Anda di halaman 1dari 4

Pasien wanita usia 21 tahun datang dengan keluhan utama mulut yang terasa asam

terutama saat bangun tidur. Keluhan lain pasien yaitu suara serak, mendehem, sekret di belakang
hidung, kesulitan dalam proses menelan, batuk setelah berbaring, perasaan mengganjal di
tenggorok, rasa terbakar pada dada, dan cegukan. Keluhan ini telah dialami pasien sejak 1,5
tahun yang lalu.
Atas keluhan pasien diatas, maka dugaan awal penyakit yang dapat mendasari keluhan-
keluhan tersebut antara lain LPR dan GERD.
Koufman pertama kali yang dapat membedakan secara jelas antara LPR dan GERD, dari
laporan kasus berseri sebanyak 899 pasien, yang melaporkan keluhan mendehem 87% pada
pasien LPR sedangkan hanya 3% pada pasien GERD, dan keluhan dada terasa panas pada pasien
LPR hanya 20% sedangkan pada GERD sebanyak 83%.
1,2,3
Survey internasional oleh American
Bronchoesophagological Association memaparkan gejala yang tersering dari LPR, yaitu
mendehem(98%), batuk lama (97%), globus faringeus (95%) dan suara serak (95%).
Terdapat 4 pertahanan untuk melindungi saluran aerodigestivus dari cedera refluks yaitu:
Gastroesophageal Junction (GEJ), fungsi motorik esofagus dan klirens asam, resistensi jaringan
mukosa esofagus, upper esophageal sphincter (UES). Ketika terjadi gangguan pada keempat
fungsi tersebut, maka akan terjadi refluks yang dapat mencapai daerah laryngopharyn. Larynx
yang tidak dilindungi oleh bikarbonat saliva, buffer endogen jaringan, atau peristaltik
mengakibatkan laring mengalami beberapa jejas akibat paparan asam dan pepsin dari asam
lambung. Sebagai respon atas hal tersebut, maka epitel respiratori bersilia di laring yang
normalnya berfungsi untuk membersihkan mukus dari cabang trakeobronkial, akan meningkat
jumlahnya. Kemudian komponen korosif dari refluks itu sendiri dapat mengakibatkan disfungsi
dari silia yang akan menyebabkan pengumpulan mucus, sehingga pasien mengeluh ada ingus
pada tenggoroknya yang sulit dikeluarkan atau postnasal drip. Hal ini kemudian merangsang
pengeluaran dahak yang bermanifestasi pada pasien sebagai berdehem. Iritasi cairan refluks
secara langsung juga akan menyebabkan terjadinya batuk dan tersedak karena respon
laringospasme yang diinduksi sensitivitas saraf sensoris laring yang terangsang dengan
inflamasi lokal. Proses inflamasi ini mengakibatkan edema plika vokalis, ulkus kontak, dan
granuloma yang menyebabkan timbulnya gejala suara serak, globus pharyngeus, dan nyeri
tenggorok. Rasa asam dan heart burn yang dialami pasien dapat terjadi akibat refluks yang
mencapai rongga mulut yang dipengaruhi oleh hilangnya faktor grafitasi saat berbaring.
Cegukan?
Berbeda dengan GERD, pada LPR terdapat penyimpangan pada fungsi UES (Upper
Esophageal Sphincter) dalam menjaga sekresi gaster masuk ke laringfaring sewaktu refluks
sehingga akan bermanifestasi sebagai keluhan-keluhan respirasi dibangdingkan keluhan digestif
seperti pada GERD, yang dalam hal ini disebabkan oleh adanya gangguan pada fungsi LES
(Lower Esophageal Sphincter).


Sebagai faktor predisposisi, pada pasien didapatkan riwayat mengonsumsi kopi, kondisi
psikis yang stress, serta riwayat dispepsia berulang sejak lama.
Kopi bersifat asam dan turut merangsang pengeluaran asam lambung. Pengaruh faktor psikis
yang dipersarafi sistem saraf otonom dapat menstimulasi saraf vagus melalui persarafan
parasimpatis di hipotalamus, akan menghasilkan asetilkolin. Asetilkolin merangsang histamin
yang menstimulasi sel parietal untuk mensekresi asam. Faktor hormonal pada sekresi asam dapat
secara langsung menstimulasi sel parietal dan kelenjar peptik tanpa intervensi sistem saraf. Jalur
hormonal ini diperantarai mulai dari hipotalamus, kelenjar pituitari anterior, dan ACTH
mempengaruhi kelenjar adrenal menghasilkan kortison dan adrenal yang akan menstimulasi sel
parietal dan kelenjar peptik untuk menghasilkan HCl dan pepsin.
4
Berdasarkan Refluks simptom indeks suara serak 2, mendehem 4, post nasal drip 4,
kesulitan menelan makanan 0, batuk setelah makan atau berbaring 2, kesulitan bernapas 1,
merasa ada yang mengganjal di tenggorokan 0, rasa heartburn, nyeri dada, gangguan
pencernaan, regurgitasi asam 4. Pasien termasuk dalam score 16. Skor Indeks Gejala Refluks
lebih atau sama dengan 13, pasien ini masuk dalam kategori abnormal.
Berdasarkan laringoskopi dan Skor Temuan Refluk (Reflux Finding Score) didapati
edema subglotik 2, ventrikular 2, eritema/heperemia 2, edema pita suara 1, edema laring difus 1,
hipertrofi komisura posterior 2, granulasi 0, mukus kental endolaring 0. Total skor yaitu 10 yaitu
grade 1. Berdasarkan analisis, pasien mempunyai kemungkinan 95% LPR apabila skornya 7 atau
lebih.
LPR dapat menyebabkan beberapa komplikasi, antara lain asma, faringitis, sinusitis,
pneumonia, batuk malam hari, keganasan laring. Pada pasien tidak terdapat keluhan sesak, batuk
yang berat, hidung tersumbat, hidung mengeluarkan ingus banyak, nyeri pada wajah, penurunan
fungsi penghidu. Selain itu keluhan pasien tidak dirasa semakin memberat dan progresif. Tidak
ada pula riwayat penurunan berat badan.
Terdapat 3 pendekatan untuk menegakkan diagnosis yaitu respon dari gejala kebiasaan
dan pengobatan secara empirik, observasi endoskopi pada mukosa, dan bukti adanya refluks
dengan multichannel impedance dan studi monitor pH.
Sehingga pada pasien ini diberikan terapi untuk menekan produksi asam lambungnya
dengan PPI. Obat PPI mempunyai efek penghambatan langsung terhadap H+, K+, ATPase dalam
jalur produksi asam di sel parietal. PPI mengurangi aktivitas pepsin dan mengurangi terpaparnya
jaringan oleh produksi asam.
5

Selain itu pasien diberi edukasi untuk menghindari beberapa makanan yang dapat
memicu peningkatan produksi asam lambung. Pasien diminta untuk kontrol kembali dalam dua
minggu untuk dilakukan endoskopi guna melakukan observasi kembali.


1. Sidhu H, Shaker R, Hogan JW. Gastroesophageal reflux laryngitis. Dalam: Castel
OD, Richer JE, penyunting. The esophagus. Edisi ke-4. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins; 2004. h. 518-28.
2. Postma GN, McGuirt Jr WF, Clyne SB. Role of reflux. Dalam: Ossoff RH, Shapshay
SM, Woodson GE, Netterville JL, penyunting. The larynx. Edisi ke-1. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins; 2003. h. 499-511.
3. Poelmans J, Tack J. Extraesophageal manifestations of gastroesophageal reflux. Gut.
2005 54:14929.
4. Zulka E. Laryngopharyngeal Reflux. Simposium & Demo Sulit Telan (Dysphagia).
Semarang. 2008.
5. Park W, Hicks DM, Khandwala F, Richter JE, Abelson TI, Milstein C, dkk.
Laryngopharyngeal reflux: prospective cohort study evaluating optimal dose of
proton-pump inhibitor therapy and pretherapy predictors of response. Laryngoscope.
2005;115:12308.

Anda mungkin juga menyukai