Anda di halaman 1dari 40

Krisis Tiroid Dalam Kehamilan + Preeklampsia Berat

LAPORAN KASUS

Oleh :
dr. Fauzi Ahmad Hasibuan

Pembimbing :
dr. Ferdinal Ferry Sp.O.G, Subsp, Obginsos

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


OBSTETRI GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
2022

I
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALASRSUP DR. M.
DJAMIL PADANG

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr. Fauzi Ahmad Hasibuan

Semester : III (Tiga)

Telah menyelesaikan Presentasi Laporan Kasus Obstetri dangan judul:

Krisis Tiroid Dalam Kehamilan + Preeklampsia Berat

Padang, Agustus 2022

Mengetahui / menyetujui

Pembimbing Peserta PPDS Obstetri & Ginekologi

dr. Ferdinal Ferry Sp.OG, Subsp, Obginsos, (K) dr. Fauzi Ahmad Hasibuan

Mengetahui :

KPS PPDS OBGIN


FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG

Dr. dr. Bobby Indra Utama, Sp.OG, Subsp. Urogin (K)

II
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRIDAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALASRSUP M. DJAMIL PADANG

LAPORAN HASIL PENILAIAN

Nama : dr. Fauzi Ahmad Hasibuan

Semester : III (Tiga)


Telah menyelesaikan Presentasi Laporan Kasus Obstetri dangan judul:

Krisis Tiroid Dalam Kehamilan + Preeklampsia Berat


Hasil Penilaian

NO KRITERIA PENILAIAN NILAI KETERANGAN

1 Pengetahuan

2 Keterampilan

3 Attitude

Padang, November 2022

Mengetahui/Menyetujui

Pembimbing

dr. Ferdinal Ferry Sp.OG, Subsp, Obginsos

III
PPDS I OBSTETRI & GINEKOLOGI
FK UNAND/RSUP.Dr. M. DJAMIL PADANG

NAMA : dr. Fauzi Ahmad Hasibuan


NO. CHS 2150305203
SEMESTER : III (Tiga)
JENIS : Laporan Kasus Obstetri
PEMBIMBING : dr. Ferdinal Ferry Sp.OG, Subsp, Obginsos, (K)
JUDUL : Krisis Tiroid Dalam Kehamilan + Preeklapsia berat

No Tanggal Koreksi Paraf Ket

Pembimbing

dr. Ferdinal Ferry Sp.OG, Subsp, Obginsos, (K)

IV
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii

LAPORAN HASIL PENILAIAN .......................................................................... iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................v

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................1

BAB 2 LAPORAN KASUS.....................................................................................3

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................13

3.1 Krisis Tiroid ..........................................................................................13

3.1.1 Etiologi ........................................................................................13

3.1.2 Diagnosis .....................................................................................13

3.1.3 Tatalaksana ..................................................................................17

3.2 Preeklampsia ..........................................................................................19

3.2.1 Defenisi .......................................................................................19

3.2.2 Epidemiologi ...............................................................................19

3.2.3 Etiologi ........................................................................................19

3.2.4 Patogenesis ..................................................................................21

3.2.5 Gejala Klinis dan Diagnosis ........................................................24

3.2.6 Tatalaksana ..................................................................................24

BAB 4 PEMBAHASAN ........................................................................................31

BAB 5 KESIMPULAN ..........................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................35

V
BAB I
PENDAHULUAN

Krisis tiroid dalam kehamilan dapat mengancam nyawa ibu dan janin,
oleh karena itu dibutuhkan diagnosis yang cepat dan penanganan segera. Hanya
1-2% kasus hipertiroid dalam kehamilan yang bermanifestasi sebagai krisis tiroid
dan tingkat mortalitas berkisar 20-30%.1,2 Penyebab kematian yang utama adalah
terjadinya multiple organ failure, diikuti dengan congestive heart failure,
respiratory failure, aritmia, disseminated intravascular coagulation (DIC),
perforasi gastrointestinal, hypoxic brain syndrome dan sepsis.2 Pasien dengan
kondisi yang potensial fatal seperti syok, DIC dan multiple organ failure harus
secepatnya dirawat di ICU.2

Menurut WHO, pada tahun 2015, diperkirakan 303.000 wanita meninggal


selama kehamilan dan persalinan. Pada tahun 2016, kematian ibu merupakan
penyebab kematian kedua pada wanita usia subur setelah HIV/AIDS, dan penyebab
utama kematian pada wanita usia 15-29 tahun.1 Pada tahun 2017, sekitar 810 wanita
meninggal setiap harinya karena penyebab yang dapat dicegah terkait kehamilan
dan persalinan.2 Menurut Ketua Komite Ilmiah International Conference on
Indonesia Family Planning and Reproductive Health (ICIFPRH), Meiwita
Budhiharsana, sampai tahun 2019, AKI Indonesia masih tetap tinggi, yakni 305 per
100.000 kelahiran hidup, dengan target sebelumnya pada tahun 2015 adalah 102
per 100.000 kelahiran hidup.3
Sebuah penelitian oleh WHO mengindikasikan bahwa hipertensi
merupakan penyebab dari 16% kematian ibu di negara berkembang.4 Pada
penelitian lain oleh Osungbade KO. tahun 2011 menyatakan bahwa insiden
preeklampsia di dunia berkisar pada angka 2% - 10%, di Amerika Utara dan Eropa
sebesar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran, di Afrika Utara, Mesir, Tanzania, dan
Ethiopia berkisar pada angka 2% - 16,7%. Terjadi peningkatan prevalensi
preeklampsia di Amerika Serikat sebesar 0,4% dari tahun 1980 hingga tahun 2010.
Preeklampsia di Indonesia berkisar antara 3% - 10%, menyumbang 39,5% kematian
ibu.5 Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, diantara
kematian ibu hamil di Sumatera Barat tahun 2015, Padang sebesar 15,45%.
Penyebab tersering adalah preeklampsia dan eklamsia sebanyak 23,5% dan

1
perdarahan 23,5%.6
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau
edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan, bahkan setelah 24 jam postpartum. Preeklampsia berat adalah suatu
komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi
160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih.7

2
BAB 2

LAPORAN KASUS

Identitas
Nama : Ny. R Nama Suami : Tn. B
Umur Pasien : 27 tahun Umur Suami : 39 tahun
Pendidikan : S1 Pendidikan Suami : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan Suami : Petani
MR : 01 14 39 23 Alamat : Padang Pariaman
Tanggal Masuk : 23 Juli 2022

AnamnesisKeluhan Utama
Pasien kiriman dari Padang Pariaman dengan diagnosa G1P0A0H0 gravid preterm 34-35 minggu +
PEB dalam regimen MgS04 dosis maintenance + hipertiroid tidak terkontrol + edema anasarka +
susp IUFD.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke PONEK RSUP DR M. Djamil Padang pada tanggal 23 Juli 2022, Pasien kiriman
dari RS Padang Pariaman dengan diagnosa G1P0A0H0 gravid preterm 34-35 minggu + PEB dalam
regimen MgS04 dosis maintenance + hipertiroid tidak terkontrol + edema anasarka + susp IUFD,
awalnya pasien datang ke RS Padang Pariaman dengan keluhan sesak nafas, jantung berdebar
debar, tremor. karena keterbatasan fasilitas, maka pasien di rujuk RSUP M Djamil Padang dengan
terpasang infus dan kateter.

Nyeri kepala hebat (-), Pandangan kabur (-), Nyeri uluhati (-)
Nyeri pinggang menjalar ke ari ari (-)
Keluar lendir bercampur darah (-)
Keluar air air dari kemaluan (-)
Keluar darah banyak dari kemaluan (-)
HPHT : 19-11-2021
TP : 26-08-2022
Riwayat ANC:
Pasien kontrol ke bidan 3x usia kehamilan 2, 4, dan 6 bulan. Pasien tidak pernah kontrol ke SpOG.
Riwayat menstruasi: menarche usia 14 tahun. Siklus haid teratur, setiap 28 hari, lamanya 5-7 hari,

3
sebanyak 2-3x ganti pembalut perhari, nyeri saat menstruasi (-)
demam (-) batuk (-) sesak napas (-)
riwayat kontak dengan pasien covid-19 positif (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien dikenal dengan hipertiroid sejak tahun 2012, pasien selama ini rutin kontrol ke dokter
penyakit dalam di RSUD Padang Pariaman dan mendapat terapi, PTU, propanolol dan tirozol,
namun tidak rutin mengonsumsi obat tersebut sejak pasien hamil

Tidak ada riwayat penyakit hipertensi, diabetes, jantung, paru, hati,ginjal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Dikeluarga tidak ada menderita penyakit keturunan, kejiwaan dan menular.

Riwayat pernikahan :1x, tahun 2021

Riwayat kehamilan/persalinan/abortus : 1/0/0

1. Kehamilan saat ini

Pemeriksaan Fisik (23 Juli 2022)Tanda vital


Kesadaran : Sopor

Tinggi Badan : 153 cm

Berat badan sebelumnya : 58 kg

Berat badan sekarang : 68 Kg


BMI : 20,51 kg/m2 (normoweight)

Status Gizi : Baik


Vital sign
Tekanan Darah : 160/116 mmHg
Nadi : 150 x/menit
Nafas : 28 x/menit
SpO2 : 98% dengan NRM 15lpm
Suhu : 38,7 0C

Status Generalis
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

4
Leher : dalam batas normal
Thoraks

Jantung : dalam batas normal

Paru : Rhonki +/+ Wheezing -/-

Abdomen : Status Obstetrik

.Genitalia : Status Obstetrik

Ekstremitas : Edema -/-, RF ++/++, RP -/-.Status Obstetrik


Abdomen
Inspeksi: perut tampak membuncit sesuai kehamilan preterm, linea mediana hiperpigmentasi (+),
sikatrik (-)
L1: FUT 4 jari dibawah procsesus xyhpoideus, teraba bagian bulat keras, melenting
L2: teraba tahanan terbesar disebelah kiri pasien, bagian bagian kecil sebelah kanan
L3: teraba bagian besar, lunak, dan nodular
L4: tidak dilakukan
HIS (-)
DJJ (-)
Genitalia (Inspeksi) : V/U tenang, PPV (-)

VT:
Tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang USG PONEK 11 - 06 -2022

5
Janin mati tunggal intrauterin presentasi bokong
Gerak janin (-)
Biometri :
BPD : 8.56 cm FL : 6,82 cm
AC : 28,95 cm EFW : 2313 gr
AFI : 15,56 cm SDAU : (-)
Spalding sign (+) FHR : (-)
Plasenta implantasi di fundus meluas ke corpus anterior, maturasi grade II-III

Interpretasi USG :
Gravid preterm 34-35 minggu sesuai biometri
Janin mati tunggal intra uterin presentasi bokong

Laboratorium (23 Juli 2022)


Hb : 14,2 g/dl Albumin : 2,5 g/dl Na : 125 mmol/L
Leukosit : 16,420/mm3 Globulin : 3,8 g/dl K : 5,3 mmol/L
Ht : 44% Ureum : 66 mg/dl Cl : 100 mmol/L
Trombosit : 147.000/mm3 Creatinin : 1,4 mg/dl
PT : 13,7 detik GDS : 163 mg/dl
APTT : 31,4 detik Anti HIV : NR
HbsAg : NR

Diagnosis :
Dyspnue ec krisis tiroid pada G1P0A0H0 gravid preterm 33-34 minggu + PEB dalam regimen
MgSO4 dosis maintenance dari luar
Janin mati tunggal intra uterin
Presentasi bokong
6
Rencana :
Stabilisasi -> SC

Konsul Interne :
A/ Krisis tiroid
G1P0A0H0 gravid preterm 33-34 minggu + PEB dalam regimen MgSo4 dosis maintenance
Hiponatremia
AF RVR

P/ Protokol krisis tiroid 24 jam sebelum tindakan dan 24 jam post op


IVFD D5% 12jam/kolf
Loading PTU 600mg -> PTU 4x200mg
Inj dexamethasone 4x10mg
Propanolol 4x20mg
Paracetamol 3x500mg
Lugol 4x10tetes (setelah 1 jam pemberian PTU)
Anjuran koreksi IVFD NaCl 3% 12jam/kolf (1kolf target Na>130)

7
Follow Up 23-07-2022 07.00
S/:
DPO

O/:
KU Kes. TD Nd Nf T
Berat DPO 160/100 124 14 on venti 36,6
Abd : DJJ (-) His (-)
VT : V/U tenang, PPV (-)

A/:

Dyspnue ec krisis tiroid pada G1P0A0H0 gravid preterm 33-34 minggu + PEB dalam regimen
MgSO4 dosis maintenance dari luar

Janin mati tunggal intra uterin

Presentasi bokong

I/:
Ceftriaxon 2x1gr iv
Ranitidin 2x50mg iv
Paracetamol 1gr iv
Dexametason 4x10mg iv
PTU 4x200mg po
Lugol 4x10gtt
Propanolol 4x20mg po

Follow Up 24-07-2022 07.00


S/:
DPO

O/:
KU Kes. TD Nd Nf T
Berat DPO 140/90 110 14 on venti 36,6
Abd : DJJ (-) His (-)
VT : V/U tenang, PPV (-)

8
A/:

Dyspnue ec krisis tiroid pada G1P0A0H0 gravid preterm 33-34 minggu + PEB dalam regimen
MgSO4 dosis maintenance dari luar

Janin mati tunggal intra uterin

Presentasi bokong

I/:
Ceftriaxon 2x1gr iv
Meropenem 3x1gr iv
Levoflocaxin 1x750mg iv
Paracetamol 3x1gr iv
Omeprazole 1x40mg iv
Dexametason 4x10mg iv
PTU 4x200mg po
Lugol 4x10gtt
Propanolol 4x20mg po

Follow Up 25-07-2022 07.00


S/:
DPO

O/:
KU Kes. TD Nd Nf T
Berat DPO 130/80 110 14 on venti 36,6
Abd : DJJ (-) His (-)
VT : V/U tenang, PPV (-)

A/:

Dyspnue ec krisis tiroid pada G1P0A0H0 gravid preterm 33-34 minggu + PEB dalam regimen
MgSO4 dosis maintenance dari luar

Janin mati tunggal intra uterin

Presentasi bokong

I/:

9
Ceftriaxon 2x1gr iv
Meropenem 3x1gr iv
Levoflocaxin 1x750mg iv
Paracetamol 3x1gr iv
Omeprazole 1x40mg iv
Dexametason 4x10mg iv
PTU 4x200mg po
Lugol 4x10gtt
Propanolol 4x20mg po
Pro Sc Cito

Tanggal 25-07-2022 11.10


Lahir bayi perempuan
BB : 2000 gram
PB : 42 cm
Maserasi grade II
Plasenta lahir lengkap 1 buah dengan sedikit tarikan ringan, dengan ukuran 15 cm x 3cm x 3cm,
berat ± 300 gram
Perdarahan ± 200 cc

10
Follow Up 2 jam post op
S/:
DPO

O/:
KU Kes. TD Nd Nf T
Berat DPO 104/80 100 15 on venti 36,8
Abd : FUT 3 jari dibawah pusat
Kontraksi baik
Gen: PPV (-) V/U tenang

A/:
P1A0H0 post SCTPP ai krisis tiroid + PEB dalam regimen MgS04 dosis maintenance dari luar +
IUFD + Letsu
P/:
Kontrol KU, VS, PPV, tanda impending, refleks patella
IVFD RL + oksitosin 20IU --> 28tpm
IVFD RL + MgSo4 dosis maintenance
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Pronalgess supp II K/p
Cek lab darah rutin 6 jam post partum
Rawat ROI

11
Laboratorium 6 jam post op:

Parameter Hasil
Hemoglobin 12,0 gr /
Hematokrit 38 dl%
Leukosit 28.150/mm3
Trombosit 114.000/mm 3
FT4 28.7
TSH <0.005

Follow 26/7/2022 08.00


S/:
DPO

O/:
KU Kes. TD Nd Nf T
Berat DPO 110/87 98 14 on venti 36,8
Abd : FUT 2 jari dibawah pusat
Kontraksi baik
Gen: PPV (-) V/U tenang

A/:
P1A0H0 post SCTPP ai krisis tiroid + PEB dalam regimen MgS04 dosis maintenance dari luar +
IUFD + Letsu
P/:
Kontrol KU, VS, PPV, tanda impending, refleks patella
IVFD RL + oksitosin 20IU --> 28tpm
IVFD RL + MgSo4 dosis maintenance
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Pronalgess supp II K/p

12
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Krisis Tiroid

Tirotoksikosis berat dapat mengalami eksaserbasi akut dan keadaan darurat

ini dikenal dengan krisis tiroid atau "badai tiroid". Hal ini biasanya dipicu oleh

infeksi, dengan riwayat tirotoksikosis yang telah berlangsung lama.13 Krisis tiroid

dalam kehamilan dapat mengancam nyawa ibu dan janin. Hanya 1-2% kasus

hipertiroid dalam kehamilan yang bermanifestasi sebagai krisis tiroid dan tingkat

mortalitas berkisar 20-30%.1 Kematian pada ibu disebabkan karena terjadinya

aritmia jantung. Mekanisme terjadinya aritmia diduga akibat peningkatan eksitasi

miokardial yang disebabkan oleh hormon tiroid.14 Angka kematian janin yang

tinggi disebabkan karena komplikasi dalam kehamilan seperti keguguran, berat

bayi lahir rendah, kelahiran prematur, pre-eklamsi dan malformasi kongenital.15–17

3.1.1 Etiologi

Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid adalah tindakan bedah, infeksi,

trauma, kehamilan dan persalinan. Kehamilan trimester pertama biasanya

mencetuskan krisis tiroid karena kadar hCG paling tinggi pada usia kehamilan

tersebut. Namun, beberapa kasus krisis tiroid pada kehamilan disebabkan oleh

pre-eklamsi, persalinan dan seksio cesarean atau penghentian terapi

hipertiroid.17,18

3.1.2 Diagnosis

Diagnosis krisis tiroid biasanya ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis,

yang dinilai dengan skor Burch dan Wartofsky. Skor Burch dan Wartofsky

dapat menilai kemungkinan dan tingkat keparahan krisis tiroid. Skor 45 atau lebih

13
merupakan kecurigaan tinggi krisis tiroid, skor 25-44 mendukung diagnosis dan

skor dibawah 25 bukanlah krisis tiroid.1,17

Tabel 3.1 Skor kriteria Burch dan Wartofsky untuk diagnosis krisis tiroid2

14
Tabel 3.2 Kriteria diagnosis thyroid storm (TS) berdasarkan Japan Thyroid
Association2

Algoritma diagnosis krisis tiroid dapat dilihat pada Gambar 3.1. diduga

mengalami krisis tiroid bila penderita mengalami demam (≥38ºC), takikardi

(≥130X/menit), atrial fibrilasi, congestive heart failure, penurunan kesadaan (GCS

≤14) dan gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, diare dan kuning. Bila

pasien memiliki riwayat penyakit grave, riwayat keluarga dengan penyakit tiroid

dan penurunan berat badan dalam waktu singkat dan pada pemeriksaan fisik

ditemukan goiter, bruit pada anterior leher dan eksoftalmus, kemungkinan

terjadinya krisis tiroid lebih tinggi. Kondisi pasien harus dievaluasi melalui

Analisa gas darah, monitor ekg, rontgen toraks, urinalisis, darah lengkap, kimia

darah dan factor pembekuan. Kadar FT3, FT4, TSH dan TRAb harus secepatnya

15
dilakukan pemeriksaan bila pasien memenuhi kriteria diagnosis krisis tiroid. Bila

pemeriksaan lab ini tidak dapat dilakukan, rujuk pasien ke RS yang memiliki

fasilitas ICU.2

Gambar 3.1 Algoritma diagnostik krisis tiroid2

Pada RS yang memiliki fasilitas ICU, lakukan evaluasi ulang ABCDE dan

tatalaksana krisis troid (Gambar 3.2). Pasien kriss tiroid dengan syok, DIC atau

multiple organ failure harus dirawat di ICU. Untuk menilai kebutuhan ICU, harus

digunakan skor APACHE II, skor GCS, vital sign (suhu tubuh, tekanan darah,

denyut nadi, dan pernapasan), analisis gas darah arteri (pH, PaO2, HCO3-, dan

tekanan oksigen alveolar (A-aDO2), elektrolit (Na, K, dan Cl), hasil hematologi

(hematokrit (Hct) dan jumlah sel darah putih (WBC)), usia dan riwayat penyakit

kronis. Bila skor APACHE II adalah ≥9 poin masuk ke ICU dianjurkan. 2

16
Gambar 3.2 Algoritma tatalaksana krisis tiroid2

3.1.3 Tatalaksana

Prinsip tatalaksana krisis tiroid pada kehamilan sama dengan wanita yang

tidak hamil, dan harus memiliki tim khusus seperti spesialis endokrin, spesialis

feto-maternal.

Berdasarkan The American Thyroid Association Guidelines, salah satu

terapi krisis tiroid dalam kehamilan adalah obat antitiroid. Pilihan pertama adalah

propylthiouracil (PTU). Dosis yang diberikan 200-250 mg/6 jam, dapat diberikan

secara oral atau dengan NGT.18 Obat anti tiroid dapat menembus sawar darah

plasenta. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya kelainan pada janin, kadar

17
FT4 dijaga pada batas teratas dari kadar normal, kemudian disarankan untuk

memeriksa kadar FT4 tiap 2-6 minggu.19

Iodin, glukokortikoid, dan propranolol juga diberikan pada pasien dengan

krisis tiroid. Iodin dengan konsentrasi tinggi pada cairan Lugol diberikan untuk

menghambat pelepasan hormon tiroid yang tersimpan dari kelenjar tiroid. Iodin

dapat diberikan secara oral 1 jam setelah pemberian PTU (potassium iodide: 4-8

tetes setiap 6-8 jam; sodium ipodat dosis loading 2 gram dan selanjutnya 1

gram/hari) atau melalui intravena (sodium iodide 1 gram dalam 250-500 mL

normal salin, melalui infus, dua kali sehari).18 Glukokortikoid mencegah

perubahan T4 menjadi T3 di perifer dan mungkin dapat memberikan dampak pada

penyebab dari penyakit autoimun.17,18 Dosis dexametason yang diberikan 8

mg/hari.18 Propanolol sebagai beta bloker digunakan untuk menghambat pengaruh

adrenergik pada hormon tiroid yang berlebihan. Namun, beta bloker seperti

propranolol dapat menyebabkan intrauterine growth restriction dan bradikardi

janin jika dikonsumsi jangka panjang. Oleh karena itu, dalam 2-6 minggu setelah

krisis tiroid, penggunaan propranolol harus dihentikan. Propanolol digunakan

sebagai terapi awal dan dapat diberikan secara oral (40-80 mg/6-8 jam) atau

secara intravena (0,5-1 mg selama 10 menit, diikuti dengan 1-3 mg setiap

beberapa jam) atau dapat juga menggunakan esmolol secara intravena (dosis

loading 0,25-0,,5 µg/kg, diikuti dengan pemberian melalui infus 0,05-0,1

µg/kg/menit.18,19

Keadaan janin harus dievaluasi secara perodik. Risiko bagi janin pada

wanita hamil dengan Grave Disease yang aktif adalah hipertiroid dan hipotiroid.

Hal tersebut dapat disebabkan oleh pengendalian hipertiroid yang buruk selama

kehamilan dan akibat overdosis obat antitiroid.17

18
3.2 Preeklampsia
3.2.1 Definisi

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau


edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan, bahkan setelah 24 jam post partum. Preeklampsia berat adalah suatu
komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi
160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih.7
3.2.2 Epidemiologi
Pada penelitian oleh Osungbade KO. tahun 2011 menyatakan bahwa insiden
preeklampsia di dunia berkisar pada angka 2% - 10%, di Amerika Utara dan Eropa
sebesar 5 -7 kasus per 10.000 kelahiran, di Afrika Utara, Mesir, Tanzania, dan
Ethiopia berkisar pada angka 2% - 16,7%. Terjadi peningkatan prevalensi
preeklampsia di Amerika Serikat sebesar 0,4% dari tahun 1980 hingga tahun 2010.5
Preeklampsia merupakan sebuah gangguan pada kehamilan yang terjadi
secara global dengan prevalensi sekitar 5-8%.16 Sebuah penelitian oleh WHO
mengindikasikan bahwa hipertensi merupakan penyebab dari 16% kematian ibu di
negara berkembang, 9% kematian ibu di Afrika dan Asia, dan 26% di Amerika
Latin dan Karibia. Berdasarkan data dari United States National Hospital Discharge
Survey (2004), dari tahun 1987 hingga 2004, terdapat peningkatan insiden
preeklampsia selama persalinan sebanyak 25%.4 Preeklampsia berkisar antara 3%
- 10%, dari 39,5% kematian ibu di Indonesia.5
Menurut data dari German Perinatal Quality Registry, didapatkan angka
kejadian preeklampsia lebih tinggi pada usia di atas 35 tahun, yaitu 2,6%, dan pada
usia di bawah 35 tahun hanya terdapat 2,2% - 2,3%. Dan menurut data yang didapat
di Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang, didapatkan kejadian preeklampsia lebih
tinggi pada usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun.5
3.2.3 Etiologi
Penyebab preeklampsia masih belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa
teori yang membahas tentang penyebab preeklampsia, tetapi tidak ada teori yang

19
dianggap sepenuhnya benar. Teori yang banyak digunakan saat ini adalah teori
kelainan vaskularisasi plasenta, teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi
endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi
kardiovaskular, teori genetik, teori defisiensi gizi, dan teori inflamasi.9
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor
yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah: 7,10
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya
Preeklampsia. Hal ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori
ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta
tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking
Antibodies” akan lebih banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya,
seperti respons imunisasi.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan 13bstetric1313
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative 13bstetric1313 yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
4. Faktor Genetik
Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.
5. Faktor Gizi
Faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak essensial terutama
asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan
“Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia

20
3.2.4 Patogenesis
Proses patologi dari preeklampsia dimulai sejak trimester pertama. Walau
penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tetapi banyak penelitian yang
menyatakan bahwa vasospasme merupakan dasar dari preeklampsia. Vasospasme
merupakan akibat kegagalan proses remodelling arteri spiralis, reaksi imunologis,
maupun radikal bebas. Semua ini menimbulkan ketidakseimbangan antara kadar
vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dll), vasodilator (nitrikoksida,
prostasiklin, dll), serta gangguan sistem pembekuan darah.11
Adanya ketidakseimbangan antara faktor angiogenik (VEGF dan PlGF), dan
faktor antiangiogenik (sFlt-1 dan soluble endoglin[sEng]) yang bertanggung jawab
atas vaskulogenesis plasenta juga diduga berperan mengakibatkan disfungsi endotel
akibat hipoksia.11
Beberapa teori yang banyak digunakan saat ini adalah teori kelainan
vaskularisasi plasenta, teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel,
teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi kardiovaskular, teori
genetik, teori defisiensi gizi, dan teori inflamasi.9
Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, vili korialis dari trofoblas akan menginvasi
arteriola spiralis, yang menyebabkan degenerasi lapisan endotel dan muskularnya,
sehingga terjadi proses remodelling, yaitu pelebaran diameter arteriola spiralis.
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan
matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran
darah pada daerah uteroplasnta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak, dan
perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjadi pertumbuhan janin dengan
baik.9,11
Pada preeklampsia tidak tejadi invasi trofoblas pada lapisan otot arteri
spiralis dan jaringan di sekitarnya. Lapiran otot arteri spiralis tetap kaku, sehingga
lumen arteri spiralis tidak mengalami distensi dan dilatasi. Akibatnya terjadi
kegagalan remodelling arteri spiralis dan timbulnya vasospasme, sehingga perfusi
uteroplasenta menurun, dan terjadi hipoksia dan iskemia plasenta.9,11

21
Teori Iskemia Plasneta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel
Iskemia plasenta dapat terjadi akibat kegagalan remodeling arteri spiralis,
yang kemudian akan menghasilkan radikal bebas. Salah satu radikal bebas yang
dihasilkan adalah radikal hidroksil yang toksis, khususnya untuk membran endotel
pembuluh darah.9
Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi
dalam kehamilan terbukti dengan fakta-fakta, seperti primigravida mempunyai
risiko lebih besar untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan dibandingkan
multigravida, ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih
besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan dibanding dengan suami sebelumnya,
dan seks oral memiliki risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.9
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi repons imun, sehingga
ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi
trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer ibu.17 Selain itu, adanya HLA-G
akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-
G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu, selain untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi
dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. berkurangnya HLA-G di
desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua, dan
akhirnya menghambat dilatasi arteri spiralis.9
Teori Adaptasi Kardiovaskular
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokonstriksi. Hal ini bisa terjadi akibat adanya sintesis
prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Pada hipertensi dalam kehamilan
terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan terjadi
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter

22
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang, sehingga pembuluh darah
menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.9
Teori Genetik
Ada faktor genetik yang bisa berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia.
Pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami
preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu menantu mengalami
preeklampsia.9
Teori Defisiensi Gizi
Terdapat beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa kekurangan gizi
memiliki peran dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Salah satu penelitian
tersebut adalah penelitian yang pernah dilakukan di Inggris, tentang pengaruh diet
terhadap preeklampsia.9
Pada penelitian terakhir telah terbukti bahwa konsumsi minyak ikan,
termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah penyempitan
pembuluh darah.9
Teori Stimulus Inflamasi
Pada kehamilan normal, plasenta akan melepaskan debris trofoblas, sebagai
sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat reaksi stres oksidatif.
Lepasan debris trofoblas ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih
dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi masih dalam batas normal. Berbeda
pada preeklampsia, dimana terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi
debris trofoblas juga meningkat. Ini akan menimbulkan beban reaksi inflamasi
dalam darah ibu yang lebih besar dari reaksi inflamasi normal, yang akan
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit yang lebih besar,
sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.9

23
3.2.5 Gejala Klinis dan Diagnosis

Gambar 3.1 Kriteria diagnosis PE dan PEB10


3.2.6 Tatalaksana13,14
Tatalaksana awal pada pasien PEB dan eklamsia adalah melakukan
stabililasi. Stabilisasi ibu melalui penerapan pendekatan standar ABCDE (Airway,
Breathing, Circulation, Disability and Evaluation). Pemberian MgSO4 harus
dimulai jika belum diberikan. Hipertensi harus dikontrol dan rute pemberian
intravena lebih dipilih.12
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre
eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:

24
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi
ditambah pengobatan medicinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan
ditambah pengobatan medicinal.
1. Perawatan aktif
a. Indikasi
1. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
2. Adanya gejala-gejala impending eklampsia
3. Adanya Sindrom Hellp
4. Kehamilan aterm ( > 37 minggu)
5. Apabila perawatan konservatif gagal.
b. Pengobatan Medicinal
1. Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus
Dx/RL dari IGD.
2. Tirah baring miring ke satu sisi.
3. Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
4. Antasida.
5. Anti kejang:
Sulfas Magnesikus (MgSO4) Cara Pemberian:
Cara pemberian dosis awal:
• 4 gr MgSO4 (10 cc MgSO4 40% + 10 cc aquades ATAU 20 cc
MgSO4 20%) diberikan IV secara perlahan selama 5-10 menit
• ATAU jika akses intravena sulit, berikan 5 gr MgSO4 40% (12,5 cc
MgSO4 40%) IM di bokong kanan dan kiri
Cara pemberian dosis rumatan:
• 6 gr MgSO4 40% (15cc MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 cc
larutan Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan melalui infus 28
tetes/ menit selama 6 jam (gr/jam)
• Diberikan hingga 24 jam setelah persalinan atau setelah kejang
terakhir pada eklampsia
Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian MgSO4:
• Frekuensi nafas >16x/menit

25
• Reflex patella +/+
• Jumlah urin minimal 0,5 cc/kgBB/jam
• Tersedia Ca Glukonas 10% sebagai antidotum

Gambar 3.2 Dosis MgSO4 pada PEB dan Eklampsia7


Anti hipertensi
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg. Target
penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik < 110 mmHg
atau MAP mencapai 125 mmHg. Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah
nifedipin oral short acting, hidralazine dan labetalol parenteral. Alternatif
pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin, metildopa, labetalol. Dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.10
Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-
obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa
dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan
darah. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin yang
diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.
c. Pengobatan obstetric
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :

26
Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau
lebih dan dengan fetal heart monitoring.
Seksio caesaria bila :
• Fetal obstetric buruk
• Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5)
atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
• 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi
dengan seksio sesaria.
⚫ Perawatan Konservatif
Indikasi perawatan konservatif bila kehamilan preterm kurang dari 37
minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan
janin baik.
⚫ Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan
aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler
saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.
⚫ Pengobatan obstetric :
Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif
hanya disini tidak dilakukan terminasi.
MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatanmedisinal gagal
dan harus diterminasi.
Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebihdahulu MgSO4
20% 2 gram intravenous. Penderita dipulangkan bila :
Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsiaringan dan telah
dirawat selama 3 hari.
Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan: penderita dapat
dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan(diperkirakan lama perawatan 1-2
minggu).

27
Gambar 3.3 Tatalaksana Ekspetatif pada Preeklampsia.10
Rekomendasi POGI pada peratawan ekspektatif pada preklampsia tanpa
gejala berat menurut gambar sesuai gambar 3.3 adalah sebagai berikut.
1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
tanpa gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan
evaluasi maternal dan janin yang lebih ketat
2. Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus
preeklampsia tanpa gejala berat.
3. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
• Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
• Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
• Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
• Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2
kali dalam seminggu)

28
• Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan Doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan

Gambar 3.4 Alur Manajemen Ekspetatif Preeklampsia Berat14


Rekomendasi POGI pada peratawan ekspektatif pada preklampsia berat
menurut gambar sesuai gambar 3.4 adalah sebagai berikut.
1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
berat dengan usia kehamilan kurang dari 34 minggu dengan syarat
kondisi ibu dan janin stabil.

29
2. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan
yang adekuat dengan tersedia perawatan intensif bagi maternal dan
neonatal
3. Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia
berat, pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu
pematangan paru janin
Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan rawat
inap selama melakukan perawatan ekspektatif.

30
BAB 4
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan seorang wanita usia 27 tahun datang ke PONEK RSUP DR M.


Djamil Padang pada tanggal 23 Juli 2022, dengan diagnosa Dyspnue ec krisis tiroid
pada G1P0A0H0 gravid preterm 33-34 minggu + PEB dalam regimen MgSO4
dosis maintenance dari luar + IUFD. Pada laporan kasus ini akan dibahas
mengenai :

1. Apakah diagnosis pasien sudah tepat?

2. Apakah tatalaksana pada pasien sudah tepat?

Apakah diagnosis pasien sudah tepat?

Diagnosis yang dibuat terhadap pasien didapatkan dari anamnesis,


pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini didapatkan
anamnesis berupa seorang ibu dengan usia kehamilan <37 minggu dari hpht yang
sebelumnya mengeluhkan penurunan kesadaran, demam, sesak nafas, jantung
berdebar debar, tremor pada rumah sakit rujukan, hal ini sesuai dengan kriteria
krisis tiroid demam (≥38ºC), takikardi (≥130X/menit), atrial fibrilasi, congestive
heart failure, penurunan kesadaan (GCS ≤14) dan gejala gastrointestinal seperti
mual, muntah, diare dan kuning.6

Dilakukan skoring dengan menggunakan skor Burch-Wartofsky didapatkan


poin peniliaian, suhu 38.7 (15), Nadi 150x (25), gagal jantung kongestif sedang
(10), disfungsi gastrointestinal (0), gangguan saraf pusat (20), pencetus (0),
dengan total skor 70, interpretasi sugestif tinggi krisis tiroid.

Pasien juga didiagnosa dengan preeklampsia berat karena Pasien


sebelumnya telah dikenal dengan hipertensi sejak sebelum dirujuk dan
mendapat terapi Metildopa 500 mg. Pasien tidak pernah menderita hipertensi
sebelum kehamilan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 160/116 mmHg,
dan dari pemeriksaan laboratorium didapatkan trombosit 147.000/mm3 , SGOT
81 U/L, SGPT 40U/L, Ureun 66 mg/dL, Creatinin 1,4 mg/dL dan protein

31
urin+3.

Apakah tatalaksana pada pasien sudah tepat?

Pada kasus krisis tiroid Iodin, glukokortikoid, dan propranolol diberikan


pada pasien dengan krisis tiroid. Iodin dengan konsentrasi tinggi pada cairan
Lugol diberikan untuk menghambat pelepasan hormon tiroid yang tersimpan dari
kelenjar tiroid. Iodin dapat diberikan secara oral 1 jam setelah pemberian PTU
(potassium iodide: 4-8 tetes setiap 6-8 jam; sodium ipodat dosis loading 2 gram
dan selanjutnya 1 gram/hari) atau melalui intravena (sodium iodide 1 gram dalam
250-500 mL normal salin, melalui infus, dua kali sehari)18. Pada pasien ini
diberikan protokol krisis tiroid dari bagian yang dikonsulkan yaitu penyakit
dalam, dengan protokol
Protokol krisis tiroid 24 jam sebelum dan sesudah operasi :
IVFD D5% 12 jam / kolf
IVFD NaCl 3% 12 jam / kolf
PTU loading 600 mg
PTU 4 X 200 mg
Dexametason 4 x 10 mg (IV)
Propanolol 4x20 mg
PCT 3 X 500 mg
Lugol 4 x 10 drops (diberikann 1 jam setelah pemberian PTU)

Pemberian MgSO4 sudah tepat diberikan kepada pasien, menurut teori


pemberian MgSO4 sebagai antikonvulsan untuk mencegah terjadinya eklampsia
(kejang). Magnesium sulfat merupakan pilihan pertama untuk antikejang pada
preeklampsia atau eklampsia. Magnesium sulfat akan bekerja dengan menghambat
atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan
menghambat transmisi neuromuscular yang membutuhkan kalsium pada sinaps.
Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga
aliran rangsangan tidak terjadi. Sebelum pemberian MgSO4, beberapa hal perlu
diperhatikan yaitu tersedia ca glukonal 10%, frekuensi nafas > 16 x/menit, refleks
patela +/+ dan jumlah urin minimal 0,5cc/kgBB/jam. Pada pasien ini didapatkan
frekuensi nafas 24 x/menit, refleks patela +/+ dan urin 200 cc/4 jam. Syarat
pemberian MgSO4 sudah terpenuhi, dan pemberian MgSO4 pada pasien sudah
32
tepat.Pada pasien ini dilakukan monitoring laboratorium pada 24 jam post op, 48
jam post op, dan hari ke-4 post op. Beberapa teori juga menyebutkan pemberian
magnesium sulfat secara intravena dapat menyebabkan hipokalsemia dan
hiperkalemia. Namun perubahan tersebut bersifar reversible apabila pemberian
magnesium sulfat dihentikan dan fungsi ginjal dalam batas normal. Oleh karena
itu diperlukan monitoring elektrolit pada pemberian magnesium sulfat secara
intravena.Pemberian antihipertensi pada pasien preeklampsia menurut teori
diberikan terutama bila tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan diastolik > 110
mmHg.
Digunakan sejak tahun 1960, metildopa mempunyai batas aman yang
luas (paling aman). Walaupun metildopa bekerja terutama pada sistem saraf pusat,
namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan menurunkan tonus simpatis
dan tekanan darah arteri. Pemberian metildopa 500 mg sebagai anti hipertensi
sudah tepat.

33
BAB 5
KESIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien sudah tepat.


2. Tatalaksana pasien sudah tepat

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Singh, S., Biswas, M., Jose, T., Dey, M. & Saraswat, M. A rare case of
thyroid storm following caesarean section. Int. J. Reprod.
Contraception, Obstet. Gynecol. 5, 933–936 (2016).
2. Satoh, T. et al. 2016 Guidelines for the management of thyroid storm
from The Japan Thyroid Association and Japan Endocrine Society (First
edition) The Japan Thyroid Association and Japan Endocrine Society
Taskforce Committee for the establishment of diagnostic criteria a.
Endocr. J. 63, 1025–1064 (2016).
3. Jeyabalan A. Epidemiology of preeclampsia: Impact of obesity. Nutr
Rev. 2013;71(SUPPL1):1-14.
4. Karta Asmana S, Syahredi S, Hilbertina N. Hubungan Usia dan Paritas
dengan Kejadian Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2012 - 2013. J Kesehat Andalas. 2016;5(3):640-6.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Profil Kesehatan Tahun
2016. 2018;(72):10-3.
6. Cunningham L, Bloom, Dashe. Hypertensive Disorders. Williams
Obstetric 25 ed. New York: Mc Graw Hill; 2018. p. 1086-8.
7. Ahluwalia, R. et al. Trust Guideline for the Management of Suspected
Thyroid Emergencies. 1–11 (2018).
8. Anjo, D. et al. Thyroid storm and arrhythmic storm: A potentially fatal
combination. Am. J. Emerg. Med. 31, 1418.e3-1418.e5 (2013).
9. Decroli, G. P. & Decroli, E. Krisis Tiroid pada Wanita Multipara Usia
42 Tahun. J. Kesehat. Andalas 8, 178 (2019).
10. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Thyroid
Disease in Pregnancy. Pract. Bull. Obstet. Gynecol. 125, 996–1005
(2015).
11. Delport, E. F. A thyroid-related endocrine emergency in pregnancy.
J.Endocrinol. Metab. Diabetes South Africa 14, 99–101 (2009).
12. Yang Y, WU Na. Gestational Diabetes Mellitus and Preeclampsia:
Correlation and Influencing Factors. 2022;9(831297):1-14
13. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. 4th ed. (Prof. dr. Abdul Bari Saifuddin,
MPH S, dr. Trijatmo Rachimhadhi S, Prof. Dr. dr. Gulardi H.
Wiknjosastro S, eds.). PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.
14. POGI (Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia) Indonesia. Diagnosis
dan Tatalaksana Pre-Eklampsia. 2016.
15. Tim Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Obstetri Patologi. 3rd
ed. (Prof. Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr., SpOG(K) M, Prof. Dr.
Firman F. Wirakusumah, dr. S, Prof. Dr. Jusuf S. Effendi, dr. S, eds.).
EGC; 2018
16. Townsend R, O’Brien P, Khalil A. Current best practice in the
management of hypertensive disorders in pregnancy. Integr Blood Press
Control. 2016; 9:79–94

35

Anda mungkin juga menyukai