex
 Menjelaskan kondisi kehamilan pasien.
 Menjelaskan tatalaksana yang akan dilakukan.
e. Konsul Sp.PD
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam :
1. Ibu : dubia ad bonam
2. Janin : dubia ad bonam
Quo ad Sanam :
1. Ibu : dubia ad bonam
2. Janin : dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam :
1. Ibu : dubia ad bonam
2. Janin : dubia ad bonam

10
IX. LAPORAN FOLLOW UP

Tanggal Waktu Keterangan


14/11/19 20.00 S : Seorang G1P0A0 hamil 39 minggu datang ke UGD dengan
keluhan kenceng-kenceng sejak tadi pagi, dengan riwayat benjolan
pada leher (+)

O : KU baik, composmentis
TD 110/70 mmHg RR 20x/menit
HR 88x/menit T 36,70C
Status Generalis : dalam batas normal
DJJ (+), His (+), Pembukaan (-) TFU : 32 CM

A : G1P0A0, 24 tahun.
Hamil 39 minggu
SNNT

P : Pengawasan KU, TTV, PPV, tanda inpartu,


Lapor DPJP
Advice DPJP :
- Inf RL
- Proster 1/8 tab PV/6 jam
- Konsul Sp.PD

14/11/19 22.00 S:-

O : KU baik, composmentis
TD 120/70 mmHg RR 20x/menit
HR 80x/menit T 36,70C
His (+), DJJ (+)
Status General : dalam batas normal

A : G1P0A0, 24 tahun.
Hamil 39 minggu
SNNT

P : Konsul Sp.PD
Advice dari Sp.PD :
- Tidak ada terapi
15/11/19 06.00 S : Ingin meneran

O : KU baik, composmentis
RR 20x/menit
HR 80x/menit T 36,70C
HIS (+) DJJ (+)

11
A : G1P0A0, 24 tahun.
Hamil 39 minggu
SNNT

P : Pimpin persalinan
15/11/19 06.30 S : Ibu senang atas kelahiran bayi

O : KU baik, composmentis
TD 123/78 mmHg RR 19x/menit
HR 98x/menit T 36,70C

A : P1A0, 24 tahun
SNNT

P : MAK III : Oxi dan PTT


15/11/19 06.45 S : Nyeri luka jahitan

O : KU baik, composmentis
TD 120/70 mmHg RR 20x/menit
HR 80x/menit T 36,70C
TFU 3 jari di bawah pusat, kontraksi kuat

A : P1A0, 24 tahun
SNNT

P : Pengawasan kala IV
16/11/19 07.00 S : Nyeri jahitan (+), ASI lancer (+), Lokia (+) normal, BAB/BAK
Normal

O : KU baik, composmentis
TD 120/70 mmHg RR 20x/menit
HR 80x/menit T 36,70C
TFU pertengahan simpisis pusat, kontraksi kuat

A : P1A0, 24 tahun
SNNT
Post Partum H1
P : Memberi terapi sesuai advice

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Secara keseluruhan penyakit tiroid sering terjadi pada wanita


muda. Terdapat hubungan erat antara fungsi tiroid ibu dan janin, dan obat-
obat yang mempengaruhi tiroid ibu juga mempengaruhi tiroid janin.
Autoantibodi tiroid juga dilaporkan berikatan dengan peningkatan janin
dini, dan tirotoksikosis yang tidak terkontrol serta hipotiroidise yang tidak
terobati menyebabkan gangguan pada hasil akhir kehamilan (Mannisto
dkk., 2009) Terdapat bukti bahwa keparahan penyakit tiroid autoimun
mereda selama kehamilan, tetapi kembali kambuh pada pascapartum.

Kehamilan akan menyebabkan perubahan dan fungsi kelenjar


tiroid ibu, sehingga kadang-kadang menyulitkan penegakan diagnosis
penyakit atau menentukan adanya kelainan tiroid. Proses hyperplasia
glandular dan bertambahnya volume kelenjar tiroid akan menyebabkan
kelenjar tiroid membesar sedang. Sehingga penggunaan iodid ( Iodide
uptake) oleh kelenjar tiroid ibu juga akan meningkat. Akibatnya, sekresi
harian hormone tiroksin juga akan meningkat. pada awal kehamilan
hormone tiroksin ibu akan berpindah ke janin sehingga terjadi
hipertiroidisme janin. proses ini akan terjadi selama kehamilan.

Tiroid membesar sedikit pada wanita sehat selama kehamilan, dan


tidak cukup untuk dideteksi pada pemeriksaan fisik. &embesaran tiroid
merupakan suatu tanda yang mengindikasikan adanya suatu penyakit tiroid
dan harus dilakukan evaluasi. penyakit tiroid sulit untuk didiagnosa pada
saat kehamilan karena adanya peningkatan kadar hormone tiroid didalam
darah, pembesaran ukuran tiroid, gejala kelelahan, dan gejala-gejala
lainnya, baik dalam kehamilan dan pada gangguan tiroid.

13
2.2.Etiologi
Hipertiroid dalam kehamilan dapat berupa penyakit Graves,
hiperemesis gravidarum, tirotoksikosis gestasional sementara, dan
kehamilan mola. Di antara keempat penyebab hipertiroid dalam
kehamilan, penyakit graves paling sering terjadi, sekitar 1 dari 500
kehamilan.(Inoue, Miho, et al. 2009)
Penyakit graves merupakan kelainan autoimun kompleks dengan
tanda tirotoksikosis, oftalmopati (lid lag, lid retraction, dan
eksoftalmus), dan dermopati (miksedema pretibial). Hal ini dimediasi
oleh immunoglobulin yang merangsang tiroid. Pasien dengan riwayat
penyakit graves dimana cenderung terjadi remisi pada kehamilan dan
relaps kembali setelah bersalin. (Garry, Dimitry. 2013)
Selain penyakit graves, hipertiroid dalam kehamilan juga dapat
disebabkan oleh hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum
ditandai dengan ditemukannya gejala muntah berlebihan pada awal
kehamilan yang menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan
dehidrasi. Pemeriksaan biokimia pada pasien ini menunjukkan
hipertiroksinemia, dengan peningkatan konsentrasi T4 serum dan
penurunan konsentrasi TSH
serum yang ditemukan pada sebagian besar wanita hamil. Pemeriksaan
TSH serum membantu untuk membedakan hiperemesis yang
berhubungan dengan hipertiroksinemia dan kemungkinan penyebab
lainnya. Hipertiroksinemia ringan biasanya bersifat sementara,
menurun pada kehamilan minggu ke-18 tanpa terapi antitiroid. Namun,
hipertiroksinemia yang signifikan disertai dengan peningkatan T4
bebas dan TSH yang rendah, dan penemuan klinik hipertiroid,
memerlukan terapi obat antitiroid. (Girling, Joanna. 2008, Williams
Obstetrics 23rd. 2010)
2.3. Fisiologi Tiroid dan Kehamilan
Hormon tiroid tetraiodotironin (T4) atau tiroksin dan triiodotironin
(T3) disintesis di dalam folikeltiroid. Thyroid-Stimulating Hormone

14
(TSH) merangsang sintesis dan pelepasan T3 danT4, yang sebelumnya
didahului dengan pengambilan iodide yang penting untuk
sintesishormon tiroid. Walaupun T4 disintesis dalam jumlah yang lebih
besar, namun di jaringan perifer T4 dikonversi menjadi T3 yang lebih
poten melalui proses
deiodinasi. Selama kehamilan normal kadarThyroid Binding Globulin
(TBG) dalam sirkulasi meningkat sehingga akhirnya T3 dan T4 ikut
meningkat. (Girling, Joanna, 2008).
Dampak kehamilan pada fisiologi tiroid ibu cukup besar.
Perubahan pada struktur dan fungsi kelenjar kadang menyebabkan
kesulitan dalam diagnosis kelainan tiroid. Konsentrasi globulin
pengikat tiroid diserum ibu meningkat bersamaan dengan kadar
hormone tiroid yang terikat atau total. Tirotropin atau Thyroid-
Stimulating Hormone (TSH) saat ini berperan sentral dalam
pemeriksaan penyaring dan diagnosis banyak penyakit tiroid. %adar
tirotropin serum pada awal kehamilan menurun karena adanya
gonadotropin korion manusia (hCG) yang mempunyai efek stimulasi
lemah pada tiroid. TSH tidak melewati plasenta. Pada saat yang sama ,
kadar hCG serum maksimal pada 12 minggu pertama, kadar tiroksin
bebas meningkat untuk menekan sekresi tirotropin hipofisis. Oleh
karena itu Thyrotropin-Releasing Hormone (TRH) tidak terdeteksi di
serum ibu. TSH serum janin mulai dapat dideteksi pada pertengahan
kehamilan tetapi tidak meningkat.
Sepanjang kehamilan, tiroksin ibu disalurkan kejanin. Tiroksin ibu
penting bagi pembentukan otak janin, khususnya sebelum kelenjar
tiroid janin berfungsi. Meskipun kelenjar tiroid janin sudah mulai
memekatkan iodium dan membentuk hormone tiroid setelah 12
minggu, kontribusi tiroid ibu tetap penting. Pada kenyataannya tiroksin
ibu membentuk 30% dari kadar tiroksin serum pada janin aterm.
Gangguan perkembangan yang berkaitan dengan hipotiroidisme ibu
setelah pertengahan kehamilan masih belum dipahami dengan jelas.

15
&erubahan kadar hormone tiroid pada saat kehamilan normal terjadi,
hal ini berkaitan dengan pengiriman thyroxin ke sel-sel janin, terutama
pada sel-sel syaraf. Kadar T1 yang optimal sangat penting dalam
pembentukan syaraf, T1 ini hanya didapatkan dari ibu, pada trimester
pertama. &lasenta memiliki peranan penting dalam transport T1.
kehamilan normal, nadi rata-rata waktu tidur meningkat, tiromegali,
eksoftalmus, dan berat badan tidak bertambah walau makan cukup.
Diagnosa hipertiroid pada kehamilan sulit ditegakan karena
gambaran klinisnya beragam, misalnya takikardi, goiter, vasodilatasi
perifer. Gejala tersebut juga bisa ditemukan pada kehamilan normal.
kecemasan yang berlebihan juga bisa merupakan gambaran klinisnya.
Fungsi tiroid harus diperiksa pada wanita-wanita dengan gambaran
klinis seperti ini.
Terdapat penurunan kadar TSH pada kehamilan normal, terutama
pada trimester awal hal ini berkaitan dengan peningkatan kadar hCG.
Oleh karena itu, pada wanita yang sehat, pada trimester awal kadar
TSH nya berkisar antara 0,03-0,1 mIU/L. Pada wanita yang mengalami
tirotoksikosis yang berat memiliki kadar TSH <0,001 mIU/L pada
hipertiroid subklinis didapatkan penurunan kadar TSH dengan kadar
T3/T4 yang normal.
a. Human Chorionic Gonadotropin (hCG)
Seperti yang disebutkan di atas, Human Chorionic Gonadotropin
(hCG) merupakan hormon peptid yang bertanggung jawab untuk
produksi progesteron dalam konsentrasi yang adekuat pada awal
kehamilan, sampai produksi progesteron diambil alih oleh plasenta
yang sedang berkembang. Konsentrasi hCG meningkat secara dramatis
selama trimester pertama kehamilan dan menurun secara bertahap
setelahnya. Secara struktural, peptide hCG terdiri atas dua rantai,
sebuah rantai α dan rantai β, dimana rantai α dari hCG identik dengan
struktur yang membentuk TSH. Struktur yang homolog ini menjadikan

16
hCG mampu merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon
tiroid, namun tidak sekuat TSH.
Kadar TSH turun selama kehamilan trimester pertama, berbanding
dengan peningkatan hCG. Walaupun hCG sebagai stimulan kelenjar
tiroid, konsentrasi hormon tiroid bebas (tidak terikat) pada umumnya
dalam batas normal atau hanya sedikit di atas normal selama trimester
pertama. Efek perangsangan dari hCG pada kehamilan normal tidak
signifikan dan 5 normalnya ditemukan pada pertengahan awal
kehamilan. Pada awal minggu ke-12 atau pada kondisi patologis
tertentu, termasuk hiperemesis gravidarum dan tumor trofoblastik,
konsentrasi hCG mencapai kadar maksimal yang akan menginduksi
keadaan hipertiroid dimana kadar tiroksin bebas meningkat dan kadar
TSH ditekan.
b. Ekskresi Iodin Selama Kehamilan
Konsentrasi iodine plasma mengalami penurunan selama
kehamilan, akibat peningkatan Glomerular Filtration Rate (GFR).
Peningkatan GFR menyebabkan meningkatnya pengeluaran iodine
lewat ginjal yang berlangsung pada awal kehamilan. Ini merupakan
faktor penyebab turunnya konsentrasi iodine dalam plasma selama
kehamilan. Kompensasi dari kelenjar tiroid dengan pembesaran dan
peningkatan klirens iodin plasma menghasilkan hormon tiroid yang
cukup untuk mempertahankan keadaan eutiorid. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa pembesaran kelenjar tiroid adalah hal yang
fisiologis, merupakan kompensasi adaptasi terhadap peningkatan
kebutuhan iodin yang berhubungan dengan kehamilan.
c. Thyroxine Binding Globulin
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan TBG
menyebabkan peningkatan ikatan tiroksin, yang merupakan faktor
ketiga yang mempengaruhi fungsi tiroid selama kehamilan. Hormon
tiroid dalam serum diangkut oleh tiga protein, yaitu ThyroxineBinding
Globulin (TBG), albumin, dan Thyroxine Binding Prealbumin (TBPA)

17
atau transtiretin. Dari ketiga protein tersebut, TBG memiliki afinitas
yang lebih tinggi terhadap tiroksin. Pada pasien tidak hamil, sekitar 2/3
dari hormon tiroksin diikat oleh TBG. Pada kehamilan normal, terjadi
peningkatan dari konsentrasi TBG sekitar dua kali lipat dari normal
selama kehamilan sampai 6-12 bulan setelah bersalin. Hal ini
menggambarkan peningkatan kadar hormon tiroksin total (TT4) pada
semua wanita hamil, namun kadar 6 tiroksin bebas (FT4) dan indeks
tiroksin total (FTI) normal. Untuk menjamin kestabilan kadar hormon
bebas, mekanisme umpan balik merangsang pelepasan TSH yang
bekerja untuk meningkatkan pengeluaran hormon dan menjaga
kestabilan hemostasis kadar hormon bebas. Peningkatan konsentrasi
TBG merupakan efek langsung dari meningkatnya kadar estrogen
selama kehamilan. Estrogen merangsang peningkatan sintesis TBG,
memperpanjang waktu paruh dalam sirkulasi, dan menyebabkan
peningkatan konsentrasi TBG serum. Estrogen juga merangsang hati
untuk mensintesis TBG dan menyebabkan penurunan kapasitas TBPA.
Pada akhirnya, proporsi hormon tiroksin dalam sirkulasi yang
berikatan dengan TBG meningkat selama kehamilan, dan dapat
mencapai 75%. Kadangkala perubahan hormonal ini dapat membuat
pemeriksaan fungsi tiroid selama kehamilan sulit diinterpretasikan.
2.4. Fungsi Tiroid pada Janin
Metabolisme T4 pada janin berbeda dengan orang dewasa, baik
secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara keseluruhan, laju
produksi dan degradasi pada janin lebih cepat 10 kali lipat. Fungsi
tiroid janin dimulai sejak akhir trimester pertama kehamilan. Sejak
saat itu, T3 dan T4 total, serta TBG meningkat.
Selama masa kehamilan, TSH janin meningkat hingga lebih
tinggi dibandingkan TSH sirkulasi maternal. Hal ini seiring dengan
meningkatnya TRH. Sejak kehamilan usia 28 minggu, jumlah T4
bebas pada janin diperkirakan setara dengan jumlah yang terdapat
pada sirkulasi maternal.

18
2.5. Interaksi Maternal-Fetal
Fungsi aksis kelenjar hipofisis-tiroid pada janin tidak bergantung
pada ibu. Transfer transplasental TSH dapat dikatakan tidak berarti.
Namun jika gradien konsentrasi maternal-fetal tinggi, dapat terjadi
transfer. Transfer ini dapat dapat menjadi sangat signifikan, hingga
membuat otak janin mencapai kapasitas untuk mengubah T4 menjadi
T3. T4 dapat ditemukan pada cairan amnion sebelum tiroid berfungsi.
2.6. Manifestasi Klinis
Wanita yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan tiroid atau
penyakit autoimun memiliki resiko yang lebih tinggi mengidap
penyakit hipertiroid. Gejala yang sering timbul biasa adalah intoleransi
terhadap panas, berkeringat lebih banyak, takikardi, dada berdebar,
mudah lelah namun sulit untuk tidur, gangguan saluran cerna, berat
badan menurun meskipun asupan makan cukup, mudah tersinggung,
merasa cemas dan gelisah. Selain itu dapat juga timbul tanda-tanda
penyakit graves, seperti perubahan mata, tremor pada tangan,
miksedema pretibial dan pembesaran kelenjar tiroid. (Rull, Gurvinder.
2010, Williams Obstetrics 23rd. 2010)
2.7.Dampak Hipertiroid pada Kehamilan
Keadaan Hipertiroid dalam kehamilan dapat berdampak juga
terhadap
kehamilan itu sendiri dan janin yang dikandung. Dampak yang dapat
timbul pada ibu antara lain:
- Preeklampsia
- Kematian
- Gagal jantung kongestif
Dampak yang dapat terjadi pada janin antara lain:
- Prematuritas
- IUGR
- Keguguran
- Tirotoksikosis

19
- Hipotiroid
- Goiter
Penelitian oleh Davis (1989), Kriplani (1994), dan Millar (1994)
yang mengkaji dampak yang dapat terjadi pada ibu dan anak membagi
penderita hipertiroid menjadi 2 kelompok, kelompok dengan
hipertiroid terkontrol dan yang tidak.
Janin yang lahir dari ibu yang mengalami Grave Disease, besar
kemungkinannya untuk mengalami tirotoksikosis sejak dalam
kandungan. Kejadian tirotoksikosis janin ini dapat terjadi pada ibu
dengan kadar tiroid
terkontrol dan yang tidak.11 Prevalensi terjadinya tirotoksikosis fetal
adalah sebesar 1%-5% 13 dengan mortalitas 12-20%.16 Hal ini tidak
lepas dari permeabilitas plasenta terhadap hormon tiroid, antibodi dan
tirotropin yang dapat memberikan efek signifikan kepada janin.1
Meskipun ibu hamil yang mengonsumsi obat anti tiroid (ATD) dan
dalam keadaan eutiroid, antibodi yang menjadi pencetus utama dapat
masuk kepada janin melalui sirkulasi plasenta dan memacu kelenjar
tiroid janin untuk ikut memproduksi hormon tiroid. Keadaan ini
umumnya mulai terjadi saat kelenjar tiroid janin mulai tumbuh, yaitu
minggu ke 22 kehamilan.
Pada beberapa kejadian, ditemukan keadaan hipotiroid yang
dialami oleh janin. Keadaan hipotiroid yang dialami oleh janin bukan
dampak langsung dari hipertiroid yang dialami oleh ibu hamil,
melainkan akibat dari pengobatan berlebihan yang dilakukan oleh ibu.
Contoh golongan obat antitiroid yang dapat menginduksi terjadinya
hipotiroid fetal adalah golongan Thiomid.
Ibu hamil dengan hipertiroid juga memiliki resiko untuk
mengalami preeklampsia. Hipertiroid merupakan penyebab sekunder
dari peningkatan tekanan darah. Dengan meningkatnya laju nadi dalam
keadaan istirahat, kontraktilitas ventrikel kiri, dan diikuti oleh
berkurangnya resistensi vaskular, Cardiac Output dapat meningkat

20
sebanyak 50%-300%. Selain bekerja pada reseptor β pada myokardium
untuk meningkatkan kontraktibilitas dan kerja jantung, hormon tiroid
juga bekerja pada membran ion otot polos vaskular dan endotel yang
akan mengsintesis NO untuk vasodilatasi. Proses perjalanan penyakit
hingga menjadi suatu keadaan preeklampsia dipengaruhi oleh adanya
autoantibodi. Autoantibodi yang juga menjadi pencetus terjadinya
hipertiroidisme berikatan dengan Angiotensin Receptor-1 . Pada
percobaan in vivo, berikatannya Angiotensin Receptor-1 pada sel
mesangial dan trofoblas dengan autoantibodi menginduksi
tersintesisnya beberapa komponen biomolekuler, dan salah satunya
adalah Plasminogen Activator Inhibitor-1 yang juga dapat diketahui
meningkat pada wanita hamil dengan preeklamsia. Pada percobaan
injeksi autoantibodi yang sama terhadap tikus yang sedang hamil, tikus
tersebut menunjukkan gejala-gejala preeklamsia yang ditandai dengan
meningkatnya tekanan darah disertai dengan proteinuria.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Saki dkk (2014) menunjukkan
hipertiroid pada kehamilan meningkatkan resiko IUGR sebanyak 5 kali
lipat. Keadaan IUGR ini memiliki hubungan dengan keadaan
tirotoksikosis yang dialami oleh janin dan preeklamsia yang dialami
oleh ibu.
2.8. Diagnosis
Diagnosis klinis hipertiroid pada wanita hamil biasanya sulit
ditegakkan. Hal ini dikarenakan wanita dengan hipertiroid memiliki
beberapa tanda-tanda sistem hiperdinamik seperti peningkatan curah
jantung dengan bising sistolik dan takikardi, kulit hangat, dan
intoleransi terhadap panas. Tanda hipertiroid seperti berat badan turun,
dapat menjadi tidak jelas oleh kenaikan berat badan karena kehamilan.
Mengingat kebanyakan kasus disebabkan oleh penyakit Grave, dicari
tanda-tanda oftalmopati Grave (tatapan melotot, kelopak tertinggal
saat menutup mata, eksoftalmos) dan bengkak tungkai bawah
(pretibial myxedema). Adanya onkilosis atau pemisahan kuku distal

21
dari nailbed, dapat juga membantu dalam menegakkan diagnosis
klinis hipertiroid. (Garry, Dimitry. 2013).
Peningkatan kadar T3 serum dapat meningkatkan densitas
reseptor β-adrenergik sel miokardium sehingga curah jantung
meningkat walaupun saat istirahatdan terjadi aritmia (fibrilasi atrium).
Denyut nadi saat istirahat biasanya di atas 100 kali per menit dan jika
denyut nadi tetap atau tidak menjadi lambat selama melakukan
manuver Valsava, diagnosis tirotoksikosis menjadi lebih mungkin.
(Williams Obstetrics 23rd. 2010)
Diagnosis hipertiroid dalam kehamilan dapat ditegakkan
melalui pemeriksaan fisik dan laboratorium, terutama pemeriksaan
fungsi tiroid. Pada kehamilan, kadar T3 total dan T4 total meningkat
seiring meningkatnya konsentrasi TBG. Kadar FT3 dan FT4 dalam
batas normal tinggi pada kehamilan trimester pertamadan kembali
normal pada trimester kedua. Nilai T4 total tidak bermanfaat pada
wanita hamil karena nilainya yang tinggi merupakan respon terhadap
estrogen yang meningkatkan konsentrasi TBG. FT3 sebaiknya
diperiksa ketika nilai TSH rendah tetapi kadar FT4 normal.
Peningkatan kadar T3 menunjukkan toksikosis T3. Pemeriksaan TSH
saja sebaiknya tidak dijadikan acuan dalam mendiagnosis hipertiroid
dalam kehamilan. Pasien dengan penyakit graves hampir selalu
memiliki hasil pemeriksaan TSIs yang positif. Pemeriksaan TSI ini
sebaiknya diukur pada trimester ketiga. Nilai TSI yang tinggi sering
dihubungkan dengan tirotoksikosis fetus. Antibodi antimikrosomal
jika memungkinkan perlu juga diperiksa karena wanita yang memiliki
hasil positif pada kehamilan atau sesaat setelah persalinan memiliki
resiko berlanjut ke penyakit tiroiditis postpartum. (Williams Obstetrics
23rd. 2010)
Pemeriksaan laboratorium mencakup kadar keton urin, BUN,
kreatinin, alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase,
elektrolit, dan tirotropin (termasuk tiroksin T4 bebas jika tirotropin

22
rendah). Biasanya tirotropin tertekan pada pasien-pasien hamil karena
hCG bereaksi silang dengan tirotropin dan menstimulasi kelenjar
tiroid. Kondisi hipertiroid ini biasanya hilang spontan dan tidak
membutuhkan pengobatan. Kadar T4 dan tirotroponin pada
hiperemesis dapat mirip dengan pasien Grave, akan tetapi pasien
hiperemesis tidak memiliki gejala penyakit Grave ataupun antibodi
tiroid. Jika kadar fT4 meningkat tanpa tanda dan gejala penyakit
Grave, pemeriksaan sebaiknya diulang setelah usia kehamilan 20
minggu. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi
kehamilan multipel atau mola hidatodosa. (Prawirohardjo, S. 2011)
2.9. Penatalaksanaan
Hipertiroid yang ringan (peningkatan kadar hormon tiroid dengan
gejala minimal) sebaiknya diawasi sesering mungkin tanpa terapi
sepanjang ibu dan bayi dalam keadaan baik. Pada hipertiroid yang
berat, membutuhkan terapi, obat anti-tiroid adalah pilihan terapi,
dengan PTU sebagai pilihan pertama. Tujuan dari terapi adalah
menjaga kadar T4 dan T3 bebas dari ibu dalam batas normal-tinggi
dengan dosis terendah terapi anti-tiroid. Target batas kadar hormon
bebas ini akan mengurangi resiko terjadinya hipotiroid pada bayi.
Hipotiroid pada ibu sebaiknya dihindari.
Pemberian terapi sebaiknya dipantau sesering mungkin selama
kehamilan dengan melakukan tes fungsi tiroid setiap bulannya. Obat-
obat yang terpenting digunakan untuk mengobati hipertiroid
(propiltiourasil dan metimazol) menghambat sintesis hormon tiroid.
Laporan sebelumnya mengenai hubungan terapi metimazol dengan
aplasia kutis, atresiaoesophagus, dan atresia khoana pada fetus tidak
diperkuat pada penelitian selanjutnya, dan tidak terdapat bukti lain
menyangkut obat lain yang berefek abnormalitas kongenital. Oleh
karena itu, PTU sebaiknya dipertimbangkan sebagai obat pilihan
pertama dalam terapi hipertiroid selama kehamilan dan metimazol
sebagai pilihan kedua yang digunakan jika pasien tidak cocok, alergi,

23
atau gagal mencapai eutiroid dengan terapi PTU. Kedua obat tersebut
jarang menyebabkan neutropenia dan agranulositosis. Oleh karena itu,
pasien sebaiknya waspada terhadap gejala-gejala infeksi, terutama
sakit tenggorokan, dapat dihubungkan dengan supresi sumsum tulang
dan harus diperiksa jumlah neutrofil segera setelah menderita. (Girling,
Joanna. 2008, Marx, Helen, et al. 2009, Williams Obstetrics 23rd.
2010)
Propiltiourasil dan metimazol keduanya dapat melewati plasenta.
Namun, PTU menjadi pilihan terapi pada ibu yang hipertiroid karena
kadar transplasentalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan
metimazol. TSH reseptor stimulating antibodi juga melalui plasenta
dan dapat mempengaruhi status tiroid fetus dan neonatus. (Girling,
Joanna. 2008)
Pada pasien yang tidak adekuat diterapi dengan pengobatan
antitiroid seperti pada pasien yang alergi terhadap obat-obat,
pembedahan merupakan alternative yang dapat diterima. Pembedahan
pengangkatan kelenjar tiroid sangat jarangdisarankan pada wanita
hamil mengingat resiko pembedahan dan anestesi terhadap ibu dan
bayi. Jika tiroidektomi subtotal direncanakan, pembedahan sering
ditunda setelah kehamilan trimester pertama atau selama trimester
kedua. Alasan dari penundaan ini adalah untuk mengurangi resiko
abortus spontan dan juga dapat memunculkan resiko tambahan lainnya.
(Inoue, Miho, et al. 2009, Williams Obstetrics 23rd. 2010)
Pembedahan dapat dipikirkan pada pasien hipertiroid apabila
ditemukan satu dari kriteria berikut ini (Girling, Joanna. 2008): a.
Dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan tinggi (PTU > 300 mg, MMI >
20 mg) b. Hipertiroid secara klinis tidak dapat dikontrol c. Hipotiroid
fetus terjadi pada dosis obat anti tiroid yang dibutuhkan untuk
mengandalikan hipertiroid pada ibu d. Pasien yang alergi terhadap obat
anti tiroid e. Pasien yang menolak mengkonsumsi obat anti tiroid f.
Jika dicurigai ganas Terapi radioiodin menjadi kontraindikasi dalam

24
pengobatan hipertiroid selama kehamilan sejak diketahui bahwa zat
tersebut dapat melewati plasenta dan ditangkap oleh kelenjar tiroid
fetus. Hal ini dapat menyebabkan kehancuran kelenjar dan akhirnya
berakibat pada hipotiroid yang menetap. (Gurvinder. 2010, Williams
Obstetrics 23rd. 2010)
2.10. Komplikasi
Hipertiroid yang tidak terkontrol, terutama pada pertengahan masa
hamil, dapat memicu beberapa komplikasi. Komplikasi maternal di
antaranya keguguran, infeksi, preeklamsia, persalinan preterm, gagal
jantung kongesti, badai tiroid, dan lepasnya plasenta. Komplikasi fetus
dan neonatus di antaranya prematur, kecil untuk masa kehamilan,
kematian janin dalam rahim, dan goiter pada fetus atau neonatus dan
atau tirotoksikosis. Pengobatan yang belebihan juga dapat
menyebabkan hipotiroid iatrogenik pada fetus. (Williams Obstetrics
23rd. 2010)
Jika wanita dengan penyakit graves atau yang pernah diobati untuk
penyakit graves sebelumnya, antibodi tiroid-stimulating yang
dihasilkan ibu dapat melewati plasenta sehingga masuk ke dalam aliran
darah fetus dan merangsang tiroid fetus. Jika ibu dengan penyakit
graves sedang diobati dengan obat anti tiroid, hipertiroid pada bayi
kurang bermakna karena obat-obatan tersebut juga dapat melintasi
plasenta. Namun, jika ibunya diobati dengan pembedahan atau
radioaktif iodin, kedua metode 16 terapi tersebut dapat menghancurkan
seluruh tiroid, namun pasien masih dapat memiliki antibodi dalam
darahnya. (Marx, Helen, et al. 2008)

25

Anda mungkin juga menyukai