Anda di halaman 1dari 25

DISKUSI KASUS PENYAKIT DALAM

MODUL PRAKTIK KLINIK




KAJIAN KELUHAN DISPEPSIA DAN DIARE
PADA PENYAKIT KRONIK MULTIPEL





DISUSUN OLEH:
Ardeno (0706258763)
Elita Wibisono (0706259021)
Syaiful Rinanto (0706259936)
Selti Rosani (0706162934)
Sonia Hanifati (0706259873)
Risca Marcelena (0706259766)
Tiffani Dwi Arine A. (0706260673)
Frans Liwang (0706154259)

NARASUMBER:
dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
NOVEMBER 2011
1

BAB I
ILUSTRASI KASUS

Identitas
Nama : Ny. P
Usia : 58 tahun
Tempat/Tanggal lahir : Riau, 31 Juli 1953
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Pandau Permai blok C 20 no. 20, Siak Hulu, Kampar, Riau
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status pernikahan : Menikah
Tanggal datang : 25 Oktober 2011

Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis: anak pasien)
Keluhan Utama
Mual dan muntah yang memberat sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 minggu SMRS, pasien mengeluh sakit kepala berputar, bergoyang terutama saat
pasien berubah posisi dari tidur menjadi duduk. Rasa pusing muncul selama 5 menit,
membaik bila pasien duduk tenang selama beberapa saat. Keluhan tersebut muncul 1-2 x/hari.
Kelemahan satu sisi tubuh, penglihatan ganda dan demam disangkal. Selain itu pasien
mengeluh mual yang kemudian diikuti muntah. Isi muntah adalah makanan, mual tidak
membaik dengan makanan, rasa tidak nyaman pada perut (+), muntah darah (). Pasien
memiliki riwayat maag dan belum pernah minum obat maag sebelumnya. Sakit maag muncul
apabila pasien terlambat makan. Pasien juga memiliki kebiasaan minum teh dan kopi setiap
hari sejak usia muda.
Sejak 1 minggu SMRS, keluhan pusing berputar dirasakan semakin berat disertai mual
dan muntah yang semakin sering. Pusing berputar dengan karakteristik yang mirip seperti
sebelumnya, sering muncul sewaktu bangun dari tempat tidur. Selama di rumah, pasien
mengaku minum dan makan cukup walaupun sering dimuntahkan. Nafsu makan juga
menurun, rasa tidak nyaman pada daerah perut (+).
2

Pada 1 minggu SMRS itu juga, pasien juga mengeluh BAB encer 2-3 kali/hari. BAB
cair, ampas (+) sedikit, warna hijau, bau busuk (+), darah (), lendir (), nyeri BAB (),
demam (). Pasien juga sering BAK, dengan rasa panas dan nyeri saat BAK (+). BAK
mengompol (), nyeri pinggang (+) kiri dan kanan, nyeri di bawah perut (). Oleh karena itu,
pasien dibawa ke RSCM dan dikatakan mengalami gangguan vertigo. Pasien dirawat inap
selama beberapa hari dan pulang menjalani rawat jalan. Saat di rumah, keluhan berputar
masih sering muncul, dengan karakteristik yang serupa.
Sejak 1 hari SMRS, pasien mengeluh mual memberat disertai muntah terus menerus.
Pusing berputar (+), pandangan kabur (-). Kemudian pasien dibawa ke IGD RSCM dan
dirawat selama 4 hari. Selama dirawat pasien BAB encer sebanyak 3-4 kali/hari sejak 1 hari
SMRS. BAB cair, ampas (+) sedikit, warna hijau, bau busuk (+), darah (), lendir (), nyeri
BAB (), demam (). Pasien juga merasa lemas dan sulit untuk bergerak. Mual muntah juga
masih dirasakan.
Pada 2 bulan SMRS, pasien pernah mengeluh kedua kaki bengkak. Bengkak muncul
dalam beberapa hari. Pasien juga merasa lemas, mual, dan nafsu makan menurun pada saat
itu. Adanya riwayat muntah-muntah disangkal pada saat itu. Pasien minum air seperti biasa, 8
gelas/hari. Pusing berputar (). Kemudian pasien berobat ke dokter, dilakukan USG dan
dikatakan hanya sakit ginjal. Pasien juga diberi tahu bahwa tekanan darahnya tinggi. Pasien
rawat inap selama beberapa hari, kemudian menjalani rawat jalan. Bengkak dirasakan
membaik, dan tekanan darah pasien dikatakan sudah normal. Sejak saat itu, pasien tidak
mengonsumsi obat apapun dan keluhan bengkak tidak pernah muncul lagi. Barulah pada awal
Oktober 2011, pasien mengeluh sakit pinggang kemudian dirawat di Gedung A RSCM
dikatakan sakit ginjal. Saat itu, dipasang alat di saluran kemih kanan dan kiri.

Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat Ca serviks pada tahun 1996 dan telah menjalani pengobatan di
RS Dharmais, dikatakan sudah sembuh. Pasien menjalani radioterapi 27 kali di luar dan 2 kali
di dalam. Setelah itu, pasien tidak pernah kontrol untuk kanker serviks lagi. Keluhan
keputihan, keluar darah dari kemaluan, serta penurunan berat badan saat ini disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat diabetes melitus, hipertensi, asma, jantung, dan keganasan disangkal.


3

Riwayat Sosial
Pasien sudah menikah dan memiliki 10 anak. Sudah menopause sejak tahun 1996. Sehari-hari
pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Saat ini pembiayaan mengunakan Jamkesda.

Pemeriksaan Fisik (31 Oktober 2011)
Kesadaran : kompos mentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Keadaan gizi : baik
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 64 kg
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 105 x/menit, isi cukup
Frekuensi nafas : 25 x/menit
Suhu : 36,4
o
C

Status Generalis
Kulit : sawo matang, turgor baik
Kepala : normocephal, deformitas (), nyeri tekan ().
Rambut : hitam keputihan, persebaran rambut merata, tidak mudah dicabut.
Mata : konjungtiva anemis /, sklera ikterik /.
Telinga : deformitas (), liang telinga lapang, membran timpani intak, serumen (+)
minimal.
Hidung : deformitas (), deviasi septum (), sekret ().
Tenggorokan : tenang, faring hiperemis (), T1/T1, detritus (), kripti ().
Gigi dan mulut: higienitas oral baik, karies dentis ().
Leher : JVP 5-2 cmH
2
O, pembesaran tiroid (), KGB tidak teraba.
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : iktus kordis teraba pada sela iga 5, linea midklavikula sinistra,
thrill (), lifting (), heaving ().
Perkusi : batas jantung kanan di linea sternalis dekstra
batas jantung kiri di linea midklavikula sinistra
pinggang jantung di sela iga 2 linea parasternal kiri.
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (), gallop ().
Body mass index = 25 kg/m
2
(obesitas grade I)
4

Paru
Inspeksi : simetris statis dinamis.
Palpasi : ekspansi dada simetris, fremitus kanan = kiri.
Perkusi : sonor/sonor.
Auskultasi : vesikuler, rhonki /, wheezing /.
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi ()
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hati limpa tidak teraba, ballotement ()
Perkusi : timpani/timpani, nyeri ketok CVA (+) bilateral, shifting dullness ().
Auskultasi : bising usus (+) normal.
Ekstremitas : akral hangat, edema /

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (25 Oktober 2011)
Hemoglobin : 11,9 g/dL MCV : 87
Hematokrit : 39% MCH : 27
Leukosit : 24.600/L MCHC : 31
Trombosit : 450.000/uL SGOT : 18 /L
Ureum : 95 mg/dL SGPT : 25 /L
Kreatinin : 3,2 mg/dL Na/K/Cl : 139/3,7/101
GDS : 188 mg/dL

Laboratorium (26 Oktober 2011)
PT : 16,8 detik APTT : 32,2 detik
PT control : 13,4 detik APTT control : 32,0 detik
Kadar : 610 mg/dL D-dimer : 0,3 mg/dL
Fibrinogen Kuantitatif

Laboratorium (27 Oktober 2011)
Ureum : 90 mg/dL PT : 15,2 detik
Kreatinin : 2,5 mg/dL PT control : 11,7 detik
APTT : 35,9 detik APTT control : 31,5 detik
Kadar : > 610 mg/dL D-dimer : 0,2 mg/dL
Fibrinogen Kuantitatif
5

Anti HIV Penyaring Metode I: OD 0,191 CO 0,900 Non Reaktif
HBsAg : 0,630 non reaktif
Anti HCV : 0,110 non reaktif

Laboratorium (29 Oktober 2011)
Hemoglobin : 10,9 g/dL MCV : 79,7
Hematokrit : 31,4% MCH : 27,7
Leukosit : 27.050/uL MCHC : 34,7
Trombosit : 344.000/uL Na/K/Cl : 129/3,62/98,3
Ureum : 111 mg/dL
Kreatinin : 2,9 mg/dL

Laboratorium (30 Oktober 2011)
PT : 16,4 detik APTT : 41,7 detik
PT control : 12,0 detik APTT control : 30,9 detik

Pemeriksaan Tinja (29 Oktober 2011):
Lendir (+), leukosit 2-3, cacing (), amoeba (), fecal occult blood test ().

EKG (28 Oktober 2011) :
Irama sinus, gel P normal, interval PR normal, QRS < 0,08 detik, poor R regression ().

Rontgen paru : Infiltrat /, CTR < 50%.

Urinalisis (29 Oktober 2011):
Kuning, keruh, leukosit >>, eritrosit 5-6, epitel (+), protein (+1), Hb (+) 2.

USG Abdomen:
Fatty liver polip KE, hidronefrosis bilateral dengan DJ stent bilateral.

Daftar Masalah:
1. Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang dan dispepsia
2. Benign paroxysmal positional vertigo
3. Chronic kidney disease stage IV dengan infeksi saluran kemih simptomatik
6

4. Karsinoma serviks stadium IIB
5. Imobilisasi
6. Hiponatremia

Resume
Pasien, wanita 58 tahun, datang dengan keluhan mual dan muntah yang memberat sejak 1
hari SMRS. Isi muntah makanan, darah (+). Penurunan nafsu makan (+). Pusing berputar (+)
terutama jika berubah posisi dari tidur ke duduk sejak 3 minggu SMRS, pandangan kabur (),
kelemahan satu sisi tubuh (). Pasien memiliki riwayat sakit maag. BAB cair 3-4 x/hari, air
lebih banyak dari ampas, berwarna kekuningan, berbau busuk, darah (), demam (). Saat ini,
BAK terasa panas dan nyeri. Pasien memiliki riwayat Ca serviks pada tahun 1996, sudah
menjalani radioterapi di RS Dharmais dan dikatakan sembuh. Pada 2 bulan lalu pasien
dirawat di RSCM dikatakan sakit ginjal. Saat itu, dipasang DJ stent bilateral. Dari
pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan tanda-tanda
vital dalam keadaan normal. Kepala, leher, jantung, paru dan ekstremitas dalam batas normal.
Dari pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri ketok CVA kanan dan kiri (+), ballottement ().
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan kadar Hb, peningkatan leukosit,
peningkatan kadar ureum dan kreatinin, serta penurunan natrium. Dari pemeriksaan USG
abdomen didapatkan fatty liver polip KE dan hidronefrosis bilateral dengan DJ stent bilateral.
Pemeriksaan EKG dan rontgen toraks dalam batas normal.

Pengkajian Masalah dan Tata Laksana
1. Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang dan dispepsia
Atas dasar:
Pasien mengeluh mual dan muntah yang memberat, dengan penurunan nafsu
makan. BAB cair (+) 3-4 x/hari, warna hijau, berbau busuk, darah (), lendir ().
Pasien juga memiliki riwayat sakit maag. Pasien saat ini lemas, nyeri tekan
epigastrium (+), turgor kulit menurun sedikit. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan hiponatremi (192 mg/dL). Dari pemeriksaan tinja didapatkan lendir (),
leukosit 2-3, cacing (), amoeba (), FoBT ().

Rencana diagnosis: ()


7

Rencana terapi:
a. IVFD:
i. Trifusin E 1000, 500 cc/24 jam
ii. NaCl 0,9% 500 cc/24 jam
b. Ukur minum urin, balans cairan 24 jam
c. Diet lunak, rendah serat
d. Attapulgite (New diatab

) 2 tablet jika mencret


e. Diosmektyt (Smecta

) 3 x 1 sach
f. Ceftriaxon 1 x 2 gr IV
g. Megestrol acetate (Megaplex

) 1 x I tab
h. Ranitidin 2 x 1 ampul IV
i. Ondansentron 3 x 8 mg IV

Rencana edukasi:
- Edukasi mengenai penyebab mual muntah
- Edukasi mengenai kemungkinan penyebab diare, dampak kekurangan cairan
bagi tubuh
- Edukasi suportif untuk diet makanan lunak, rendah serat
- Edukasi untuk makan teratur, hindari makanan yang memicu sekresi asam
lambung setelah pulang nanti

2. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Atas dasar:
Keluhan pusing berputar terutama saat berpindah posisi dari tidur menjadi duduk.
Keluhan disertai mual dan muntah.

Rencana diagnosis dan terapi:
- Konsultasi bagian Neurootologi

Rencana edukasi
1. Menjelaskan mengenai rawat gabung bersama divisi lain
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai rencana pemeriksaan yang
akan dilakukan

8

3. Chronic kidney diseasestage IV dengan infeksi saluran kemih simptomatik
Atas dasar:
Keluhan nyeri pinggang (). BAK masih keluar, nyeri BAK (+). Adanya riwayat
terpasang DJ stent. Konjungtiva pucat /, hipertensi (), nyeri ketok CVA +/+,
ballotement (), serta edema (). Pemeriksaan laboratorium (25/10/2011): Hb 11,9
g/dL, Leukosit 24600, Ureum darah 95, Kreatinin darah 3,2 CCT hitung 19,35
ml/min. Dari urinalisis: urin kuning, keruh, leukosit >>, eritrosit 5-6, epitel (+),
protein (+1), Hb (+) 2.

Rencana diagnosis:
a. Kultur urin
b. Creatinine clearance test
c. Urinalisis 24 jam

Rencana terapi:
- Ukur minum urin, balans cairan 24 jam
- Asam folat 1 x III
- Vitamin B12 3 x I

Rencana edukasi
a. Edukasi mengenai penyebab nyeri berkemih
b. Edukasi mengenai komplikasi CKD, serta berbagai pemeriksaan untuk memeriksa
adanya komplikasi

4. Ca serviks stadium IIB
Atas dasar:
Adanya riwayat Ca serviks pada tahun 1996. Sudah menjalani pengobatan dengan
radiasi 27 kali di luar dan 2 kali di dalam. Benjolan (), keputihan ().

Rencana diagnosis dan terapi:
- Konsultasi bagian Obstetri dan Ginekologi


9

Rencana edukasi:
a. Menjelaskan mengenai rawat gabung bersama divisi lain
b. Edukasi mengenai penyebab dan faktor risiko Ca serviks
c. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai rencana pemeriksaan yang
akan dilakukan

5. Imobilisasi
Atas dasar:
Pasien merasa lemas, lebih nyaman berbaring. Pasien jarang berpindah posisi, miring
kiri maupun kanan. Pemeriksaan laboratorium didapatkan PT 16,4 detik (12,0) dan
APTT 41,7 detik (30,9).

Rencana diagnosis: ()

Rencana terapi
a. Heparin profilaksis 10000 u/ 24 jam
b. Periksa hemostasis berkala
c. Konsultasi ke bagian Rehabilitasi Medik

Rencana edukasi
- Edukasi mengenai pentingnya mobilisasi, dampak dan bahaya imobilisasi
- Edukasi suportif untuk mobilisasi perlahan dan mandiri

6. Hiponatremia
Atas dasar:
Mual dan memiliki riwayat muntah sebelum datang ke RS. Selain itu selama 4 hari
dirawat di IGD, BAB pasien cair 3-4 x/hari, walaupun sekarang sudah ada perbaikan.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Na 129 mg/dL. Osm plasma: 180,24
mOsm/kgH
2
O (euvolemik).

Rencana diagnosis: ()

Rencana terapi
a. IVFD NaCl 0,9% 500 cc/ 24 jam.
10


Rencana edukasi
b. Menjelaskan mengenai dampak diare dan mual muntah pada tubuh
c. Menjelaskan mengenai terapi yang akan dilakukan


Kesimpulan
Pasien, wanita 58 tahun, dengan masalah GEA dengan dehidrasi ringan-sedang dan dispepsia,
BPPV, CKD stage IV, Ca serviks stadium IIB, imobilisasi, dan hiponatremia dirawat untuk
evaluasi dan tata laksana.


Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad malam
Ad Sanactionam : dubia ad malam


11

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penegakan Diagnosis dan Daftar Masalah
Pasien wanita usia 58 tahun datang dengan keluhan mual dan muntah yang
memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan mual muntah termasuk salah
satu gejala gastrointestinal yang paling sering dikeluhan. Pada dasarnya, mual didefinisikan
sebagai perasaan subyektif akan keinginan untuk muntah, sedangkan muntah (emesis)
merupakan ekspulsi oral isi saluran gastrointestinal akibat adanya kontraksi usus dan dinding
torakoabdominal.
1
Penyebabnya pun banyak dan bervariasi, serta dapat pula melibatkan
sistem organ lainnya. Beberapa penyebab tersering mual muntah antara lain konsumsi obat-
obatan, obstruksi saluran gastrointestinal, kelainan motorik saluran gastrointestinal, kelainan
usus fungsional, infeksi usus, kehamilan, penyakit endokrin, gangguan keseimbangan, serta
penyakit sistem saraf pusat.
2

Untuk mengerucutkan penyebab mual muntah pada pasien ilustrasi kasus, dari
anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa frekuensi mual muntah dirasakan sering, mual terjadi
dahulu lalu dilanjutkan dengan muntah, rasa mual tidak membaik dengan makanan, rasa tidak
nyaman pada perut (+), muntah darah (). Mual sering disertai dengan keluhan pusing dan
sakit kepala. Diduga kuat, mual muntah pada pasien ini disebabkan oleh gangguan
keseimbangan yang mulai dirasakan sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
merasa bergoyang, terutama saat berubah posisi (misalnya dari tidur ke posisi duduk). Rasa
muntah sering kali muncul bersamaan dengan gejala pusing berputar tersebut. Oleh dokter
yang merawat, pasien didiagnosis benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) walaupun
belum diberi tata laksana khusus.
Adanya gangguan pada telinga bagian dalam, khususnya labirin, dapat menstimulasi
nervus aferen vagal gastroduodenal, serta reseptor muskarinik vestibular M
1
dan
histaminergik H
1
terstimulasi, sehingga terjadi ekspulsi isi gastrointestinal.
3
Pasien dirawat
inap untuk BPPV selama 2 minggu hingga keluhan pusing berputar dirasakan membaik.
Pasien pulang, namun seminggu kemudian keluhan serupa muncul lagi dengan mual muntah
yang sering. Pasien pun dikonsultasikan ke bagian Neurologi untuk rawat bersama.

Meskipun demikian, pasien masuk ke RS dengan keadaan umum lemas, tampak sakit
sedang, intake sulit, dengan penurunan nafsu makan yang sudah berlangsung 2 bulan
12

terakhir. Pasien hanya makan setengah porsi, serta berat badan turun 1-2 kg dalam satu bulan
terakhir. Pasien memiliki riwayat dispepsia sejak usia muda, kebiasaan makan tidak teratur,
serta sering mengonsumsi teh dan kopi (zat pemicu sekresi asam lambung).
Di samping itu, dari anamnesis diperoleh data bahwa pasien juga mengalami BAB
encer sebanyak 3-4 kali/hari sejak 1 hari SMRS. BAB cair, ampas (+) sedikit, warna hijau,
bau busuk (+), darah (), lendir (), nyeri BAB (), demam (). Dari pemeriksaan fisis
ditemukan tekanan darah 105/70 mmHg, frekuensi nadi 105 x/menit, bising usus (+) 5-6
x/menit, mata cekung /, turgor kulit sedikit menurun.
Berdasarkan keluhan di atas, pasien mengalami diare akut (<15 hari) yang sifatnya
sekretorik. Secara umum, diare akut dapat disebabkan oleh infeksi (bakteri, parasit, virus),
keracunan makanan, maupun efek obat-obatan.
2
Dari anamnesis, pasien tidak mengkonsumsi
obat-obatan serta adanya keracunan makanan juga dapat disingkirkan. Di samping itu, infeksi
merupakan penyebab sering diare akut. Infeksi tersebut ada yang bersifat invasif (merusak
mukosa usus) dan noninvasif (tidak merusak mukosa). Infeksi yang invasif biasanya
mengakibatkan nekrosis dan ulserasi dinding usus sehingga cairan diare dapat bercampur
lendir dan darah. Sedangkan pada pasien ini, BAB darah () dan lendir (). Diare dipikirkan
disebabkna oleh patogen noninvasif yang memicu diare melalui enterotoksin yang
dihasilkannya. Enterotoksin tersebut meningkatkan sekresi aktif anion klorida ke lumen usus,
yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium, dan kalium. Namun, tidak menutup
kemungkinan diare air juga muncul oleh oganisme yang menginvasi epital usus dengan
inflamasi yang minimal.
2,4

Pelepasan toksin oleh bakteri, baik yang menginfeksi traktus gastrointestinal maupun
yang menyebabkan sepsis, akan terbawa oleh aliran darah ke pusat sentral muntah di batang
otak (area postrema). Toksin bakteri juga akan menstimulasi reseptor 5-HT
3
, M
1
, H
1
, dan
dopamin D
2
sehingga timbul rangsang mual dan muntah.
5
Pada kondisi pasien dengan
keluhan utama mual muntah yang disertai diare infektif ini, pasien dikatakan mengalami
gastroenteritis akut (GEA). Meskipun demikian, keluhan mual muntah pada pasien ini sukar
dipisahkan dari dispepsia yang sering dialaminya. Dari pemeriksaan fisis juga ditemukan
adanya nyeri tekan epigastrium (+).
Di samping diare, dari penemuan fisis pasien juga dipikirkan adanya dehidrasi ringan-
sedang akibat diare yang dialaminya. Dehidrasi ringan-sedang ditentukan secara klinis, yakni
gambaran klinis turgor berkurang, penurunan berat badan 2-5%, tetapi tanda vital (frekuensi
nadi dan napas) masih dalam batas normal.
4

13

Pada pemeriksaan fisis pasien, ditemukan adanya tanda-tanda dehidrasi ringan-sedang
sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada follow-up pasien selanjutnya, telah
dilakukan pemeriksaan laboratorium feses. Hasilnya antara lain lendir (+), leukosit 2-3,
cacing (), amoeba (), fecal occult blood test/FoBT (). Dari temuan tersebut, dipikirkan
GEA pada pasien terjadi akibat infeksi bakterial. Pada diare akibat virus, biasanya jumlah dan
hitung jenis leukosit dalam batas normal, atau limfositosis. Berdasarkan literatur, bakteri
yang umum ditemukan pada diare akut tanpa demam ataupun darah tinja antara lain
Enterotoxigenic E. coli/ETEC (penyebab tersering dari diare turis), eksotoksin preformed dari
S. aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens tipe A. Namun, belum dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan etiologi GEA. Pasien hanya diberikan antibiotik
spektrum luas, misalnya ceftriaxon.
4


Kondisi mual muntah pada pasien, yang disertai dengan intake sulit mengakibatkan
gangguan keseimbangan elektrolit. Setelah rawat inap satu minggu (tanggal 31/10/2011),
kadar Na
+
turun menjadi 129 mEq/L (nilai rujukan: 135-147 mEq/L), kadar K
+
= 3,62 mEq/L
(nilai rujukan: 3,5-5,5 mEq/L), dan kadar Cl
-
= 98,3 mEq/L (nilai rujukan: 100-106 mEq/L).
Kondisi hiponatremia merupakan salah satu gangguan keseimbangan elektrolit yang tersering
dan terjadi akibat kelebihan cairan relatif (jumlah asupan cairan melebihi kemampuan
ekskresi). Hiponatremia juga dapat terjadi akibat kelainan yang lebih jarang, misalnya
ketidakmampuan menekan sekresi ADH pada gagal jantung, sirosis hepar, atau syndrome of
inappropriate ADH-secretion (SIADH). Gangguan elektrolit berupa hiponatremia, terutama
yang bersifat akut, memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya edema serebri. Sementara
untuk hiponatremia kronik, risiko tersebut lebih rendah.
6

Pada pasien ini, dipikirkan adanya hiponatremi kronik, yakni berlangsung lambat lebih
dari 48 jam. Pada waktu masuk IGD (tanggal 25/10/2011), kadar Na
+
masih 139 mEq/L,
kemudian nilai tersebut turun seiring dengan semakin memberatnya keluhan mual muntah
dan diare. Proses tersebut merupakan proses adaptasi, pasien tampak gejala hiponatremi
ringan seperti lemas dan mengantuk. Sementara untuk riwayat kehilangan cairan lainnya:
penggunaan diuretik (), tanda edema perifer (), tanda/gejala gagal jantung dan sirosis ().
Dari pemeriksaan fisis, JVP masih dalam batas normal: 5-2 cmH
2
O, asites (), edema ().
Oleh sebab itu, dipikirkan adanya hiponatremi ec. GI lost.
6
Pada pasien direncanakan
pemeriksaan ulang elektrolit darah setiap 3 hari.

14

Di samping keluhan mual muntah yang disertai diare, pasien juga mengeluhkan buang
air kecil (BAK) yang nyeri sejak 2 minggu SMRS. Menurut pasien, frekuensi dan jumlah
BAK masih dalam batas normal, warna kuning, darah (), namun nyeri berkemih (+). BAK
urgensi (), nyeri pinggang (+) kiri dan kanan, nyeri suprapubik (). Dari anamnesis lebih
lanjut juga diketahui bahwa pasien memiliki riwayat pemasangan alat double J ureteral stent
pada awal Oktober 2011. Pada pemeriksaan fisis, ditemukan nyeri ketok CVA (+) kiri dan
kanan. Dari seluruh temuan-temuan klinis tersebut, dipikirkan adanya infeksi saluran kemih
pada pasien (ISK simptomatik) pascapemasangan DJ stent. Namun, untuk memastikan
diagnosis ISK, diperlukan pemeriksaan kultur urin. Kultur urin positif ISK dikatakan
bermakna apabila terdapat 10
5
koloni/ml.
7

Berdasarkan literatur, pemasangan DJ stent dapat meningkatkan risiko bakteruria dan
kolonisasi pada stent. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kehinde et al
8
menyebutkan
bahwa koloni bakteri ditemukan pada 24% sampel urin, 31% pada segmen proksimal stent,
serta 34% pada segmen distal 34%. Selain itu, adanya penyakit ginjal kronis merupakan
faktor risiko untuk infeksi saluran kemih pada pasien yang dipasang stent (p<0,001).
8


Masalah chronic kidney disease (CKD) sendiri telah diketahui berdasarkan informasi
pengobatan sebelumnya. Pada 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh bengkak di bagian kaki
dan setelah diperiksa, tekanan darah dikatakan tinggi. Oleh dokter, pasien didiagnosis CKD
stage IV ec. nefropati obstruktif dan dilakukan pemasangan DJ stent. Pada dasarnya, disebut
sebagai CKD apabila kerusakan ginjal 3 bulan, yaitu gangguan struktur dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi (LFG=GFR). Hal itu ditandai dengan kelainan patologi ginjal atau
petanda kerusakan ginjal dalam darah, urin, atau kelainan radiologis.
9
Adapun stadium CKD
didefinisikan sebagai berikut:

Tabel. Stadium Chronic Kidney Disease (CKD)
9

Stage I
Penurunan fungsi ginjal ringan; kerusakan ginjal dengan GFR
normal atau relatif tinggi (GFR > 90 ml/min/1,73 m
2
)
Stage II
Penurunan ringan pada GFR (60-89 ml/min/1,73 m
2
) disertai
kerusakan ginjal
Stage III Penurunan sedang pada GFR (30-59 ml/min/1,73 m
2
)
Stage IV Penurunan berat pada GFR (15-29 ml/min/1,73 m
2
)
Stage V gagal ginjal (GFR < 15 ml/min/1,73 m
2
)
15

Saat masuk RS (25/10/2011), temuan yang mendukung diagnosis CKD pada anamnesis
adalah keluhan mual muntah, nafsu makan menurun. Dari pemeriksaan fisis ditemukan
konjungtiva pucat /, hipertensi (), nyeri ketok CVA +/+, ballotement (), serta edema ().
Pada pemeriksaan laboratorium: Hb 11,9 g/dL (rujukan: 12-14 g/dL), ureum darah 95 mg/dL
(rujukan: 10-50 mg/dL), kreatinin darah 3,2 mg/dL (rujukan 0,5-1,5 mg/dL). Estimasi
creatinine clearance sesuai persamaan Cockcroft-Gault
10
= 19,35 ml/min; sesuai dengan
kriteria CKD stage IV.
Berdasarkan literatur, pada CKD st. III atau IV sering ditemui anemia normositik
normokrom akibat insufisiensi produksi eritropoietin (EPO). Meski demikian, kondisi anemia
tersebut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Pada pasien ilustrasi kasus, kadar Hb sedikit
menurun, tanpa disertai gejala konjungtiva pucat.
11

Selain itu, dijumpai adanya peningkatan kadar ureum darah. Ureum merupakan hasil
akhir metabolisme protein dan terutama di sintesis di hepar, difiltrasi dengan bebas dari
glomerulus, tetapi sekitar 50% direabsorpsi sehingga klirens ureum lebih sedikit daripada
GFR. Kondisi uremia pada pasien ini dapat berpengaruh juga terhadap gastritis dan ulserasi
mukosa saluran cerna yang berupa gejala mual muntah. Oleh sebab itu, diperlukan
pemantauan kadar ureum secara berkala.
12


Selain keluhan-keluhan di atas, pasien juga memiliki riwayat Ca serviks pada tahun
1996. Pada saat itu, pasien menjalani pengobatan radioterapi di RS Kanker Dharmais,
Jakarta, hingga tuntas (sebanyak 27 kali) dan telah dikatakan sembuh. Pasien pun tidak
pernah kontrol lagi.
Meskipun demikian, adanya keterlibatan kanker terhadap tanda dan gejala yang dialami
pasien tidak dapat disingkirkan. Adanya metastasis kanker ke intrakranial juga dapat
menghasilkan keluhan pusing berputar serta mual muntah yang serupa. Oleh karena itu,
direncanakan pemeriksaan MRI otak pada pasien untuk menyingkirkan kecurigaan
metastasis. Dalam hal ini, pasien juga dikonsultasikan ke bagian Obstetri dan Ginekologi
untuk rawat bersama.

Masalah lain yang ditemukan pada pasien ini adalah adanya imobilisasi. Pasien lebih
nyaman berbaring dan enggan untuk duduk. Dari pemeriksaan laboratorium juga didapatkan
PT 16, detik (rujukan: 12 detik) dan aPTT 41,7 detik (rujukan: 30,9 detik). Kondisi
imobilisasi tersebut dapat memperburuk kondisi hemostasis pasien.

16

2.2 Kerangka dan Daftar Masalah
Dari seluruh masalah diidentifikasi, disusun kerangka masalah pada pasien ini sebagai
berikut.











Berdasarkan uraian kerangka masalah di atas, dapat disusun daftar masalah pada pasien ini
(sesuai prioritas) sebagai berikut:
1. Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang dan dispepsia
2. Benign paroxysmal positional vertigo
3. Chronic kidney disease stage IV dengan infeksi saluran kemih simptomatik
4. Karsinoma serviks stadium IIB
5. Imobilisasi
6. Hiponatremia

2.3 Rencana Tata Laksana dan Prognosis
Pengkajian rencana terapi GEA dengan dehidrasi ringan-sedang dan dispepsia
Diare akut akibat infeksi merupakan salah satu penyebab infeksi pada negara
berkembang, terutama pada anak-anak. Evaluasi diare akut bergantung pada tingkat
keparahan dan durasi waktunya. Kebanyakan gejala diare bersifat ringan dan self-limited.
Diare harus segera dievaluasi jika timbul dehidrasi, feses berdarah, demam >38,5
o
C, durasi >
Diare
Gastroenteritis Akut
Dehidrasi ringan-sedang
Mual
Muntah
BPPV
CKD st IV + ISK
simptomatik
Ca serviks
stadium IIB
Imobilisasi
Hiponatremia
17

48 jam tanpa perbaikan, riwayat penggunaan antibiotik, kejadian luar biasa, nyeri abdominal
pada pasien > 50 tahun, serta pasien geriatri (> 60 tahun) atau pasien imunokompromais.
13

Bagan di bawah ini menunjukkan alur tata laksana pasien dengan diare akut.



















Gambar 1. Algoritma Tata Laksana Diare Akut

Perbaikan Tidak ada perbaikan*
Diare Akut
Anamnesis dan PF Non-infeksi
Infeksi
Evaluasi dan tata laksana
Ringan Sedang Berat
Terapi cairan dan elektrolit
Observasi Demam >38,5
0
C, feses berdarah,
peningkatan leukosit feses,
imunokomporomasi, atau geriatri
Perbaikan Tidak ada perbaikan* Tidak Ya
Uji
mikrobiologi
feses
Agen
antidiare
Ditemukan
patogen
Ya Tidak
Terapi
empiris
Tata laksana
spesifik
18

Berdasarkan ilustrasi kasus, pasien mengalami mual, muntah, dan diare akibat gastroenteritis
bakterial sehingga akibatnya terjadi dehidrasi ringan. Tata laksana yang diberikan kepada
pasien untuk mengatasi masalahnya adalah terapi cairan dan elektrolit berupa Triofusin E
(TE) 500 cc/24 jam dan NaCl 0,9% 500 cc/24 jam, ukur minum dan urin untuk balans cairan
selama 24 jam, diet lunak dan rendah serat, ondansentron 3 x 8 mg IV, Attapulgite (New
diatab

) 2 tablet jika pasien mencret, Diosmektyt (Smecta

) 3 x 1 sachet, Ceftriakson 1 x 2 g
IV, dan Megestrol acetate (Megaplex

) 1 x I tab.
IVFD berupa TE 500 cc/24 jam dan NaCl 0,9% 500 cc/24 jam
Pemberian terapi cairan dan elektrolit merupakan terapi utama yang penting
dilakukan dalam menangani diare akut. Terapi ini dilakukan dengan tujuan untuk
menggantikan cairan tubuh yang hilang selama terjadinya mual, muntah, serta diare
pada pasien. Berdasarkan anamnesis, pasien mengaku mengalami diare dengan
konsistensi feses cair sebanyak 3-4 kali sehari, feses berwarna hijau, berbau busuk,
dan tidak didapatkan darah. Dari pemeriksaan laboratorium juga didapatkan
hiponatremi yang merupakan dampak dari diare yang dialami pasien.
Tubuh dalam keadaan normal membutuhkan asupan cairan sebanyak 30
mL/kgBB dari berbagai sumber (baik oral maupun infus). Jumlah ini harus
ditambahkan dengan kehilangan cairan abnormal (mual, muntah, dan diare) yang
dialami pasien.
14
Menurut perhitungan berat badan, kebutuhan cairan pasien ini
(dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang) adalah 109/100 x (30-40 cc/kgBB/hari) =
2092 mL. Akan tetapi, harus diingat bahwa nilai total cairan yang dibutuhkan ini
berasal dari infus dan asupan oral, oleh karena itu dipertimbangkan agar tidak
memberikan cairan infus yang terlalu banyak, apalagi mengingat pasien mengidap
penyakit ginjal kronik di mana perlu dilakukan pembatasan cairan yang masuk
(maksimal 1200 mL/hari). Pemberian infus NaCl 0,9% sebanyak 500 cc dalam 24 jam
ditambah dengan Triofusin E 1000 sebanyak 500 cc dalam 24 jam cukup untuk
memenuhi kebutuhan cairan tubuh.
Infus Triofusin E 1000 selain berfungsi sebagai, terapi cairan juga mengandung
fruktosa 120 g, glukosa 66 g, xylitol 60 g. Nutrisi parenteral ini dibutuhkan karena
terdapat penurunan nafsu makan pasien.
Diet lunak dan rendah serat
Asupan makanan yang diberikan pada pasien sebaiknya dalam bentuk lunak
agar kerja usus tidak terlampau berat. Selain itu, asupan serat hendaknya dibatasi
19

hingga 10 mg/hari agar tidak menstimulasi kerja usus dan lebih mudah untuk
dicerna.
15

Ondansetron 3 x 8 mg IV
Ondansetron merupakan obat golongan antagonis reseptor 5-HT
3
(serotonin)
yang digunakan untuk mengatasi mual dan muntah pada pasien postkemoterapi
maupun postoperatif.
16,17
Obat ini tepat diberikan kepada pasien untuk menghambat
aktivitas reseptor 5-HT
3
yang distimulasi oleh adanya toksin bakteri dalam tubuh.
Dosis ondansetron untuk 3 kali pemberian adalah 0,15 mg/kgBB/kali. Menurut
perhitungan, pasien membutuhkan 0,15 mg/kgBB/kali x 60 kg = 9,4 mg/kali. Dosis
yang diberikan tepat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan oleh pasien.
Activated Attapulgite (New Diatab

) 2 tablet jika pasien mencret


Activated attapulgite yang diindikasikan untuk tata laksana diare akibat keracunan
makanan atau toksin bakteri dan virus
17
. Obat ini tepat diberikan untuk menangani
diare yang diakibatkan gastroenteritis bakterial. Dosis anjuran activated attapulgite
adalah 2 tablet setiap mencret dengan maksimal pemberian 12 tablet/hari.
Diosmektit (Smecta

) 3 x 1 sachet
Smecta

mengandung diosmektit dan digunakan untuk tata laksana diare akut.


Mekanisme kerja diosmektit yaitu dengan menyerap toksin bakteri (seperti Rotavirus,
E. Coli, dan Staphylococcus). Diosmektit berinteraksi dengan mukosa saluran
gastrointestinal dan merangsang terjadinya penyembuhan dari mukosa yang
terinfeksi.
16
Pemberian dosis diosmektit dapat dilakukan 3 kali sehari sebanyak 1
sachet dengan dilarutkan di dalam air sebanyak 200 mL. Pemberian diosmektit tepat
dilakukan pada pasien ini untuk menyerap toksin bakteri dan mempercepat
penyembuhan mukosa usus.
Ceftriakson 1 x 2 g IV
Ceftriakson merupakan golongan cephalosporin generasi 3 dengan spektrum yang
luas dan bekerja dengan menghambat dinding sel bakteri. Pemberian antibiotik ini
kepada pasien ditujukan untuk menangani infeksi bakterial saluran gastrointestinal,
baik yang disebabkan oleh bakteri gram-positif maupun gram-negatif. Dosis
ceftriakson yang diberikan adalah 1-2 g/hari, maksimal 4 g/hari. Pemberian obat ini
beserta dosisnya tepat bagi penanganan pasien dalam mengatasi gastroenteritis
bakterial.
17


20

Megestrol asetat (Megaplex

) 1 x I tab
Megaplex

merupakan obat kemoterapi hormonal yang mengandung megestrol asetat.


Obat ini diindikasikan untuk tata laksana paliatif pasien karsinoma payudara, serviks,
maupun endometrium. Mekanisme aksinya berkaitan dengan efek antineoplastik
akibat inhibisi sintesis estrogen, modulasi hormon steroid, dan atau efek sitotoksik
pada sel tumor. Selain itu, obat ini menstimulasi nafsu makan pada pasien yang
mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan akibat penyakit yang
berat.
17,18
Megaplex diberikan sebanyak 1 kali sehari. Pemberian obat ini tepat untuk
membantu meningkatkan asupan makan pasien dan menghambat perkembangan
kanker serviks pasien.
Ranitidin 2 x 1 ampul IV
Ranitidin merupakan obat golongan antagonis reseptor H
2
yang diindikasikan untuk
dispepsia fungsional, ulkus gaster dan duodenum, serta GERD. Mekanisme kerjanya
dengan menghambat sekresi asam lambung melalui reseptor H
2
.
16,17
Dosis yang
diberikan untuk mengatasi dispepsia fungsional adalah 50 mg/hari. Pemberian obat ini
tepat bagi pasien untuk mengatasi dispepsianya.

Pengkajian rencana terapi BPPV
Rawat bersama dengan Bagian Neurologi. Untuk mengatasi mual dan muntah akibat
BPPV, pasien diberikan ondansetron.
17


Pengkajian rencana terapi CKD stage IV
Ukur minum dan urin, balans cairan selama 24 jam
Untuk pasien Ny. P, harus dilakukan restriksi cairan untuk mencegah terjadinya
overload cairan yang masuk ke tubuh. Harus dilakukan pemantauan yang ketat
dengan mengukur jumlah cairan yang diminum pasien dan jumlah urin, beserta infus
yang diberikan.

Asam folat 1 x III dan Vitamin B
12
3 x I
Pada pasien ini, penyakit ginjal kronik yang dideritanya menimbulkan insufisiensi
produksi eritropoietin sehingga timbul anemia normositik normokrom. Produksi sel
darah merah dari sumsum tulang akan meningkat dan membutuhkan banyak substrat
mayor dan kofaktor produksinya. Oleh karena itu, pada pasien ini diberikan
21

suplementasi asam folat dan vitamin B
12
yang merupakan kofaktor produksi sel darah
merah.

Pengkajian rencana terapi Ca serviks stadium IIB
Konsul dengan Bagian Obstetri dan Ginekologi

Pengkajian rencana terapi imobilisasi
Heparin profilaksis 10000 u/24 jam
19

Profilaksis heparin diberikan untuk mencegah koagulasi darah pada pasien dengan
imobilisasi.

Pengkajian rencana terapi hiponatremia
IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24 jam
Pemberian infus NaCl 0,9% sebanyak 500 cc selama 24 jam diharapkan dapat
menangani hiponatremia yang terjadi akibat mual, muntah, dan diare yang dialami
oleh pasien. Dalam setiap liternya, NaCl 0,9% mengandung 9 gram Na dengan
osmolalitas 308 mOsm/L setara dengan ion Na
+
154 mEq/L dan Cl
-
154 mEq/L.

Pengkajian prognosis pasien
Ad vitam : dubia ad bonam
Jika dilihat dari keadaan umum pasien, pasien menderita beberapa penyakit pada
berbagai sistem organ: penyakit CKD stage IV dengan ISK simptomatik, Ca serviks
stadium IIB, dan GEA dehidrasi ringan-sedang dengan dispepsia. Penyakit yang
diderita pasien ini membuat keadaan umum pasien tidak baik karena mengakibatkan
ganggguan kronis dan fungsi dari sistem organ secara keseluruhan. Tetapi, jika
ditangani dengan baik, penyakit pasien (ISK simptomatik dan GEA dehidrasi ringan-
sedang dengan dispepsia) dapat sembuh dan dapat memperbaiki keadaan umum
pasien.
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Meskipun beberapa sistem organ mengalami gangguan pada pasien ini (sistem
urogenital dan sistem gastrointestinal), tetapi jika penyakit tersebut ditangani dengan
tepat, maka sistem organ tersebut masih dapat berfungsi dengan baik.

22

Ad sanactionam : dubia ad malam
Penyakit yang dialami pasien, yaitu ISK simptomatik dapat kembali kambuh karena
adanya faktor risiko berupa pemasangan stent di ureter. Ca serviks stadium IIB pada
pasien ini juga dapat mengalami kekambuhan akibat metastasis. Dispepsia juga
bersifat rekuren seandainya pasien tidak menjaga asupan makanannnya.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasler WL. Nausea, vomiting, and indigestion. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper
DL, Hauser SL, longo DL, Jameson JL, et al. Harrisons principles of internal
medicine. 17th ed. San Fransisco: McGraw-Hill; 2008. p. 240-5.
2. Hasler WL, Owyang C. Approach to the patient with gastrointestinal disease. In: Fauci
AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, longo DL, Jameson JL, et al. Harrisons
principles of internal medicine. 17th ed. San Fransisco: McGraw-Hill; 2008. p. 1831-6.
3. Salvinelli F, Firrisi L, Casale M, Trivelli M, DAscanio L, Lamanna F, et al. Benign
paroxysmal positional vertigo: diagnosis and treatment. Clin Ter. 2004
Sep;155(9):395-400.
4. Simadibrata M, Dadiyono. Diare akut. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I. 4th ed. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. p.408-13.
5. Bunnett NW, Lingappa V. Gastrointestinal disease. In: Ganong WF, McPhee SJ,
editors. Pathophysiology of disease. 5th ed. New York: McGrawHill; 2006. p.370-4.
6. Darwis D, Moenadjat Y, Nur BM, Madjid AS, Siregar P, Aniwidyaningsih W, et al.
Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. p.83-114.
7. Achmad IA, Tarmono, Noegroho BS, Taher A. Infeksi saluran kemih non komplikata
akut pada wanita. In: Guidelines penatalaksanaan infeksi saluran kemih (ISK) dan
genitalia pria 2007. p.13-15.
8. Kehinde EO, Rotimi VO, Al-Hunayan A, Abdul-Halim H, Boland F, Al-Awadi KA.
Bacteriology of urinary tract infection associated with indwelling J ureteral stents. J
Endourol. 2004 Nov;18(9):891-6.
9. Bargman JM, Skorecki K. Chronic kidney disease. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper
DL, Hauser SL, longo DL, Jameson JL, et al. Harrisons principles of internal
medicine. 17th ed. San Fransisco: McGraw-Hill; 2008. p. 1761-70.
10. persamaan Cockcroft-Gault
11. Locatelli F, Del Vecchio L. Erythropoiesis-stimulating agents in renal medicine.
Oncologist. 2011:16Suppl3:19-24.
12. Rubenstein D, Wayne D, Bradley. Kedokteran klinis. 6th ed. Jakarta: Penerbit
Erlangga. p.219-41.
24

13. Makmun D, Simadibrata M, Abdullah M, Syam AF, Fauzi A, editors. Konsensus
penatalaksanaan diare akut pada dewasa di indonesia. Jakarta: Perkumpulan
Gastroenterologi Indonesia; 2009.
14. Loehoeri S, Wirjoadmodjo M. Rehidrasi. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I. 4th ed. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2007. p.152-7.
15. Simadibrata M. Nutrisi enteral. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2007. p.60-3.
16. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, editors. Farmakologi dan terapi. 5th
ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
17. Katzung BG, editors. Basic and clinical pharmacology.10th ed. Singapore: McGraw-
Hill; 2007.
18. Reuben DB. The effects of megestrol acetate suspension for elderly patients with
reduced appetite after hospitalization: a phase II randomized clinical trial. J Am
Geriatr Soc. 2005 Jun;53(6):970-5.
19. Siguret V, Pautas E, Gouin I. Low molecular weight heparin treatment in elderly
subjects with or without renal insufficiency: new insight between june 2002 and march
2004. Curr Opin Pulm Med. 2004; 10(5):366-70.

Anda mungkin juga menyukai