Anda di halaman 1dari 34

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. W
Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Tukang Las
Alamat : Banjarsari Banjardowo
Pendidikan : STM
Masuk RSDK : 27 Maret 2012
Jenis Kelamin : laki - laki
No CM : 6894514
Ruang : C3Lt2

II. Daftar Masalah


N Masalah Aktif Tanggal N Masalah Pasif Tanggal
o o
1 Hemoptoe 27 maret 2012
2 TB Paru gagal pengobatan 27 maret 2012
3 Anemia Normositik 27 maret 2012
Normokromik
4 TB Paru dengan CD4 19 april 2012
rendah

III. Data Dasar


A. Data Subjektif
Anamnesa (Auto dan Alloanamnesa pada tanggal 7 April 2012)
Keluhan utama : batuk darah
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 2 minggu pasien mengeluh batuk darah warna merah segar, cair. dada terasa
penuh seperti terisi air. Pasien mengeluh batuk berdahak kemudian disertai
darah. Pasien sering terbangun tengah malam karena batuk darah. Batuk darah
± sebanyak ½ gelas aqua. Batuk darah juga dirasakan terus – menerus.
Pasien sempat dibawa ke RS Sultan Agung, namun hanya diberi obat Asam
tranexamat, Codipront Cum expectorant namun keluhan tidak juga membaik.
Setiap kali batuk semakin berdarah. Selain itu, pasien juga mengeluh sesak
napas (+), demam ngelemeng (+), mual muntah (-), BAB dan BAK normal,

1
keringat malam hari (+), penurunan berat badan (+) turun 2 kg tiap bulan.
Pasien akhirnya ke RS Ketileng namun penuh hingga akhirnya pasien dirujuk
ke RSDK.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Pasien batuk ± 3 tahun, Berat badan turun, nafsu makan turun, keringat
dingin malam hari (+), dikatakan TB Paru di Puskesmas. Riwayat
pengobatan TB selama 3 tahun dengan meminum INH dan Codipront
cum , terus – menerus, belum juga ada perubahan.
- Riwayat darah tinggi (-)
- Riwayat kencing manis (-)
- Riwayat penyakit kuning (- )
- Riwayat merokok ( +) 5 bungkus perhari. berhenti 3 tahun yang lalu
- Pasien pernah pengobatan TB selama 8 bulan s.d selesai dan diperiksa
ulang BTA masih +

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Paman penderita riwayat TB paru (+)
- Tidak ada anggaota keluarga yang mederita sakit kencing manis
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit tekanan darah tinggi

Riwayat Sosial Ekonomi :


Pasien bekerja sebagai tukang las di bengkel. Istri hanya sebagai ibu rumah
tangga. Pasien memiliki 2 orang anak yang masih kecil, belum mandiri. Pasien
menggunakan jamkesmas.
Kesan : Sosial Ekonomi kurang
B. Data Objektif
Pemeriksaan Fisik (7 April 2012 pukul 10.30 WIB di bangsal C3 lantai 2 RSUP
Dr.Karyadi)
Keadaan umum : tampak lemas, terpasang infus RL 30 tpm
Kesadaran : Kompos mentis, GCS E4 M6 V5 = 15
Tanda vital : TD : 120 / 70
N : 76x / menit

2
RR : 22x / menit
t : 36,7
BB : 40 kg
TB : 161 cm
BMI 15,149 kg / m2
(Underweight)
Kulit : turgor kulit kembali cepat, sianosis (-)
Kepala : mesosefal
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
Hidung : sekret (-), epistaksis (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : bibir pucat (-), pursed lips breathing (-), sianosis (-),
oral thrush (-)
Tenggorakan : T1-1, tonsil dan faring hiperemis (-)
Leher : pembesaran nnll (-/-), JVP R+0, deviasi trakhea (+)
Thorax :

Paru Depan
I : simetris saat statis dan dinamis
Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Aus : SD bronkial di seluruh lapangan paru, ST RBK +/+ pada SIC I dan II

Paru Belakang
I : simetris saat statis dan dinamis
Pa : stem fremitus kanan = kiri
Pe : sonor seluruh lapangan paru
Aus : SD bronkial di seluruh lapangan paru, ST RBK +/+ pada SIC I dan II

RBK

3
Jantung
I : Ictus cordis tak tampak
Pa : Ictus cordis teraba di SIC VI 2 cm medial Linea Midclavicula
sinistra, kuat angkat (-), tidak melebar, pulsasi parasternal (-), pulsasi
epigastrial (-), sternal lift (-), thrill (-)
Pe : Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : SIC V linea parasternalis dextra
Batas kiri : SIC V 2 cm medial linea midclavicula sinistra
Aus : HR 76x/menit, reguler, S1 – II murni, bising (-), gallop (-)

Abdomen
I : datar, venektasi (-)
Aus : bising usus (+) normal
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area troube tympani
Pa : supel, hepar tak teraba, lien tak teraba, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Superior Inferior


Edem -/- -/-
Pucat -/- -/-
Parese -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
Refleks fisiologis +N/+N +N/+N
Refleks patologis -/- -/-
sensibilitas
Taktil +N/+N +N/+N
Nyeri +N/+N +N/+N
Diskriminasi +N/+N +N/+N
Lokasi +N/+N +N/+N

4
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (tanggal 27 Maret 2012)
Hematologi Nilai Normal
Hb 11,90 13 – 16 gr%
Ht 36,8 40 – 54 %
Eritrosit 4,49 4,5 – 6,8 jt/mmk
MCH 26,50 27 – 32 pg
MCV 82,60 76 – 96 fl
MCHC 32,30 29 – 36 g/dl
Lekosit 11,00 4 – 11 rb/mmk
Trombosit 451,0 150 – 400 rb/mmk
RDW 12,90 11,6 – 14 %
MPV 5,80 4 – 11 fl
Plasma Protrombin Time
Waktu Protrombin 15,9 10 – 15 detik
PPT Kontrol 13,6
Partial Tromboplastin
Waktu Tromboplastin 47,9 23,4 – 36 detik
APTT Kontrol 32,3
Hitung Jenis
Eosinofil 0 1-3
Basofil 0 0-2
Batang 0 2-5
Segmen 63% 47-80
Limfosit 28% 20-45
Monosit 9% 2-10
Laju Endap Darah
LED I 98 mm 1-10
LED II 118 mm
Kimia klinik Nilai Normal
Glukosa sewaktu 88 74 – 106 mg/dl
Ureum 30 15 – 39 mg/dl
Creatinin 0,71 0,6 – 1,3 mg/dl
Elektrolit -
Natrium 137 136 – 148 mmol/l
Kalium 3,9 3,5 – 5,1 mmol/l
Chlorida 104 98 – 107 mmol/l
Calsium 2,16 2,12 – 2,52 mmol/l
Magnesium 0,90 0,74 – 0,99 mmol/l
Asam Urat 4,00 2,6 – 7,2 mg/dl
Protein total 8,1 6,4 – 8,2 gr/dl
Albumin 3,5 3,4 – 5 gr/dl
Globulin 4,60 2,3 – 3,5 gr/dl
Bilirubin Total 0,53 0 – 1 mg/dl
Bilirubin Direk 0,21 0 – 0,3 mg/dl
SGOT (AST) 19 15 – 37 U/l
SGPT (ALT) 30 30 – 65 /l
Alkali Fosfatse 67,0 50 – 136 U/l

5
Gamma GT 21 5-85 U/l
LDH 278 120 – 246 U/l

TB ICT Negatif (-)

Pemeriksaan Bakteriologi Kultur dan Sensitivitas Sputum


(Tanggal 28 Maret 2012)
Hasil Kultur : Pseudomonas aerogenosa
Amikasin S
Cefotaxim R
Ceftazidime S
Ciprofloxasin S
Fosfomycin S
Gentamycin S
Pipper + Tazobactam S
Sulbactam Cefoperazone S
Ertapenem R

Pemeriksaan dengan Pengecatan Sputum (Tanggal 28 Maret 2012)


Pengecatan Ziehl Nielsen
Lekosit > 25 / LPK
BTA ( - ) Negatif
Pengecatan Jamur
Yeast Cell ( - ) Negatif

Pemeriksaan Radiologi (Tanggal 27 Maret 2012)

6
Pemeriksaan X Foto Thorax
Cor : Bentuk dan letak jantung normal
Retrokardial space dan retrosternal space tak menyempit
Pulmo : Corakan vaskuler meningkat
Tampak kesuraman disertai gambaran fibrotik pada
lapangan atas sampai tengah paru kanan kiri
Tampak penebalan pleura pada hemithorak kanan- kiri
aspek superior
Tampak lusensi bentuk bulat, multipel (cavitas), dinding
tebal pada lapangan atas paru kiri
Tampak lusensi bentuk bulat, multipel, membentuk
gambaran honey comb pada lapangan paru kanan
Kedua hilus tampak tertarik ke kanial
Hemidiafragma kanan setinggi kosta 11 posterior tampak tenting
Sinus kostofrenicus kanan kiri tumpul
Kesan :
1. Cor tidak membesar
2. Gambaran TB paru aktif disertai bronkiektasis
3. Reaksi pleura kanan dan kiri

Pemeriksaan Hematologi (Tanggal 7 April 2012)


Hitung Jenis Hasil Nilai Normal
Eosinofil 3% 1
Basofil 0 0
Batang 2% 2
Segmen 83% 47
Limfosit 7% 20
Monosit 5% 2
Lain-lain

Laju Endap Darah

7
LED 1 jam 105 mm 1-10
LED 2 jam 119 mm

PEMERIKSAAN BRONCHOSCOPY
Hasil Pengecatan dengan Sampel Bilasan Bronkus (Tanggal 12 April 2012)
Pengecatan Gram
Lekosit < 25 / LPK
Kuman Bentuk Batang Gram (-) (+) / POSITIF
Pengecatan Ziehl Nielsen
BTA (+) / POSITIF
Pengecatan Jamur
Yeast Cell ( - ) / NEGATIF

Pemeriksaan Imunologi (Tanggal 14 April 2012)


CD4 42
DAFTAR ABNORMALITAS
1. Batuk darah
2. Sesak napas
3. Penurunan Berat Badan
4. Keringat malam hari
5. Trombositosis
6. Hemoglobin rendah
7. LDH meningkat
8. LED meningkat
9. PTTK memanjang
10.APTT memanjang
11.Hematokrit rendah

PEMECAHAN MASALAH
1. Hemoptoe
Assesment : TB Paru
IpDx : -
IpRx : Infus RL 30 tpm.

8
IpMx : Keadaan umum, tekanan darah, nadi, frekuensi, pernapasan,
akral dingin
IpEx : Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai
penyakitnya dan menjelaskan pada pasien agar pasien
istirahat di tempat tidur dan tidak melakukan aktivitas
dulu.

2. TB Paru Gagal pengobatan


Assesment : aktivitas kuman, resisten OAT, tes sensitifitas
IpDx : -
IpRx : Diet lunak 1900 kkal
Fixed Dose Combination Kategori II 1 x 3 tab (Rifampisin 150
mg + INH 75 mg+ Pirazinamid 400 mg + Ethambutol 275 mg)
+ Inj. Streptomisin 750 mg
Glyceryl Guaiacolat 3 x 100 mg
Vitamin B6 3 x 1 tab
IpMx : Keadaan umum, gejala klinis, berat badan, batuk darah, sputum 2
minggu lagi
IpEx : Menjelaskan pada pasien dan keluarga pasien mengenai
penyakitnya, agar minum obat secara teratur, serta kontrol
teratur untuk evaluasi respon pengobatan, efek samping
obat TB dan komplikasi penyakit setiap 1 bulan, serta
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi
(daging merah, hati, sayuran hijau).

3. Anemia Normositik Normokromik


Assesment : Perdarahan
Penyakit Kronik
IpDx : Pemeriksaan jumlah retikulosit, hitung darah tepi, melihat
gambaran darah tepi, cek hemoglobin, hematokrit ulang, cek
ulang LED
IpRx : -

9
IpMx : Pemeriksaan jumlah retikulosit, hitung darah tepi, melihat
gambaran darah tepi, Cek hemoglobin, hematokrit ulang
IpEx : Menghabiskan makanan dari rumah sakit.

4. TB Paru dengan CD4 rendah


Assesment : HIV / AIDS ?
IpDx : Rapid Test
IpRx : -
IpMx : -
IpEx : menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
pemeriksaan rapid test dan kemungkinan pasien terkena
HIV

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit TB menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, serta mulai
merambah tidak hanya pada golongan sosial ekonomi rendah saja. Profil kesehatan
Indonesia tahun 2002 menggambarkan persentase penderita TBC terbesar adalah usia 25-
34 tahun (23,67%), diikuti 35-44 tahun (20,46%), 15-24 tahun(18,08%), 45-54 tahun
(23,67%), diikuti 35-44 tahun (20,46%), 15-24 tahun (18,08%), 45-54 tahun (17,48%),
55-64 tahun (12,32%), lebih dari 65 tahun (6,68%) dan yang terendah adalah 0-14 tahun
(1,31%). gambaran di seluruh dunia menunjukkan bahwa morbiditas dan mortalitas
meningkat sesuai bertambahnya umur, dan pada penderita laki-laki lebih banyak daripada
1
pada wanita .

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah


pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif 110 per 100.000 penduduk.

Paru-paru merupakan tempat yang paling banyak dilaporkan kasus tuberculosis


(80% kasus). Pada tahun 2004, 71,2% dari kasus yang dilaporkan hanya mengenai paru-
paru saja dan 8,3% mengenai paru dan daerah luar paru (extrapulmonar). Jenis yang
paling umum adalah limfatik (43,8%), pleura(19%), tulang dan sendi (11,2%), meningeal
(5,8%), peritoneum (5,5%) dan genitourinari (3,8%). Dua bentuk parah dari penyakit ini
adalah meningeal dan miliaria tuberculosis yang lebih sering mengenai anak – anak.
Sekitar 20% dilaporkan terjadi pada bayi barulahir untuk usia 4 tahun.

Transmisi dari Penyakit TB


Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobakterium tuberculosis dan
Mycobakterium bovis(Erlangga). M. tuberculosis ditularkan dari orang ke orang melalui
udara. Infeksi dapat terjadi pada seseorang yang menghirup droplet yang mengandung
kuman M. tuberculosis. Partikel – partikel yang cukup kecil (ukuran 1 sampai 5 µm)
terhirup dan menetap di alveoli paru sehingga menyebabkan host rentan terhadap infeksi. 2

11
Bila penderita batuk, bersin dan berbicara saat berhadapan dengan orang lain,
bakteri tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat. Masa inkubasinya
adalah 3-6 bulan.1
Beberapa faktor yang menyebabkan penularan TB adalah :
1. ditularkan dari pasien dengan BTA positif atau adanya cavitas dari gambaran
radiografi
2. Kerentanan Host
3. Lamanya paparan kontak dengan pasien sebagai sumber penular TB
4. Lingkungan dengan ventilasi yang buruk dapat menjadi faktor risiko tinggi.
Umumnya penularan dapat terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab. 2,3
5. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
6. Daya penularan seseorang pasien ditentukanoleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasilpemeriksaan dahak,
makin menular pasien tersebut.
7. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Risiko penularan
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia
bervariasi antara 1-3%.
3. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif

12
Risiko menjadi sakit TB
1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi
1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB
setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya
tahan tubuh seluler (Cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi
oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi
sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang
terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.3

Klasifikasi Tuberkulosis
A. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura.
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB Paru dibagi atas :
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah :
- Sekurang – kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologis menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif.

13
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis positif.
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu :
a. Kasus Baru
adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus Kambuh (Relaps)
adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA + atau
biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi
aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan
c. Kasus Defaulted atau drop out
adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut – turut atau lebih sebelum masa pengobatan
selesai.
d. Kasus gagal
adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau
akhir pengobatan.
e. Kasus Kronik
adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan berulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan
yang baik.
f. Kasus Bekas TB
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dari
gambaran radiologis paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau
foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT adekuat akan lebih mendukung.

14
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengaobatan OAT 2 bulan serta pada foto thoraks ulang tidak ada
perubahan gambaran radiologis.4
3. Berdasarkan tingkat keparahan penyakit
- TB Paru BTA negatif foto thorax positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambarannya foto thorax memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (misalnya proses “far advanced”) dan keadaan umum pasien buruk.
- TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu :
1. TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2. TB ekstraparu berat, misalnya : meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih dan alat kelamin. 3
B. Tuberkulosis Ekstraparu
- Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal,
saluran kencing dan lain – lain.
- Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari
tempat lesi. Untuk kasus – kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan
spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB
ekstraparu aktif. 4

PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan
Tahap awal (Intensif)
- Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat
- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, basanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu
- Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

15
Tahap Lanjutan
- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu lebih lama
- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.3

PANDUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS


Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi :
TB Paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto thoraks : lesi luas
Panduan Obat yang dianjurkan :
2RHZE / 4RH atau
2 RHZE / 6HE atau
2 RHZE / 4R3H3
Panduan ini dianjurkan untuk :
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi.

TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto thoraks : lesi minimal
Panduan obat yang dianjurkan :
2RHZE / 4RH atau
6RHE atau
2RHZE / 4R3H3

TB Paru kasus kambuh


Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2RHZES / 1RHZE. Fase lanjutan sesuai
dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat
RHE selama 5 bulan.
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru

16
TB Paru kasus putus obat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
kriteria sebagai berikut :
a. Berobat ≥ 4 bulan
- BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT
dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit
paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan panduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lama.
- BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lama
b. Berobat ≤ 4 bulan
- Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan panduan obat yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
- Bila BTA negatif, gambaran foto thoraks positif TB aktif pengobatan diteruskan

TB Paru Kasus Kronik


- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil resistensi, berikan RHZES.
Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal 4
macam obat yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon,
betalaktam, makrolid, dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
- Kasus TB kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru. 4

Karakteristik dari obat-obatan Antituberkulosis 5


Obat Efek samping Tes untuk Interaksi obat Remarks
pemeriksaan
Efek
Samping
Isoniazid Neuropati AST dan Phenytoin Bakteriasid
perifer, ALT, (sinergik), untuk
hepatitis, pemeriksaan disulfiram organisme
kemerahan, neurologi ekstraseluler

17
efek CNS dan
ringan intraseluler.
Pyridoxine, 10
mg oral / hari
sebagai
profilaksis
neuritis; 50-
100 mg oral /
hari untuk
pengobatan
Rifampin Hepatitis, CBC, platelet,Menghambat Bakterisid
demam, AST dan ALT kontrasepsi oral, untuk semua
kemerahan, flu quinidine, populasi dari
like illness, kortikosteroid, organisme.
gangguan GI, warfarin, Warna urin dan
perdarahan, metadone, sekresi tubuh
gagal ginjal digoxin, lain menjadi
hipoglikemiknoral, orange.
asam aminosalisil Discoloring
dapat mengganggu dari lensa
absorbsi ari kontak.
rifampin
Prazinamide Hiperurisemia, Asam urat, Jarang Bakterisid
Hepatotoksis, AST, ALT untuk
kemerahan, organisme
gangguan GI, intraseluler
sakit sendi
Ethambutol Neuritis optik Buta warna Jarang Bakteriostatik
(reversibel), merah hijau pada
kemerahan dan ketajaman organisme intra
visual dan
ekstraseluler.
Terutama
digunakan
untuk
menghambat
perkembangan
mutan yang
resisten.
Gunakan
dengan hati-
hati pada
penyakit ginjal
atau saat
pengujian
optalmologi
yang tidak
layak.
Streptomycin Kerusakan Fungsi Bloking Bakteriasid
N.VIII, vestibular Neuromuskular pada

18
nephrotoksik (audiogram), agents dapat organisme
kreatin potensial dan ekstraseluler.
enyebabkan Gunakan
paralisis lama dengan hati-
hati pada orang
tua atau orang
dengan
penyakit ginjal.

Gambaran Radiologis TB Paru Primer


Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih sering
terkena, terutama di lobus bawah, lobus tengah dan lingula serta segmen anterior lobus
atas. Kelainan foto thorax yang dominan adalah berupa limfadenopati hilus dan
mediastinum. Limfadenopati sering terjadi pada hilus ipsilateral dan dilaporkan terjadi
pada 1/3 kasus. Pada paru bisa dijumpai infiltrat, ground glass opacity, konsolidasi
segmental atau lobar dan ateletaksis, kavitas dilaporkan pada 15% kasus. Ateletaksis
segmental atau lobar paling sering disebabkan oleh endobronkial TB atau limfadenopati
yang menekan bronkus.

Efusi pleura bisa dijumpai pada 25% kasus dan pada umumnya unilateral dan
disertai kelainan pada paru. Gambaran abnormal pada foto thoraks dapat disembuhkan
dengan terapi adekuat, tetapi dapat pula meninggalkan gambaran fibrosis, kalsifikasi serta
nodul residual, serta penebalan pleura.
TB primer progresif, sangat jarang berubah menjadi progresif, dalam kondisi ini
bisa terjadi gambaran konsolidasi serta kavitas yang letaknya di daerah apaeks dan
segmen posterior. Bisa terjadi TB milier dan meningitis TB. Kadang-kadang TB primer
progresif disamakan dengan infeksi TB post primer.

TB Paru Post Primer (Sinonim TB reaktif, TB Sekunder)

TB paru post primer biasanya terjadi akibat dari infeksi laten sebelumnya. Selama
infeksi primer kuman terbawa aliran darah ke daerah apeks dan segmen posterior lobus
atas dan ke segmen superior lobus bawah, untuk selanjutnya terjadi reaktivasi infeksi di
daerah ini karena tekanan oksigen di lobus atas lebih tinggi. Infeksi ini dapat
menimbulkan suatu gejala TB bila daya tahan tubuh host menurun. Mikroorganisme yang

19
laten dapat berubah menjadi aktif dan menimbulkan nekrosis. TB sekunder progresif
menunjukkan gambaran yang sama dengan TB primer progresif.

Gambaran foto thoraks yang dicurigai aktif :


1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikoposterior atas dan superior lobus
bawah
2. Kavitas terutama lebih dari satu dan dikelilingi konsolidasi atau nodul
3. Bercak milier
4. Efusi pleura bilateral

Gambaran radiologis yang dicurigai lesi tidak aktif


1. Fibrosis
2. Kalsifikasi
3. Penebalan pleura

Klasifikasi TB Post primer (TB sekunder)


1. Lesi minimal
Luas lesi yang terlihat tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apek
dan iga 2 depan, lesi soliter dapat berada dimana saja, tidak ditemukan adanya
kavitas.
2. Lesi lanjut sedang
Luas sarang-sarang yang berupa bercak tidak melebihi luas satu paru, bila ada
kavitas ukurannya tidak lebih 4 cm, bila ada konsolidasi tidak lebih dari satu lobus.
3. Lesi sangat lanjut
Luas lesi melebihi lesi minimal dan lesi lanjut sedang, tetapi bila ada kavitas
ukuran lebih dari 4 cm.

Gambaran Radiologis TB Paru Post Primer (TB Reaktif)


TB Paru Fokal
TB Paru fokal bisa menimbulkan gambaran radiologis yang beraneka ragam.
Bercak infiltrat yang bisa retikulogranuler, nodul-nodul yang bisa setempat atau milier,
ground glass opacity, konsolidasi serta kavitas, dan efusi pleura. Gambaran radiologi
yang beraneka ragam ini paling sering timbul secara simultan.

20
Predileksi lesi biasanya di daerah paru segmen apikal dan segmen posterior lobus
atas, serta segmen superior lobus bawah.

Resistensi ganda (Multi Drug Resistensi /MDR)

Resistensi ganda menunjukkan M. tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH


dengan atau tanpa OAT lainnya.
Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi :
1. Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat
pengobatan TB
2. Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah
ada riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak
3. Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat pengobatan
sebelumnya

Beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya resistensi terhadap obat tuberkulosis
adalah :
1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis
2. Penggunaan panduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang kurang atau
di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang
digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan
resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi.
3. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu
lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat
kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya.
4. Fenomena “additional syndrome”, yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu
panduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman
TB telah resisten pada panduan pertama, maka “penambahan”satu macam obat
hanya akan menambah panjang daftar obat yang resisten.
5. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik,
sehingga menggangu bioavailibilats obat.
6. Penyediaan obat yang yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah
kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan – bulan.
7. Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga menimbulkan kejemuan.

21
8. Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB
9. Kasus MDR-TB rujuk ke dokter spesialis

Pengobatan Tuberkulosis Resisten Ganda (MDR)


Klasifikasi OAT untuk MDR
Kriteria utama berdasarkan data biologi dibagi menjadi 3 kelompok OAT:
1. Obat dengan aktivitas bakterisid : aminoglikosid, tionamid dan porazinamid yang
bekerja pada PH asam
2. Obat dengan aktivitas bakterisid rendah : fluorokuinolon
3. Obat dengan aktivitas bakteriostatik, etambutol, cycloserin dan PAS
(Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia)

Hemoptisis
Hemoptisis adalah ekspektorasi darah atau dahak yang mengandung bercak darah yang
berasal dari saluran nafas bagian bawah yaitu di bawah glotis, bukan berasal dari saluran
nafas bagian atas atau saluran cerna.
Menurut Edward dan kawan – kawan serta J.A Wedzicha, hemoptisis masif adalah batuk
disertai darah dengan jumlah darah antara 200 – 600 ml yang berlangsung antara 16-24
jam. Di bagian paru FK UI / RS Persahabatan Jakarta dipakai 3 kriteria sebagai berikut :
1. Bila penderita mengalami batuk darah lebih dari 600 ml / 24 jam dan dalam
pengamatan perdarahan tidak berhenti.
2. Bila penderita batuk darah kurang dari 600 ml / 24 jam dan pada pemeriksaan
kadar hemoglobin kurang dari 10 gr% serta perdarahan masih terus berlangsung
3. Penderita dengan batuk darah kurang dari 600 ml / 24 jam, tetapi lebih dari 250
ml / 24 jam dengan kadar hemoglobin lebih dari 10 gr% dan pada pengamatan
selama 48 jam dengan pengobatan konservatif perdarahan tidak berhenti.

Etiologi
Hemoptisis yang terjadi sumbernya hampir 95% dari arteri bronchialis dan sebagian besar
adalah penyakit infeksi pada jaringan paruterutama tuberkulosis.

No Sumber Perdarahan Penyebab

22
1 Arteri bronkialis (95%) Penyakit Inflamasi Paru
Tuberkulosis, kavitas (70%), akut (30%)
Histoplasmosis
Aspergilosis
Bronkiektasis
Abses Paru
Pneumonia necrotizing
Bronkolitiasis
Pneumoconiosis
Keganasan
Karsinoma Bronkogenik
Tumor endobronchial carcinoid
Metastasis endobronkial
Hemoptisis kriptogenik
2 Sirkulasi paru (< 5%) Flow directed pulmonary artery
catheterization
Infark paru
Emboli paru
Fistula Postreseksi bronkovaskuler
Fistula arteriovenosus paru
Aneurisma Rasmusses
3 Arteri sistemik non Bronkialis Trauma penetrasi
(<1%) Fistula arteri trakheoinnominale
Aneurisma aorta thoracalis
Pseudoaneurisma aorta post-trauma
Aneurisma arteri subclavia

PATOFISIOLOGI

Darah yang terdapat di paru dapat berasal dari kapiler bronkialis, kapiler alveolar,
arteri bronkialis dan arteri pulmonalis. Perdarahan dari kapiler bronkialis sebagian besar
berhubungan dengan infeksi dan inflamasi serta bersama sekresi mukopurulen.
Sedangkan yang berasal dari kapiler alveolar bersifat difus dan kuantitasnya ekstensif.
Arteri bronkialis yang berisi darah di bawah tekanan sistemik yang terlokasi serta

23
berbatasan engan saluran bronkial dan mengalami hipertrofi akibat inflamasi kronik
khususnya pada tuberkulosis dan bronkiektasis. Perdarahan biasanya hemoptisis masif.

Inflamasi pada mukosa trakheobrankial banyak terjadi pada kasus-kasus


hemoptisis, sedangkan erosi mukosa yang ringan menyebabkan batuk dengan dahak yang
mengandung bercak darah terutama bila batuknya keras dan lama. Pada bronkiektasis
sering terjadi batuk darah berulang yang hebat oleh karena adanya nekrosis mukosa
bronkial yang hebat.

Perdarahan pada dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma


Rasmussens yang robek dan pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang
pembuluh darahbronkial serta juga disebabkan adanya ulserasi mukosa. Sedangkan pada
trakeobronkitis akut atau kronik ini akibat yang banyak pembuluh darah superfisial di
mukosa menjadi rapuh, sehingga rudapaksa yang ringan sekalipun sudah cukup untuk
terjadinya batuk darah. Pada dekompensasi jantung kiri akut atau pada mitral stenosis
perdarahan akibat pelebaran vena bronkialis oleh karena kenaikan tekanan intraluminal
pembuluh darah tersebut. Rudapaksa dinding dada maka pada jaringan paru akan terjadi
transudasi ke dalam alveoli yang akan memacu terjadinya batuk darah.

Pada sarkoidosis perdarahan yang terjadi akibat inflamasi endobronkial dan


rudapaksa granuloma. Sedangkan keganasan bronkogenik akibat rudapaksa mukosa dan
robeknya jaringan endobronkial, mengikis arteri bronkial dan pulmonalis, sedangkan
metastasis keganasan pada jaringan paru jarang terjadi batuk darah. Rudapaksa pada
pembuluh darah jaringan paru penting sebagai penyebab batuk darah seperti pada abses
paru, pneumonia necrotizing, aspergiloma, sindrom Goodpasteurs dan granulomatosis
Wageners.

24
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang ke RSDK dengan keluhan batuk darah, warna merah, cair
sejak ± 2 minggu sebelum masuk RS, dirasakan terus – menerus dan dada terasa
penuh seperti terisi air. Pasien mengeluh batuk berdahak kemudian disertai darah.
Pasien sering terbangun tengah malam karena batuk darah. Batuk darah ±
sebanyak ½ gelas aqua. Batuk darah juga dirasakan terus- menerus. Pasien sempat
dibawa ke RS Sultan Agung, namun hanya diberi obat Asam tranexamat,
Codipront Cum expectorant namun keluhan tidak juga membaik. Setiap kali batuk
semakin berdarah. Selain itu, pasien juga mengeluh sesak napas (+), demam (+),
mual muntah (-), BAB dan BAK normal, keringat malam hari (+), penurunan
berat badan (+). Pasien akhirnya ke RS Ketileng namun penuh hingga akhirnya
pasien dirujuk ke RSDK.

Pasien batuk ± 3 tahun, Berat badan turun, nafsu makan turun, keringat dingin
malam hari (+), dikatakan TB Paru di Puskesmas. Riwayat pengobatan TB selama 3
tahun, terus – menurun, namun hingga sekarang belum juga ada perubahan.

Pada pemeriksaan fisik pada tanggal 7 April 2012 pada pukul 10.30 WIB di
bangsal C3 lantai 2 RSUP Dr. Karyadi didapatkan pasien dengan kesadaran penuh.
Tekanan darah 120 / 70 dengan nadi 76 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup,
o
frekuensi nafas 22 kali per menit dengan suhu 36,7 C (aksiler). Pemeriksaan kulit,
kepala, mata, THT, leher, jantung, abdomen, ekstremitas dalam batas normal. Pada
pemeriksaan paru depan maupun belakang baik inspeksi, palpasi, perkusi dalam batas
normal. Pada pemeriksaan auskultasi paru terdengar suara Ronkhi Basah Kasar pada SIC
I – II baik pada paru depan maupun pada paru belakang.

Pada pemeriksaan foto polos thorax pada tanggal 27 Maret 2012 didapatkan kesan
jantung tidak membesar, gambaran TB paru aktif disertai bronkiektasis, reaksi pleura
kanan dan kiri. Pada tanggal 28 Maret 2012 dilakukan pemeriksaan BTA, didapatkan
hasil BTA (-). Pada tanggal 12 April 2012 dilakukan pemeriksaan bronchoscopy untuk

25
mengambil sampel bilasan bronkus dan dilakukan pengecatan. Hasilnya adalah
didapatkan kuman bentuk batang gram (-) dan BTA (+).

Pada pasien ini diberikan pengobatan injeksi asam traneksamat untuk


menghentikan batuk darahnya. Selain itu pasien ini juga diberikan pengobatan TB
kategori II yaitu RHZES selama 2 bulan untuk fase intensif, kemudian dilakukan
evaluasi pemeriksaan sputum. Setelah hasil pemeriksaan sputum selesai, baru
akan ditentukan apakah langsung dilanjutkan dengan pengobatan fase lanjutan
atau sisipan. Selain itu, pasien juga diberikan Glyceryl Guaiacolat untuk batuk
berdahak, vitamin B6, serta diet lunak 1900 kkal.

26
Progress Note

Tanggal Problem dan assesment Subjektif / Objektif Terapi Program


7/04/2012 Problem : S = Batuk darah (-), sesak (+) 1. Infus RL 30 tpm 1. KU/TV/8 jam
1. Hemoptoe 2. Inj Ceftriakson 1 x 2 gr 2. LED I/II
KU : tampak lemas dan terpasang
2. TB Paru 3. Inj asam tranexamat 3. Kultur MGIT
infus RL 30 tpm
3. Anemia Normositik 3x500 mg 4. OAT stop
TD : 120 / 70
Normokromik 4. Paracetamol 3x500 mg
RR : 22x / menit
Assesment : N : 76x / menit 5. Glyceryl Guaiacolat 3
I. Kegawatan perdarahan akut, t : 36,70C (axiller) x 100 mg
syok hipovolemik, aspirasi 6. Diet lunak 1900 kkal
Mata : konjungtiva palpebra pucat
perdarahan masif 7. Vit B komplek 2x1
(-/-), sklera ikterik (-/-)
II. TB Paru, massa paru 8. nebul / 6 jam
Telinga : discharge (-/-), nyeri tekan
9. Drop Aminophilin
- aktivitas kuman, resistensi tragus (-/-)
obat Hidung : sekret (-), epistaksis (-),
- Perdarahan, Penyakit kronik napas cuping hidung (-)
Mulut :: bibir pucat (-), pursed lips
breathing (-), sianosis (-),
Paru Depan
I: simetris saat statis dan dinamis
Pa: stem fremitus kanan = kiri
Pe: sonor seluruh lapangan paru
Aus: SD bronkial, ST RBK +/+
pada SIC I dan II
Paru Belakang
I: simetris saat statis dan dinamis
Pa: stem fremitus kanan = kiri
Pe: sonor seluruh lapangan paru
Aus: SD bronkial, ST RBK +/+ pada

27
SIC I dan II
Cor
I : IC taktampak
Pa : IC teraba di SIC V 2 cm medial
LMCS
Pe : Konfigurasi jantung dbn
Au : BJ I-II murni, bising (-) Gallop (-)
Abdomen
I:datar, venektasi (-)
Au: Bising Usus (+) Normal
Pe: area troube timpani, PS + normal,
PA -
Pa: Hepar tak teraba, lien tak teraba,
area traube tympani.
Ekstremitas Sup Inf
Pucat -/- -/-
Parese -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill -/- -/-
Laju Endap Darah
LED 1 jam 105 mm
LED 2 jam 119 mm
8/04/2012 Problem : T = 120 /80 1. Infus RL 30 tpm KU/TV/8 jam
1. Hemoptoe RR = 22x/menit 2. Inj Ceftriakson 1 x 2 gr Kultur MGIT
2. TB Paru N = 76x/menit 3. Inj asam tranexamat OAT stop
3.Anemia Normositik T = 36,8 (axiller) 3x500 mg
Normokromik 4. Paracetamol 3x500 mg
5. Glyceryl Guaiacolat 3

28
Assesment : x 100 mg
I. Kegawatan perdarahan akut, 6. Diet lunak 1900 kkal
syok hipovolemik, aspirasi 7. Vit B komplek 2x1
perdarahan masif 8. nebul / 6 jam
II. TB Paru, massa paru 9. Drop Aminophilin
- aktivitas kuman, resistensi
obat
- Perdarahan, Penyakit kronik
9/04/2012 Problem : T = 110 /80 1. Infus RL 30 tpm KU/TV/8 jam
1. Hemoptoe RR = 23x/menit 2. Inj Ceftriakson 1 x 2 gr Kultur MGIT
2. TB Paru N = 78x/menit 3. Inj asam tranexamat OAT stop
3.Anemia Normositik T = 36,8 (axiller) 3x500 mg
Normokromik 4. Paracetamol 3x500 mg
Assesment : 5. Glyceryl Guaiacolat 3
I. Kegawatan perdarahan akut, x 100 mg
syok hipovolemik, aspirasi 6. Diet lunak 1900 kkal
perdarahan masif 7. Vit B komplek 2x1
II. TB Paru, massa paru 8. nebul / 6 jam
- aktivitas kuman, resistensi 9. Drop Aminophilin
obat
- Perdarahan, Penyakit kronik
10/04/201 Problem : T = 130 /90 1. Infus RL 30 tpm KU/TV/8 jam
2 1. Hemoptoe RR = 24x/menit 2. Inj Ceftriakson 1 x 2 gr Kultur MGIT
2. TB Paru N = 75x/menit 3. Inj asam tranexamat OAT stop
3.Anemia Normositik T = 36,8 (axiller) 3x500 mg Bronkoskopi
Normokromik 4. Paracetamol 3x500 mg
Assesment : 5. Glyceryl Guaiacolat 3
I. Kegawatan perdarahan akut, x 100 mg
syok hipovolemik, aspirasi 6. Diet lunak 1900 kkal

29
perdarahan masif 7. Vit B komplek 2x1
II. TB Paru, massa paru 8. nebul / 6 jam
- aktivitas kuman, resistensi Drop Aminophilin
obat
- Perdarahan, Penyakit kronik
11/04/201 Problem : T = 120/80 9. Infus RL 30 tpm KU/TV/8 jam
2 1. Hemoptoe RR = 23x /menit 10. Inj Ceftriakson 1 x 2 gr Kultur MGIT
2. TB Paru N = 70x/menit 11. Inj asam tranexamat OAT stop
3. Anemia Normositik t = 36,7 3x500 mg Bronkoskopi
Normokromik 12. Paracetamol 3x500 mg
Assesment : 13. Glyceryl Guaiacolat 3
I. Kegawatan perdarahan akut, x 100 mg
syok hipovolemik, aspirasi 14. Diet lunak 1900 kkal
perdarahan masif 15. Vit B komplek 2x1
II. TB Paru, massa paru 16. nebul / 6 jam
Drop Aminophilin
- aktivitas kuman, resistensi
obat
- Perdarahan, Penyakit kronik
12/04/201 Problem : S = Batuk darah (-), sesak (+) 1. Infus RL + Aminophilin 1. KU/TV/8 jam
2 4. Hemoptoe 20 tpm 2. Nebul / 6 jam
5. TB Paru T = 110 / 80 2. Inj. Ceftriakson 1x2 gr 3. Kultur MGIT
6. Anemia Normositik RR = 22x / menit 3. Inj. Asam tranexamat (menunggu
Normokromik N = 78x / menit 4. Inj. dexa 3x2 amp hasil)
t = 36,80C (axiller) 5. Paracetamol 2x500 mg
Assesment :
I. Kegawatan perdarahan akut, 6. Glyceryl Guaiacolat 3
Hasil pengecatan dari cairan bronkus x 100 mg
syok hipovolemik, aspirasi
Kuman Bentuk Batang Gram (-) 7. Vit. B Complex 3x1
perdarahan masif
Kuman BTA (+) 8. Diet biasa 1900 kkal
II. TB Paru, massa paru
Yeast cell (-)

30
- aktivitas kuman, resistensi
obat
- Perdarahan, Penyakit kronik
14/04/201 Problem : S = Sesak berkurang 1. Infus RL + Aminophilin 1. KU/TV/8 jam
2 1. Hemoptoe 20 tpm 2. Nebul/6 jam
2. TB Paru T = 90/60 2. Inj. Ceftriakson 1x2 gr 3. Kultur MGIT
3. Anemia Normositik N = 74x/menit 3. Inj. Asam tranexamat (menunggu
Normokromik RR = 16x/menit 4. Inj. dexa 3x2 amp hasil)
t = 36,80C (axiller) 5. Paracetamol 2x500 mg 4. VCT test
Assesment :
I. Kegawatan perdarahan akut, 6. Glyceryl Guaiacolat 3 x
syok hipovolemik, aspirasi 100 mg
perdarahan masif 7. Vit. B Complex 3x1
II. TB Paru, massa paru 8. Diet biasa 1900 kkal

- aktivitas kuman, resistensi


obat
- Perdarahan, Penyakit kronik
16/04/201 Problem : S=- 1.Infus RL + aminofilin 20 1. KU/TV/8 jam
2 1. Hemoptoe T = 110/70 tpm 2. Nebul/6 jam
2. TB Paru N = 72x/menit 2.Inj. ceftriaxone 1x2 gr 3. Kultur MGIT
3. Anemia Normositik RR = 24x/menit 3.Inj.Asam tranexamat (menunggu
Normokromik t = 36,80C (axiller) 3x500 mg hasil)
4.Paracetamol 3x500 mg 5.Codein Pagi-
Assesment :
I. Kegawatan perdarahan akut, 5.Glyceryl Guaiacolat 3 x malam
syok hipovolemik, aspirasi 100 mg
perdarahan masif 6. Vit. B complex 3x1
II. TB Paru, massa paru 7. Inj.Dexa 3x2 amp
8. Diet biasa 1900 kkal
- aktivitas kuman, resistensi
obat
- Perdarahan, Penyakit kronik

31
17/04/201 Problem : T = 100/60 1. Infus RL + Aminophilin 1. KU/TV/8 jam
2 1. Hemoptoe N = 75x/menit 20 tpm 2. Nebul/8 jam
2. TB Paru RR = 22x/menit 2. Inj.Asam Tranexamat 3. Kultur MGIT
3. Anemia Normositik t = 36,80C (axiller) 3x500 mg (bila 4. VCT
Normokromik hemoptoe) 5. FDC kategori
3. Paracetamol 3x500 mg II
Assesment :
I. Kegawatan perdarahan akut, 4. Glyceryl Guaiacolat 3 x
syok hipovolemik, aspirasi 100 mg
perdarahan masif 5. Vit. B Complex 3x1
II. TB Paru, massa paru 6. Diet Lunak 1900 kkal
7. FDC Kategori II
- aktivitas kuman, resistensi 8. Inj. Streptomisin 1x750
obat mg
- Perdarahan, Penyakit kronik
18/04/201 Problem : S = sesak berkurang 1. Infus RL+Aminophilin 1. KU/TV/8 jam
2 1. Hemoptoe O= 20 tpm 2. Nebul/6 jam
2. TB Paru T = 130/90 2. Inj. Asam tranexamat 3. Kultur MGIT
3. Anemia Normositik N = 76x / menit 3x500 mg (bila (masih
Normokromik RR = 20x / menit hemoptoe) menunggu
t = 36,40C (axiller) 3. Inj. Dexa 3x1 amp hasil)
Assesment :
4. Paracetamol 2x500 mg 4. VCT
I. Kegawatan perdarahan akut,
syok hipovolemik, aspirasi 5. Glyceryl Guaiacolat 3 (menunggu
x 100 mg hasil)
perdarahan masif
II. TB Paru, massa paru 6. Vit. B complex 3x1
7. FDC kategori II 1x3 tab
- aktivitas kuman, resistensi 8. Inj. Streptomisin 1x750
obat mg
- Perdarahan, Penyakit kronik 9. Diet biasa 1900 kkal
19/04/201 Problem : S = sesak berkurang 1. Infus RL+Aminophilin Pasien boleh
2 1. Hemoptoe T = 120 / 80 20 tpm pulang.

32
2. TB Paru N = 85x/menit 2. Inj. Asam tranexamat FDC kategori II
3. Anemia Normositik RR=20x/menit 3x500 mg (bila
Normokromik t = 36,40C (axiller) hemoptoe)
3. Inj. Dexa 3x1 amp
Assesment : Hasil VCT 4. Paracetamol 2x500 mg
I. Kegawatan perdarahan akut, HIV negatif. 5. Glyceryl Guaiacolat 3
syok hipovolemik, aspirasi CD4 42 x 100 mg
perdarahan masif 6. Vit. B complex 3x1
II. TB Paru, massa paru 7. FDC kategori II 1x3 tab
8. Inj. Streptomisin 1x750
- aktivitas kuman, resistensi mg
obat
- Perdarahan, Penyakit kronik

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Widoyono . 2008 . Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan dan


Pemberantasannya . Erlangga : Jakarta
2. Alfred P Fishman, Jack A. Elias, Jay A.Fishman . 2008 . Fishman’s Pulmonary
Disease and Disorders 4th Ed . Medical : New York
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 2006 . Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 . Jakarta : Depkes RI
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia . 2006 . Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia . Jakarta : PDPI
5. Stephen J. McPhee, Maxin A.Papadakis . 2008 . Current Medical Diagnosis and
Treatment . LANGE
6. Icksan, G Aziza ; Luhur, Reny . 2008. Radiologi Toraks Tuberkulosis Paru .
Sagung Seto : Jakarta
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia . 2001 . Kedaruratan
Medik I . UNDIP : Semarang

34

Anda mungkin juga menyukai