Pembimbing :
dr. Ali Samhur, Sp.OG
Disusun Oleh:
Intan Mega Pratidiana, S.Ked
J 510 165 054
Disusun Oleh:
Intan Mega Pratidiana, S.Ked
J 510 165 054
Mengetahui :
Pembimbing :
dr. Ali Samhur, Sp.OG (........................................)
Dipresentasikan di hadapan :
dr. Ali Samhur, Sp.OG (........................................)
2
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny. L
Nomer RM : 363xxx
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Nguter, Sukoharjo
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 75 kg
Tanggal Masuk RS : 20 Desember 2017
Tanggal Keluar RS : 24 Desember 2017
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan hamil sudah lewat tanggal
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang VK IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 20 Desember
2017 jam 10.00 dari poliklinik. Pasien datang dengan G2P1A0 usia
kehamilan 40+5 minggu dengan keluhan hamil sudah lewat tanggal. Pasien
mengatakan belum terasa kenceng-kenceng dan tidak ada cairan yang
keluar dari jalan lahir.
Dari anamnesis didapatkan kehamilan kedua dan tidak pernah
mengalami keguguran. Hari Pertama Terakhir Menstruasi didapatkan pada
tanggal 08 Maret 2017 dan perkiraan lahirnya tanggal 15 Desember 2017.
3
3. Riwayat Kehamilan Sekarang
a. Status Paritas : G2P1A0
b. HPHT : 08 Maret 2017
c. HPL : 15 Desember 2017
d. Usia Kehamilan : 40+5 minggu
e. Riwayat ANC : periksa rutin di bidan dan puskesmas 8 kali
4
Pasien tidak pernah berobat pengobatan jangka panjang, tidak ada
riwayat alergi makanan, cuaca maupun obat-obatan.
10. Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah 1 kali. Pernikahan pada usia 22 tahun.
11. Riwayat Keluarga Berencana
Pada saat anamnesis pasien mengatakan pernah memakai KB suntik per
3 bulan selama 5 tahun setelah kelahiran anak ke 1.
12. Status Gizi
a. Pola makan sehari : 3 x sehari
b. Berat Badan saat Hamil : 75 kg
c. Tinggi Badan : 158 cm
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis,
GCS E4V5M6
c. Gizi : Kesan gizi baik
2. Vital Sign
a. Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
b. Nadi : 80
kali/menit
c. Respiratory Rate
: 20 kali/menit
d. Suhu :
36,30C
3. Status Lokalis
a. Kepala
1) Bentuk : Normocephal
2) Rambut : Hitam, agak bergelombang
3) Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sclera ikterik (-/-)
4) Hidung : Deformitas (-), masa (-), benjolan (-)
5) Mulut : Stomatitis (-), Sianosis (-)
6) Telinga : Normotia, Tragus pain (-), Mastoid pain (-), Benjolan (-)
b. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), benjolan (-)
c. Thorax
1) Jantung
a) Inspeksi
Iktus Cordis tidak tampak
b) Palpasi
5
Iktus Cordis teraba di SIC V linea mid clavicula sinistra,
Iktus Cordis tidak kuat angkat
c) Perkusi
Batas Jantung dalam batas normal
d) Auskultasi
Bunyi Jantung I & II reguler, bising jantung (-)
2) Pulmo
a) Inspeksi
Simetris kanan dan kiri, tanda trauma (-) ketinggalan gerak (-),
retraksi dinding dada (-), sikatrik (-)
b) Palpasi
Fremitus kanan sama dengan kiri
c) Perkusi
sonor pada seluruh lapang paru
d) Auskultasi
suara dasar vesikuler (+) normal, Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
d. Abdomen
1) Inspeksi
Perut membesar, striae gravidarum (+), linea nigra (+), sikatrik (-)
2) Auskultasi
Peristaltik (+) normal, DJJ (+) 140 kali/menit
3) Palpasi
Nyeri tekan (-), Presentasi kepala, TFU : 34 cm, HIS : (-), Gerakan
janin (+)
4) Perkusi
Timpani
5) Pemeriksaan Leopold
Leopold 1 : Teraba lunak (bokong), TFU :34 cm
Leopold 2 : Bagian punggung janin terletak di sebelah kiri
Leopold 3 : Teraba keras (presentasi kepala)
Leopold 4 : Bagian terbawah janin masuk PAP
6
e. Genitalia
1) Eksterna
a) Mons Pubis : Rambut pubis (+)
b) Klitoris : Sikatrik (-), benjolan (-)
c) Labia Mayor : Luka (-), sikatrik (-) benjolan (-)
d) Labia Minor : Luka (-), sikatrik (-) benjolan (-)
e) Orifisium uretra eksternum : Edem (-), peradangan (-)
f) Orifisium vagina eksternum: Edem (-), peradangan (-)
g) Perineum : Luka (-), sobekan (-) benjolan (-)
2) Interna
a) Vagina : Tidak teraba masa
b) Ostium uteri internum : nyeri (-), masa (-)
c) Porsio : Licin, keras, belum ada pembukaan
3) Vaginal Touche (VT)
Tabel 2. Bishop Score = 0
KETERANGAN HASIL
Pembukaan Serviks Menutup
Pendataran Serviks 0-30%
Bidang Hodge Hodge 1
Konsistensi Serviks Keras
Posisi Serviks Posterior
Bagian Terbawah Janin Presentasi kepala
f. Ekstremitas
1) Akral Hangat
+ +
+ +
2) Edem
- -
- -
7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG
Tunggal, intra uterine, puki, DJJ (+), presentasi kepala, placenta di
korpus grade III, AFI 5,2, TBJ 3.360gr, kesan kalsifikasi plasenta,
oligohidroamnion.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 20 Desember 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Leukosit 10.5 x 10^3/uL 3.6 – 11.0
Eritrosit 4.29 x 10^6/uL 3.80 – 5.20
Hemoglobin 11.8 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 36.5 % 35 – 47
Index Eritrosit
MCV 85.1 fL 80 – 100
MCH 27.5 pg 26 – 34
MCHC 32.3 g/dL 32 – 37
Trombosit 274 x 10^3/dL 150 – 450
RDW-CV 15.5% (H) 11.5 – 14.5
PDW 10.8 fL
MPV 9.9 fL
P-LCR 24.3%
PCT 0.27%
DIFF COUNT
NRBC 0.00 % 0–1
Neutrofil 72.5 % 53 – 75
Limfosit 17.7 % (L) 25 – 40
Monosit 8.40 % (H) 2–8
Eosinofil 1.00 % (L) 2.00 – 4.00
Basofil 0.40 % 0–1
IG 2.00 %
Golongan darah A
Kimia Klinik
GDS 92 mg/dL 70 – 120
Koagulasi
PT – APTT
Kontrol (PT) 10,30 detik
Pasien (PT) 8.80 detik (L) 9.40 – 11.30
INR 0.85
APTT
Kontrol (APTT) 36.80 detik 25.00 – 35.00
Pasien (APTT) 31.90 detik 25.00 – 35.00
Sero Imunologi
Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif
HbSAg Non Reaktif Non Reaktif
8
E. DIAGNOSIS
Kalsifikasi plasenta dan oligohidroamnion pada G2P1A0 Hamil aterm 40+5
minggu
F. PLANNING
Lapor dr. Sp.OG :
- Observasi HIS
- Observasi DJJ
- Observasi tanda persalinan
- Infus RL 20 tpm
- Cek darah lengkap
9
G. FOLLOW UP
Tabel 4. Follow Up Pasien Ny. L
TANGGAL
SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESMENT PLANNING
/ JAM
KU : baik
Vital Sign
TD : 120/80 mmHg
HR : 80 x/mnt Kalsifikasi
Pasien G2P1A0 datang Observasi HIS
RR : 20 x/mnt placenta dan Observasi DJJ
ke VK IGD dari
T : 36,3 oC Observasi tanda
poliklinik dengan suspek lilitan tali
20 persalinan
keluhan lewat tanggal
Desember Pemeriksaan Obstetri pusat pada G2P1A0 Infus RL 20 tpm
2017 USG di VK : Cek darah lengkap
Jam 11.20 Tunggal, intra uterine, puki, DJJ (+) Hamil 40+5
HPHT : 08-03-2017 Sedia darah
135x/menit, laki-laki, presentasi kepala, Minggu Pro SCTP
HPL : 15-12-2017
placenta di korpus grade III, TBI
UK : 40+5 minggu
3.100gr, suspek lilitan tali pusat (+)
kesan kalsifikasi plasenta.
11
Pasien mengeluhkan Kalsifikasi
Pemeriksaan Obstetri
kenceng-kenceng placenta dan
DJJ : 144 x/mnt Infus RL 20 tpm
jarang
20 HIS : 1 x 10’ 10-15’’ suspek lilitan tali Observasi HIS
Desember VT : menutup Observasi DJJ
2017 pusat pada G2P1A0 Observasi tanda
Jam 23.00 Hasil Lab Hamil 40+5 persalinan
Leukosit : 10.5 x 10^3/uL
Hemoglobin : 11.8 g/dL Minggu
12
HIS : 1 x 10’ 20-30’’
VT : pembukaan 1-2cm, agak lunak,
licin, kulit ketuban (+) rembes (-) Minggu
13
LAPORAN SC Tanggal SC : 21 Desember 2017
Jam : 11.00 mulai SC
Operator : dr. Gede, Sp. OG
Ahli Anestesi : dr. Cendra, Sp. An
Indikasi Operasi: Partus Tak Maju
menolak akselerasi persalinan,
kalsifikasi palsenta, suspek lilitan tali
pusat
Jenis Tindakan : SC
Jenis Anestesi : RA
Desinfeksi Kulit : Povidone Iodine 10%
21
Desember
- SBR insisi lapis demi lapis
2017
- Air ketuban cukup
Jam 11.00
- Lilitan tali pusat 1x longgar
- Bayi lahir BB = 3300 gr APGAR
SCORE ; 7/8/9
Bayi lahir laki-laki dengan menangis
spontan dan HR 132 x/m.
- SBR jahit
- Kulit Jahit
- Disinfeksi
- Operasi selesai.
1.
14
ruang operasi dengan HR : 86 x/m Obs PPV dan UC
post sc, pasien TD : 110/70 Puasa
mengatakan masih RR : 20 x/m Memberikan terapi
merasa lemas PPV : Rubra (+) lanjut
Desember a/i Partus tak
UC : keras (+) Infuse RL 30 tpm
2017 maju, kalsifikasi
DC : Terpasang (+) Inj Cefotaxime 1g/12j
Jam 13.30 placenta dan
Inj Ketorolac 30
lilitan tali pusat
mg/12j
Inj As. Tranexamat
500mg/8j
15
Inj As. Tranexamat
500mg/8j
24 pasien mengatakan KU : Baik Peristaltik (+) Post SC Hari -3 Medikasi luka operasi
Desember tidak ada keluhan HR : 80 x/m Flatus (+) a/i partus tak Cek lab darah lengkap
2017 TD : 110/70 ASI (+) Sedikit maju, kalsifikasi ulang
Jam 06.00 RR : 20 x/m plasenta, lilitan BLPL jika AL dibawah
PPV : Rubra (+) tali pusat 15 x 10^3/uL
UC : keras (+) Obat pulang :
DC : Terpasang (-) Cefadroxil tab 2x1
BAK : (+) Asam mefenamat tab
Hasil Lab 2x1
Leukosit : 11.3 x 10^3/uL (H) Promavit tab 1x1
Hemoglobin : 10,1 g/dL (L)
Status lokalis:
Luka operasi kering (+), nyeri (+),
16
medikasi (+)
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
18
1) Presentasi dahi
2) Presentasi bahu
3) Presentasi muka
c. Kelainan jalan lahir
1) Distosia karena kelainan panggul
2) Distosia karena kelainan jalan lahir lunak
d. Kelainan his dan
meneran
1) Inersia uteri
2) His yang terlalu kuat
3) Kekuatan uterus yang tidak terkoordinasi
4) Kelainan Meneran
e. Pimpinan partus yang
salah
f. Janin besar/ ada
kelainan congenital
g. Respon psikologis ibu
terhadap persalinan
h. Primitua primer atau
sekunder
i. Grande multi
j. Ketuban pecah dini
3. Diagnosis2,3
Sebelum didiagnosis partus tak maju selama kala 1 maka kriteria berikut
harus terpenuhi:
a. Dilatasi servik sudah lebih dari 4 cm
b. His adekuat selama 2 jam tanpa diikuti dengan perubahan pada servik
c. Bagian terbawah tidak terdapat kemajuan/penurunan
d. Pada pembukaan belum lengkap bisa terdapat odema servik, air
ketuban keruh bercampur mekonium, servik dapat mengalami
kolpoporeksis.
19
4. Manifestasi klinik1,3
a. Gelisah
b. Suhu badan meningkat
c. Berkeringat
d. Nadi meningkat
e. Letih
f. Pernafasan cepat
g. Odema vulva
h. Odema servik
i. Cairan ketuban berbau dan terdapat mekonium.
5. Tanda partus tak maju1,2,3
Pada kasus persalinan tak maju akan ditemukan tanda-tanda kelelahan
fisik dan mental yang dapat diobservasi dengan:
a. Dehidrasi dan ketoasidosis (ketonuria, nadi cepat, mulut kering)
b. Demam
c. Nyeri abdomen yang intensif
d. Frekuensi nyeri terkadang meningkat dan tidak terkoordinasi
e. Syok (nadi cepat, anuria, ekstremitas dingin, kulit pucat, tekanan darah
rendah)
6. Penanganan2,3
a. Jika ada tanda-tanda
persalinan macet atau DJJ>180 atau <90 pada fase apapun, segera
lakukan seksio sesarea.
b. Jika ketuban utuh,
pecahkan ketuban dengan pengait amnion
c. Jika pembukaan
serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi,
akselerasi persalinan dengan oksitosin.
d. Jika pembukaan
serviks lengkap dan tidak ada kemajuan dalam fase pengeluaran,
periksa kemungkinan adanya obstruksi
20
e. Jika tidak ada
tanda obstruksi, akselerasi persalinan dengan menggunakan
oksitosin
B. KALSIFIKASI PLASENTA
Kalsifikasi plasenta merupakan tanda menuanya
plasenta, yang biasanya mulai terlihat pada kehamilan
trimester III. Kalsifikasi secara USG akan terlihat sebagai
bintik putih. Semakin tua kehamilan, maka jumlahnya
semakin banyak. Tetapi bisa juga terjadi kalsifikasi yang dini,
yang akan menurunkan jumlah nutrisi dan oksigen pada
bayi.2
Garam kalsium dapat mengendap di seluruh plasenta, tetapi paling
sering ditemukan pada permukaan ibu di cakram basal. Kalsifikasi dikaitkan
dengan nuliparitas, status sosio-ekonomi yang lebih tinggi dan kadar kalsium
serum ibu yang tinggi. Kalsifikasi dapat dilihat dengan sonografi, namun
kriteria untuk menilai derajatnya belum ditemukan berguna untuk
memprediksi prognosis neonatus2. Pada hasil USG tampak gambaran
ekogenik (padat) yang tidak disertai bayangan akustik pada plasenta, berasal
dari deposit kalsium pada plasenta. Gambaran kalsifikasi pada plasenta tidak
21
mempunyai arti patologis tampak juga gambaran partikel-partikel kasar
didalam cairan amnion yang berasal dari verniks kaseosa.2
Kalsifikasi plasenta sendiri secara USG dikategorikan
menjadi 4 grade. Grade : 0 = tidak ditemukan kalsifikasi ; 1 =
terlihat sedikit gambaran kalsifiaksi ; 2 = ditemukan dengan
mudah kalsifikasi setengah lingkaran dan grade 3 = banyak
ditemukan kalsifikasi berbetuk lingkaran.
C. SECTIO CEASARIA
1. Definisi
Bedah sesar merupakan proses pengeluaran janin melalui insisi
dinding abdomen dan dinding rahim. Bedah sesar dilakukan apabila ibu
tidak dapat melahirkan secara pervaginam yang dapat disebabkan oleh
adanya kelainan seperti placenta previa, presentasi atau letak abnormal
pada janin, serta indikasi-indikasi yang lain. Persalinan dengan bedah sesar
juga dilakukan ketika terdapat risiko yang dapat membahayakan nyawa
ibu ataupun janin.4
2. Epidemologi
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
jumlah persalinan dengan bedah sesar di Indonesia telah mengalami
peningkatan sejak tahun 1991 hingga 2007 sebesar 1,3%-6,8%.2
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2012, tingkat persalinan dengan bedah
sesar dari 33 propinsi di Indonesia sebesar 15,3%. Dengan indikasi 3-4%
pada kehamilan tunggal pada umur cukup bulan >37 minggu, presentasi
bokong merupakan malpresentasi yang paling sering dijumpai Sebelum
22
umur kehamilan 28 minggu, kejadian presentasi bokong berkisar 25-30%,
dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi kepala setelah umur
kehamilan 34 minggu. Penyebab terjadinya presentasi bokong tidak
diketahui, tetapi terdapat beberapa factor risiko selain prematuritas yaitu
abnormalitas struktual uterus, polihidramnion, plasenta previa,
multiparitas, mioma uteri, kehamilan multipel, anomaly janin
(anensefalidanhidrosefalus) dan riwayat presentasi bokong sebelumnya.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa proporsi ibu bersalin
dengan sectio caesarea mayoritas terjadi pada kelompok umur 20-35 tahun
yang merupakan kelompok umur reproduksi yang optimal bagi ibu untuk
hamil dan melahirkan. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa kelompok usia >35 tahun dan < 20 tahun merupakan usia terbanyak
dilakukannya sectio sesarea, kemungkinan penyebabnya timbulnya faktor
resiko
komplikasi pada persalinan yang dapat menyebabkan kematian atau kesaki
tan terhadap ibu, komplikasi yang mungkin timbul saat kehamilan juga
dapat mempengaruhi jalannya persalinan sehingga sectio caesarea
dianggap sebagai cara terbaik untuk melahirkan janin. Komplikasi tersebut
antara lain hidramnion, gemmeli, kelainan letak pada janin, ketuban pecah
dini serta plasenta previa, solutio plasenta, toksemia gravidarum, diabetes
millitus, dan kehamilan serotinus.4
3. Indikasi sectio caesarea
Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dalam persalinan,
yaitu power (kekuatan pada ibu), passage (jalan lahir), passanger (janin),
psikologis pada ibu dan penolong persalinan. Apabila pada salah satu
faktor terdapat gangguan, dapat mengakibatkan keberhasilan dalam
persalinan tidak dapat tercapai bahkan dapat menimbulkan komplikasi
yang dapat membahayakan ibu dan janin jika keadaan tersebut berlanjut.4
Indikasi seksio sesarea dilakukan apabila diambil langkah keputusan
penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya serius
bagi ibu, janin, bahkan keduanya, atau bila tidak dimungkinkan dilakukan
23
persalinan pervaginam secara aman. Adapun indikasi dilakukannya seksio
sesarea dibedakan menjadi 3, yaitu:4
a. Indikasi Ibu
1) Jika panggual sempit, sehingga besar anak tidak proporsional
dengan indikasi panggul ibu (disporsi).
2) Pada kasus gawat janin akibat terinfeksi misalnya, kasus
ketuban pecahdini (KPD) sehingga bayi terendam cairan
ketuban yang busuk atau bayi ikut memikul demam tinggi.
Pada kasus ibu mengalami preeklamsia / eklamsia, sehingga
janin terpengaruh akibat komplikasi ibu.
3) Pada kasus plasenta terletak dibawah yang menutupi ostium
uteri internum (plasenta previa), biasanya plasenta melekat di
bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus plasenta
previa menutupi ostium uteri internum.
4) Pada kasus kelainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan
letaknya melintang dan terlambat diperiksa selama kehamilan
belum tua.
5) Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkoordinasi, hal
ini menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong
bayi keluar dari rahim (incordinate uterine-action).
6) Jika ibu menderita pre eklamsia, yaitu jika selama kehamilan
muncul gejala darah tinggi, ada protein dalam air seni,
penglihatan kabur dan juga melihat bayangan ganda.
Pada eklamsia ada gejala kejang-kejang sampai tak sadarkan
diri.
7) Jika ibu mempunyai riwayat persalinan sebelumnya adalah
seksio sesar maka persalinan berikutnya umumnya harus
seksio sesar karena takut terja dirobekan rahim. Namun
sekarang,teknik seksio sesar dilakukan dengan sayatan
dibagian bawah rahim sehingga potongan pada otot rahim
tidak membujur lagi. Dengan demikian bahaya rahim robek
akan lebih kecil dibandingkan dengan teknik seksio dulu yang
sayatan dibagian tengah rahim dengan potongan yang bukan
melintang1.
24
b. Indikasi Janin
1) Kelainan letak
2) Letak Lintang
3) Letak Sungsang
4) Letak Defleksi
5) Gawat janin
6) Gemelli
c. Indikasi Waktu
1) Partus lama, yaitu persalinan yang berlangsung sampai 18 jam
atau lebih.
2) Partus tidak maju, yaitu tidak ada kemajuan dalam jalannya
persalinan kala 1 baik dalam pembukaan serviks, penurunan
kepala dan putaran paksi.
D. OLIGOHIDROAMNION
1. Definisi
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal yaitu kurang dari 500 mL. Oligohidramnion didiagnosis bila pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan AFI (Amnion Fluid Index) 5 cm
atau kurang. Sedangkan menurut Norwitz (2001) mendefinisikan
oligohidramnion bila pada pemeriksaan ultrasonografi diketahui total
volume cairan amnion <300 mL, hilangnya kantong vertikel tunggal yang
berukuran 2 cm, atau AFI <5cm pada kehamilan aterm atau <5th persentil
sesuai usia kehamilan.7,8
2. Etiologi
Beberapa keadaan yang berhubungan dengan oligohidramnion,
antaranya:7
25
a. Pada janin : kelainan kromosom, hambatan pertumbuhan,
kematian, kehamilan postterm
b. Pada placenta : solusio plasenta
c. Pada ibu : hipertensi, preeklamsi, diabetes dalam kehamilan
d. Pengaruh obat : NSAIDs, ACE inhibitor
3. Patofisiologi9
Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat
dikaitkan dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana,
Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang
berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan
oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi
baru lahir, dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada.
Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap
dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah
yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit,
maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan
terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-
paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang
utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan pembentukan
ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit lain pada ginjal
yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.
Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air
kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas
dari sindroma Potter.
4. Manifestasi klinis7,10
a. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
b. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
c. Sering berakhir dengan partus prematurus.
26
d. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar
lebih jelas.
e. Persalinan lebih lama dari biasanya.
f. Sewaktu his akan sakit sekali.
g. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar
5. Diagnosis dan Pemeriksaan Oligohidramnion 7,8,9
Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu
sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para dokter akan mengukur
ketinggian cairan dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya.
Metode ini dikenal dengan nama Amniotic Fluid Index (AFI). Jika
ketinggian amniotic fluid (cairan ketuban) yang di ukur kurang dari 5 cm,
calon ibu tersebut didiagnosa mengalami oligohydramnion.
6. Penatalaksanaan10
Tidak benar bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak
bisa lahir normal sehingga mesti dioperasi sesar. Bagaimanapun,
melahirkan dengan cara operasi sesar merupakan pilihan terakhir pada
kasus kekurangan air ketuban. Meskipun ketuban pecah sebelum
waktunya, tetap harus diusahakan persalinan pervaginam dengan cara
induksi yang baik dan benar.
Studi baru-baru ini menyarankan bahwa para wanita dengan
kehamilan normal tetapi mengalami oligohydramnion dimasa-masa
terakhir kehamilannya kemungkinan tidak perlu menjalani treatment
khusus, dan bayi mereka cenderung lahir denga sehat. Akan tetapi wanita
tersebut harus mengalami pemantauan terus-menerus. Dokter mungkin
akan merekomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap
minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan
ketuban terus berkurang. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban
tersebut terus berlangsung, dokter mungkin akan merekomendasikan
persalinan lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah
komplikasi selama persalinan dan kelahiran. Sekitar 40-50% kasus
27
oligohydramnion berlangsung hingga persalinan tanpa treatment sama
sekali. Selain pemeriksaan USG, dokter mungkin akan
merekomendasikan tes terhadap kondisi janin, seperti tes rekam kontraksi
untuk mengganti kondisi stress tidaknya janin, dengan cara merekam
denyut jantung janin. Dalam kasus demikian, dokter cenderung untuk
merekomendasikan persalinan lebih awal untuk mencegah timbulnya
masalah lebih serius. Janin yang tidak berkembang sempurna dalam
rahim ibu yang mengalami oligohydramnion beresiko tinggi untuk
mengalami komplikasi selama persalinan, seperti asphyxia (kekurangan
oksigen), baik sebelum atau sesudah kelahiran. Ibu dengan kondisi janin
seperti ini akan dimonitor ketat bahkan kadang-kadang harus tinggal di
rumah sakit.
28
saluran inilah yang selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat – zat gizi dan
oksigen janin. Tetapi begitu bayi lahir, saluran ini sudah tak diperlukan
lagi sehingga harus dipotong dan diikat atau dijepit.10
2. Etiologi3,11
Pada usia kehamilan sebelum 8 bulan umumnya kehamilan janin
belum memasuki bagian atas panggul. Pada saat itu ukuran bayi relative
kecil dan jumlah air ketuban berlebihan (polihidramnion) kemungkinan
bayi terlilit tali pusat.
Tali pusat yang panjang menyebabkan bayi terlilit. Panjang tali
pusat bayi rata-rata 50 – 60 cm, namun tiap bayi mempunyai tali pusat
bebeda-beda. Dikatakan panjang jika melebihi 100 cm dan dikatakan
pendek jika kurang dari 30 cm.
Puntiran tali pusat secara berulang-ulang kesatu arah. Biasanya
terjadi pada trimester pertama dan kedua. Ini mengakibatkan arus darah
dari ibu ke janin melalui tali pusat terhambat total. Karena dalam usia
kehamilan umumnya bayi bergerak bebas. Lilitan tali pusat pada bayi
terlalu erat sampai dua atau tiga lilitan, hal tersebut menyebabkan
kompresi tali pusat sehingga janin mengalami hipoksia / kekurangan
oksigen.
3. Diagnosis
Beberapa hal yang menandai bayi terlilit tali pusat, yaitu: Pada
bayi dengan usia kehamilan lebih dari 34 minggu, namun bagian
terendah janin (kepala atau bokong) belum memasuki pintu atas
panggul perlu dicurigai adanya lilitan tali pusat.12
Pada janin letak sungsang atau lintang yang menetap meskipun
telah dilakukan usaha untuk memutar janin (Versi luar/knee chest
position) perlu dicurigai pula adanya lilitan tali pusat. Dalam kehamilan
dengan pemeriksaan USG khususnya color doppler dan USG 3 dimensi
dapat dipastikan adanya lilitan tali pusat.9,11
29
Dalam proses persalinan pada bayi dengan lilitan tali pusat yang
erat, umumnya dapat dijumpai dengan tanda penurunan detak jantung
janin di bawah normal, terutama pada saat kontraksi rahim.
4. Penatalaksanaan3,12
Melakukan pemeriksaan teratur dengan bantuan USG untuk
melihat apakah ada gambaran tali pusat disekitar leher. Namun tidak
dapat dipastikan sepenuhnya bahwa tali pusat tersebut melilit leher
janin atau tidak. Apalagi untuk menilai erat atau tidaknya lilitan. Namun
dengan USG berwarna (Coller Doppen) atau USG tiga dimensi, dan
dapat lebih memastikan tali pusat tersebut melilit atau tidak dileher,
atau sekitar tubuh yang lain pada janin, serta menilai erat tidaknya
lilitan tersebut.
5. Komplikasi11,12
Pada kehamilan dapat terjadi berbagai komplikasi dari tali pusat.
Gangguan sirkulasi tali pusat dicurigai menyebabkan 20% kematian
janin, dimana gangguan mekanis dari tali pusat dapat berupa lilitan tali
pusat dan prolaps tali pusat atau mungkin timbul dari anatomi tali pusat
yang abnormal seperti tali pusat yang tersimpul (true knot), koil
abnormal (hypocoiling dan hypercoiling), panjang tali pusat dan insersi
tali pusat yang abnormal.
Gangguan aliran tali pusat 50 % secara signifikan menyebabkan
asfiksia pada janin, yang menimbulkan efek terhadap organ dan
metabolisme janin baik akut maupun kronis, sehingga pada akhirnya
akan mempengaruhi luaran bayi lahir yang dapat mempengaruhi berat
badan bayi lahir.
30
lilitan terjadi pada trimester II dimana janin masih kecil sehingga dapat
bergerak bebas. Lilitan tersebut juga merupakan faktor resiko yang
berhubungan dengan partus tak maju pada pasien. Sebelumnya pasien
dicoba untuk persalinan normal karena pada saat his tidak didapatkan
denyut jantung janin yang upnormal dalam artian lilitan kemungkinan
longgar. Pada pasien ini tidak ditemukan komplikasi yang bermakna
pada janin yang diakibatkan oleh lilitan tali pusat. Bayi yang dilahirkan
tidak mengalami asfiksia dan didapatkan berat lahir janin 3300 gram.
Sehingga dapat disimpulkan lilitan juga tidak mengganggu sirkulasi
aliran talipusat ibu ke janin.
31
BAB III
KESIMPULAN
Pasien dengan sectio ceasaria pada partus tak maju dengan kalsifikasi
plasenta, lilitan tali pusat, hamil 40+5 minggu. Diagnosis ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Partus tak maju didapatkan dari pembukaan servik yang lama dari
pemeriksaan tidak ada kemajuan pembukaan dari 5-6 cm selama 6 jam, tidak ada
penurunan kepala dan putaran paksi selama 2 jam terakhir.
Sectio ceasaria dilakukan karena pasien menolak untuk dilakukan
akselerasi persalinan pada partus tak maju..
Kalsifikasi plasenta didapatkan dari pemeriksaan USG dengan
ditemukannya gambaran ecogenik kalsifikasi grade III.
Lilitan tali pusat juga didiagnosis melalui USG dan dibuktikan saat
dilakukan sectio ceasaria didapatkan 1 lilitan dileher tidak ketat.
Oligohidroamnion pada pasien ini didapatkan pemeriksaan AFI= 5.2
dengan USG, walaupun sebenarnya kriteria oligohidroamnion apabila AFI kurang
dari 5. Pada saat operasi sectio caesaria di dapatkan air ketuban cukup sehingga
diagnosis oligohidroamnion dapat disingkirkan.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar R, 2012. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi ke-2. EGC: Jakarta
2. Neilson, et al.2003. Obstructed Labour. British Medical Bulletin Vol 67
P.191-204
3. Oxorn, Harry dan William R. Forte. (2010). Ilmu Kebidanan, Patologi dan
Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Esentia Medika.
4. Cunningham F. G, Leveno K. J, Bloom S. L, Aut J. C, Gilstrap III L. C,
Wenstrom K. D. 2013. Obstetri Williams edisi 23.
5. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi I, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
6. Wiknjosastro Haanifa, Ilmu Kebidanan, YBP-SP, Jakarta, 2005.
7. Hill Lyndon. Oligohydramnios: Sonographic assesment and clinical
implications. Available at
hhtp://www.patien.co.UK/doctor/oligohydramnios.html
8. Gramellini D, Fieni S, Verrotti C et al. Ultrasound evaluation of Amniotic
fluid volume : methods and clinical accuracy. Acta Bio Medica Ateneo
Parmense 2004;75(1): 40-4.
9. Gilbert WM. Amniotic fluid disorder. In: Gabbe obstetric normal and
problem pregnancies, 5th ed, Mosby Elsevier, 2007; 837-42
10. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka.
Hal 155-156,267-269,277
11. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, dkk. Kelainan Plasenta, Tali
Pusat, Gangguan Janin dan Distasia. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi. Jakarta : ECG. 2005. 37-8,155-7.
12. Manuaba LB.G, Manuaba C, Manuaba F. Kelainan pada Amniotomi, Tali
Pusat, dan Plasenta.Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : ECG. 2007 : 506-
8.
33