(triggered activity). Yang dimaksud dengan aktivitas terpicu ini adalah pembentukan impuls pada fase
repolarisasi yang sudah mencapai ambang. Sebuah potensial aksi dapat memicu depolarisasi abnormal
yang berakibat terbentuknya denyut jantung tambahan atau aritmia. Depolarisasi sekunder yang
terbentuk ini terbagi menjadi dua berdasarkan waktu munculnya.
Early afterdepolarizations muncul saat sebelum repolarisasi selesai. Hal ini dapat muncul pada fase 2
atau 3. Keadaan ini dapat memperpanjang durasi potensial aksi (pemanjangan interval QT). jika terjadi
pada fase 2, ketika sebagian besar kanal Na+ dalam keadaan terinaktivasi, denyut terpicu disebabkan
oleh pemasukan Ca++. Apabila terjadi pada fase 3, yaitu saat membrane sel cenderung negatif, terjadi
pemulihan sebagian kanal Na+ yang telah terinaktivasi yang kemudian memicu denyut terpicu.
delayed afterdepolarizations terjadi pada awal diastole yaitu saat repolarisasi penuh telah dicapai.
delayed afterdepolarizations tidak dapat tercetus dengan sendirinya (de novo), tetapi tergantung dari
adanya potensial aksi sebelumnya. Peristiwa ini terjadi bila sel tertenti terpapar katekolamin, digitalis
atau kadar K+ ekstrasel yang rendah, atau kadar Na+ yang rendah dan Ca++ tinggi dalam perfusal.
Depolarisasi seperti ini dapat mencapai ambang dan menimbulkan depolarisasi tunggal yang premature.
Bila depolarisasi premature ini diikuti oleh depolarisasi berikutnya, maka akan terjadi sepasang
ekstrasistol atau berubah menjadi takiaritmia.
Kelas IA
Obat antiaritmia kelas IA menghambat arus masuk ion Na+, menekan depolarisasi fase 0, dan
memperlambat kecepatan konduksi serabut purkinje miokard ke tingkat sedang pada nilai Vmax
istirahat normal. Efek ini diperkuat bila membrane sel terdepolarisasi, atau bila frekuensi eksitasi
meningkat. Selain itu, kelas IA ini juga memperpanjang potensial aksis sel serta periode refrakter melalui
blockade kanal K+ yang bertanggungjawab atas repolarisasi.
Oleh karena dua mekanisme diatas, kelas IA memiliki efek ringan terhadap perpanjangan kompleks
QRS dan interval QT. pada dosis yang besar memiliki pontensi untuk memunculkan afterdepolarizations.
Quinidine
Bila kadar Quinidine naik melebihi 2g/mL, kompleks QRS dan interval Q-Tc akan melebar dengan cepat.
Pada kadar obat yang tinggi, efek toksik terhadap jantung menjadi berat, sehingga dapat timbul
blockade atau henti SA, blockade AV derajat tinggi, aritmia ventrikel atau asistol. Konduksi impuls
menjadi sangat diperlambat disemua bagian jantung. Disamping itu, serabut purkinje dapat
terdepolarisasi dan memperlihatkan automatisitas abnormal. Perubahan ini berlanjut menjadi aritmia
dengan bentuk aneh (bizarre arrhythmias) pada keracunan kuinidin yang berat. Takikardia ventrikel
polimorfik (torsade de pointes) yang disebabkan oleh kuinidin merupakan kejadian yang mengancam
nyawa.
Procainamide
Efek elektrofisiologi Procainamide kurang lebih adalah sama dengan Quinidine, namun gejala
perpanjangan QT yang nyata dan torsade de pointes lebih jarang terlihat dan biasanya terjadi pada gagal
ginjal, ketika kadar NAPA dalam plasma meningkat tajam.
Disopyramide
Efek antiaritmia dan elektrofisiologi nya sama dengan Quinidine. Kejadian pemanjangan QT dan torsade
de pointes dapat pula terjadi.
Kelas IC
Kelas IC merupakan obat yang memiliki potensi paling besar dalam memblokade kanal Na+ serta
memperlambat konduksi. Obat-obat dalam kelas IC ini menurunkan Vmax dan lonjakan potensial aksi di
atrium, ventrikel dan serabut purkinje; perlambatan konduksi di bagian jantung ini paling nyata pada
sistem His-Purkinje. Dibandingkan dengan penghambat kanal Na+ lainnya (kuinidin, lidokain), ia
berdisosiasi sangat lambat dari ikatannya dengan protein kanal sehingga depresi Vmax dan
perpanjangan lama kompleks QRS juga dapag terlihat pada jantung dengan frekuensi denyut jantung
normal. Efeknya adalah relatif kecil terhadap repolarisasi, lama potensial aksi, dan masa refrakter efektif
di serabut purkinje. Masa refrakter nodus AV dan serabut tambahan diperpanjang oleh obat ini.
Pada kadar terapi, memiliki efek besar terhadap interval P-R dan lama kompleks QRS. Interval P-R dapat
mencapai 0,3 detik dan komplek QRS hingga 0,18 detik. Interval QT-c dapat diperpanjang karena
pelebaran komplek QRS, tetapi interval J-T sendiri selalu memendek.
Obat-obatnya antara lain yaitu Flekainid dan Enkainid.
Kelas III
Obat-obat dalam kelas III ini memiliki sifat farmakologik yang berlainan, tetapi sama-sama memiliki
kemampuan memperpanjang lama potensial aksi dan refrakter serabut purkinje dan serabut otot
ventrikel yang terutama melalui blockade pengeluaran K+ pada fase 3 repolarisasi. Tidak seperti kelas I,
kelas III ini memiliki efek minimal pada fase 0 depolarisasi ataupun kecepatan konduksi.
Amiodarone
Amiodarone adalah obat antiaritmia yang poten namun memiliki efek samping yang banyak pula. Efek
terapetik utama nya adalah dengan memperpanjajng durasi potensial aksi dan refrakter pada seluruh
region jantung. Amiodarone memiliki efek yang serupa dengan beberapa kelas lainnya. Ia dapat
menekan fase 0 depolariasi melalui blokade kanal Na+ (kelas I), memiliki efek B-blocking (kelas II), dan
sebagai penghambat kanal kalsium lemah (kelas IV). Sebagai hasilnya, amiodarone akan menurunkan
automatisitas nodus sinoatrial, menghambat sirkuit reenteran, pemanjangan PR, QRS dan QT.
Oleh karena efek signifikan nya dalam memperpanjang interval QT, sering kali ditemukan early
afterdepolarizations dan torsade de pointes.
Obat lainnya antara lain yaitu Dronedarone, Ibutilide, Dofetilide, Sotalol, semuanya memiliki efek
memperpanjang interval QT oleh karena itu dapat mengakibatkan kejadian torsade de pointes pula.