Anda di halaman 1dari 32

TUGAS CASE REPORT

SECTIO CEASARIA PADA PARTUS TAK MAJU DENGAN


KALSIFIKASI PLASENTA, LILITAN TALI PUSAT,
OLIGOHIDROAMNION HAMIL 40+5 MINGGU

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian dalam Pendidikan Profesi


Dokter Stase Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Ali Samhur, Sp.OG

Disusun Oleh:
Intan Mega Pratidiana, S.Ked
J 510 165 054

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS CASE REPORT


SECTIO CEASARIA PADA PARTUS TAK MAJU DENGAN
KALSIFIKASI PLASENTA, LILITAN TALI PUSAT,
OLIGOHIDROAMNION HAMIL 40+5 MINGGU

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian dalam Pendidikan Profesi


Dokter Stase Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

Disusun Oleh:
Intan Mega Pratidiana, S.Ked
J 510 165 054

Telah dipresentasikan, disetujui dan di sahkan oleh bagian Program Pendidikan


Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Mengetahui :

Pembimbing :
dr. Ali Samhur, Sp.OG (........................................)

Dipresentasikan di hadapan :
dr. Ali Samhur, Sp.OG (........................................)

2
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Ny. L
Nomer RM : 363xxx
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Nguter, Sukoharjo
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 75 kg
Tanggal Masuk RS : 20 Desember 2017
Tanggal Keluar RS : 24 Desember 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan hamil sudah lewat tanggal
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang VK IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 20 Desember
2017 jam 10.00 dari poliklinik. Pasien datang dengan G2P1A0 usia
kehamilan 40+5 minggu dengan keluhan hamil sudah lewat tanggal. Pasien
mengatakan belum terasa kenceng-kenceng dan tidak ada cairan yang
keluar dari jalan lahir.
Dari anamnesis didapatkan kehamilan kedua dan tidak pernah
mengalami keguguran. Hari Pertama Terakhir Menstruasi didapatkan pada
tanggal 08 Maret 2017 dan perkiraan lahirnya tanggal 15 Desember 2017.

3
3. Riwayat Kehamilan Sekarang
a. Status Paritas : G2P1A0
b. HPHT : 08 Maret 2017
c. HPL : 15 Desember 2017
d. Usia Kehamilan : 40+5 minggu
e. Riwayat ANC : periksa rutin di bidan dan puskesmas 8 kali

4. Riwayat Kehamilan Sebelumnya


Tabel 1. Riwayat Kehamilan
Berat
Jenis Jenis Persalinan
Keterangan Usia Badan
Kelamin Persalinan dengan
Lahir
Anak I Laki-laki 7 th 3.600gr Normal Bidan
Anak II Sekarang
5. Riwayat Menstruasi
a. Menarche : Usia 12 tahun
b. Lama Menstruasi : 6 hari
c. Siklus Menstruasi : teratur, 1 bulan sekali
d. Keluhan Selama Menstruasi : dismenore (-)
e. Warna : merah segar
f. Bentuk Perdarahan / Haid : cair/ encer
g. Bau Haid : anyir
h. Flour Albus : (-)
6. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Hipertensi : Disangkal
b. Riwayat Hipertensi Selama Kehamilan : Disangkal
c. Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
d. Riwayat Asma : Disangkal
e. Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
f. Riwayat Keguguran : Disangkal

7. Riwayat Penyakit Keluarga


a.
Riwayat Hipertensi : Disangkal
b.
Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
c.
Riwayat Asma : Disangkal
d.
Riwayat Keluarga melahirkan bayi dengan cacat bawaan : Disangkal
e.
Riwayat Keluarga Melahirkan Premature : Disangkal
8. Kebiasaan Sehari-hari Selama Hamil
Nutrisi atau minuman sebelum dan selama hamil
a. Konsumsi suplemen atau vitamin : Diakui (vitamin dari bidan)
b. Minum jamu : Disangkal
c. Merokok : Disangkal
d. Minum alkohol : Disangkal
9. Riwayat Pengobatan Dan Alergi

4
Pasien tidak pernah berobat pengobatan jangka panjang, tidak ada
riwayat alergi makanan, cuaca maupun obat-obatan.
10. Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah 1 kali. Pernikahan pada usia 22 tahun.
11. Riwayat Keluarga Berencana
Pada saat anamnesis pasien mengatakan pernah memakai KB suntik per
3 bulan selama 5 tahun setelah kelahiran anak ke 1.
12. Status Gizi
a. Pola makan sehari : 3 x sehari
b. Berat Badan saat Hamil : 75 kg
c. Tinggi Badan : 158 cm

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis,
GCS E4V5M6
c. Gizi : Kesan gizi baik

2. Vital Sign
a. Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
b. Nadi : 80
kali/menit
c. Respiratory Rate
: 20 kali/menit
d. Suhu :
36,30C
3. Status Lokalis
a. Kepala
1) Bentuk : Normocephal
2) Rambut : Hitam, agak bergelombang
3) Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sclera ikterik (-/-)
4) Hidung : Deformitas (-), masa (-), benjolan (-)
5) Mulut : Stomatitis (-), Sianosis (-)
6) Telinga : Normotia, Tragus pain (-), Mastoid pain (-), Benjolan (-)
b. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), benjolan (-)
c. Thorax
1) Jantung
a) Inspeksi
Iktus Cordis tidak tampak
b) Palpasi

5
Iktus Cordis teraba di SIC V linea mid clavicula sinistra,
Iktus Cordis tidak kuat angkat
c) Perkusi
Batas Jantung dalam batas normal
d) Auskultasi
Bunyi Jantung I & II reguler, bising jantung (-)
2) Pulmo
a) Inspeksi
Simetris kanan dan kiri, tanda trauma (-) ketinggalan gerak (-),
retraksi dinding dada (-), sikatrik (-)

b) Palpasi
Fremitus kanan sama dengan kiri
c) Perkusi
sonor pada seluruh lapang paru
d) Auskultasi
suara dasar vesikuler (+) normal, Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
d. Abdomen
1) Inspeksi
Perut membesar, striae gravidarum (+), linea nigra (+), sikatrik (-)
2) Auskultasi
Peristaltik (+) normal, DJJ (+) 140 kali/menit
3) Palpasi
Nyeri tekan (-), Presentasi kepala, TFU : 34 cm, HIS : (-), Gerakan
janin (+)
4) Perkusi
Timpani
5) Pemeriksaan Leopold
Leopold 1 : Teraba lunak (bokong), TFU :34 cm
Leopold 2 : Bagian punggung janin terletak di sebelah kiri
Leopold 3 : Teraba keras (presentasi kepala)
Leopold 4 : Bagian terbawah janin masuk PAP

6
e. Genitalia
1) Eksterna
a) Mons Pubis : Rambut pubis (+)
b) Klitoris : Sikatrik (-), benjolan (-)
c) Labia Mayor : Luka (-), sikatrik (-) benjolan (-)
d) Labia Minor : Luka (-), sikatrik (-) benjolan (-)
e) Orifisium uretra eksternum : Edem (-), peradangan (-)
f) Orifisium vagina eksternum: Edem (-), peradangan (-)
g) Perineum : Luka (-), sobekan (-) benjolan (-)
2) Interna
a) Vagina : Tidak teraba masa
b) Ostium uteri internum : nyeri (-), masa (-)
c) Porsio : Licin, keras, belum ada pembukaan
3) Vaginal Touche (VT)
Tabel 2. Bishop Score = 0
KETERANGAN HASIL
Pembukaan Serviks Menutup
Pendataran Serviks 0-30%
Bidang Hodge Hodge 1
Konsistensi Serviks Keras
Posisi Serviks Posterior
Bagian Terbawah Janin Presentasi kepala

f. Ekstremitas
1) Akral Hangat

+ +
+ +

2) Edem

- -
- -

7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG
Tunggal, intra uterine, puki, DJJ (+), presentasi kepala, placenta di
korpus grade III, AFI 5,2, TBJ 3.360gr, kesan kalsifikasi plasenta,
oligohidroamnion.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 20 Desember 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Leukosit 10.5 x 10^3/uL 3.6 – 11.0
Eritrosit 4.29 x 10^6/uL 3.80 – 5.20
Hemoglobin 11.8 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 36.5 % 35 – 47
Index Eritrosit
MCV 85.1 fL 80 – 100
MCH 27.5 pg 26 – 34
MCHC 32.3 g/dL 32 – 37
Trombosit 274 x 10^3/dL 150 – 450
RDW-CV 15.5% (H) 11.5 – 14.5
PDW 10.8 fL
MPV 9.9 fL
P-LCR 24.3%
PCT 0.27%
DIFF COUNT
NRBC 0.00 % 0–1
Neutrofil 72.5 % 53 – 75
Limfosit 17.7 % (L) 25 – 40
Monosit 8.40 % (H) 2–8
Eosinofil 1.00 % (L) 2.00 – 4.00
Basofil 0.40 % 0–1
IG 2.00 %
Golongan darah A
Kimia Klinik
GDS 92 mg/dL 70 – 120
Koagulasi
PT – APTT
Kontrol (PT) 10,30 detik
Pasien (PT) 8.80 detik (L) 9.40 – 11.30
INR 0.85
APTT
Kontrol (APTT) 36.80 detik 25.00 – 35.00
Pasien (APTT) 31.90 detik 25.00 – 35.00
Sero Imunologi
Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif
HbSAg Non Reaktif Non Reaktif

8
E. DIAGNOSIS
Kalsifikasi plasenta dan oligohidroamnion pada G2P1A0 Hamil aterm 40+5
minggu

F. PLANNING
Lapor dr. Sp.OG :

- Observasi HIS
- Observasi DJJ
- Observasi tanda persalinan
- Infus RL 20 tpm
- Cek darah lengkap

9
G. FOLLOW UP
Tabel 4. Follow Up Pasien Ny. L
TANGGAL
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING
/ JAM

KU : baik

Vital Sign
TD : 120/80 mmHg
HR : 80 x/mnt Kalsifikasi
Pasien G2P1A0 datang Observasi HIS
RR : 20 x/mnt placenta dan Observasi DJJ
ke VK IGD dari
T : 36,3 oC Observasi tanda
poliklinik dengan suspek lilitan tali
20 persalinan
keluhan lewat tanggal
Desember Pemeriksaan Obstetri pusat pada G2P1A0 Infus RL 20 tpm
2017 USG di VK : Cek darah lengkap
Jam 11.20 Tunggal, intra uterine, puki, DJJ (+) Hamil 40+5
HPHT : 08-03-2017 Sedia darah
135x/menit, laki-laki, presentasi kepala, Minggu Pro SCTP
HPL : 15-12-2017
placenta di korpus grade III, TBI
UK : 40+5 minggu
3.100gr, suspek lilitan tali pusat (+)
kesan kalsifikasi plasenta.

11
Pasien mengeluhkan Kalsifikasi
Pemeriksaan Obstetri
kenceng-kenceng placenta dan
DJJ : 144 x/mnt Infus RL 20 tpm
jarang
20 HIS : 1 x 10’ 10-15’’ suspek lilitan tali Observasi HIS
Desember VT : menutup Observasi DJJ
2017 pusat pada G2P1A0 Observasi tanda
Jam 23.00 Hasil Lab Hamil 40+5 persalinan
Leukosit : 10.5 x 10^3/uL
Hemoglobin : 11.8 g/dL Minggu

21 Pasien mengeluhkan Vital Sign Kala 1 fase laten, Infus RL 20 tpm


Desember kenceng-kenceng TD : 110/70 mmHg Observasi HIS
Kalsifikasi
2017 semakin kuat HR : 80 x/mnt Observasi DJJ
Jam 04.00 RR : 20 x/mnt placenta dan Observasi tanda
T : 36,5 oC persalinan
suspek lilitan tali
Puasa rencana SCTP
Pemeriksaan Obstetri pusat pada G2P1A0
DJJ : 144 x/mnt
Hamil 40+6

12
HIS : 1 x 10’ 20-30’’
VT : pembukaan 1-2cm, agak lunak,
licin, kulit ketuban (+) rembes (-) Minggu

Motivasi pasien untuk


Vital Sign
memilih SCTP atau
TD : 120/80 mmHg
menunggu progesivitas
HR : 80 x/mnt Kala I fase aktif
persalinan normal.
RR : 22 x/mnt Kalsifikasi
21 Pasien memilih
Pasien mengatakan T : 36,4 oC placenta dan
Desember mencoba persalinan
kencang-kencang Pemeriksaan Obstetri suspek lilitan tali
2017 normal.
semakin sering DJJ : 140x/mnt pusat pada G2P1A0
Jam 07.00 Pasien tetap di
HIS : 2 x 10’ 20-30’’ Hamil 40+6
puasakan
VT : pembukaan 5-6cm, lunak, licin, Minggu
Observasi
pendataran servik, kulit ketuban (+)
HIS, DJJ, tanda
persalinan
21 Pasien mengatakan Vital Sign Partus tak maju, Tidak ada progesivitas
Desember kencang-kencang TD : 130/80 mmHg kalsifikasi bermakna,
2017 semakin sering HR : 84 x/mnt placenta dan Rencana akselerasi
Jam 10.00 RR : 22 x/mnt suspek lilitan tali persalinan :
T : 36,5 oC pusat pada G2P1A0 pasien menolak
Pemeriksaan Obstetri Hamil 40+6 akselerasi persalinan,
DJJ : 144x/mnt Minggu memilih untuk
HIS : 2 x 10’ 30-45’’ dilakukan prosedur
VT : pembukaan 5-6cm, lunak, licin, SCTP
pendataran servik, kulit ketuban (+)

13
LAPORAN SC Tanggal SC : 21 Desember 2017
Jam : 11.00 mulai SC
Operator : dr. Gede, Sp. OG
Ahli Anestesi : dr. Cendra, Sp. An
Indikasi Operasi: Partus Tak Maju
menolak akselerasi persalinan,
kalsifikasi palsenta, suspek lilitan tali
pusat
Jenis Tindakan : SC
Jenis Anestesi : RA
Desinfeksi Kulit : Povidone Iodine 10%
21
Desember
- SBR insisi lapis demi lapis
2017
- Air ketuban cukup
Jam 11.00
- Lilitan tali pusat 1x longgar
- Bayi lahir BB = 3300 gr APGAR
SCORE ; 7/8/9
Bayi lahir laki-laki dengan menangis
spontan dan HR 132 x/m.
- SBR jahit
- Kulit Jahit
- Disinfeksi
- Operasi selesai.

1.

21 Pasien datang dari KU : Baik Post SC 2 Jam Obs KU dan VS

14
ruang operasi dengan HR : 86 x/m Obs PPV dan UC
post sc, pasien TD : 110/70 Puasa
mengatakan masih RR : 20 x/m Memberikan terapi
merasa lemas PPV : Rubra (+) lanjut
Desember a/i Partus tak
UC : keras (+) Infuse RL 30 tpm
2017 maju, kalsifikasi
DC : Terpasang (+) Inj Cefotaxime 1g/12j
Jam 13.30 placenta dan
Inj Ketorolac 30
lilitan tali pusat
mg/12j
Inj As. Tranexamat
500mg/8j

pasien mengatakan KU : Baik Infuse RL 30 tpm


nyeri pada bekas HR : 88 x/m Inj Cefotaxime 1g/12j
Post SC 8 Jam
21 operasi. TD : 110/70 Inj Ketorolac 30
a/i Partus tak
Desember RR : 20 x/m mg/12j
maju, kalsifikasi
2017 PPV : Rubra (+) Inj As. Tranexamat
placenta dan
Jam 19.30 UC : keras (+) 500mg/8j
lilitan tali pusat
DC : Terpasang (+) 500 cc

22 pasien mengatakan KU : Baik Post SC Hari -1 Cek Lab Darah


Desember nyeri pada bekas Peristaltik (+) 10-12x/menit a/i partus tak lengkap post SC
2017 operasi Flatus (+) pukul 05.00 WIB maju, kalsifikasi Diet TKTP
Jam 06.00 HR : 80 x/m plasenta, lilitan Latihan Mobilisasi
TD : 100/70 ASI (+) Sedikit tali pusat miring kanan kiri
RR : 20 x/m Infuse RL 20 tpm
PPV : Rubra (+) Inj Cefotaxime 1g/12j
UC : keras (+) Inj Ketorolac 30
DC : Terpasang (+) 500 cc/10jam mg/12j

15
Inj As. Tranexamat
500mg/8j

KU : Baik Peristaltik (+) Lepas DC


HR : 80 x/m Flatus (+) Infuse RL 20 tpm
TD : 110/80 ASI (+) Sedikit Inj Cefotaxime diganti
RR : 20 x/m Post SC Hari -2 Ceftriaxone 1g/12j
23
pasien mengatakan PPV : Rubra (+) a/i partus tak Asam mefenamat
Desember
keadaan baik dan tidak UC : keras (+) maju, kalsifikasi 3x500mg
2017
ada keluhan DC : terpasang (+) 700cc/12jam plasenta, lilitan Diet TKTP
Jam 06.00
Hasil Lab tali pusat Latihan Mobilisasi
Leukosit : 19.1 x 10^3/uL (H) duduk dan jalan
Hemoglobin : 10,3 g/dL (L)

24 pasien mengatakan KU : Baik Peristaltik (+) Post SC Hari -3 Medikasi luka operasi
Desember tidak ada keluhan HR : 80 x/m Flatus (+) a/i partus tak Cek lab darah lengkap
2017 TD : 110/70 ASI (+) Sedikit maju, kalsifikasi ulang
Jam 06.00 RR : 20 x/m plasenta, lilitan BLPL jika AL dibawah
PPV : Rubra (+) tali pusat 15 x 10^3/uL
UC : keras (+) Obat pulang :
DC : Terpasang (-) Cefadroxil tab 2x1
BAK : (+) Asam mefenamat tab
Hasil Lab 2x1
Leukosit : 11.3 x 10^3/uL (H) Promavit tab 1x1
Hemoglobin : 10,1 g/dL (L)
Status lokalis:
Luka operasi kering (+), nyeri (+),

16
medikasi (+)

17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PARTUS TAK MAJU


1. Definisi1,2,9
Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat
yang tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan servik, turunnya
kepala dan putar paksi selama 2 jam terakhir.
Partus tak maju adalah His yang tidak normal dalam kekuatan atau
sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim
terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan
mengalami hambatan atau kematian.
Partus tak maju adalah persalinan yang ditandai tidak adanya
pembukaan servik dalam 2 jam dan tidak adanya penurunan janin dalam 1
jam.
Partus tak maju adalah persalinan yang tidak berlangsung secara
efektif pada persalinan spontan/ dengan induksi dimana kemajuan dilatasi
servik dan atau desensus janin tidak terjadi atau berlangsung tidak normal.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa partus
tak maju adalah suatu persalinan dengan penyulit yang terjadi pada
pembukaan lebih dari 4 cm atau pada fase aktif kala I dimana servik tidak
mengalami kemajuan dalam pembukaan dan tidak adanya penurunan
kepala selama 2 jam terakhir dengan his yang adekuat.
2. Etiologi9
a. Kelainan letak janin
dan presentasi
1) Letak sungsang (letak bokong)
2) Letak lintang (transverse lie)
3) Letak miring (Oblique lie)
b. Kelainan presentasi
meliputi:

18
1) Presentasi dahi
2) Presentasi bahu
3) Presentasi muka
c. Kelainan jalan lahir
1) Distosia karena kelainan panggul
2) Distosia karena kelainan jalan lahir lunak
d. Kelainan his dan
meneran
1) Inersia uteri
2) His yang terlalu kuat
3) Kekuatan uterus yang tidak terkoordinasi
4) Kelainan Meneran
e. Pimpinan partus yang
salah
f. Janin besar/ ada
kelainan congenital
g. Respon psikologis ibu
terhadap persalinan
h. Primitua primer atau
sekunder
i. Grande multi
j. Ketuban pecah dini
3. Diagnosis2,3
Sebelum didiagnosis partus tak maju selama kala 1 maka kriteria berikut
harus terpenuhi:
a. Dilatasi servik sudah lebih dari 4 cm
b. His adekuat selama 2 jam tanpa diikuti dengan perubahan pada servik
c. Bagian terbawah tidak terdapat kemajuan/penurunan
d. Pada pembukaan belum lengkap bisa terdapat odema servik, air
ketuban keruh bercampur mekonium, servik dapat mengalami
kolpoporeksis.

19
4. Manifestasi klinik1,3
a. Gelisah
b. Suhu badan meningkat
c. Berkeringat
d. Nadi meningkat
e. Letih
f. Pernafasan cepat
g. Odema vulva
h. Odema servik
i. Cairan ketuban berbau dan terdapat mekonium.
5. Tanda partus tak maju1,2,3
Pada kasus persalinan tak maju akan ditemukan tanda-tanda kelelahan
fisik dan mental yang dapat diobservasi dengan:
a. Dehidrasi dan ketoasidosis (ketonuria, nadi cepat, mulut kering)
b. Demam
c. Nyeri abdomen yang intensif
d. Frekuensi nyeri terkadang meningkat dan tidak terkoordinasi
e. Syok (nadi cepat, anuria, ekstremitas dingin, kulit pucat, tekanan darah
rendah)
6. Penanganan2,3
a. Jika ada tanda-tanda
persalinan macet atau DJJ>180 atau <90 pada fase apapun, segera
lakukan seksio sesarea.
b. Jika ketuban utuh,
pecahkan ketuban dengan pengait amnion
c. Jika pembukaan
serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi,
akselerasi persalinan dengan oksitosin.
d. Jika pembukaan
serviks lengkap dan tidak ada kemajuan dalam fase pengeluaran,
periksa kemungkinan adanya obstruksi

20
e. Jika tidak ada
tanda obstruksi, akselerasi persalinan dengan menggunakan
oksitosin

Pada kasus ini, pasien mengalami partus tak maju. Pasien


didapatkan his yang adekuat, selama 6 jam tidak ada kemajuan
pembukaan, pasien hanya berhenti pada pembukaan 5-6 cm. Hal
tersebut dapat juga dipengaruhi oleh jarak persalinan sebelumnya yang
lama yaitu kurang lebih 7 tahun yang lalu. Pada pasien ini idealnya
sesuai dengan teori pada pasien tersebut dilakukan akselerasi persalinan
terlebih dahulu, karena pasien tidak ditemukan obstruksi jalan lahir dan
tidak ada tanda gawat janin tetapi pasien menolak akselerasi persalinan
dan memilih untuk dilakukan sectio caesaria.

B. KALSIFIKASI PLASENTA
Kalsifikasi plasenta merupakan tanda menuanya
plasenta, yang biasanya mulai terlihat pada kehamilan
trimester III. Kalsifikasi secara USG akan terlihat sebagai
bintik putih. Semakin tua kehamilan, maka jumlahnya
semakin banyak. Tetapi bisa juga terjadi kalsifikasi yang dini,
yang akan menurunkan jumlah nutrisi dan oksigen pada
bayi.2
Garam kalsium dapat mengendap di seluruh plasenta, tetapi paling
sering ditemukan pada permukaan ibu di cakram basal. Kalsifikasi dikaitkan
dengan nuliparitas, status sosio-ekonomi yang lebih tinggi dan kadar kalsium
serum ibu yang tinggi. Kalsifikasi dapat dilihat dengan sonografi, namun
kriteria untuk menilai derajatnya belum ditemukan berguna untuk
memprediksi prognosis neonatus2. Pada hasil USG tampak gambaran
ekogenik (padat) yang tidak disertai bayangan akustik pada plasenta, berasal
dari deposit kalsium pada plasenta. Gambaran kalsifikasi pada plasenta tidak

21
mempunyai arti patologis tampak juga gambaran partikel-partikel kasar
didalam cairan amnion yang berasal dari verniks kaseosa.2
Kalsifikasi plasenta sendiri secara USG dikategorikan
menjadi 4 grade. Grade : 0 = tidak ditemukan kalsifikasi ; 1 =
terlihat sedikit gambaran kalsifiaksi ; 2 = ditemukan dengan
mudah kalsifikasi setengah lingkaran dan grade 3 = banyak
ditemukan kalsifikasi berbetuk lingkaran.

Pada pasien di diagnosis kalsifikasi plasenta melalui pemeriksaan


USG. Pada USG didapatkan plasenta terletak di corpus dengan
kalsifikasi grade 3 yaitu ditemukan gambaran ekogenik dengan
kalsifikasi yang berbentuk lingkaran. Kalsifikasi tersebut menandakan
bahwa usia kehamilan sudah tua. Pada pasien ini kalsifikasi plasenta
sesuai dengan usia kehamilan menurut hari pertama mestruasi terakhir
yaitu usia kehamilan 40+5 minggu.

C. SECTIO CEASARIA
1. Definisi
Bedah sesar merupakan proses pengeluaran janin melalui insisi
dinding abdomen dan dinding rahim. Bedah sesar dilakukan apabila ibu
tidak dapat melahirkan secara pervaginam yang dapat disebabkan oleh
adanya kelainan seperti placenta previa, presentasi atau letak abnormal
pada janin, serta indikasi-indikasi yang lain. Persalinan dengan bedah sesar
juga dilakukan ketika terdapat risiko yang dapat membahayakan nyawa
ibu ataupun janin.4
2. Epidemologi
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
jumlah persalinan dengan bedah sesar di Indonesia telah mengalami
peningkatan sejak tahun 1991 hingga 2007 sebesar 1,3%-6,8%.2
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2012, tingkat persalinan dengan bedah
sesar dari 33 propinsi di Indonesia sebesar 15,3%. Dengan indikasi 3-4%
pada kehamilan tunggal pada umur cukup bulan >37 minggu, presentasi
bokong merupakan malpresentasi yang paling sering dijumpai Sebelum

22
umur kehamilan 28 minggu, kejadian presentasi bokong berkisar 25-30%,
dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi kepala setelah umur
kehamilan 34 minggu. Penyebab terjadinya presentasi bokong tidak
diketahui, tetapi terdapat beberapa factor risiko selain prematuritas yaitu
abnormalitas struktual uterus, polihidramnion, plasenta previa,
multiparitas, mioma uteri, kehamilan multipel, anomaly janin
(anensefalidanhidrosefalus) dan riwayat presentasi bokong sebelumnya.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi ibu bersalin
dengan sectio caesarea mayoritas terjadi pada kelompok umur 20-35 tahun
yang merupakan kelompok umur reproduksi yang optimal bagi ibu untuk
hamil dan melahirkan. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa kelompok usia >35 tahun dan < 20 tahun merupakan usia terbanyak
dilakukannya sectio sesarea, kemungkinan penyebabnya timbulnya faktor
resiko
komplikasi pada persalinan yang dapat menyebabkan kematian atau kesaki
tan terhadap ibu, komplikasi yang mungkin timbul saat kehamilan juga
dapat mempengaruhi jalannya persalinan sehingga sectio caesarea
dianggap sebagai cara terbaik untuk melahirkan janin. Komplikasi tersebut
antara lain hidramnion, gemmeli, kelainan letak pada janin, ketuban pecah
dini serta plasenta previa, solutio plasenta, toksemia gravidarum, diabetes
millitus, dan kehamilan serotinus.4
3. Indikasi sectio caesarea
Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dalam persalinan,
yaitu power (kekuatan pada ibu), passage (jalan lahir), passanger (janin),
psikologis pada ibu dan penolong persalinan. Apabila pada salah satu
faktor terdapat gangguan, dapat mengakibatkan keberhasilan dalam
persalinan tidak dapat tercapai bahkan dapat menimbulkan komplikasi
yang dapat membahayakan ibu dan janin jika keadaan tersebut berlanjut.4
Indikasi seksio sesarea dilakukan apabila diambil langkah keputusan
penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya serius
bagi ibu, janin, bahkan keduanya, atau bila tidak dimungkinkan dilakukan

23
persalinan pervaginam secara aman. Adapun indikasi dilakukannya seksio
sesarea dibedakan menjadi 3, yaitu:4
a. Indikasi Ibu
1) Jika panggual sempit, sehingga besar anak tidak proporsional
dengan indikasi panggul ibu (disporsi).
2) Pada kasus gawat janin akibat terinfeksi misalnya, kasus
ketuban pecahdini (KPD) sehingga bayi terendam cairan
ketuban yang busuk atau bayi ikut memikul demam tinggi.
Pada kasus ibu mengalami preeklamsia / eklamsia, sehingga
janin terpengaruh akibat komplikasi ibu.
3) Pada kasus plasenta terletak dibawah yang menutupi ostium
uteri internum (plasenta previa), biasanya plasenta melekat di
bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus plasenta
previa menutupi ostium uteri internum.
4) Pada kasus kelainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan
letaknya melintang dan terlambat diperiksa selama kehamilan
belum tua.
5) Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkoordinasi, hal
ini menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong
bayi keluar dari rahim (incordinate uterine-action).
6) Jika ibu menderita pre eklamsia, yaitu jika selama kehamilan
muncul gejala darah tinggi, ada protein dalam air seni,
penglihatan kabur dan juga melihat bayangan ganda.
Pada eklamsia ada gejala kejang-kejang sampai tak sadarkan
diri.
7) Jika ibu mempunyai riwayat persalinan sebelumnya adalah
seksio sesar maka persalinan berikutnya umumnya harus
seksio sesar karena takut terja dirobekan rahim. Namun
sekarang,teknik seksio sesar dilakukan dengan sayatan
dibagian bawah rahim sehingga potongan pada otot rahim
tidak membujur lagi. Dengan demikian bahaya rahim robek
akan lebih kecil dibandingkan dengan teknik seksio dulu yang
sayatan dibagian tengah rahim dengan potongan yang bukan
melintang1.

24
b. Indikasi Janin
1) Kelainan letak
2) Letak Lintang
3) Letak Sungsang
4) Letak Defleksi
5) Gawat janin
6) Gemelli
c. Indikasi Waktu
1) Partus lama, yaitu persalinan yang berlangsung sampai 18 jam
atau lebih.
2) Partus tidak maju, yaitu tidak ada kemajuan dalam jalannya
persalinan kala 1 baik dalam pembukaan serviks, penurunan
kepala dan putaran paksi.

Pada pasien tersebut dilakukan SCTP karena pasien


mengalami partus tak maju dan menolak untuk akselerasi persalinan.
Dari gambaran USG juga dicurigai adanya lilitan tali pusat pada
janin yang mungkin juga berperan mempengaruhi partus tak maju
tersebut. Pada awalnya pasien dirawat tanpa tanda inpartu dan di
telah rencanakan untuk SCTP karena terdapat lilitan pada janin dan
kalsifikasi plasenta yang didiagnosis melalui USG.

D. OLIGOHIDROAMNION
1. Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal yaitu kurang dari 500 mL. Oligohidramnion didiagnosis bila pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan AFI (Amnion Fluid Index) 5 cm
atau kurang. Sedangkan menurut Norwitz (2001) mendefinisikan
oligohidramnion bila pada pemeriksaan ultrasonografi diketahui total
volume cairan amnion <300 mL, hilangnya kantong vertikel tunggal yang
berukuran 2 cm, atau AFI <5cm pada kehamilan aterm atau <5th persentil
sesuai usia kehamilan.7,8
2. Etiologi
Beberapa keadaan yang berhubungan dengan oligohidramnion,
antaranya:7

25
a. Pada janin : kelainan kromosom, hambatan pertumbuhan,
kematian, kehamilan postterm
b. Pada placenta : solusio plasenta
c. Pada ibu : hipertensi, preeklamsi, diabetes dalam kehamilan
d. Pengaruh obat : NSAIDs, ACE inhibitor

3. Patofisiologi9
Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat
dikaitkan dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana,
Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang
berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan
oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi
baru lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada.
Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap
dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah
yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit,
maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan
terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-
paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang
utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan
ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal
yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.
Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air
kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas
dari sindroma Potter.
4. Manifestasi klinis7,10
a. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
b. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
c. Sering berakhir dengan partus prematurus.

26
d. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar
lebih jelas.
e. Persalinan lebih lama dari biasanya.
f. Sewaktu his akan sakit sekali.
g. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar
5. Diagnosis dan Pemeriksaan Oligohidramnion 7,8,9
Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu
sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para dokter akan mengukur
ketinggian cairan dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya.
Metode ini dikenal dengan nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika
ketinggian amniotic fluid (cairan ketuban) yang di ukur kurang dari 5 cm,
calon ibu tersebut didiagnosa mengalami oligohydramnion.
6. Penatalaksanaan10
Tidak benar bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak
bisa lahir normal sehingga mesti dioperasi sesar. Bagaimanapun,
melahirkan dengan cara operasi sesar merupakan pilihan terakhir pada
kasus kekurangan air ketuban. Meskipun ketuban pecah sebelum
waktunya, tetap harus diusahakan persalinan pervaginam dengan cara
induksi yang baik dan benar.
Studi baru-baru ini menyarankan bahwa para wanita dengan
kehamilan normal tetapi mengalami oligohydramnion dimasa-masa
terakhir kehamilannya kemungkinan tidak perlu menjalani treatment
khusus, dan bayi mereka cenderung lahir denga sehat. Akan tetapi wanita
tersebut harus mengalami pemantauan terus-menerus. Dokter mungkin
akan merekomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap
minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan
ketuban terus berkurang. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban
tersebut terus berlangsung, dokter mungkin akan merekomendasikan
persalinan lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah
komplikasi selama persalinan dan kelahiran. Sekitar 40-50% kasus

27
oligohydramnion berlangsung hingga persalinan tanpa treatment sama
sekali. Selain pemeriksaan USG, dokter mungkin akan
merekomendasikan tes terhadap kondisi janin, seperti tes rekam kontraksi
untuk mengganti kondisi stress tidaknya janin, dengan cara merekam
denyut jantung janin. Dalam kasus demikian, dokter cenderung untuk
merekomendasikan persalinan lebih awal untuk mencegah timbulnya
masalah lebih serius. Janin yang tidak berkembang sempurna dalam
rahim ibu yang mengalami oligohydramnion beresiko tinggi untuk
mengalami komplikasi selama persalinan, seperti asphyxia (kekurangan
oksigen), baik sebelum atau sesudah kelahiran. Ibu dengan kondisi janin
seperti ini akan dimonitor ketat bahkan kadang-kadang harus tinggal di
rumah sakit.

Pada pasien didapatkan diagnosis masuk oligohidroamnion dari


pemeriksaan USG didapatkan angka AFI 5,2. Hal tersebut kurang
sesuai dengan kriteria oligohidroamnion yaitu AFI < 5. Dari anamnesis
pasien juga mengatakan tidak terdapat cairan yang keluar dari jalan
lahir. Secara klinis pasien tidak didapatkan klinis yang bermakna
untuk oligohidroamnion. Kemungkinan keadaan yang mempengaruhi
berkurangnya cairan amnion tersebut adalah usia kehamilan. Pada
usia aterm oligohidroamnion tidak terdapat treatment khusus. Tetapi
perlu dilakukan pengawasan terhadap janin karena beresiko terjadi
asfiksia dan direkomendasikan untuk persalinan lebih awal. Pada
laporan operasi juga didapatkan air ketuban cukup. Oligohidroamnion
bukan merupakan indikasi untuk dilakukan persalinan perabdominal.
Tetapi pasien dilakukan sectio caesarea karena menolak akselerasi
pada partus tak maju.
E. Lilitan Tali Pusat
1. Definisi
Tali pusat atau Umbilical cord adalah saluran kehidupan bagi
janin selama dalam kandungan, dikatakan saluran kehidupan karena

28
saluran inilah yang selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat – zat gizi dan
oksigen janin. Tetapi begitu bayi lahir, saluran ini sudah tak diperlukan
lagi sehingga harus dipotong dan diikat atau dijepit.10
2. Etiologi3,11
Pada usia kehamilan sebelum 8 bulan umumnya kehamilan janin
belum memasuki bagian atas panggul. Pada saat itu ukuran bayi relative
kecil dan jumlah air ketuban berlebihan (polihidramnion) kemungkinan
bayi terlilit tali pusat.
Tali pusat yang panjang menyebabkan bayi terlilit. Panjang tali
pusat bayi rata-rata 50 – 60 cm, namun tiap bayi mempunyai tali pusat
bebeda-beda. Dikatakan panjang jika melebihi 100 cm dan dikatakan
pendek jika kurang dari 30 cm.
Puntiran tali pusat secara berulang-ulang kesatu arah. Biasanya
terjadi pada trimester pertama dan kedua. Ini mengakibatkan arus darah
dari ibu ke janin melalui tali pusat terhambat total. Karena dalam usia
kehamilan umumnya bayi bergerak bebas. Lilitan tali pusat pada bayi
terlalu erat sampai dua atau tiga lilitan, hal tersebut menyebabkan
kompresi tali pusat sehingga janin mengalami hipoksia / kekurangan
oksigen.
3. Diagnosis
Beberapa hal yang menandai bayi terlilit tali pusat, yaitu: Pada
bayi dengan usia kehamilan lebih dari 34 minggu, namun bagian
terendah janin (kepala atau bokong) belum memasuki pintu atas
panggul perlu dicurigai adanya lilitan tali pusat.12
Pada janin letak sungsang atau lintang yang menetap meskipun
telah dilakukan usaha untuk memutar janin (Versi luar/knee chest
position) perlu dicurigai pula adanya lilitan tali pusat. Dalam kehamilan
dengan pemeriksaan USG khususnya color doppler dan USG 3 dimensi
dapat dipastikan adanya lilitan tali pusat.9,11

29
Dalam proses persalinan pada bayi dengan lilitan tali pusat yang
erat, umumnya dapat dijumpai dengan tanda penurunan detak jantung
janin di bawah normal, terutama pada saat kontraksi rahim.
4. Penatalaksanaan3,12
Melakukan pemeriksaan teratur dengan bantuan USG untuk
melihat apakah ada gambaran tali pusat disekitar leher. Namun tidak
dapat dipastikan sepenuhnya bahwa tali pusat tersebut melilit leher
janin atau tidak. Apalagi untuk menilai erat atau tidaknya lilitan. Namun
dengan USG berwarna (Coller Doppen) atau USG tiga dimensi, dan
dapat lebih memastikan tali pusat tersebut melilit atau tidak dileher,
atau sekitar tubuh yang lain pada janin, serta menilai erat tidaknya
lilitan tersebut.
5. Komplikasi11,12
Pada kehamilan dapat terjadi berbagai komplikasi dari tali pusat.
Gangguan sirkulasi tali pusat dicurigai menyebabkan 20% kematian
janin, dimana gangguan mekanis dari tali pusat dapat berupa lilitan tali
pusat dan prolaps tali pusat atau mungkin timbul dari anatomi tali pusat
yang abnormal seperti tali pusat yang tersimpul (true knot), koil
abnormal (hypocoiling dan hypercoiling), panjang tali pusat dan insersi
tali pusat yang abnormal.
Gangguan aliran tali pusat 50 % secara signifikan menyebabkan
asfiksia pada janin, yang menimbulkan efek terhadap organ dan
metabolisme janin baik akut maupun kronis, sehingga pada akhirnya
akan mempengaruhi luaran bayi lahir yang dapat mempengaruhi berat
badan bayi lahir.

Pada pasien didapatkan lilitan tali pusat dibuktikan saat persalinan


SCTP. Didapatkan 1 kali lilitan tali pusat, lilitan tidak ketat. Sebelumnya
pasien didiagnosis suspek lilitan tali pusat terlihat dari USG. Salah satu
faktor resiko terjadinya lilitan adalah adanya polihidroamnion tetapi
pada pasien ini didiagnosis dengan oligohidroamnion. Kemungkinan

30
lilitan terjadi pada trimester II dimana janin masih kecil sehingga dapat
bergerak bebas. Lilitan tersebut juga merupakan faktor resiko yang
berhubungan dengan partus tak maju pada pasien. Sebelumnya pasien
dicoba untuk persalinan normal karena pada saat his tidak didapatkan
denyut jantung janin yang upnormal dalam artian lilitan kemungkinan
longgar. Pada pasien ini tidak ditemukan komplikasi yang bermakna
pada janin yang diakibatkan oleh lilitan tali pusat. Bayi yang dilahirkan
tidak mengalami asfiksia dan didapatkan berat lahir janin 3300 gram.
Sehingga dapat disimpulkan lilitan juga tidak mengganggu sirkulasi
aliran talipusat ibu ke janin.

31
BAB III
KESIMPULAN

Pasien dengan sectio ceasaria pada partus tak maju dengan kalsifikasi
plasenta, lilitan tali pusat, hamil 40+5 minggu. Diagnosis ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Partus tak maju didapatkan dari pembukaan servik yang lama dari
pemeriksaan tidak ada kemajuan pembukaan dari 5-6 cm selama 6 jam, tidak ada
penurunan kepala dan putaran paksi selama 2 jam terakhir.
Sectio ceasaria dilakukan karena pasien menolak untuk dilakukan
akselerasi persalinan pada partus tak maju..
Kalsifikasi plasenta didapatkan dari pemeriksaan USG dengan
ditemukannya gambaran ecogenik kalsifikasi grade III.
Lilitan tali pusat juga didiagnosis melalui USG dan dibuktikan saat
dilakukan sectio ceasaria didapatkan 1 lilitan dileher tidak ketat.
Oligohidroamnion pada pasien ini didapatkan pemeriksaan AFI= 5.2
dengan USG, walaupun sebenarnya kriteria oligohidroamnion apabila AFI kurang
dari 5. Pada saat operasi sectio caesaria di dapatkan air ketuban cukup sehingga
diagnosis oligohidroamnion dapat disingkirkan.

32
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar R, 2012. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi ke-2. EGC: Jakarta
2. Neilson, et al.2003. Obstructed Labour. British Medical Bulletin Vol 67
P.191-204
3. Oxorn, Harry dan William R. Forte. (2010). Ilmu Kebidanan, Patologi dan
Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Esentia Medika.
4. Cunningham F. G, Leveno K. J, Bloom S. L, Aut J. C, Gilstrap III L. C,
Wenstrom K. D. 2013. Obstetri Williams edisi 23.
5. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi I, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
6. Wiknjosastro Haanifa, Ilmu Kebidanan, YBP-SP, Jakarta, 2005.
7. Hill Lyndon. Oligohydramnios: Sonographic assesment and clinical
implications. Available at
hhtp://www.patien.co.UK/doctor/oligohydramnios.html
8. Gramellini D, Fieni S, Verrotti C et al. Ultrasound evaluation of Amniotic
fluid volume : methods and clinical accuracy. Acta Bio Medica Ateneo
Parmense 2004;75(1): 40-4.
9. Gilbert WM. Amniotic fluid disorder. In: Gabbe obstetric normal and
problem pregnancies, 5th ed, Mosby Elsevier, 2007; 837-42
10. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka.
Hal 155-156,267-269,277
11. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, dkk. Kelainan Plasenta, Tali
Pusat, Gangguan Janin dan Distasia. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi. Jakarta : ECG. 2005. 37-8,155-7.
12. Manuaba LB.G, Manuaba C, Manuaba F. Kelainan pada Amniotomi, Tali
Pusat, dan Plasenta.Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : ECG. 2007 : 506-
8.

33

Anda mungkin juga menyukai