Anda di halaman 1dari 27

ROBEKAN JALAN LAHIR

AP Araminta AR Harmani DL Pramesti T Herdita Venita Y Mario


Submodul Asuhan Pasca Persalinan Modul Kesehatan Perempuan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS Cipto Mangunkusumo

Terjadi pada persalinan dengan trauma. Hindari persalinan saat pembukaan serviks belum lengkap. Penyebab:
Episiotomi Robekan

spontan perineum Trauma forseps atau vakum ekstrasi Versi ekstraksi

Robekan yang bisa terjadi


Ringan

(lecet, laserasi) Luka episiotomi Robekan perineum spontan derajat ringan ruptur perinei totalis (sfingter ani terputus) Robekan dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra Terberat: ruptur uteri

Pemeriksaan:
Inspeksi

vulva, vagina, dan serviks cari sumber perdarahan

Curiga ruptur uteri:


Persalinan

macet/ kasep Uterus dengan lokuis minoris resistensia Adanya atonia uteri Tanda cairan bebas intraabdominal.

Semua sumber perdarahan diklem diikat luka ditutup dengan jahitan cat-gut.

Ruptur Perineum

Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada garis tengah akibat persalinan baik secara spontan maupun dengan alat atau tindakan. Etiologi:
Pascapersalinan Kepala janin terlalu cepat lahir Posisi persalinan, cara meneran dan berat bayi baru lahir yang terlalu besar ( > 4000 gram ) Jaringan parut pada perineum Distosia bahu

Faktor risiko
Primipara
Jarak

kelahiran < 2 tahun Riwayat robekan perineum gr III / IV BBJ > 3500g

Klasifikasi robekan perineum, derajat:


1.

2.

3.

Laserasi epitel vagina atau laserasi pada kulit perineum saja Melibatkan kerusakan otot-otot perineum tetapi tidak melibatkan kerusakan sfingter ani Kerusakan otot sfingter ani:
3a: robekan <50% sfingter ani eksterna 3b: robekan >50% sfingter ani eksterna 3c: robekan sfingter ani interna

4.

Robekan stadium tiga disertai robekan epitel anus

Tatalaksana Ruptur Perineum DerajatI

Jika tidak terlalu lebar tidak perlu dijahit

DerajatII Penjahitan robekan perineum. Mula-mula otot dijahit dengan catgut, kemudian mukosa vagina. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Terakhir kulit dijahit secara subkutikuler Derajat III Penjahitan dimulai dari dinding depan rectum kemudian fascia pascia perirektal, fascia septum rektovaginal. Dilanjutkan dengan ujung-ujung otot-sfingter ani, lanjutkan seperti penjahitan derajat II. Derajat IV Penjahitan derajat 4 hampir sama dengan derajat 3, hanya pada derajat 4 mukosa rectum dijahit dengan benang kromik 3-0 atau 4-0 secara interrupted dengan 0,5 cm antara jahitan.

Perlukaan Vulva

2 jenis: Robekan vulva

Akibat persalinan, primipara, luka pada vulva sekitar introitus vagina, terkadang perdarahan banyak khususnya luka dekat klitoris. Pada pemeriksaan sering terlihat robekan kecil pada labium mius, vestibulum, atau belakang vulva.J Jika luka robekan besar dan terlihat perdarahan penghentian perdarahan dan penjahitan luka robekan Daerah hematoma akan terlihat bagian yang lembek, membengkak , perubahan warna kulit, nyeri tekan Penanganan: Hematoma kecil kompres. Jika hematoma makin membesar dan disertai tanda-tanda anemia, presyok maka perlu segera dilakukan pengosongan dari hematoma tersebut.

Hematoma vulva

Robekan Dinding Vagina

Jenis: Kolpaporeksis dan Fistula Kolpaporeksis Robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina Fistula Akibat perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan serviks yang menjalar. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Tatalaksana: penjahitan Komplikasi: perdarahan, infeksi

Robekan Serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri. Etiologi
Partuspresipitatus Trauma Ekstraksi dengan forceps, ekstraksi pada letak

Manifestasi
Perdarahan
KU

memburuk

Tatalaksana:
Jika

berdarah atau lebih besar dari 1 cm penjahitan.

Komplikasi: perdarahan, hematoma, retensi urin, infeksi, jaringan parut dan stenosis vagina, fistula

Ruptur Uteri

Robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium Klasifikasi:
Ruptur

spontan

biasanya pada korpus uteri Ruptura uteri completa (jika semua lapisan dinding rahim sobek) dan ruptura uteri incompleta (jika parametrium masih utuh)
Kehamilan

Robekan

violen Robekan bekas luka seksio

Faktor Risiko:
Multiparitas
Pemakaian

oksitosin yang tidak sesuai Kelainan letak dan implantasi plasenta Kelainan bentuk uterus Hidramnion

Tatalaksana:
Penanganan
Laparatomi Histerektomi

umum perdarahan postpartum

SECTIO CAESARIA (SC)


AP Araminta AR Harmani DL Pramesti T Herdita Venita Y Mario
Submodul Asuhan Pasca Persalinan Modul Kesehatan Perempuan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS Cipto Mangunkusumo

Tahap pemulihan awal

Periksa kondisi pasien dalam 4 jam post operasi :

Tanda vital per 15 menit (jam pertama) per 30 menit (jam selanjutnya) Kesadaran tiap 15 menit Kontraksi uterus Perdarahan Output urin

Analgesia

Supositoria ketoprofen 2x/12 jam, atau Tramadol oral/6 jam, atau

Parasetamol atau petidin 50-75 mg/6 jam Meperidine 75-100 mg IM per 3 jam Morphine sulfate 10-15 mg

TAHAP PEMULIHAN AWAL

Pasien sadar Perdarahan minimal Tanda vital stabil Urin > 30cc/jam

TAHAP PEMULIHAN LANJUTAN (Pasien kembali ke ruang rawat biasa)

Tahap pemulihan lanjutan

Periksa kondisi pasien dalam per 4 jam: Tanda vital Kontraksi uterus Perdarahan Output urin Mobilisasi :

Mobilisasi bertahap menggerakkan kaki dan tangan, lalu duduk Mobilisasi dini mencegah emboli paru dan DVT

Kebutuhan cairan dan diet Anestesi spinal: peristaltik 6 jam pasca SC membaik Anestesi umum: peristaltik umumnya timbul lebih lama Makan lunak pada hari I flatus (+) makanan padat Toleransi minum baik infus lepas 24 jam post SC Pasien harus sudah makan makanan biasa sebelum keluar RS

Perawatan payudara

Perawatan luka Luka diamati setiap hari Jahitan luka dapat dilepas pada hari ke-4 pasca SC Pada pasien dengan kemungkinan terlepasnya luka superfisial, misalnya pada pasien obesitas, jahitan luka dipertahankan hingga hari ke 7-10. Hari ke 3 pasca SC, pasien sudah diperbolehkan mandi. Jaringan subkutan yang tebal (>3 cm) meningkatkan risiko infeksi luka

Pembalut/penutup luka : pelindung infeksi selama proses penyembuhan/reepitelisasi Jika pembalut luka berdarah/basah sedikit : Jangan ganti pembalut Perkuat pembalut Evaluasi cairan/darah lebih dari buka dan evaluasi penyebab,ganti pembalut

Jaga luka kering,bersih,dan lakukan teknik steril pada pemasangan

Perawatan Luka

CDC 1999 : Balut steril harus digunakan pada luka SC selama 24-48 jam postoperatif

Fernandez et al (2003 ) : Tidak terdapat perbedaan bermakna laju infeksi pada luka yang dicuci rutin dengan air, dengan normal salinet,maupun idak dicuci. Saran : cuci luka dengan air minum/matang

Edukasi pasien :
Setelah

kasa steril dibuka, bersihkan lembut daerah luka operasi tiap mandi dengan air Jaga daerah luka kering Jika pakaian menggesek/menekan daerah luka, pasang pantyliner/pembalut di antara luka dan pakaian Sarankan makan dan minum bergizi, olahraga ringan untuk membantu sirkulasi

Kandung kemih :

urin jernih kateter lepas 8jam Urin tidak jernih kateter hingga urin jernih

Antibiotik :

Jika ada tanda infeksi/demam Diberi hingga bebas demam 48 jam Pilihan: Sefalosporin 2g iv, dosis tunggal + Azitromisin resiko endometritis post-op

Rawat gabung : dapat rawat gabung dengan bayi dan menyusui di posisi tidur duduk

Laboratorium :
Hb dan Ht Jika Hb<8 pertimbangkan transfusi

Memulangkan pasien :
2 hari pasca SC elektif tanpa komplikasi, umumnya hari ke3 atau 4 Beri edukasi perawatan luka Kontrol 7 hari setelah pulang Tanda bahaya : perdarahan, demam, nyeri perut berlebih

Daftar Pustaka

Waspodo D. Perawatan operatif. Dalam : Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH (ed). Ilmu kebidanan sarwono prawirohardjo, edisi keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. (444-47) Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI.2002 (430-3) Bick D. The postnatal needs of women following caesarean section. London : Royal College of Nursing. 2004 Women and Newborn Health Service King Edward Memorial Hospital. Following caesarean birth. Darwin : WNHS. 2010 Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD. Williams Obstetrics. 22nd edition. New York: McGraw-Hill, 2007.

Anda mungkin juga menyukai