Anda di halaman 1dari 36

HEPATITIS B PADA KEHAMILAN

PRESENTASI KASUS

Universitas Andalas

Oleh:
dr. Ibnu Muttaqin
Peserta PPDS Obstetri dan Ginekologi

Pembimbing :
Dr. dr. Bobby Indra Utama, SpOG(K)-Urogin

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2021
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD SUNGAI DAREH DHARMASRAYA

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr. Ibnu Muttaqin


Semester : II (dua) / Patologi I

Telah menyelesaikan Presentasi Kasus dangan judul:

HEPATITIS B DALAM KEHAMILAN

Padang, Agustus 2021


Mengetahui / menyetujui Peserta PPDS
Pembimbing Obstetri & Ginekologi

Dr. dr. Bobby Indra Utama, SpOG(K)-Urogin dr. Ibnu Muttaqin

Mengetahui :
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG

dr. Bobby Indra Utama, Sp.OG (K)

2
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD SUNGAI DAREH DHARMASRAYA

LAPORAN HASIL PENILAIAN

Nama : dr. Ibnu Muttaqin


Semester : II (dua) / Patologi I

Telah menyelesaikan Presentasi Kasus dangan judul Hepatitis B dalam


Kehamilan
Hasil Penilaian

NO KRITERIA PENILAIAN NILAI KETERANGAN

1 Pengetahuan

2 Keterampilan

3 Attitude

Padang, Agustus 2021


Mengetahui/Menyetujui
Pembimbing

Dr. dr. Bobby Indra Utama, SpOG(K)-Urogin

3
DAFTAR ISI

PRESENTASI KASUS.............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
LAPORAN HASIL PENILAIAN..........................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................6
BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................14
3.1 Definisi................................................................................................14
3.2 Sejarah.................................................................................................14
3.3 Etiologi dan Patogenesis......................................................................14
3.4 Faktor Predisposisi...............................................................................16
3.5 Penularan.............................................................................................18
3.6 Manifestasi klinis.................................................................................20
3.7 Diagnosis.............................................................................................22
3.8 Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi............................................23
3.9 Pencegahan..........................................................................................25
3.10 Pilihan Persalinan.............................................................................26
3.11 Terapi...............................................................................................27
BAB IV DISKUSI.................................................................................................29
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Virus Hepatitis B..............................................................................15


Gambar 3.2 Gambaran patologis hepatitis akut...................................................16
Gambar 3.3 Kurva serologik infeksi akut VHB...................................................18
Gambar 3.4 Algoritma penatalaksanaan hepatitis B kronik pada kehamilan.......28

5
BAB I

PENDAHULUAN

Hepatitis adalah salah satu problem kesehatan masyarakat di negara


berkembang. Menurut WHO Indonesia termasuk kelompok daerah dengan
endemisitas sedang dan berat (3,5 – 20 %). Saat ini di seluruh dunia diperkirakan
lebih 350 juta orang pengidap HBV persisten, hampir 74 % (lebih dari 220 juta)
pengidap bermukim dinegara-negara Asia. Bagian dunia yang endemisitasnya
tinggi terutama di Asia yaitu Cina, Vietnam, dan Korea, dimana 50–70 % dari
penduduk berusia antara 30 – 40 tahun pernah kontak dengan HBV, dan sekitar 10
– 15 % menjadi pengidap Hepatitis B Surface Antigen (HbsAg)1.
Hepatitis merupakan penyakit hepar yang paling sering mengenai wanita
hamil. Hepatitis virus merupakan komplikasi yang mengenai 0,2 % dari seluruh
kehamilan. Kejadian abortus, IUFD, dan persalinan preterm merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada wanita hamil dengan infeksi hepatitis 1.
Hepatitis dapat disebabkan oleh virus, obat-obatan dan bahan kimia toksik dengan
gejala klinis yang hampir sama2. Infeksi virus hepatitis dapat menimbulkan
masalah baik pada kehamilan, persalinan, maupun pada bayi yang dilahirkan
(vertikel transmission) yang nantinya dapat menjadi pengidap hepatitis kronis
dengan kemungkinan terjadinya kanker hati primer atau sirosis hepatis setelah
dewasa3. Sampai saat ini telah diidentifikasi 6 tipe virus hepatitis yaitu virus
hepatitis A, B, C, D, E dan G. Infeksi virus hepatitis yang paling sering
menimbulkan komplikasi dalam kehamilan adalah virus hepatitis B dan E (VHB
& VHE)3.
Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui kontak
perkutaneus atau permukosal terhadap cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi
HBV, melalui hubungan seksual dan transmisi perinatal dari seorang ibu yang
terinfeksi ke bayinya. Manifestasi klinis dapat bervariasi mulai dari hepatitis
subklinik hingga hepatitis simtomatik, dan meskipun jarang dapat terjadi hepatitis
fulminan. Komplikasi jangka panjang dari hepatitis mencakup sirosis hepatis dan
hepatoma.1

6
Infeksi VHB pada wanita hamil dapat ditularkan secara tranplasental dan
20 % dari anak yang terinfeksi melalui jalur ini akan berkembang menjadi kanker
hati primer atau sirosis hepatis pada usia dewasa. Oleh karena itu bayi yang lahir
dari ibu carier HBsAg harus diimunisasi dengan memberikan immunoglobulin
dan vaksin hepatitis B segera4.

7
BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. R Alamat : Padusunan
Umur : 32 tahun No. RM : 18.20.14
Pendidikan : SLTA Masuk RS : 23 Juli 2021
Pekerjaan : IRT

Anamnesis
Seorang pasien wanita, 32 tahun masuk PONEK RSUD Pariaman rujukan
Puskesmas Padusunan 2 dengan diagnosis G3P2A0H2 parturien aterm kala I fase
laten + HbsAg(+)

Riwayat Penyakit Sekarang


• Nyeri pinggang menjalar ke ari-ari sejak 4 jam SMRS
• Keluar lendir campur darah dari kemaluan sejak 4 jam SMRS
• Keluhan keluar air-air yang banyak dari kemaluan (-)
• Keluar darah yang banyak dari kemaluan (-).
• Pasien baru mengetahui HbSAg(+) saat pemeriksaan di Puskesmas
Padusunan 2
• Tidak haid sejak ± 9 bulan yang lalu.
• Gerakan janin dirasakan sejak 5 bulan yang lalu.
• HPHT : lupa TP: sulit ditentukan
• Riwayat hamil muda : mual (-),muntah (-), perdarahan (-).
• ANC : kontrol teratur ke bidan sejak usia kehamilan 1 bulan. Ke Sp.OG
tidak pernah kontrol
• Riwayat hamil tua : mual (-), muntah (-), perdarahan (-)
• Riwayat menstruasi : menarche usia ± 13 tahun, siklus teratur, lamanya 5-
7 hari, ganti pembalut 2-3 x/hari, nyeri haid (-).

8
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat sakit kuning tidak ada
• Riwayat menderita penyakit jantung, hati, ginjal, DM dan hipertensi tidak
ada

Riwayat Penyakit Keluarga

• Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular


dan kejiwaan.

Riwayat perkawinan
 1x 2015

Riwayat kehamilan/abortus/persalinan : 3/0/2


1. 2015/laki-laki/ 3200gr/ cukup bulan/partus spontan/Bidan/BPM/ Hidup
2. 2018/perempuan/ 3100gr/cukup bulan/partus spontan/Bidan/BPM/ Hidup
3. Sekarang

Riwayat kontrasepsi
Tidak ada

Riwayat imunisasi
Tidak ada

Riwayat Sosial Ekonomi


Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Rumah tinggal : Rumah sendiri, memiliki kamar mandi dan sumber air dari
sumur.
Kebiasaan : Merokok (-), narkoba (-), minum alkohol (-)
Pekerjaan Suami : Pedagang
Penghasilan suami : 2 – 3 juta per bulan  cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari

9
Pemeriksaan Fisik

• PF : KU Kes TD Nd Nfs T

Sdg CMC 120/70 88x/m 21x/m 36,8 0


• Tinggi Badan : 160cm

• BB sekarang : 70 Kg

• BB sebelum hamil : 57kg

• LILA : 24 cm

• BMI : 22,2 (normoweight) 

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik


Leher : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Thoraks : jantung dan paru dalam batas normal
Ekstremitas : refleks fisiologi +/+, refleks patologi -/-, oedem -/-

Status Obstetrikus
Abdomen
• Inspeksi : membuncit sesuai usia kehamilan aterm, linea mediana
hiperpigmentasi, striae gravidarum (+), sikatrik (-)

• Palpasi :
L1 : fundus uteri teraba 3 jari di bawah procesus xyphoideus
teraba massa besar, lunak, noduler,.
L2 : tahanan terbesar janin teraba di sisi kiri ibu,
bagian-bagian kecil janin teraba di sisi kanan ibu
L3 : teraba massa bulat, keras, terfiksir
L4 : konvergen
TFU : 32 cm, his : 1-2x/30”/Sedang TBJ : 3100 gr

• Auskultasi : DJJ : 140-150x/menit

10
Genitalia
• Inspeksi : v/u tenang, PPV (-)

• VT : pembukaan 4-5 cm, effacement 30%, Ketuban (+),


presentasi kepala, teraba UUK kiri melintang HI-II

Pemeriksaan Penunjang

USG

Interprestasi :
Janin hidup tunggal intrauterine, presentasi kepala
Aktivitas gerak janin baik

Biometri :

• BPD 92,6 cm • EFW 3141 gr


• AC 33.26 cm • FHR 138 kali/menit
• FL 7.10 cm
Plasenta tertanam di fundus meluas ke corpus anterior, dengan drajat
maturasi grade II-III

Kesan :
Gravid 37-38 minggu sesuai biometri
Janin hidup tunggal intrauterine, presentasi kepala.

11
Laboratorium 23/3/2021

PARAMETER HASIL RUJUKAN


Hemoglobin 10,1 gr/dl 9.5-15
Leukosit 9.830/mm3 5.000 – 16.000
Hematokrit 32% 37 – 43
Trombosit 356.000/mm3 150.000 – 400.000
PT 9,2 9,2-12,7
APTT 35,0 30,1-40,3
HbsAg Reaktif

Assesment :
 G3P2A0H2 parturien aterm kala I fase aktif + HBsAg (+)
 Janin hidup tunggal intrauterin presentasi kepala H I-II

Plan :
Kontrol KU, VS, HIS, DJJ
Informed consent
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1 gr (iv)—skin test
Konsul Perinatologi
Konsul Anastesi
Lapor OK
Persiapan HbIG dan vaksin hepatitis B

Rencana : SC

23 Juli 2018 Pukul 14.15 WIB


• Dilakukan SCTPP
• Telah lahir seorang bayi perempuan

12
• Berat Badan : 3100 gram
• Panjang Badan : 48 cm
• A/S : 8/9
• Plasenta lahir spontan,1 buah, ukuran 15x14x2.5 cm, berat 500 gr, panjang
tali pusat 45 cm, insersi parasentralis,
• Perdarahan selama tindakan : 250 cc
 
Assesment : P3A0H3 post SCTPP a.i HBsAg (+)

Plan:
• Kontrol KU, VS, PPV, kontraksi
• Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr (IV)
• Pronalges supp II k/p
• Cek DR 6 jam post OP
• Bayi langsung mendapatkan HbIG dan vaksin hepatitis B

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

13
3.1 Definisi

Hepatitis B merupakan penyakit infeksi virus pada hati yang disebabkan


oleh virus hepatitis B2,3. Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah
ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV.
Virus hepatitis B adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak
menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang
bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang
dan kerusakan pada hepar3.

3.2 Sejarah

VHB ditemukan pertama kali tahun 1965 oleh Dr.Blumberg ketika sedang
mempelajari tentang hemophilia. VHB merupakan double stranded DNA a42nm
dari klass Hepadnaviridae. Permukaan paling luar dari membrannya mengandung
antigen yang disebut HBsAg yang bersirkulasi dalam darah sebagai partikel
spheris dan tubuler dengan ukuran 22 nm. Inti paling dalam dari virus
mengandung HBcAg. VHB (partikel dane), antigen inti (HBcAg), dan antigen
permukaan (HBsAg) serta semua jenis antibodi yang bersesuaian dapat dideteksi
melalui berbagai cara pemeriksaan4,5.

3.3 Etiologi dan Patogenesis

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama


kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama
antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus2.
Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut
"Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus
partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti
terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg).
Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat
imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,
ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan

14
perbedaan geomorfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B
mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari3.

Gambar 3.1 Virus Hepatitis B

Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus
Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel
hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam
sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid.
Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam
nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA
hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB
memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian
terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah,
mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon
imunologik penderita terhadap infeksi. Respon antibody humoral bertanggung
jawab terhadap proses pembersihan partikel virus yang berada dalam sirkulasi,
sedangkan antibody seluler mengeliminasi sel-sel yang terinfeksi. Apabila reaksi
imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat2.

15
Gambar 3.2 Gambaran patologis hepatitis akut

Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah
sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati
disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi
hepatitis akut fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan
fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan
terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak
teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan
septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif2,3,4.

3.4 Faktor Predisposisi

3.4.1 Faktor Host (Penjamu)

Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi5:
1. Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi
dan anak (25 - 45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan
bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada

16
anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10%. 8 Hal ini berkaitan
dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari
hepatitis kronis.
2. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding
pria.
3. Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi
hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama
pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem
imun belum berkembang sempurna.
4. Kebiasaan hidup
Pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian akupuntur.
5. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter,
dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas
laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan
penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).

3.4.2 Faktor Agent

Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus


hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg6.

3.4.3 Faktor Lingkungan

Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi


perkembangan hepatitis B, diantaranya5:
a. Lingkungan dengan sanitasi jelek
b. Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
c. Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
d. Daerah unit laboratorium
e. Daerah unit bank darah.
f. Daerah dialisa dan transplantasi.

17
g. Daerah unit perawatan penyakit dalam

3.5 Penularan

Masa Inkubasi infeksi hepatitis B adalah 45-180 hari (rata-rata 60-90 hari).
Onset penyakit ini sering tersembunyi dengan gejala klinik yang tergantung usia
penderita. Kasus yang fatal dilaporkan di USA sebesar 0,5-1% 6,8. Sebagian infeksi
akut VHB pada orang dewasa menghasilkan penyembuhan yang sempurna dengan
pengeluaran HBsAg dari darah dan produksi anti HBs yang dapat memberikan
imunitas untuk infeksi berikutnya8.
Diperkirakan 2-10 % infeksi VHB menjadi kronis dan sering bersifat
asimptomatik dimana 15-25 % meninggal sebelum munculnya sirosis hepatis atau
kanker hati. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu makan menurun,
demam, nyeri perut dan ikterik7,9.
Dibawah ini grafik gambaran serologik infeksi akut VHB

Gambar 3.3 Kurva serologik infeksi akut VHB

Konsentrasi VHB dalam berbagai cairan tubuh dapat dibagi dalam 3


kategori yaitu8 :
 Konsentrasi tinggi (darah, serum, eksudat luka)
 Sedang (semen, cairan vagina, saliva)

18
 Rendah (urine, feses, keringat, air mata, air susu).
VHB 100 kali lebih infeksius daripada HIV dan paling sering mengenai usia
15-39 tahun. Penularan VHB dapat melalui kontak seksual (± 25 %), parenteral
seperti jarum suntik, dan penularan perinatal melalui kontak darah ibu penderita
kronis dengan membran mukus janin7,9. Secara umum penularan VHB melalui
jalur sbb9:
a. Darah: penerimaan produk darah, pasien hemodialisis, pekerja kesehatan,
pekerja yang terpapar darah.
b. Transmisi seksual.
c. Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa: tertusuk jarum, penggunaan
ulang peralatan medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur
dan silet, tato, akuunktur, tindik, penggunaan sikat gigi bersama.
d. Transmisi maternal-neonatal, maternal-infant.

Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara


penting yaitu1:
a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang
HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa
perinatal. Penularan vertical sebagian besar (95%) terjadi saat persalinan,
hanya sebagian kecil saja (5%) selama bayi didalam kandungan. Penularan 
yang terjadi pada masa perinatal dapat melalui maternofetal micro
infusion yang terjadi pada saat  terjadi kontraksi uterus, tertelannya cairan
amnion yang mengandung VHB serta masuknya VHB melalui lesi yang
terjadi pada kulit bayi pada waktu melalui jalan lahir. Penularan infeksi
vertikal juga dapat terjadi setelah persalinan
b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang
pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya.

Bayi yang mengidap infeksi HBV sejak lahir, memilikipeluang untuk


menderita HBV kronis dan kanker hepatoseluler lebih besar daripada yang
mengidap virus pada usia yang lebih lanjut, sehingga sangat penting untuk
memutus transmisi virus dari ibu ke janin yang dikandungnya

19
3.6 Manifestasi klinis

Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis


hepatitis B dibagi 2 yaitu :

3.6.1 Hepatitis B akut

Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap


individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya
virus hepatitis B dari tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas1 :
a. Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus
yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1) Fase Praikterik (prodromal)
Merupakan fase di antara timbulnya keluhan-keluhan dengan gejala
timbulnya ikterus. Ditandai dengan malaise umum, mialgia, atralgia
dan mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Nyeri
abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas5.
2) Fase lkterik
Ikterus muncul setelah 5-10 hari. Pada banyak kasus fase ini tidak
terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala
prodormal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
Terjadi hepatomegali dan splenomegali5.
3) Fase Konvalesen (Penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan kelainan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Munculnya
perasaan sudah lebih sehat, kembalinya nafsu makan. Keadaan akut
biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu. Perbaikan klinis dan
laboratorium lengkap akan terjadi dalam 16 minggu5.
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan
berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan

20
gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT (Serum Glutamic
Oxaloasetic Transaminase) memberikan hasil yang tinggi pada
pemeriksaan fisik, hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun
hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi
gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia2.

3.6.2 Hepatitis B kronis

Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap


individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk
menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB. Ada 3
fase penting dalam perjalanan penyakit hepatitis B kronik3:
a. Fase imunotoleransi.
Pada masa anak-anak sistem imun tubuh dapat toleran terhadap VHB
sehingga kadar virus dalam darah dapat sedemikian tingginya namun tidak
terjadi peradangan yang berarti. Dalam keadaan tersebut VHB ada dalam
fase replikatif denga titer HbsAg yang tinggi, HbeAg positif, anti Hbe
negatif, titer DNA VHB tinggi dengan kadar ALT (alanin
aminotransferase) yang relatif normal.
b. Fase imunoaktif atau fase immune clearance.
Pada sekitar 30% individu dengan persistensi VHB akibat terjadinya
replikasi VHB yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang
ditandai dengan naiknya kadar ALT. Pada keadaan ini pasien mulai
kehilangan toleransi imun terhadap VHB. Pada fase ini tubuh berusaha
menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang
terinfeksi VHB.
c. Fase nonreplikatif atau fase residual.
Sekitar 70% individu akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar
partikel VHB tanpa ada kerusakan sel yang berarti. Pada keadaan ini titer
HbsAg rendah dengan HbeAg yang menjadi negatif dan anti Hbe yang
menjadi positif secara spontan, serta kadar ALT yang normal, yang
menandai terjadinya fase nonreplikatif atau fase residual. Sekitar 20-30%

21
pasien dalam fase residual dapat mengalami reaktivasi dan menyebabkan
kekambuhan.

3.7 Diagnosis

Oleh karena penderita hepatitis B, terutama pada anak seringkali tanpa


gejala maka diagnosis seringkali hanya bisa ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium. Kadangkala baru dapat diketahui pada waktu menjalani
pemeriksaan rutin atau untuk pemeriksaan dengan penyakit-penyakit yang lain4.
Tes laboratorium yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah3:

3.7.1 HbsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B)

Merupakan material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein


yang dibuat oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif,
artinya individu tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatatitis B
akut ataupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan
menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti
hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau pasien menjadi karier VHB.
HbsAg positif makapasien dapat menularkan VHB.

3.7.2 Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg)

Merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg


menunjukan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan
perlindungan terhadap penyakit hepatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif
berarti seseorang pernah mendapat vaksin VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini
juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg
posistif pada individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatitis B
menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi VHB.

3.7.3 HbeAg

Yaitu antigen envelope VHB yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai
positif menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau
membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila
hasil positif dialami hingga 10 minggu maka akan berlanjut menjadi hepatitis B

22
kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif dalam keadaan infeksius atau dapat
menularkan penyakitnya baik kepada orang lain maupun janinnya.

3.7.4 Anti-Hbe

Merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh.


Anti-HbeAg yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase non-replikatif.

3.7.5 HbcAg (antigen core VHB)

Merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam
inti sel hati yang terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein
dari inti VHB.

3.7.6 Anti-Hbc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B)

Merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe
yaitu IgM anti HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi
akut. IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi
kronis pada seseorang atau orang tersebut penah terinfeksi VHB3,4.

3.8 Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi

Dilaporkan 10-20 % ibu hamil dengan HBsAg positif yang tidak


mendapatkan imunoprofilaksis menularkan virus pada neonatusnya Dan ± 90 %
wanita hamil dengan seropositif untuk HBsAg dan HBeAg menularkan virus
secara vertikel kepada janinnya dengan insiden ± 10 % pada trimester I dan 80-90
% pada trimester III9.
Adapun faktor predisposisi terjadinya transmisi vertikal adalah8:
1. Titer DNA VHB yang tinggi
2. Terjadinya infeksi akut pada trimester III
3. Pada partus memanjang yaitu lebih dari 9 jam

Sedangkan ± 90 % janin yang terinfeksi akan menjadi kronis dan


mempunyai resiko kematian akibat sirosis atau kanker hati sebesar 15-25 % pada
usia dewasa nantinya3.

23
Infeksi VHB tidak menunjukkan efek teratogenik tapi mengakibatkan
insiden Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan Prematuritas yang lebih tinggi
diantara ibu hamil yang terkena infeksi akut selama kehamilan. Dalam suatu studi
pada infeksi hepatitis akut pada ibu hamil (tipe B atau non B) menunjukkan tidak
ada pengaruh terhadap kejadian malformasi kongenital, lahir mati atau stillbirth,
abortus, ataupun malnutrisi intrauterine. Pada wanita dengan karier VHB tidak
akan mempengaruhi janinnya, tapi bayi dapat terinfeksi pada saat persalinan (baik
pervaginam maupun perabdominan) atau melalui ASI atau kontak dengan karier
pada tahun pertama dan kedua kehidupannya 10.Pada bayi yang tidak divaksinasi
dengan ibu karier mempunyai kesempatan sampai 40% terinfeksi VHB selama 18
bulan pertama kehidupannya dan sampai 40% menjadi karier jangka panjang
dengan resiko sirosis dan kanker hepar dikemudian harinya9.
VHB dapat melalui ASI sehingga wanita yang karier dianjurkan mendapat
Imunoglobulin hepatitis B sebelum bayinya disusui11.Penelitian yang dilakukan
Hill JB,dkk (dipublikasikan tahun 2002) di USA mengenai resiko transmisi VHB
melalui ASI pada ibu penderita kronis-karier menghasilkan kesimpulan dengan
imunoprofilaksis yang tepat termasuk Ig hepatitis B dengan vaksin VHB akan
menurunkan resiko penularan11. Sedangkan penelitian WangJS, dkk
(dipublikasikan 2003) mengenai resiko dan kegagalan imunoprofilaksis pada
wanita karier yang menyusui bayinya menghasilkan kesimpulan tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara ASI dengan susu botol. Hal ini mengindikasikan
bahwa ASI tidak mempunyai pengaruh negatif dalam merespon anti HBs 12.
Sedangkan transmisi VHB dari bayi ke bayi selama perawatan sangat rendah10.
Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya
Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam waktu 12
jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya vaksinasi VHB
diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Imunoglobulin merupakan produk darah yang
diambil dari darah donor yang memberikan imunitas sementara terhadap VHB
sampai vaksinasi VHB memberikan efek. Vaksin hepatitis B kedua diberikan
sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari vaksinasi
pertama10. Penelitian yang dilakukan Lee SD, dkk (dipublikasikan 1988)
mengenai peranan Seksio Sesarea dalam mencegah transmisi VHB dari ibu

24
kejanin menghasilkan kesimpulan bahwa SC yang dikombinasikan dengan
imunisasi Hepatitis B dianjurkan pada bayi yang ibunya penderita kronis-karier
HbsAg dengan level atau titer DNA-VHB serum yang tinggi12,13,14.
Tes hepatitis B terhadap HBsAg dianjurkan pada semua wanita hamil pada
saat kunjungan antenatal pertama atau pada wanita yang akan melahirkan tapi
belum pernah diperiksa HbsAg-nya. Lebih dari 90 % wanita ditemukan HbsAg
positif pada skreening rutin yang menjadi karier VHB. Tetapi pemeriksaan rutin
wanita hamil tua untuk skreening tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus
tertentu seperti pernah menderita hepatitis akut, riwayat tereksposure dengan
hepatitis, atau mempunyai kebiasaan yang beresiko tinggi untuk tertular seperti
penyalahgunaan obat-obatan parenteral selama hamil, maka test HbsAg dapat
dilakukan pada trimester III kehamilan. HbsAg yang positif tanpa IgM anti HBc
menunjukkan infeksi kronis sehingga bayinya harus mendapat HBIg dan vaksin
VHB9.

3.9 Pencegahan

Pencegahan penularan VHB dapat dilakukan dengan melakukan aktifitas


seksual yang aman, tidak menggunakan bersama obat-obatan yang
mempergunakan alat seperti jarum, siringe, filter, spons, air dan tourniquet, dsb,
tidak memakai bersama alat-alat yang bisa terkontaminasi darah seperti sikat gigi,
gunting kuku, dsb, memakai pengaman waktu kerja kontak dengan darah, dan
melakukan vaksinasi untuk mencegah penularan7,9.
Profilaksis pada wanita hamil yang telah tereksposure dan rentan terinfeksi
adalah sbb9,16,17 :
1. Saat kontak seksual dengan penderita hepatitis B terjadi dalam 14 hari
 Berikan vaksin VHB kedalam m.deltoideus. Tersedia 2 monovalen
vaksin VHB untuk imunisasi pre-post eksposure yaitu Recombivax HB
dan Engerix-B. Dosis HBIg yang diberikan 0,06 ml/kgBB IM pada
lengan kontralateral.
 Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau luka
mukosa, dosis kedua HBIg dapat diberikan 1 bulan kemudian.
2. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB

25
 Pada kontak seksual, jarum suntik dan kontak nonseksual dalam rumah
dengan penderita kronis VHB dapat diberikan profilaksis post eksposure
dengan vaksin hepatitis B dengan dosis tunggal.

Wanita hamil dengan karier VHB dianjurkan memperhatikan agar::


 Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti
asetaminophen
 Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau semen
 Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah seperti
sikat gigi, dsb.
 Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium bahwa
dirinya penderita hepatitis B carier.
 Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B dalam
1 minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.
 Konsul teratur kedokter
 Periksa fungsi hati.

Rekomendasi dari SOGC (The Society Obstetric and Gynaecologic of


Canada) mengenai amniosintesis sbb9:
 Resiko infeksi VHB pada bayi melalui amniosintesis adalah rendah.
Pengetahuan tentang status antigen HBc pada ibu sangat berharga dalam
konseling tentang resiko penularan melalui amniosintesis.
 Untuk wanita yang terinnfeksi dengan VHB, VHC dan HIV yang
memerlukan amniosintesis diusahakan setiap langkah-langkah yang
dilakukan jangan sampai jarumnya mengenai plasenta.

3.10 Pilihan Persalinan

Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria telah diusulkan dalam


menurunkan resiko transmisi VHB dari ibu kejanin. Walaupun dari penelitian
para ahli cara persalinan tidak menunjukkan pengaruh yang bermakna dalam
transmisi VHB dari ibu ke janin yang mendapatkan imunoprofilaksis. ACOG
tidak merekomendasikan SC untuk menurunkan transmisi VHB dari ibu ke janin.

26
Pada persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5 pg/ml atau HbeAg
positif) lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan9.
RANZOG (2016) merekomendasikan infeksi hepatitis B tidak boleh
mengubah cara persalinan.
Namun, rute terbaik persalinan pada wanita hamil dengan HBsAg (+)
masih diperdebatkan. Studi yang lebih lama mengevaluasi tingkat MTCT pada
bayi yang lahir melalui operasi caesar versus persalinan normal tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam tingkat infeksi HBV bayi.

3.11 Terapi

Pedoman European Association for the Study of the Liver (EASL)


menyebutkan bahwa pencegahan transmisi vertikal ditujukan terutama pada ibu
hamil dengan HBeAg atau dengan kadar HBV DNA sangat tinggi. EASL
merekomendasikan penggunaan lamivudin, tenofovir dan telbivudin pada
trimester ketiga dan dihentikan pada tiga bulan post partum. The Asian Pacific
Association for the Study of the Liver (APASL)26 merekomendasikan lamivudin
dan telbivudin pada trimester ketiga kehamilan untuk mencegah transmisi vertikal
hepatitis B pada ibu hamil dengan serum HBV DNA tinggi. 12
Pada konsensus penatalaksanaan hepatitis B yang diterbitkan oleh
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) disebutkan bahwa penggunaan
antivirus pada wanita hamil harus mempertimbangkan keuntungan dan kerugian
dari terapi tersebut. PPHI merekomendasikan pemberian antivirus pada ibu hamil
dengan serum HBV DNA lebih dari 106 IU/mL pada trimester ketiga untuk
mencegah transmisi vertikal atau pada kondisis dekompensasi hati berat.12
Secara umum, modalitas terapi hepatitis B yang tersedia saat ini adalah
interferon dan analog nukleos(t)ida. Interferon itu sendiri merupakan
kontraindikasi kehamilan. Lamivudin, adefovir dan entecavir termasuk dalam
kategori C bila digunakan selama kehamilan, sedangkan telbivudin dan tenofovir
merupakan kategori B.

27
Gambar 3.4 Algoritma penatalaksanaan hepatitis B kronik pada kehamilan

28
BAB IV

DISKUSI

Dalam hal ini kita membahas tentang virus Hepatitis B yang meninfeksi
ibu hamil. Penularan perinatal adalah yang paling umum dalam transmisi HBV.
Sekitar sepertiga infeksi HBV didapat melalui transmisi perinatal. Infeksi HBV
pada neonatus didefinisikan sebagai HBsAg positif yang diperoleh 6 bulan setelah
lahir. Laporan kasus ini dibuat untuk melaporkan seorang pasien berusia 41 tahun
dengan G3P2A0H2 gravid aterm 37 – 38 minggu + HBsAg (+).
Sebagai panduan diskusi untuk diskusi ilmiah akademik yang
komprehensif, kami akan menggunakan pertanyaan ini untuk referensi:

1. Apakah prosedur diagnostik pasien ini tepat?


Sebelumnya pasien pernah melakukan pemeriksaan kehamilan ke
pelayanan kesehatan primer. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil HBsAg (+). Keluar air air dari kemaluan, keluar lendir campur
darah, dan keluar darah dari kemaluan tidak ada . Kemudian pasien dirujuk ke
RSUD Pariaman untuk penanganan lebih lanjut dengan diagnosa HBsAg (+)
Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD : 120/70 mmHg, nadi : 88 x/menit,
RR : 21 x/menit T : 36,80C, pada pemeriksaan fisik kepala, leher, toraks, dan
ekstremitas dalam batas normal. Perut tampak membesar, tinggi fundus 3 jari di
bawah prossesus xyphoideus / 32 cm, presentasi kepala dan terfiksasi. Bunyi
jantung janin : 140-150 x/menit. Pemeriksaan VT tidak dilakukan. Hasil
laboratorium juga menunjukkan HBsAg (+). Dari anamnesis dan pemeriksaan
laboratorium di atas jelas bahwa pasien belum menunjukkan tanda-tanda
persalinan dan menderita Hepatitis B.
Pasien dirujuk dari pelayanan kesehatan primer karena hasil HBsAg (+).
Pasien datang tanpa tanda-tanda persalinan dari anamnesis. Di RSUD Pariaman
pasien dilakukan pemeriksaan hematologi dengan hasil HBsAg positif.
Dari anamnesis dan pemeriksaan laboratorium di atas jelas bahwa pasien
belum menunjukkan tanda-tanda persalinan dan menderita Hepatitis B. Kemudian

29
pasien didiagnosis dengan G3P2A0H2 gravid aterm 37 – 38 minggu + HBsAg
(+).
Prosedur diagnostik yang tepat pada pasien ini idealnya adalah dilakukan
pemeriksaan Viral load titer HBV dan HbeAg untuk menentukan apakah Ibu
membutuhkan terapi antiviral sebelum bersalin dan menetukan idealistik terminasi
persalinan, pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan Titer HBV dan HBeAg
karena keterbatasan fasilitas, sehingga pilihan terminasi kehamilan adalah sectio
caesarea demi mengurangi resiko MTCT.

2. Apakah manajemen pasien ini sudah tepat?


Manajemen pada pasien ini adalah SC elektif. Tidak ada manfaat yang
signifikan untuk mengurangi penularan dari ibu ke anak (MTCT) jika pasien
menjalani operasi caesar darurat dibanding persalinan pervaginam untuk pasien
yang sudah dalam fese persalinan. Namun, jika pasien dipersiapkan untuk operasi
caesar elektif, sebelum onset persalinan, beberapa penelitian menunjukkan
manfaat yang signifikan dalam mengurangi MTCT. Segera (dalam < 12 jam)
setelah lahir, neonatus diberikan imunoglobulin hepatitis B dan vaksin Hepatitis 0
untuk mencegah infeksi hepatitis dan membentuk kekebalan aktif dari virus
hepatitis.
Beberapa penelitian melaporkan operasi caesar dapat melindungi terhadap
penularan HBV. Sebaliknya, manfaat yang meyakinkan belum ditunjukkan karena
keragaman studi imunoglobulin hepatitis B (HBIG) yang signifikan. Cheung, et
al., (2013) melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan untuk kelahiran janin
dari ibu HBsAg (+) dengan persalinan pervaginam dibanding operasi caesar
setelah satu tahun tindak lanjut setelah imunoprofilaksis yang memadai.Yang
Mei, dkk., melaporkan sebuah studi meta-analisis, bahwa operasi caesar dapat
secara signifikan mengurangi risiko MTCT HBV di Cina. Tingkat MTCT HBV
adalah 6,76% secara keseluruhan, dengan tingkat individu 4,37% untuk ibu yang
menjalani operasi caesar dan 9,31% untuk mereka yang menjalani persalinan
pervaginam.
Sebagian besar kasus penularan perinatal terjadi ketika bayi bersentuhan
dengan darah dan sekret vagina yang terinfeksi pada saat persalinan, sehingga

30
prosedur invasif seperti monitor janin internal, episiotomi, dan/atau persalinan
pervaginam operatif secara teoritis dapat meningkatkan risiko penularan. Ketuban
pecah dini telah dikutip sebagai faktor risiko penularan HBV; namun, data tidak
konsisten. Neonatus post exposure prophylaxis neonatus harusnya dapat
memperbaiki risiko ini, namun faktor-faktor ini harus dipertimbangkan selama
persalinan dari wanita dengan risiko tertinggi penularan perinatal (yaitu, viral load
HBV DNA yang tinggi).12,19
Pan et al., 2020, menilai apakah seksio sesarea dan tidak menyusui dapat
mencegah penularan dari ibu ke anak (MTCT) pada ibu HBsAg- dan HBeAg-
positif melalui studi kohort dan meta-analisis dengan 857 bayi, ada tren
penurunan pada tingkat MTCT pada kelompok SC dan kelompok tidak menyusui
dibandingkan dengan kelompok kontrol, meskipun nilai P tidak mencapai tingkat
signifikansi (P > 0,05). Namun, hasil dari meta-analisis yang melibatkan lebih
banyak subjek menunjukkan bahwa operasi caesar dan tidak menyusui dapat
secara signifikan mengurangi risiko HBV MTCT pada bayi yang lahir dari ibu
yang positif HBsAg dan HBeAg.20
Namun, rute persalinan terbaik pada ibu hamil dengan HBsAg (+) masih
diperdebatkan. American College of Obstetrician and Gynecologist tidak
merekomendasikan Operasi Caesar untuk mengurangi penularan HBV dari ibu ke
janin. Namun, ada persalinan pada ibu hamil dengan titer HBV tinggi (>3,5 pg/ml
atau HbeAg positif) Seksio sesarea merupakan cara persalinan yang lebih disukai.
Wanita hamil dengan karier HBV disarankan untuk memberikan Imunoglobulin
Hepatitis B kepada bayinya sesegera mungkin setelah lahir dalam waktu 12 jam
sebelum menyusui untuk pertama kalinya. Vaksin hepatitis B kedua diberikan
sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan sejak vaksinasi
pertama.
Karena seksio sesarea elektif yang dilakukan sebelum permulaan
persalinan atau sebelum ketuban pecah, tindakan ini dapat secara efektif
menghindari dan ECS dapat mengurangi risiko MTCT HBV dibandingkan dengan
persalinan pervaginam atau seksio sesarea setelah permulaan persalinan atau
setelah ketuban pecah. (operasi caesar darurat). Mekanisme yang mendasari
mungkin termasuk transfusi darah ibu ke janin selama kontraksi persalinan,

31
infeksi setelah ketuban pecah, dan kontak langsung janin dengan sekret yang
terinfeksi atau darah dari saluran genital ibu. The Society for Maternal-Fetal
Medicine (2016) menyarankan agar persalinan sesar tidak dilakukan sebagai satu-
satunya indikasi untuk mengurangi penularan HBV vertikal. RANZOG (2016)
merekomendasikan infeksi hepatitis B tidak boleh mengubah cara persalinan dan
operasi caesar harus dilakukan untuk indikasi obstetrik biasa (Grade B).
Berbagai penelitian dan jurnal merekomendasikan bahwa memilih metode
persalinan pada pasien HBsAg (+) tidak boleh semata-mata didasarkan pada
menghindari penularan vertikal dari ibu ke bayi, tetapi harus berdasarkan indikasi
kebidanan.
Ada bukti yang bertentangan seputar efek cara persalinan pada risiko

MTCT. Studi yang lebih lama mengevaluasi tingkat MTCT pada bayi yang lahir

melalui operasi caesar versus persalinan pervaginam tidak menunjukkan

perbedaan yang signifikan dalam tingkat infeksi HBV bayi.

Sebuah meta-analisis yang lebih baru mengungkapkan pengurangan risiko


absolut 17,5% dengan operasi caesar dibandingkan dengan imunoprofilaksis saja,
menunjukkan manfaat operasi caesar elektif untuk mengurangi MTCT. Lee et al
menyelidiki 1409 bayi selama periode empat tahun yang telah menerima
imunoprofilaksis yang tepat saat lahir dan yang lahir dari ibu HBsAg-positif.
Mereka melaporkan tingkat MTCT 1,4% dengan operasi caesar elektif
dibandingkan dengan 3,4% dengan persalinan pervaginam dan 4,2% dengan
operasi caesar mendesak. Meskipun setelah stratifikasi menurut tingkat viremia
(rendah vs tinggi, dengan batas 1 juta kopi/mL), modalitas pengiriman ditemukan
tidak berdampak pada MTCT.
Sampai saat ini, belum ada penelitian yang membandingkan operasi caesar
elektif dan imunoprofilaksis versus imunoprofilaksis dan persalinan pervaginam
dalam mengurangi MTCT sambil menilai hasil janin. Sementara pedoman saat ini
tidak merekomendasikan cara penyampaian tertentu, studi validasi tambahan
diperlukan untuk membuat rekomendasi berbasis bukti.
Menurut WHO, meskipun tidak ada angka ideal untuk operasi caesar,
tetapi angka di atas 10-15% tidak memberikan manfaat kesehatan tambahan

32
dalam hal morbiditas dan mortalitas janin dan ibu. Karena peningkatan seksio
sesarea primer, ada peningkatan yang proporsional pada seksio ulangan juga. 28
Angka keseluruhan seksio sesarea perlu dikurangi dan hal ini dapat dicapai pada
tingkat kecil dengan menghindari seksio sesarea primer yang dilakukan tanpa
indikasi eksplisit dan yang lebih penting.
Manajemen antenatal merupakan hal yang penting dalam membantu
pencegaahan transmisi. Idealnya triple eliminasi dilakukan pada awal kehamilan
sehingga pemeriksaan lanjutan HBeAg dan titer HBV dapat dilakukan sebelum
terminasi dan penentuan metode terminasi dapat dilakukan berdasarkan data
HBeAg dan titer HBV selain penentuan perlu atau tidaknya terapi antiviral pada
ibu.
Setelah melahirkan, biasanya dianjurkan untuk memantau fungsi hati ibu
selama minimal 6 bulan mengingat kemungkinan eksaserbasi postpartum. Untuk
wanita yang memulai pengobatan antivirus pada trimester ketiga untuk
mengurangi risiko kegagalan imunoprofilaksis, durasi optimal untuk pengobatan
postpartum tidak jelas. Pengobatan antivirus biasanya dilanjutkan selama 4
minggu mengingat kemungkinan eksaserbasi setelah penghentian pengobatan
segera setelah melahirkan
Dalam hal ini, bayi diberikan suntikan Injeksi HyperHep B® (Hepatitis B
Imunoglobulin) sebelum 12 jam setelah lahir setelah berkonsultasi dengan dokter
anak. Infeksi neonatus dapat dicegah dengan skrining seluruh populasi obstetrik,
dan dengan pemberian imunoglobulin hepatitis B dan vaksin rekombinan hepatitis
B pada bayi dari wanita yang positif HBsAg.12,21

33
BAB V

KESIMPULAN

1. Pada persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5 pg/ml atau
HbeAg positif) lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan9.
2. Studi merekomendasikan bahwa pemilihan metode persalinan pada pasien
HBsAg (+) tidak boleh semata-mata didasarkan pada menghindari
penularan vertikal dari ibu ke bayi, tetapi harus didasarkan pada indikasi
kebidanan.
3. Menurut rekomendasi terbaru, pencegahan bayi baru lahir pada ibu
HBsAg (+) perlu memberikan profilaksis Imunoglobulin Hepatitis B
kurang dari 12 jam.
4. Tenofovir dan telbivudin tetap menjadi terapi lini pertama untuk hepatitis
B dalam kehamilan, katagori obat ini B.
5. Segera setelah lahir neonatus diberi immunoglobulin hepatitis B dan
Vaksin Hepatitis 0 guna mencegah infeksi hepatitis dan membentuk
imunitas aktif dari virus hepatitis.
6. Pencegahan transmisi vertikal ditujukan terutama pada ibu hamil dengan
HbeAg atau dengan kadar HBV DNA sangat tinggi.
7. Ibu dengan hepatitis B dapat memberikan ASI kepada bayinya dengan
syarat sudah diberik vaksinasi bayinya.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. GastroIntestinal


Disorders. Viral hepatitis. Williams ´Obstetric. 23rd Ed. Mc.Graw Hill
Publishing Division New York, 2014
2. Decherney AH, Pernoll ML. General Medical Disorders During Pregnancy.
Viral Hepatitis. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and treatment.
10th ed. USA.2007;479-480.
3. American College of Obstetriciansand Gynecologists. Viral hepatitis in
pregnancy. Washington (DC): American College of Obstetricians and
Gynecologists; 2007
4. Troung A, Walker S,Management of hepatitis B in Pregnancy. The royal
Australian and new Zealand College of Obstetricians and Gyneacologist.
2016;7:1-13.
5. Pearlman MD, Tintinalli JE, Dyne PL. Infections and Infectious Eksposure in
Pregnancy. Viral Hepatitis. Obstetric and Gynecologic Emergencies. Mc
Graw Hill Publishing Division. New York 2004: 233-235.
6. Borgia IGG. Vertical transmission of Hepatitis B virus:Challenges and
solutions. International journal of women’s Health. 2014;6:605-611.
7. Birth Net Australia 2. Hepatitis During Pregnancy;2004. diakses dari
http://www. Birth.com.au
8. Hill JB, Sheffeld JS. Risk of Hepatitis B Transmission in Breast-Fed Infants
of Chronic Hepatitis B Carriers. in Obstetric and Gynecologic Journal.2002
Juni;99(6):1049-52. diakses dari http://www.green journal.org.
9. Wang JS, Zhu QR, Wang XH. Breast Feeding Does not Pose Any Additional
Risk of Imunoprophylaxis Failure on Infants of HBV Carriers Mothers. Int J
Clin Pract.2003 March;57(2):100-2. diakses dari http://www. Pub.Med.gov.
10. Ahmad N, Kusnato H. Prevalensi Infeksi Virus Hepatitis B pada Bayi dan
Anak yang Dilahirkan Ibu dengan HBsAG Positif. Berita Kedokteran
Masyarakat. 2017; 11(33): 515-520.
11. Jodie DO, Alan TN, Neil S. Hepatitis B In Pregnancy Screening, Treatment,
and Prevention of Vertical Transmission. American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2016; 1: 6-14.
12. Khumaedi AI, Gani RA, Hasan I. Pencegahan Transmisi Vertikal Hepatitis
B : Fokus pada Penggunaan Antivirus Antenatal. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. 2016; 3(4): 225-231.
13. Chang MS, Gavini S, Andrade PC, Baltar JM. Caesarian Section to Prevent
Transmission of Hepatitis B: A Meta-analysis. Can J Gastroenterol Hepatol.
2014; 9; 28 (8): 439-444.

35
14. Who Hepatitis B, 2016 Available at,
http;//www/who.int/mediacentre/factsheets/fs204/en/ (Accessed oktober
1,2018)
15. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists . Hepatitis B in pregnancy
available at http://www.rcog.org.uk/en/guidelines-research-
services/gguidelines/hepatitis.2018
16. Kang, G.,Ma,F.,Chen, H.,Yang, Y.,Guo,S.,Wang,Z..,...& Zhang, L. Efficacy
of antigen dosage on the hepatitis B Vaccine response in infants born to
hepatitis B-uninfected and Hepatitis B infected mothers.
Vaccine.2015;33(33),4093-4099.
17. Nyoman I. Mode of Delivery pada Kehamilan dengan Infeksi Hepatitis B.
Dalam pertemuan ilmiah tahunan fetomaternal 19.2018
18. Gede, S. Penyakit infeksi. Dalam: Prawirohardjo S, Abdul S, Rachimchadi
T, Wiknjosastro. Ilmu kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirodihardjo; 2014. hlm. 903-19.
19. Castillo E, Murphy K, Schalkwyk J. Hepatitis B dan Kehamilan. J Obstet
Gynaecol Can 2016. No. 342, April 2017.
20. Pan, Yu-Chen, dkk. Peran seksio sesarea dan tidak menyusui dalam
mencegah penularan virus hepatitis B dari ibu ke anak pada ibu dengan
HBsAg dan HBeAg positif: hasil dari studi kohort prospektif dan meta-
analisis. Jurnal Virus Hepatitis, 2020.
21. Francesco D'Antonio dan Amarnath Bhide. Bab 4 : Infeksi Janin diPanduan
Praktis Arias untuk Kehamilan dan Persalinan Berisiko Tinggi Perspektif
Asia Selatan 4 ed. 2015. Elsevier halaman 69-71.

36

Anda mungkin juga menyukai