LAPORAN KASUS
Oleh :
dr. Fauzi Ahmad Hasibuan
Pembimbing :
dr. Ferdinal Ferry Sp.O.G, Subsp, Obginsos
I
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALASRSUP DR. M.
DJAMIL PADANG
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui / menyetujui
dr. Ferdinal Ferry Sp.OG, Subsp, Obginsos, (K) dr. Fauzi Ahmad Hasibuan
Mengetahui :
II
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRIDAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALASRSUP M. DJAMIL PADANG
1 Pengetahuan
2 Keterampilan
3 Attitude
Mengetahui/Menyetujui
Pembimbing
III
PPDS I OBSTETRI & GINEKOLOGI
FK UNAND/RSUP.Dr. M. DJAMIL PADANG
Pembimbing
IV
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
V
BAB I
PENDAHULUAN
Krisis tiroid dalam kehamilan dapat mengancam nyawa ibu dan janin,
oleh karena itu dibutuhkan diagnosis yang cepat dan penanganan segera. Hanya
1-2% kasus hipertiroid dalam kehamilan yang bermanifestasi sebagai krisis tiroid
dan tingkat mortalitas berkisar 20-30%.1,2 Penyebab kematian yang utama adalah
terjadinya multiple organ failure, diikuti dengan congestive heart failure,
respiratory failure, aritmia, disseminated intravascular coagulation (DIC),
perforasi gastrointestinal, hypoxic brain syndrome dan sepsis.2 Pasien dengan
kondisi yang potensial fatal seperti syok, DIC dan multiple organ failure harus
secepatnya dirawat di ICU.2
1
perdarahan 23,5%.6
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau
edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan, bahkan setelah 24 jam postpartum. Preeklampsia berat adalah suatu
komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi
160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20
minggu atau lebih.7
2
BAB 2
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Ny. R Nama Suami : Tn. B
Umur Pasien : 27 tahun Umur Suami : 39 tahun
Pendidikan : S1 Pendidikan Suami : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan Suami : Petani
MR : 01 14 39 23 Alamat : Padang Pariaman
Tanggal Masuk : 23 Juli 2022
AnamnesisKeluhan Utama
Pasien kiriman dari Padang Pariaman dengan diagnosa G1P0A0H0 gravid preterm 34-35 minggu +
PEB dalam regimen MgS04 dosis maintenance + hipertiroid tidak terkontrol + edema anasarka +
susp IUFD.
Nyeri kepala hebat (-), Pandangan kabur (-), Nyeri uluhati (-)
Nyeri pinggang menjalar ke ari ari (-)
Keluar lendir bercampur darah (-)
Keluar air air dari kemaluan (-)
Keluar darah banyak dari kemaluan (-)
HPHT : 19-11-2021
TP : 26-08-2022
Riwayat ANC:
Pasien kontrol ke bidan 3x usia kehamilan 2, 4, dan 6 bulan. Pasien tidak pernah kontrol ke SpOG.
Riwayat menstruasi: menarche usia 14 tahun. Siklus haid teratur, setiap 28 hari, lamanya 5-7 hari,
3
sebanyak 2-3x ganti pembalut perhari, nyeri saat menstruasi (-)
demam (-) batuk (-) sesak napas (-)
riwayat kontak dengan pasien covid-19 positif (-)
Status Generalis
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
4
Leher : dalam batas normal
Thoraks
VT:
Tidak dilakukan
5
Janin mati tunggal intrauterin presentasi bokong
Gerak janin (-)
Biometri :
BPD : 8.56 cm FL : 6,82 cm
AC : 28,95 cm EFW : 2313 gr
AFI : 15,56 cm SDAU : (-)
Spalding sign (+) FHR : (-)
Plasenta implantasi di fundus meluas ke corpus anterior, maturasi grade II-III
Interpretasi USG :
Gravid preterm 34-35 minggu sesuai biometri
Janin mati tunggal intra uterin presentasi bokong
Diagnosis :
Dyspnue ec krisis tiroid pada G1P0A0H0 gravid preterm 33-34 minggu + PEB dalam regimen
MgSO4 dosis maintenance dari luar
Janin mati tunggal intra uterin
Presentasi bokong
6
Rencana :
Stabilisasi -> SC
Konsul Interne :
A/ Krisis tiroid
G1P0A0H0 gravid preterm 33-34 minggu + PEB dalam regimen MgSo4 dosis maintenance
Hiponatremia
AF RVR
7
Follow Up 23-07-2022 07.00
S/:
DPO
O/:
KU Kes. TD Nd Nf T
Berat DPO 160/100 124 14 on venti 36,6
Abd : DJJ (-) His (-)
VT : V/U tenang, PPV (-)
A/:
Dyspnue ec krisis tiroid pada G1P0A0H0 gravid preterm 33-34 minggu + PEB dalam regimen
MgSO4 dosis maintenance dari luar
Presentasi bokong
I/:
Ceftriaxon 2x1gr iv
Ranitidin 2x50mg iv
Paracetamol 1gr iv
Dexametason 4x10mg iv
PTU 4x200mg po
Lugol 4x10gtt
Propanolol 4x20mg po
O/:
KU Kes. TD Nd Nf T
Berat DPO 140/90 110 14 on venti 36,6
Abd : DJJ (-) His (-)
VT : V/U tenang, PPV (-)
8
A/:
Dyspnue ec krisis tiroid pada G1P0A0H0 gravid preterm 33-34 minggu + PEB dalam regimen
MgSO4 dosis maintenance dari luar
Presentasi bokong
I/:
Ceftriaxon 2x1gr iv
Meropenem 3x1gr iv
Levoflocaxin 1x750mg iv
Paracetamol 3x1gr iv
Omeprazole 1x40mg iv
Dexametason 4x10mg iv
PTU 4x200mg po
Lugol 4x10gtt
Propanolol 4x20mg po
O/:
KU Kes. TD Nd Nf T
Berat DPO 130/80 110 14 on venti 36,6
Abd : DJJ (-) His (-)
VT : V/U tenang, PPV (-)
A/:
Dyspnue ec krisis tiroid pada G1P0A0H0 gravid preterm 33-34 minggu + PEB dalam regimen
MgSO4 dosis maintenance dari luar
Presentasi bokong
I/:
9
Ceftriaxon 2x1gr iv
Meropenem 3x1gr iv
Levoflocaxin 1x750mg iv
Paracetamol 3x1gr iv
Omeprazole 1x40mg iv
Dexametason 4x10mg iv
PTU 4x200mg po
Lugol 4x10gtt
Propanolol 4x20mg po
Pro Sc Cito
10
Follow Up 2 jam post op
S/:
DPO
O/:
KU Kes. TD Nd Nf T
Berat DPO 104/80 100 15 on venti 36,8
Abd : FUT 3 jari dibawah pusat
Kontraksi baik
Gen: PPV (-) V/U tenang
A/:
P1A0H0 post SCTPP ai krisis tiroid + PEB dalam regimen MgS04 dosis maintenance dari luar +
IUFD + Letsu
P/:
Kontrol KU, VS, PPV, tanda impending, refleks patella
IVFD RL + oksitosin 20IU --> 28tpm
IVFD RL + MgSo4 dosis maintenance
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Pronalgess supp II K/p
Cek lab darah rutin 6 jam post partum
Rawat ROI
11
Laboratorium 6 jam post op:
Parameter Hasil
Hemoglobin 12,0 gr /
Hematokrit 38 dl%
Leukosit 28.150/mm3
Trombosit 114.000/mm 3
FT4 28.7
TSH <0.005
O/:
KU Kes. TD Nd Nf T
Berat DPO 110/87 98 14 on venti 36,8
Abd : FUT 2 jari dibawah pusat
Kontraksi baik
Gen: PPV (-) V/U tenang
A/:
P1A0H0 post SCTPP ai krisis tiroid + PEB dalam regimen MgS04 dosis maintenance dari luar +
IUFD + Letsu
P/:
Kontrol KU, VS, PPV, tanda impending, refleks patella
IVFD RL + oksitosin 20IU --> 28tpm
IVFD RL + MgSo4 dosis maintenance
Inj. Ceftriaxone 2x1gr
Pronalgess supp II K/p
12
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
ini dikenal dengan krisis tiroid atau "badai tiroid". Hal ini biasanya dipicu oleh
infeksi, dengan riwayat tirotoksikosis yang telah berlangsung lama.13 Krisis tiroid
dalam kehamilan dapat mengancam nyawa ibu dan janin. Hanya 1-2% kasus
hipertiroid dalam kehamilan yang bermanifestasi sebagai krisis tiroid dan tingkat
miokardial yang disebabkan oleh hormon tiroid.14 Angka kematian janin yang
3.1.1 Etiologi
mencetuskan krisis tiroid karena kadar hCG paling tinggi pada usia kehamilan
tersebut. Namun, beberapa kasus krisis tiroid pada kehamilan disebabkan oleh
hipertiroid.17,18
3.1.2 Diagnosis
yang dinilai dengan skor Burch dan Wartofsky. Skor Burch dan Wartofsky
dapat menilai kemungkinan dan tingkat keparahan krisis tiroid. Skor 45 atau lebih
13
merupakan kecurigaan tinggi krisis tiroid, skor 25-44 mendukung diagnosis dan
Tabel 3.1 Skor kriteria Burch dan Wartofsky untuk diagnosis krisis tiroid2
14
Tabel 3.2 Kriteria diagnosis thyroid storm (TS) berdasarkan Japan Thyroid
Association2
Algoritma diagnosis krisis tiroid dapat dilihat pada Gambar 3.1. diduga
≤14) dan gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, diare dan kuning. Bila
pasien memiliki riwayat penyakit grave, riwayat keluarga dengan penyakit tiroid
dan penurunan berat badan dalam waktu singkat dan pada pemeriksaan fisik
terjadinya krisis tiroid lebih tinggi. Kondisi pasien harus dievaluasi melalui
Analisa gas darah, monitor ekg, rontgen toraks, urinalisis, darah lengkap, kimia
darah dan factor pembekuan. Kadar FT3, FT4, TSH dan TRAb harus secepatnya
15
dilakukan pemeriksaan bila pasien memenuhi kriteria diagnosis krisis tiroid. Bila
pemeriksaan lab ini tidak dapat dilakukan, rujuk pasien ke RS yang memiliki
fasilitas ICU.2
Pada RS yang memiliki fasilitas ICU, lakukan evaluasi ulang ABCDE dan
tatalaksana krisis troid (Gambar 3.2). Pasien kriss tiroid dengan syok, DIC atau
multiple organ failure harus dirawat di ICU. Untuk menilai kebutuhan ICU, harus
digunakan skor APACHE II, skor GCS, vital sign (suhu tubuh, tekanan darah,
denyut nadi, dan pernapasan), analisis gas darah arteri (pH, PaO2, HCO3-, dan
tekanan oksigen alveolar (A-aDO2), elektrolit (Na, K, dan Cl), hasil hematologi
(hematokrit (Hct) dan jumlah sel darah putih (WBC)), usia dan riwayat penyakit
16
Gambar 3.2 Algoritma tatalaksana krisis tiroid2
3.1.3 Tatalaksana
Prinsip tatalaksana krisis tiroid pada kehamilan sama dengan wanita yang
tidak hamil, dan harus memiliki tim khusus seperti spesialis endokrin, spesialis
feto-maternal.
terapi krisis tiroid dalam kehamilan adalah obat antitiroid. Pilihan pertama adalah
propylthiouracil (PTU). Dosis yang diberikan 200-250 mg/6 jam, dapat diberikan
secara oral atau dengan NGT.18 Obat anti tiroid dapat menembus sawar darah
plasenta. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya kelainan pada janin, kadar
17
FT4 dijaga pada batas teratas dari kadar normal, kemudian disarankan untuk
krisis tiroid. Iodin dengan konsentrasi tinggi pada cairan Lugol diberikan untuk
menghambat pelepasan hormon tiroid yang tersimpan dari kelenjar tiroid. Iodin
dapat diberikan secara oral 1 jam setelah pemberian PTU (potassium iodide: 4-8
tetes setiap 6-8 jam; sodium ipodat dosis loading 2 gram dan selanjutnya 1
adrenergik pada hormon tiroid yang berlebihan. Namun, beta bloker seperti
janin jika dikonsumsi jangka panjang. Oleh karena itu, dalam 2-6 minggu setelah
sebagai terapi awal dan dapat diberikan secara oral (40-80 mg/6-8 jam) atau
beberapa jam) atau dapat juga menggunakan esmolol secara intravena (dosis
µg/kg/menit.18,19
Keadaan janin harus dievaluasi secara perodik. Risiko bagi janin pada
wanita hamil dengan Grave Disease yang aktif adalah hipertiroid dan hipotiroid.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh pengendalian hipertiroid yang buruk selama
18
3.2 Preeklampsia
3.2.1 Definisi
19
dianggap sepenuhnya benar. Teori yang banyak digunakan saat ini adalah teori
kelainan vaskularisasi plasenta, teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi
endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi
kardiovaskular, teori genetik, teori defisiensi gizi, dan teori inflamasi.9
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor
yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah: 7,10
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya
Preeklampsia. Hal ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori
ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada
kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta
tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking
Antibodies” akan lebih banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya,
seperti respons imunisasi.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan 13bstetric1313
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative 13bstetric1313 yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
4. Faktor Genetik
Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.
5. Faktor Gizi
Faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak essensial terutama
asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan
“Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia
20
3.2.4 Patogenesis
Proses patologi dari preeklampsia dimulai sejak trimester pertama. Walau
penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tetapi banyak penelitian yang
menyatakan bahwa vasospasme merupakan dasar dari preeklampsia. Vasospasme
merupakan akibat kegagalan proses remodelling arteri spiralis, reaksi imunologis,
maupun radikal bebas. Semua ini menimbulkan ketidakseimbangan antara kadar
vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dll), vasodilator (nitrikoksida,
prostasiklin, dll), serta gangguan sistem pembekuan darah.11
Adanya ketidakseimbangan antara faktor angiogenik (VEGF dan PlGF), dan
faktor antiangiogenik (sFlt-1 dan soluble endoglin[sEng]) yang bertanggung jawab
atas vaskulogenesis plasenta juga diduga berperan mengakibatkan disfungsi endotel
akibat hipoksia.11
Beberapa teori yang banyak digunakan saat ini adalah teori kelainan
vaskularisasi plasenta, teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel,
teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, teori adaptasi kardiovaskular, teori
genetik, teori defisiensi gizi, dan teori inflamasi.9
Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, vili korialis dari trofoblas akan menginvasi
arteriola spiralis, yang menyebabkan degenerasi lapisan endotel dan muskularnya,
sehingga terjadi proses remodelling, yaitu pelebaran diameter arteriola spiralis.
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan
matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran
darah pada daerah uteroplasnta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak, dan
perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjadi pertumbuhan janin dengan
baik.9,11
Pada preeklampsia tidak tejadi invasi trofoblas pada lapisan otot arteri
spiralis dan jaringan di sekitarnya. Lapiran otot arteri spiralis tetap kaku, sehingga
lumen arteri spiralis tidak mengalami distensi dan dilatasi. Akibatnya terjadi
kegagalan remodelling arteri spiralis dan timbulnya vasospasme, sehingga perfusi
uteroplasenta menurun, dan terjadi hipoksia dan iskemia plasenta.9,11
21
Teori Iskemia Plasneta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel
Iskemia plasenta dapat terjadi akibat kegagalan remodeling arteri spiralis,
yang kemudian akan menghasilkan radikal bebas. Salah satu radikal bebas yang
dihasilkan adalah radikal hidroksil yang toksis, khususnya untuk membran endotel
pembuluh darah.9
Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi
dalam kehamilan terbukti dengan fakta-fakta, seperti primigravida mempunyai
risiko lebih besar untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan dibandingkan
multigravida, ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih
besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan dibanding dengan suami sebelumnya,
dan seks oral memiliki risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.9
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi repons imun, sehingga
ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi
trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer ibu.17 Selain itu, adanya HLA-G
akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-
G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu, selain untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi
dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. berkurangnya HLA-G di
desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua, dan
akhirnya menghambat dilatasi arteri spiralis.9
Teori Adaptasi Kardiovaskular
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokonstriksi. Hal ini bisa terjadi akibat adanya sintesis
prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Pada hipertensi dalam kehamilan
terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan terjadi
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter
22
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang, sehingga pembuluh darah
menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.9
Teori Genetik
Ada faktor genetik yang bisa berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia.
Pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami
preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu menantu mengalami
preeklampsia.9
Teori Defisiensi Gizi
Terdapat beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa kekurangan gizi
memiliki peran dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Salah satu penelitian
tersebut adalah penelitian yang pernah dilakukan di Inggris, tentang pengaruh diet
terhadap preeklampsia.9
Pada penelitian terakhir telah terbukti bahwa konsumsi minyak ikan,
termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah penyempitan
pembuluh darah.9
Teori Stimulus Inflamasi
Pada kehamilan normal, plasenta akan melepaskan debris trofoblas, sebagai
sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat reaksi stres oksidatif.
Lepasan debris trofoblas ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang
timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih
dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi masih dalam batas normal. Berbeda
pada preeklampsia, dimana terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi
debris trofoblas juga meningkat. Ini akan menimbulkan beban reaksi inflamasi
dalam darah ibu yang lebih besar dari reaksi inflamasi normal, yang akan
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit yang lebih besar,
sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.9
23
3.2.5 Gejala Klinis dan Diagnosis
24
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi
ditambah pengobatan medicinal.
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan
ditambah pengobatan medicinal.
1. Perawatan aktif
a. Indikasi
1. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
2. Adanya gejala-gejala impending eklampsia
3. Adanya Sindrom Hellp
4. Kehamilan aterm ( > 37 minggu)
5. Apabila perawatan konservatif gagal.
b. Pengobatan Medicinal
1. Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus
Dx/RL dari IGD.
2. Tirah baring miring ke satu sisi.
3. Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
4. Antasida.
5. Anti kejang:
Sulfas Magnesikus (MgSO4) Cara Pemberian:
Cara pemberian dosis awal:
• 4 gr MgSO4 (10 cc MgSO4 40% + 10 cc aquades ATAU 20 cc
MgSO4 20%) diberikan IV secara perlahan selama 5-10 menit
• ATAU jika akses intravena sulit, berikan 5 gr MgSO4 40% (12,5 cc
MgSO4 40%) IM di bokong kanan dan kiri
Cara pemberian dosis rumatan:
• 6 gr MgSO4 40% (15cc MgSO4 40%) dan larutkan dalam 500 cc
larutan Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan melalui infus 28
tetes/ menit selama 6 jam (gr/jam)
• Diberikan hingga 24 jam setelah persalinan atau setelah kejang
terakhir pada eklampsia
Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian MgSO4:
• Frekuensi nafas >16x/menit
25
• Reflex patella +/+
• Jumlah urin minimal 0,5 cc/kgBB/jam
• Tersedia Ca Glukonas 10% sebagai antidotum
26
Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau
lebih dan dengan fetal heart monitoring.
Seksio caesaria bila :
• Fetal obstetric buruk
• Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5)
atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
• 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.
Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi
dengan seksio sesaria.
⚫ Perawatan Konservatif
Indikasi perawatan konservatif bila kehamilan preterm kurang dari 37
minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan
janin baik.
⚫ Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan
aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler
saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong kanan.
⚫ Pengobatan obstetric :
Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif
hanya disini tidak dilakukan terminasi.
MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda preeklampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatanmedisinal gagal
dan harus diterminasi.
Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebihdahulu MgSO4
20% 2 gram intravenous. Penderita dipulangkan bila :
Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsiaringan dan telah
dirawat selama 3 hari.
Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan: penderita dapat
dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan(diperkirakan lama perawatan 1-2
minggu).
27
Gambar 3.3 Tatalaksana Ekspetatif pada Preeklampsia.10
Rekomendasi POGI pada peratawan ekspektatif pada preklampsia tanpa
gejala berat menurut gambar sesuai gambar 3.3 adalah sebagai berikut.
1. Manajemen ekspektatif direkomendasikan pada kasus preeklampsia
tanpa gejala berat dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan
evaluasi maternal dan janin yang lebih ketat
2. Perawatan poliklinis secara ketat dapat dilakukan pada kasus
preeklampsia tanpa gejala berat.
3. Evaluasi ketat yang dilakukan adalah:
• Evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh pasien
• Evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu secara poliklinis
• Evaluasi jumlah trombosit dan fungsi liver setiap minggu
• Evaluasi USG dan kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2
kali dalam seminggu)
28
• Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan Doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan
29
2. Manajemen ekspektatif pada preeklampsia berat juga
direkomendasikan untuk melakukan perawatan di fasilitas kesehatan
yang adekuat dengan tersedia perawatan intensif bagi maternal dan
neonatal
3. Bagi wanita yang melakukan perawatan ekspektatif preekklamsia
berat, pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu
pematangan paru janin
Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan rawat
inap selama melakukan perawatan ekspektatif.
30
BAB 4
PEMBAHASAN
31
urin+3.
33
BAB 5
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Singh, S., Biswas, M., Jose, T., Dey, M. & Saraswat, M. A rare case of
thyroid storm following caesarean section. Int. J. Reprod.
Contraception, Obstet. Gynecol. 5, 933–936 (2016).
2. Satoh, T. et al. 2016 Guidelines for the management of thyroid storm
from The Japan Thyroid Association and Japan Endocrine Society (First
edition) The Japan Thyroid Association and Japan Endocrine Society
Taskforce Committee for the establishment of diagnostic criteria a.
Endocr. J. 63, 1025–1064 (2016).
3. Jeyabalan A. Epidemiology of preeclampsia: Impact of obesity. Nutr
Rev. 2013;71(SUPPL1):1-14.
4. Karta Asmana S, Syahredi S, Hilbertina N. Hubungan Usia dan Paritas
dengan Kejadian Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2012 - 2013. J Kesehat Andalas. 2016;5(3):640-6.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Profil Kesehatan Tahun
2016. 2018;(72):10-3.
6. Cunningham L, Bloom, Dashe. Hypertensive Disorders. Williams
Obstetric 25 ed. New York: Mc Graw Hill; 2018. p. 1086-8.
7. Ahluwalia, R. et al. Trust Guideline for the Management of Suspected
Thyroid Emergencies. 1–11 (2018).
8. Anjo, D. et al. Thyroid storm and arrhythmic storm: A potentially fatal
combination. Am. J. Emerg. Med. 31, 1418.e3-1418.e5 (2013).
9. Decroli, G. P. & Decroli, E. Krisis Tiroid pada Wanita Multipara Usia
42 Tahun. J. Kesehat. Andalas 8, 178 (2019).
10. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Thyroid
Disease in Pregnancy. Pract. Bull. Obstet. Gynecol. 125, 996–1005
(2015).
11. Delport, E. F. A thyroid-related endocrine emergency in pregnancy.
J.Endocrinol. Metab. Diabetes South Africa 14, 99–101 (2009).
12. Yang Y, WU Na. Gestational Diabetes Mellitus and Preeclampsia:
Correlation and Influencing Factors. 2022;9(831297):1-14
13. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. 4th ed. (Prof. dr. Abdul Bari Saifuddin,
MPH S, dr. Trijatmo Rachimhadhi S, Prof. Dr. dr. Gulardi H.
Wiknjosastro S, eds.). PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.
14. POGI (Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia) Indonesia. Diagnosis
dan Tatalaksana Pre-Eklampsia. 2016.
15. Tim Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Obstetri Patologi. 3rd
ed. (Prof. Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr., SpOG(K) M, Prof. Dr.
Firman F. Wirakusumah, dr. S, Prof. Dr. Jusuf S. Effendi, dr. S, eds.).
EGC; 2018
16. Townsend R, O’Brien P, Khalil A. Current best practice in the
management of hypertensive disorders in pregnancy. Integr Blood Press
Control. 2016; 9:79–94
35