) 3 x 1 sach
f. Ceftriaxon 1 x 2 gr IV
g. Megestrol acetate (Megaplex
) 1 x I tab
h. Ranitidin 2 x 1 ampul IV
i. Ondansentron 3 x 8 mg IV
Rencana edukasi:
- Edukasi mengenai penyebab mual muntah
- Edukasi mengenai kemungkinan penyebab diare, dampak kekurangan cairan
bagi tubuh
- Edukasi suportif untuk diet makanan lunak, rendah serat
- Edukasi untuk makan teratur, hindari makanan yang memicu sekresi asam
lambung setelah pulang nanti
2. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Atas dasar:
Keluhan pusing berputar terutama saat berpindah posisi dari tidur menjadi duduk.
Keluhan disertai mual dan muntah.
Rencana diagnosis dan terapi:
- Konsultasi bagian Neurootologi
Rencana edukasi
1. Menjelaskan mengenai rawat gabung bersama divisi lain
2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai rencana pemeriksaan yang
akan dilakukan
8
3. Chronic kidney diseasestage IV dengan infeksi saluran kemih simptomatik
Atas dasar:
Keluhan nyeri pinggang (). BAK masih keluar, nyeri BAK (+). Adanya riwayat
terpasang DJ stent. Konjungtiva pucat /, hipertensi (), nyeri ketok CVA +/+,
ballotement (), serta edema (). Pemeriksaan laboratorium (25/10/2011): Hb 11,9
g/dL, Leukosit 24600, Ureum darah 95, Kreatinin darah 3,2 CCT hitung 19,35
ml/min. Dari urinalisis: urin kuning, keruh, leukosit >>, eritrosit 5-6, epitel (+),
protein (+1), Hb (+) 2.
Rencana diagnosis:
a. Kultur urin
b. Creatinine clearance test
c. Urinalisis 24 jam
Rencana terapi:
- Ukur minum urin, balans cairan 24 jam
- Asam folat 1 x III
- Vitamin B12 3 x I
Rencana edukasi
a. Edukasi mengenai penyebab nyeri berkemih
b. Edukasi mengenai komplikasi CKD, serta berbagai pemeriksaan untuk memeriksa
adanya komplikasi
4. Ca serviks stadium IIB
Atas dasar:
Adanya riwayat Ca serviks pada tahun 1996. Sudah menjalani pengobatan dengan
radiasi 27 kali di luar dan 2 kali di dalam. Benjolan (), keputihan ().
Rencana diagnosis dan terapi:
- Konsultasi bagian Obstetri dan Ginekologi
9
Rencana edukasi:
a. Menjelaskan mengenai rawat gabung bersama divisi lain
b. Edukasi mengenai penyebab dan faktor risiko Ca serviks
c. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai rencana pemeriksaan yang
akan dilakukan
5. Imobilisasi
Atas dasar:
Pasien merasa lemas, lebih nyaman berbaring. Pasien jarang berpindah posisi, miring
kiri maupun kanan. Pemeriksaan laboratorium didapatkan PT 16,4 detik (12,0) dan
APTT 41,7 detik (30,9).
Rencana diagnosis: ()
Rencana terapi
a. Heparin profilaksis 10000 u/ 24 jam
b. Periksa hemostasis berkala
c. Konsultasi ke bagian Rehabilitasi Medik
Rencana edukasi
- Edukasi mengenai pentingnya mobilisasi, dampak dan bahaya imobilisasi
- Edukasi suportif untuk mobilisasi perlahan dan mandiri
6. Hiponatremia
Atas dasar:
Mual dan memiliki riwayat muntah sebelum datang ke RS. Selain itu selama 4 hari
dirawat di IGD, BAB pasien cair 3-4 x/hari, walaupun sekarang sudah ada perbaikan.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Na 129 mg/dL. Osm plasma: 180,24
mOsm/kgH
2
O (euvolemik).
Rencana diagnosis: ()
Rencana terapi
a. IVFD NaCl 0,9% 500 cc/ 24 jam.
10
Rencana edukasi
b. Menjelaskan mengenai dampak diare dan mual muntah pada tubuh
c. Menjelaskan mengenai terapi yang akan dilakukan
Kesimpulan
Pasien, wanita 58 tahun, dengan masalah GEA dengan dehidrasi ringan-sedang dan dispepsia,
BPPV, CKD stage IV, Ca serviks stadium IIB, imobilisasi, dan hiponatremia dirawat untuk
evaluasi dan tata laksana.
Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad malam
Ad Sanactionam : dubia ad malam
11
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penegakan Diagnosis dan Daftar Masalah
Pasien wanita usia 58 tahun datang dengan keluhan mual dan muntah yang
memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan mual muntah termasuk salah
satu gejala gastrointestinal yang paling sering dikeluhan. Pada dasarnya, mual didefinisikan
sebagai perasaan subyektif akan keinginan untuk muntah, sedangkan muntah (emesis)
merupakan ekspulsi oral isi saluran gastrointestinal akibat adanya kontraksi usus dan dinding
torakoabdominal.
1
Penyebabnya pun banyak dan bervariasi, serta dapat pula melibatkan
sistem organ lainnya. Beberapa penyebab tersering mual muntah antara lain konsumsi obat-
obatan, obstruksi saluran gastrointestinal, kelainan motorik saluran gastrointestinal, kelainan
usus fungsional, infeksi usus, kehamilan, penyakit endokrin, gangguan keseimbangan, serta
penyakit sistem saraf pusat.
2
Untuk mengerucutkan penyebab mual muntah pada pasien ilustrasi kasus, dari
anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa frekuensi mual muntah dirasakan sering, mual terjadi
dahulu lalu dilanjutkan dengan muntah, rasa mual tidak membaik dengan makanan, rasa tidak
nyaman pada perut (+), muntah darah (). Mual sering disertai dengan keluhan pusing dan
sakit kepala. Diduga kuat, mual muntah pada pasien ini disebabkan oleh gangguan
keseimbangan yang mulai dirasakan sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
merasa bergoyang, terutama saat berubah posisi (misalnya dari tidur ke posisi duduk). Rasa
muntah sering kali muncul bersamaan dengan gejala pusing berputar tersebut. Oleh dokter
yang merawat, pasien didiagnosis benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) walaupun
belum diberi tata laksana khusus.
Adanya gangguan pada telinga bagian dalam, khususnya labirin, dapat menstimulasi
nervus aferen vagal gastroduodenal, serta reseptor muskarinik vestibular M
1
dan
histaminergik H
1
terstimulasi, sehingga terjadi ekspulsi isi gastrointestinal.
3
Pasien dirawat
inap untuk BPPV selama 2 minggu hingga keluhan pusing berputar dirasakan membaik.
Pasien pulang, namun seminggu kemudian keluhan serupa muncul lagi dengan mual muntah
yang sering. Pasien pun dikonsultasikan ke bagian Neurologi untuk rawat bersama.
Meskipun demikian, pasien masuk ke RS dengan keadaan umum lemas, tampak sakit
sedang, intake sulit, dengan penurunan nafsu makan yang sudah berlangsung 2 bulan
12
terakhir. Pasien hanya makan setengah porsi, serta berat badan turun 1-2 kg dalam satu bulan
terakhir. Pasien memiliki riwayat dispepsia sejak usia muda, kebiasaan makan tidak teratur,
serta sering mengonsumsi teh dan kopi (zat pemicu sekresi asam lambung).
Di samping itu, dari anamnesis diperoleh data bahwa pasien juga mengalami BAB
encer sebanyak 3-4 kali/hari sejak 1 hari SMRS. BAB cair, ampas (+) sedikit, warna hijau,
bau busuk (+), darah (), lendir (), nyeri BAB (), demam (). Dari pemeriksaan fisis
ditemukan tekanan darah 105/70 mmHg, frekuensi nadi 105 x/menit, bising usus (+) 5-6
x/menit, mata cekung /, turgor kulit sedikit menurun.
Berdasarkan keluhan di atas, pasien mengalami diare akut (<15 hari) yang sifatnya
sekretorik. Secara umum, diare akut dapat disebabkan oleh infeksi (bakteri, parasit, virus),
keracunan makanan, maupun efek obat-obatan.
2
Dari anamnesis, pasien tidak mengkonsumsi
obat-obatan serta adanya keracunan makanan juga dapat disingkirkan. Di samping itu, infeksi
merupakan penyebab sering diare akut. Infeksi tersebut ada yang bersifat invasif (merusak
mukosa usus) dan noninvasif (tidak merusak mukosa). Infeksi yang invasif biasanya
mengakibatkan nekrosis dan ulserasi dinding usus sehingga cairan diare dapat bercampur
lendir dan darah. Sedangkan pada pasien ini, BAB darah () dan lendir (). Diare dipikirkan
disebabkna oleh patogen noninvasif yang memicu diare melalui enterotoksin yang
dihasilkannya. Enterotoksin tersebut meningkatkan sekresi aktif anion klorida ke lumen usus,
yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium, dan kalium. Namun, tidak menutup
kemungkinan diare air juga muncul oleh oganisme yang menginvasi epital usus dengan
inflamasi yang minimal.
2,4
Pelepasan toksin oleh bakteri, baik yang menginfeksi traktus gastrointestinal maupun
yang menyebabkan sepsis, akan terbawa oleh aliran darah ke pusat sentral muntah di batang
otak (area postrema). Toksin bakteri juga akan menstimulasi reseptor 5-HT
3
, M
1
, H
1
, dan
dopamin D
2
sehingga timbul rangsang mual dan muntah.
5
Pada kondisi pasien dengan
keluhan utama mual muntah yang disertai diare infektif ini, pasien dikatakan mengalami
gastroenteritis akut (GEA). Meskipun demikian, keluhan mual muntah pada pasien ini sukar
dipisahkan dari dispepsia yang sering dialaminya. Dari pemeriksaan fisis juga ditemukan
adanya nyeri tekan epigastrium (+).
Di samping diare, dari penemuan fisis pasien juga dipikirkan adanya dehidrasi ringan-
sedang akibat diare yang dialaminya. Dehidrasi ringan-sedang ditentukan secara klinis, yakni
gambaran klinis turgor berkurang, penurunan berat badan 2-5%, tetapi tanda vital (frekuensi
nadi dan napas) masih dalam batas normal.
4
13
Pada pemeriksaan fisis pasien, ditemukan adanya tanda-tanda dehidrasi ringan-sedang
sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada follow-up pasien selanjutnya, telah
dilakukan pemeriksaan laboratorium feses. Hasilnya antara lain lendir (+), leukosit 2-3,
cacing (), amoeba (), fecal occult blood test/FoBT (). Dari temuan tersebut, dipikirkan
GEA pada pasien terjadi akibat infeksi bakterial. Pada diare akibat virus, biasanya jumlah dan
hitung jenis leukosit dalam batas normal, atau limfositosis. Berdasarkan literatur, bakteri
yang umum ditemukan pada diare akut tanpa demam ataupun darah tinja antara lain
Enterotoxigenic E. coli/ETEC (penyebab tersering dari diare turis), eksotoksin preformed dari
S. aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens tipe A. Namun, belum dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan etiologi GEA. Pasien hanya diberikan antibiotik
spektrum luas, misalnya ceftriaxon.
4
Kondisi mual muntah pada pasien, yang disertai dengan intake sulit mengakibatkan
gangguan keseimbangan elektrolit. Setelah rawat inap satu minggu (tanggal 31/10/2011),
kadar Na
+
turun menjadi 129 mEq/L (nilai rujukan: 135-147 mEq/L), kadar K
+
= 3,62 mEq/L
(nilai rujukan: 3,5-5,5 mEq/L), dan kadar Cl
-
= 98,3 mEq/L (nilai rujukan: 100-106 mEq/L).
Kondisi hiponatremia merupakan salah satu gangguan keseimbangan elektrolit yang tersering
dan terjadi akibat kelebihan cairan relatif (jumlah asupan cairan melebihi kemampuan
ekskresi). Hiponatremia juga dapat terjadi akibat kelainan yang lebih jarang, misalnya
ketidakmampuan menekan sekresi ADH pada gagal jantung, sirosis hepar, atau syndrome of
inappropriate ADH-secretion (SIADH). Gangguan elektrolit berupa hiponatremia, terutama
yang bersifat akut, memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya edema serebri. Sementara
untuk hiponatremia kronik, risiko tersebut lebih rendah.
6
Pada pasien ini, dipikirkan adanya hiponatremi kronik, yakni berlangsung lambat lebih
dari 48 jam. Pada waktu masuk IGD (tanggal 25/10/2011), kadar Na
+
masih 139 mEq/L,
kemudian nilai tersebut turun seiring dengan semakin memberatnya keluhan mual muntah
dan diare. Proses tersebut merupakan proses adaptasi, pasien tampak gejala hiponatremi
ringan seperti lemas dan mengantuk. Sementara untuk riwayat kehilangan cairan lainnya:
penggunaan diuretik (), tanda edema perifer (), tanda/gejala gagal jantung dan sirosis ().
Dari pemeriksaan fisis, JVP masih dalam batas normal: 5-2 cmH
2
O, asites (), edema ().
Oleh sebab itu, dipikirkan adanya hiponatremi ec. GI lost.
6
Pada pasien direncanakan
pemeriksaan ulang elektrolit darah setiap 3 hari.
14
Di samping keluhan mual muntah yang disertai diare, pasien juga mengeluhkan buang
air kecil (BAK) yang nyeri sejak 2 minggu SMRS. Menurut pasien, frekuensi dan jumlah
BAK masih dalam batas normal, warna kuning, darah (), namun nyeri berkemih (+). BAK
urgensi (), nyeri pinggang (+) kiri dan kanan, nyeri suprapubik (). Dari anamnesis lebih
lanjut juga diketahui bahwa pasien memiliki riwayat pemasangan alat double J ureteral stent
pada awal Oktober 2011. Pada pemeriksaan fisis, ditemukan nyeri ketok CVA (+) kiri dan
kanan. Dari seluruh temuan-temuan klinis tersebut, dipikirkan adanya infeksi saluran kemih
pada pasien (ISK simptomatik) pascapemasangan DJ stent. Namun, untuk memastikan
diagnosis ISK, diperlukan pemeriksaan kultur urin. Kultur urin positif ISK dikatakan
bermakna apabila terdapat 10
5
koloni/ml.
7
Berdasarkan literatur, pemasangan DJ stent dapat meningkatkan risiko bakteruria dan
kolonisasi pada stent. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kehinde et al
8
menyebutkan
bahwa koloni bakteri ditemukan pada 24% sampel urin, 31% pada segmen proksimal stent,
serta 34% pada segmen distal 34%. Selain itu, adanya penyakit ginjal kronis merupakan
faktor risiko untuk infeksi saluran kemih pada pasien yang dipasang stent (p<0,001).
8
Masalah chronic kidney disease (CKD) sendiri telah diketahui berdasarkan informasi
pengobatan sebelumnya. Pada 3 bulan yang lalu, pasien mengeluh bengkak di bagian kaki
dan setelah diperiksa, tekanan darah dikatakan tinggi. Oleh dokter, pasien didiagnosis CKD
stage IV ec. nefropati obstruktif dan dilakukan pemasangan DJ stent. Pada dasarnya, disebut
sebagai CKD apabila kerusakan ginjal 3 bulan, yaitu gangguan struktur dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi (LFG=GFR). Hal itu ditandai dengan kelainan patologi ginjal atau
petanda kerusakan ginjal dalam darah, urin, atau kelainan radiologis.
9
Adapun stadium CKD
didefinisikan sebagai berikut:
Tabel. Stadium Chronic Kidney Disease (CKD)
9
Stage I
Penurunan fungsi ginjal ringan; kerusakan ginjal dengan GFR
normal atau relatif tinggi (GFR > 90 ml/min/1,73 m
2
)
Stage II
Penurunan ringan pada GFR (60-89 ml/min/1,73 m
2
) disertai
kerusakan ginjal
Stage III Penurunan sedang pada GFR (30-59 ml/min/1,73 m
2
)
Stage IV Penurunan berat pada GFR (15-29 ml/min/1,73 m
2
)
Stage V gagal ginjal (GFR < 15 ml/min/1,73 m
2
)
15
Saat masuk RS (25/10/2011), temuan yang mendukung diagnosis CKD pada anamnesis
adalah keluhan mual muntah, nafsu makan menurun. Dari pemeriksaan fisis ditemukan
konjungtiva pucat /, hipertensi (), nyeri ketok CVA +/+, ballotement (), serta edema ().
Pada pemeriksaan laboratorium: Hb 11,9 g/dL (rujukan: 12-14 g/dL), ureum darah 95 mg/dL
(rujukan: 10-50 mg/dL), kreatinin darah 3,2 mg/dL (rujukan 0,5-1,5 mg/dL). Estimasi
creatinine clearance sesuai persamaan Cockcroft-Gault
10
= 19,35 ml/min; sesuai dengan
kriteria CKD stage IV.
Berdasarkan literatur, pada CKD st. III atau IV sering ditemui anemia normositik
normokrom akibat insufisiensi produksi eritropoietin (EPO). Meski demikian, kondisi anemia
tersebut juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Pada pasien ilustrasi kasus, kadar Hb sedikit
menurun, tanpa disertai gejala konjungtiva pucat.
11
Selain itu, dijumpai adanya peningkatan kadar ureum darah. Ureum merupakan hasil
akhir metabolisme protein dan terutama di sintesis di hepar, difiltrasi dengan bebas dari
glomerulus, tetapi sekitar 50% direabsorpsi sehingga klirens ureum lebih sedikit daripada
GFR. Kondisi uremia pada pasien ini dapat berpengaruh juga terhadap gastritis dan ulserasi
mukosa saluran cerna yang berupa gejala mual muntah. Oleh sebab itu, diperlukan
pemantauan kadar ureum secara berkala.
12
Selain keluhan-keluhan di atas, pasien juga memiliki riwayat Ca serviks pada tahun
1996. Pada saat itu, pasien menjalani pengobatan radioterapi di RS Kanker Dharmais,
Jakarta, hingga tuntas (sebanyak 27 kali) dan telah dikatakan sembuh. Pasien pun tidak
pernah kontrol lagi.
Meskipun demikian, adanya keterlibatan kanker terhadap tanda dan gejala yang dialami
pasien tidak dapat disingkirkan. Adanya metastasis kanker ke intrakranial juga dapat
menghasilkan keluhan pusing berputar serta mual muntah yang serupa. Oleh karena itu,
direncanakan pemeriksaan MRI otak pada pasien untuk menyingkirkan kecurigaan
metastasis. Dalam hal ini, pasien juga dikonsultasikan ke bagian Obstetri dan Ginekologi
untuk rawat bersama.
Masalah lain yang ditemukan pada pasien ini adalah adanya imobilisasi. Pasien lebih
nyaman berbaring dan enggan untuk duduk. Dari pemeriksaan laboratorium juga didapatkan
PT 16, detik (rujukan: 12 detik) dan aPTT 41,7 detik (rujukan: 30,9 detik). Kondisi
imobilisasi tersebut dapat memperburuk kondisi hemostasis pasien.
16
2.2 Kerangka dan Daftar Masalah
Dari seluruh masalah diidentifikasi, disusun kerangka masalah pada pasien ini sebagai
berikut.
Berdasarkan uraian kerangka masalah di atas, dapat disusun daftar masalah pada pasien ini
(sesuai prioritas) sebagai berikut:
1. Gastroenteritis akut dengan dehidrasi ringan sedang dan dispepsia
2. Benign paroxysmal positional vertigo
3. Chronic kidney disease stage IV dengan infeksi saluran kemih simptomatik
4. Karsinoma serviks stadium IIB
5. Imobilisasi
6. Hiponatremia
2.3 Rencana Tata Laksana dan Prognosis
Pengkajian rencana terapi GEA dengan dehidrasi ringan-sedang dan dispepsia
Diare akut akibat infeksi merupakan salah satu penyebab infeksi pada negara
berkembang, terutama pada anak-anak. Evaluasi diare akut bergantung pada tingkat
keparahan dan durasi waktunya. Kebanyakan gejala diare bersifat ringan dan self-limited.
Diare harus segera dievaluasi jika timbul dehidrasi, feses berdarah, demam >38,5
o
C, durasi >
Diare
Gastroenteritis Akut
Dehidrasi ringan-sedang
Mual
Muntah
BPPV
CKD st IV + ISK
simptomatik
Ca serviks
stadium IIB
Imobilisasi
Hiponatremia
17
48 jam tanpa perbaikan, riwayat penggunaan antibiotik, kejadian luar biasa, nyeri abdominal
pada pasien > 50 tahun, serta pasien geriatri (> 60 tahun) atau pasien imunokompromais.
13
Bagan di bawah ini menunjukkan alur tata laksana pasien dengan diare akut.
Gambar 1. Algoritma Tata Laksana Diare Akut
Perbaikan Tidak ada perbaikan*
Diare Akut
Anamnesis dan PF Non-infeksi
Infeksi
Evaluasi dan tata laksana
Ringan Sedang Berat
Terapi cairan dan elektrolit
Observasi Demam >38,5
0
C, feses berdarah,
peningkatan leukosit feses,
imunokomporomasi, atau geriatri
Perbaikan Tidak ada perbaikan* Tidak Ya
Uji
mikrobiologi
feses
Agen
antidiare
Ditemukan
patogen
Ya Tidak
Terapi
empiris
Tata laksana
spesifik
18
Berdasarkan ilustrasi kasus, pasien mengalami mual, muntah, dan diare akibat gastroenteritis
bakterial sehingga akibatnya terjadi dehidrasi ringan. Tata laksana yang diberikan kepada
pasien untuk mengatasi masalahnya adalah terapi cairan dan elektrolit berupa Triofusin E
(TE) 500 cc/24 jam dan NaCl 0,9% 500 cc/24 jam, ukur minum dan urin untuk balans cairan
selama 24 jam, diet lunak dan rendah serat, ondansentron 3 x 8 mg IV, Attapulgite (New
diatab
) 3 x 1 sachet, Ceftriakson 1 x 2 g
IV, dan Megestrol acetate (Megaplex
) 1 x I tab.
IVFD berupa TE 500 cc/24 jam dan NaCl 0,9% 500 cc/24 jam
Pemberian terapi cairan dan elektrolit merupakan terapi utama yang penting
dilakukan dalam menangani diare akut. Terapi ini dilakukan dengan tujuan untuk
menggantikan cairan tubuh yang hilang selama terjadinya mual, muntah, serta diare
pada pasien. Berdasarkan anamnesis, pasien mengaku mengalami diare dengan
konsistensi feses cair sebanyak 3-4 kali sehari, feses berwarna hijau, berbau busuk,
dan tidak didapatkan darah. Dari pemeriksaan laboratorium juga didapatkan
hiponatremi yang merupakan dampak dari diare yang dialami pasien.
Tubuh dalam keadaan normal membutuhkan asupan cairan sebanyak 30
mL/kgBB dari berbagai sumber (baik oral maupun infus). Jumlah ini harus
ditambahkan dengan kehilangan cairan abnormal (mual, muntah, dan diare) yang
dialami pasien.
14
Menurut perhitungan berat badan, kebutuhan cairan pasien ini
(dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang) adalah 109/100 x (30-40 cc/kgBB/hari) =
2092 mL. Akan tetapi, harus diingat bahwa nilai total cairan yang dibutuhkan ini
berasal dari infus dan asupan oral, oleh karena itu dipertimbangkan agar tidak
memberikan cairan infus yang terlalu banyak, apalagi mengingat pasien mengidap
penyakit ginjal kronik di mana perlu dilakukan pembatasan cairan yang masuk
(maksimal 1200 mL/hari). Pemberian infus NaCl 0,9% sebanyak 500 cc dalam 24 jam
ditambah dengan Triofusin E 1000 sebanyak 500 cc dalam 24 jam cukup untuk
memenuhi kebutuhan cairan tubuh.
Infus Triofusin E 1000 selain berfungsi sebagai, terapi cairan juga mengandung
fruktosa 120 g, glukosa 66 g, xylitol 60 g. Nutrisi parenteral ini dibutuhkan karena
terdapat penurunan nafsu makan pasien.
Diet lunak dan rendah serat
Asupan makanan yang diberikan pada pasien sebaiknya dalam bentuk lunak
agar kerja usus tidak terlampau berat. Selain itu, asupan serat hendaknya dibatasi
19
hingga 10 mg/hari agar tidak menstimulasi kerja usus dan lebih mudah untuk
dicerna.
15
Ondansetron 3 x 8 mg IV
Ondansetron merupakan obat golongan antagonis reseptor 5-HT
3
(serotonin)
yang digunakan untuk mengatasi mual dan muntah pada pasien postkemoterapi
maupun postoperatif.
16,17
Obat ini tepat diberikan kepada pasien untuk menghambat
aktivitas reseptor 5-HT
3
yang distimulasi oleh adanya toksin bakteri dalam tubuh.
Dosis ondansetron untuk 3 kali pemberian adalah 0,15 mg/kgBB/kali. Menurut
perhitungan, pasien membutuhkan 0,15 mg/kgBB/kali x 60 kg = 9,4 mg/kali. Dosis
yang diberikan tepat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan oleh pasien.
Activated Attapulgite (New Diatab
) 3 x 1 sachet
Smecta
) 1 x I tab
Megaplex