Anda di halaman 1dari 50

Laporan Kasus

Kehamilan Ektopik Terganggu

Oleh :
dr. Irfan Kurnia
Peserta PPDS OBGIN

Pembimbing :
dr. H. Syahredi SA, Sp.OG (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I (PPDS)


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2020
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

Lembar Pengesahan

Nama : dr. Irfan Kurnia


Semester : III (tiga)

Telah menyelesaikan laporan kasus dengan judul :

Kehamilan Ektopik Terganggu

Padang, 23 Desember 2020


Pembimbing PPDS Obgyn

dr. H. Syahredi SA, Sp.OG (K) dr. Irfan Kurnia

Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

Dr. dr. Bobby Indra Utama, Sp.OG (K)


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. i

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS ........................................................................................2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................13

3.1. Definisi .................................................................................................................13

3.2. Epidemiologi ........................................................................................................14

3.3. Etiologi dan Faktor Risiko ...................................................................................14

3.4. Patogenesis ...........................................................................................................17

3.5. Gambaran Klinis ..................................................................................................21

3.6. Diagnosis ..............................................................................................................22

3.7. Penatalaksanaan ...................................................................................................29

3.7.1. Medikamentosa........................................................................................29

3.7.2. Operasi .....................................................................................................32

3.7.3. Ekspektatif ...............................................................................................35

3.8. Prognosis ..............................................................................................................37

BAB IV DISKUSI ......................................................................................................38

BAB V KESIMPULAN ..............................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................43

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi kehamilan ektopik .........................................................................13

Gambar 2. Hasil akhir dari kehamilan tuba ................................................................20

Gambar 3. Patogenesis kehamilan ektopik .................................................................21

Gambar 4. Pilar suspek kehamilan ektopik.................................................................22

Gambar 5. Kuldosintesis dengan jarum spinaln 16 dan 18 .........................................25

Gambar 6. USG transvaginal tubal ring dengan yolk sac dan embrio .......................26

Gambar 7. Tubal ring sign ..........................................................................................26

Gambar 8. USG transvaginal dengan color doppler menunjukkan ring of fire sign ..26

Gambar 9. Free fluid level intraperitoneal ..................................................................27

Gambar 10. Kehamilan heterotopika ..........................................................................27

Gambar 11. Kehamilan ektopik interstisial.................................................................28

Gambar 12. Kehamilan ektopik tuba secara makroskopis ..........................................28

Gambar 13. Mikroskopik kehamilan ektopik .............................................................29

Gambar 14. Algoritma terapi methrotrexate ...............................................................31

Gambar 15. Manajemen bedah kehamilan ektopik.....................................................33

Gambar 16. Kehamilan ektopik tuba telah dihilangkan dengan salpingektomi .........34

Gambar 17. Algoritma diagnosis dan tatalaksana kehamilan ektopik ........................36

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai kehamilan yang sel telur yang telah
dibuahi berimplantasi di luar kavum endometrium.1 Kehamilan ektopik terganggu
adalah suatu kondisi kegawatdarurtan yang menjadi penyebab tersering kematian ibu
pada kehamilan trimester pertama.2 Hal ini terjadi karena pertumbuhan embrio yang
dapat merusak tuba dan menyebabkan rupturnya tuba sehingga terjadi gangguan
hemodinamik dan berakibat fatal.3
Berdasarkan statistik telah dilaporkan sebanyak 1-2% dari seluruh kehamilan
merupakan kehamilan ektopik dan biasanya terjadi pada negara berkembang. Insiden
kehamilan ektopik di Indonesia sekitar 5-6 per 1000 kehamilan yang berhubungan
dengan angka kematian dan angka morbiditas yang tinggi. 2
Insiden kehamilan ektopik adalah 1 dari 15.000-40.000 kehamilan.2 Terdapat
peningkatan kejadian ektopik dengan pertambahan usia dengan kejadian 21,5 per
1000 kehamilan pada usia 35-44 tahun. Insidensi kehamilan ektopik rekuren
diberbagai literatur sekitar 10-27%, meningkat 5-15 kali pada populasi umum dengan
jangka waktu 4 bulan sampai 10 tahun dengan rerata 2 tahun.4
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan
diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan menderita
kehamilan ektopik atau 0,02%. (BPS Kesehatan, 2007). Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2007 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara
4000 kehamilan.9
Secara teoritis semua faktor yang mengganggu migrasi embrio ke dalam
rongga endometrium dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Obstruksi merupakan
penyebab dari separuh kasus kehamilan ektopik yang dapat terjadi karena inflamasi
kronik, tumor intrauterin, dan endometriosis. Komplikasi terburuk pada kehamilan
ektopik adalah ruptur tuba yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan masif,
syok dan kematian.2,10

1
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas
Nama : Ny. R
Usia : 36 tahun
Nomor MR : 14.94.73
Tanggal masuk : 14 Oktober 2020
Alamat : Sawahlunto

Keluhan Utama
Seorang pasien wanita 36 tahun datang ke IGD PONEK RSUD M.Ali
Hanafiah Batusangkar pada tanggal 14 Oktober 2020 pukul 19.00 WIB datang
dengan rujukan dari RSUD Sawahlunto dengan keluhan nyeri perut terutama bagian
kanan bawah sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, di RSUD Sawahlunto pasien
sudah dicurigai suspek KET dan rencana dilakukan tindakan laparotomi emergensi
akan tetapi karena ruangan operasi sedang dalam perbaikan sehingga pasien dirujuk
ke RSUD M. Ali Hanafiah Batusangkar dengan terpasang infus dan kateter urin.

Riwayat Penyakit Sekarang


 Nyeri perut terutama bagian kanan bawah sejak 8 jam sebelum masuk rumah
sakit
 Keluar darah dari kemaluan tidak ada
 Keluar jaringan seperti daging dari kemaluan tidak ada
 Keluar jaringan seperti gelembung mata ikan dari kemaluan tidak ada
 Pasien tidak haid sejak ± 1,5 bulan yang lalu
 HPHT : 5 September 2020 TP : 12 Juni 2021
 Riwayat keputihan (-), demam (-), trauma (-)
 Riwayat BAK terasa panas, keruh, bernanah dan berdarah tidak ada
 Riwayat hamil muda : mual (+), muntah (-), perdarahan (-)

2
 Riwayat menstruasi : Menarche usia 13 tahun, teratur, siklus 28 hari, lamanya
5-7 hari, banyaknya 2-3x ganti duk / hari, nyeri saat haid (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak pernah menderita riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, diabetes melitus,
hipertensi, dan riwayat alergi sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat anggota keluarga menderita penyakit keturunan, penyakit menular
dan gangguan kejiwaan.
Status Covid-19
Batuk (-), demam (-), sesak nafas (-), riwayat berpergian keluar kota (-), riwayat
kontak dengan pasien positif covid-19 (-)
Riwayat pernikahan : Satu kali pada tahun 2016
Riwayat kehamilan / abortus / persalinan : 2/0/1
1. 2017/Laki-laki/3300 gr/Cukup bulan/Spontan/Bidan/Hidup.
2. Sekarang
Riwayat keluarga berencana : Tidak ada memakai kontrasepsi
Riwayat imunisasi : (-)
Riwayat Pendidikan : SMA
Riwayat pekerjaan : Ibu rumah tangga
Riwayat kebiasaan : merokok, alkohol, dan penyalahgunaan narkoba tidak ada

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah :115/75 mmHg
Denyut nadi : 88 x / menit
Tingkat pernapasan : 24x / menit
Suhu : 37,1 ° C
Tinggi badan : 152 cm
BB sebelum kehamilan : 54
3
BB sekarang : 55 kg
BMI : 23,4 (Normoweight)

 Mata : Konjungtiva tidak anemis , Sclera tidak ikterik


 Leher : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak membesar
 Dada : Cor dan Pulmo dalam batas normal
 Abdomen : Status Obstetrikus
 Alat kelamin : Status Obstetrikus
 Ekstremitas : Edema - / -, Reflex Fisiologis + / +, Reflek Patologis - / -

Status Obstetrikus :
Abdomen
Inspeksi : Abdomen tidak tampak membuncit, sikatrik (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (+) , Nyeri Lepas (-), Defans Muscular (-),
FUT sulit dinilai
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal

Genitalia
Inspeksi : V / U tenang, Perdarahan pervaginam (-)
Inspekulo
Vagina : Permukaan licin, tumor (-), laserasi (-), fluxus (-)
Portio : Multipara, ukuran sebesar jempol kaki dewasa, tumor (-), laserasi (-),
fluxus (-), OUE tertutup
VT bimanual
Vagina : Tumor (-)
Portio : Multipara, sebesar jempol kaki dewasa, tumor (-), nyeri goyang
portio (+) OUE tertutup.
CUT : AF, sebesar telur bebek
AP : Lemas kiri dan kanan
CD : Menonjol
4
Laboratorium di RSUD Sawahlunto
14 Oktober 2020 : 11.00 WIB
Parameter Hasil
Hemoglobin 12,2 gr / dl
Hematokrit 39 %
Leukosit 12.120 /mm3
Trombosit 276.000/mm 3
PT 9,4 detik
APTT 31,7 detik
HbsAg Non reaktif
HIV Non reaktif
Plano test (+)

Laboratorium di RSUD M.Ali Hanafiah Batusangkar


14 Oktober 2020 : 19.00 WIB
Parameter Hasil
Hemoglobin 10,0 gr / dl
Hematokrit 38 %
Leukosit 17.010 /mm3
Trombosit 289.000/mm 3
PT 9,5 detik
APTT 31,8 detik
HbsAg Non reaktif
HIV Non reaktif
Plano test (+)

5
USG RSUD Sawahlunto 14 Oktober 2020 :

Interpretasi :
• Tampak uterus antefleksi
• Endline (+)
• Tidak tampak GS intra uterine
• Tampak GS ekstra uterin ukuran 1,78 cm di adneksa kanan (tuba dextra)
• Tampak cairan bebas intra abdomen
Kesan : Gravid 5-6 minggu sesuai biometri
Suspek KE tuba dextra

USG RSUD M.Ali Hanafiah Batusangkar 14 Oktober 2020 :

6
Interpretasi :
• Tampak uterus antefleksi, ukuran 5,88 x 4,53 cm
• Endline (+)
• Tidak tampak GS intra uterine
• Tampak GS ekstra uterin ukuran 1,72 cm di adneksa kanan (tuba dextra)
• Tampak cairan bebas intra abdomen
Kesan : Gravid 5-6 minggu sesuai biometri
Suspek KE tuba dextra

Diagnosis :
Akut abdomen ec suspek KE pada G2P1A0H1 gravid 5-6 minggu
Sikap :
 Kontrol KU, VS, PPV, tanda akut abdomen
 Informed consent
 IVFD RL 20 tpm
 Cek HB serial

Follow up 14 Oktober 2020 (pukul : 20.00 wib)


S / Nyeri perut (+) semakin meningkat, keluar darah dari kemaluan (-)
O/ Pemeriksaan fisik :

GA Kes BP HR RR T

Sedang CMC 100/70 90 22 36,9

Abdomen
Inspeksi : Abdomen tidak tampak membuncit, sikatrik (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (+), Nyeri Lepas (-), Defans Muscular (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal

7
Genitalia
Inspeksi : V / U tenang, Perdarahan pervaginam (-)

Laboratorium di RSUD M.Ali Hanafiah Batusangkar


14 Oktober 2020 : 20.00 WIB
Parameter Hasil
Hemoglobin 9,6 gr / dl
Hematokrit 35 %
Leukosit 19.800 /mm3
Trombosit 315.000/mm 3

Diagnosis :
Akut abdomen ec suspek KET pada G2P1A0H1 gravid 5-6 minggu
Sikap :
 Kontrol KU, VS, PPV
 Informed consent
 IVFD RL 20 tpm
 Inj Cefotaxim 1 gram (iv) skin test
 Konsul Anestesi dan OK
 Crossmatch PRC 2 unit
Rencana :
 Laparotomi emergensi

Tanggal 14 Oktober 2020 (pukul : 20.50 wib)


- Laparatomi dilakukan
 Setelah membuka peritoneum tampak darah berwarna merah kehitaman
berjumlah kurang lebih 1200 cc mengisi rongga abdomen.
 Dilakukan eksplorasi
Uterus berukuran normal

8
Adnexa kiri, tuba, dan fimbrae tidak ada kelainan
Adnexa kanan tampak perdarahan berasal dari ampula dextra
Kesan : ruptur pars ampularis dextra ec kehamilan ektopik terganggu
Rencana : Salpingektomi dextra
Transfusi intra op PRC 1 unit

Diagnosa :
P1A1H1 post salpingektomi dextra ai ruptur tuba pars ampularis dextra
Sikap :
• Kontrol KU, VS dan tanda-tanda akut abdomen
• IVFD RL 20 tts/menit
• Inj. Cefotaxime 2x1 gr (i.v)
• Inj. Asam Traneksamat 3x500 mg
• Inj. Vitamin K 3x10 mg
• Pronalgess supp II k/p bila nyeri
• Cek darah rutin 6 jam post operatif

9
Laboratorium 6 jam post operasi :
Parameter Hasil
Hemoglobin 10.1 gr / dl
Hematokrit 37 %
Leukosit 18.080 /mm
Trombosit 289,000/mm 3

Follow up 15 Oktober 2020 (pukul : 08.00 wib)


S / Demam (-), nyeri luka operasi (+), Nyeri perut (-),
O/ Pemeriksaan fisik :

GA Kes BP HR RR T

Sedang CMC 110/80 80 20 36,8

Abdomen
Inspeksi : Abdomen tidak tampak membesar, luka operasi tertutup verban
Palpasi : Fundus uterus sulit dinilai, NT (-), NL (-), DM (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia
Inspeksi : V / U tenang, Perdarahan pervaginam (-)
Urine (+) jumlah 290 cc warna jernih
A/ Diagnosa :
P1A1H1 post salpingektomi dextra ai ruptur tuba pars ampularis dextra, RH1
Sikap:
Kontrol KU, VS dan tanda-tanda akut abdomen
Diet MB TKTP
Terapi:
IVFD RL 20 tts/mnt
Inj Cefotaxime 2 x 1 g r (iv)
Inj. Asam Traneksamat 3x500 mg
10
Inj. Vitamin K 3x10 mg
Paracetamol 3x500 mg (po)
Vit C 3x50 mg (po)

Follow up 16 Oktober 2020 (pukul : 08.00 wib)


S / Demam (-), nyeri luka operasi (+), Nyeri perut (-),
O/ Pemeriksaan fisik :

GA Kes BP HR RR T

Sedang CMC 115/78 86 19 36,9

Abdomen
Inspeksi : Abdomen tidak tampak membesar, luka operasi tertutup verban
Palpasi : Fundus uterus sulit dinilai, NT (-), NL (-), DM (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia
Inspeksi : V / U tenang, Perdarahan pervaginam (-)
Urine (+) jumlah 290 cc warna jernih
A/ Diagnosa :
P1A1H1 post salpingektomi dextra ai ruptur tuba pars ampularis dextra, RH2
Sikap:
Kontrol GA, VS dan tanda-tanda akut abdomen
Diet MB TKTP
Terapi:
IVFD RL 20 tts/mnt
Inj Cefotaxime 2 x 1 g r (iv)
Paracetamol 3x500 mg (po)
Vit C 3x50 mg (po)

11
Follow up 17 Oktober 2020 (pukul : 08.00 wib)
S / Demam (-), nyeri luka operasi (+) berkurang, nyeri perut (-)
O/ Pemeriksaan fisik :

GA Kes BP HR RR T

Sedang CMC 120/80 84 20 36,8

Abdomen
Inspeksi : Abdomen tidak tampak membesar, luka operasi terturtup verban
Palpasi : Fundus uterus sulit untuk dipalpasi, NT (-), NL (-), DM (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia
Inspeksi : V / U normal, Perdarahan pervaginam (-)
Urine (+) jumlah 500 cc warna jernih
A/ Diagnosa :
P1A1H1 post salpingektomi dextra ai ruptur tuba pars ampularis dextra, RH3
Sikap :
 Kontrol KU, VS dan tanda-tanda akut abdomen
 GV luka operasi
 Diet MB TKTP
 Boleh pulang
 Edukasi
Terapi :
Aff infuse dan kateter urine
Cefixime 2x200 mg (po)
Paracetamol 3x500 mg (po)
Vit C 3x50 mg po (po)

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Kehamilan ekstrauterin didefinisikan sebagai kehamilan yang implantasi dan
pertumbuhannya di luar kavum endometrium.1 Kehamilan ektopik terganggu adalah
suatu kondisi kegawatan yang menjadi penyebab tersering kematian ibu pada
kehamilan trimester pertama.2 Hal ini terjadi karena pertumbuhan embrio dapat
merusak tuba atau menyebabkan rupturnya tuba dan dapat berakibat fatal. Oleh
karean itu kehamilan ektopik tidak bisa menjadi kehamilan yang viable.3 Kehamilan
ektopik rekuren merupakan komplikasi jangka panjang dari kehamilan ektopik, yang
bisa menyebabkan kecemasan dan kehilangan kehamilan dan juga ada efek negatif
pada fertilitas dan kesehatan.4
Beberapa tempat kehamilan ektopik seperti tuba, ovarium, intraligamen, servikal,
dan abdomen. Lokasi tersering kehamilan ektopik yaitu pada tuba sekitar 90%
dengan 13% berlokasi di isthmus, 75% di ampulla dan 12% pada fimbrae.2,5
Implantasi lain seperti di abdomen (1%), serviks (1%), ovarium (1-3%), dan bekas
luka cesarea (1-3%).3,6

Gambar 3.1 Lokasi kehamilan ektopik 3

13
3.2 Epidemiologi
Berdasarkan statistik telah dilaporkan sebanyak 1-2% dari seluruh kehamilan
merupakan kehamilan ektopik dan biasanya terjadi pada negara berkembang. Insiden
kehamilan ektopik di Indonesia sekitar 5-6 per 1000 kehamilan yang berhubungan
dengan angka kematian dan angka morbiditas yang tinggi. Insiden kehamilan ektopik
ganda adalah 1 dari 15.000-40.000 kehamilan.2 Terdapat peningkatan kejadian
ektopik dengan pertambahan usia dengan kejadian 21,5 per 1000 kehamilan pada usia
35-44 tahun. Kejadian kehamilan ektopik pada kehamilan pertama hanya 10-15%,
kebanyakan terjadi pada wanita yang pernah hamil sebelumnya. 7 Pada kasus yang
jarang dapat juga terjadi kehamilan heterotopik, kehamilan intrauterin dan kehamilan
ekopik terjadi dalam satu waktu. Insidensi kehamilan heterotopik diestimasikan
sekitar 1 dari 7000 kehamilan.8 Insidensi kehamilan ektopik rekuren diberbagai
literatur sekitar 10-27%, meningkat 5-15 kali pada populasi umum dengan jangka
waktu 4 bulan sampai 10 tahun dengan rerata 2 tahun.4
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan diketahui
bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan menderita
kehamilan ektopik atau 0,02%. (BPS Kesehatan, 2007). Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2007 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara
4000 kehamilan.9

3.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi dari kehamilan ektopik belum diketahui secara utuh tetapi terdapat
faktor risiko yang dicurigai pada kehamilan ektopik.2 Setengah kasus kehamilan
ektopik tidak mempunyai salah satu faktor risiko. 6 Kebanyakan kasus terjadi pada
wanita dengan usia besar dari 35 tahun.2 Hal ini menunjukkan risiko terjadinya
kehamilan ektopik meningkat seiring peningkatan usia karena perubahan fungsi
tuba.1
Secara teori, setiap faktor yang menggangu atau memperlambat migrasi embrio
ke dinding endometrium dari kavum uteri dapat menyebabkan kehamilan ektopik. 2,7
Riwayat operasi tubal sebelumnya, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, atau
sterilisasi tubal merupakan faktor risiko paling tinggi untuk kehamilan ektopik karena
14
dapat mengakibatkan terjadinya adesi dan menghalangi perpindahan ovum. 2,10,11
Penyebab terbanyak pada kehamilan ektopik pertama yaitu salpingitis pada 50%
kasus.7
Faktor lain yang berkontribusi dalam meningkatkan kejadian kehamilan ektopik
yaitu merokok pada wanita usia reproduktif, peningkatan penggunaan teknologi
reproduktif seperti fertilisasi invitro, paparan diethylstilbestrol pada uterus, embrio
dengan kromosom abnormal, penggunaan pil progesteron, riwayat aborsi
sebelumnya, bekas luka dari penyakit radang panggul sebelumnya, dan infertilitas. 2,10
Infeksi menular seksual seperti gonore dan chlamydia akan menyebabkan kerusakan
inflamasi tuba fallopi yang berujung pada pembentukan scar dan perubahan struktur
tuba fallopi.10 Rokok juga dicurigai menjadi faktor risiko karena inhalasi rokok dapat
menyebabkan ketidakseimbangan fungsi tuba yang diakibatkan oleh perubahan
frekuensi silar dan kontraksi dari otot polos.11
Secara ringkas dapat dipisahkan faktor-faktor pada tuba yang dapat mendukung
terjadinya kehamilan ektopik :12

a. High risk

Pembedahan tuba sebelumnya atau kehamilan tuba sebelumnya adalah faktor


risiko terpenting untuk kehamilan tuba. Sterilisasi adalah metode kontrasepsi yang
sangat efektif namun demikian, jika seorang wanita hamil walaupun telah menjalani
prosedur sterilisasi putatif, kehamilan ekstrauterin harus dipertimbangkan sebagai
kemungkinan, karena sekitar 30% kehamilan setelah sterilisasi adalah ekstrauterin.
Risiko kumulatif 15 tahun kehamilan tuba adalah 2,9 per 1000 sterilisasi. Risiko
kehamilan tuba lebih tinggi setelah elektrokoagulasi tuba falopii, karena rekanalisasi
tuba dan atau pembentukan fistula uterotuboperitoneal.12,13 Wanita yang
menggunakan alat kontrasepsi berisiko lebih rendah mengalami kehamilan ektopik
dibandingkan mereka yang tidak menggunakan kontrasepsi. 12

Jika wanita yang menggunakan alat kontrasepsi tidak ditemukan hamil,


kehamilan di luar kandungan harus dikesampingkan, karena 50% dari kehamilan
tersebut adalah di luar kandungan.12
15
b. Moderately elevated risk

Peningkatan angka kehamilan ekstrauterine telah ditemukan di antara wanita


yang menggunakan hormon (clomifene) untuk mengobati infertilitas. Teknologi
reproduksi berbantuan (ART) juga telah dilaporkan meningkatkan risiko kehamilan
ekstrauterin dari 0,025% (nilai pada populasi umum) menjadi 1% di antara wanita
yang telah menjalani fertilisasi in vitro. Insiden kehamilan ekstrauterin setelah ART
tampaknya agak menurun dalam beberapa tahun terakhir. 14
Wanita dengan infeksi ascending aktif atau Chlamydia trachomatis maupun
Neisseria gonorraeae beresiko tinggi mengalami kehamilan ekstrauterin. Jenis infeksi
intra-abdominal lainnya, misalnya apendisitis, juga dapat meningkatkan risiko.14

c. Mildly elevated risk

Insiden kehamilan ekstrauterin tertinggi adalah antara usia 35 dan 45, mungkin
karena efek kumulatif dari berbagai faktor risiko dari waktu ke waktu. 13
Tabel 1. Faktor risiko kehamilan ekstrauterin.15
Faktor
High risk Moderately elevated risk Midly elevated risk
Riwayat operasi tuba Steril Usia lebih dari 40 tahun
Riwayat diluar rahim Infeksi ascending
Sterilisasi Merokok
Penggunaan IUD Partner sex lebih dari satu
Penggunaan Patologi tuba
diethylstilbestrol

Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf


yang baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau
apabila sel telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium.
Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau
kehamilan ovarial yang mengalami ruptur dan mudigah masuk di antara 2 lapisan
ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan faktor multiparitas yang
16
beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk seksio
sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari kehamilan
tuba, walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen. 14

3.4 Patogenesis
Kehamilan ekstrauterin didasari multifaktorial. Mekanisme mencakup anatomi
dan atau fungsional tuba obstruksi, ketidakseimbangan motilitas tuba dan disfungsi
siliar, faktor molekular kemotaktik yang menstimulasi dan promosi implantasi tuba. 15
Presentase leukosit dan penekanan pada aktivitas sel di jaringan tuba berperan dalam
menginisiasi kehamilan ektopik. Akibatnya respon imun selanjutnya menginduksi
aktivitas implantasi pada tuba fallopi yang memfasilitasi implantasi embrio di tuba. 16
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi
dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner
telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka
telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna
malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor,
seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang
terjadi oleh invasi trofoblas.14
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
gravidatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat
pula berubah menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada
endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan
intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur.14
Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang
ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik. 14
17
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik
dalam tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan
hasil konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu
sampai 10 minggu.17
Kemungkinan itu antara lain :17,18
a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk beberapa
hari.18,19
b. Abortus tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi


koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.
Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat
perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba
abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang
dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba pars ampullaris,
sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales kearah peritoneum biasanya
terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars
ampullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil
konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen sempit. 19,20
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan
akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola
kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan
terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii dapat membesar karena darah dan
membentuk hematosalping.19
18
c. Ruptur tuba

Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan ruptur pada


saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar korionik
gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester pertama
oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum
berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan
bila berimplantasi di pars intersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih
lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus
atau pemeriksaan vagina.14
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba
tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas,
akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus,
terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat
keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan meninggal karena perdarahan, nasib
janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati
dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah
menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi
oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus
dalam rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder. 14

19
Gambar 3.2 Hasil akhir dari kehamilan tuba21
Peningkatan sitokin inflamasi pada serum seperti interleukin (IL)-1β, IL-6, IL-8,
interferon (IFN)-γ, tumor necrosis factor (TNF)-α, dan granulocyte-macrophage-
colony-stimulating factor (GM-CSF). IL-1 dan IL-6 merupakan mediator penting
antara blastokis dengan endometrium untuk implantasi. IL-8 berkontribusi dalam
kerusakan jaringan dan inflamasi kronik. Respon inflamasi pada tuba fallopi akan
memicu infiltrasi dari sel imun. Sel ini akan mengakibatkan kerusakan jaringan tuba
dengan memicu respon inflamasi, memandu embrio untuk bermigrasi ke tempat
inflamasi melalui ekspresi sinyal inflamasi. Disisi lain, inflamasi mengakibatkan
motilitas tuba dengan mengurangi gerak silia dan kontraksi otot polos sehingga
embrio tetap berada di tuba.16
Peran Mφ dalam motilitas tuba. Pada fase awal dan tengan luteal, tingginya kadar
progesteron dapat memicu Mφ infiltrasi pada tuba dan memproduksi prostaglandin
E2 yang meningkatkan jumlah IL-6. Progesteron, prostaglandin E2 dan IL-6
memperlambat kontraksi otot polos dan menginduksi disfungsi epitel silia yang
mengakibatkan retensi embrio pada tuba fallopi. CD69 memicu invasi trofoblast ke
dinding tuba dan mengahasilkan perforasi tuba. Kadar Treg yang diinduksi oleh fetal
antigen pada kehamilan ektopik rendah sedangkan berfungsi dalam memodulasi
keseimbangan imunologi dan mempertahankan fetus.16

20
Defesiensi aktivitas sitolitik pada tuba fallopi membantu implantasi embrio
meskipun dilawan oleh sistem imun maternal. CD56dim CD16+ NK cells berperan
dalam invasi trofoblast yang tidak terkontrol dan ruptur tuba.16

Gambar 3.3 Patogenesis Kehamilan Ektopik.16

3.5 Gambaran Klinis


Kehamilan ektopik saja biasanya asimptomatik dan onset nya mendadak.
Terdapat trias gejala klasik meliputi nyeri abdomen, amenorea, dan perdarahan
pervaginam.2 Prevalensi kehamilan ektopik mengeluhkan perdarahan vagina trimester
pertama atau nyeri abdomen atau keduanya dilaporkan sebesar 18%. 6 Gejala
kehamilan ektopik diklasifikan menjadi akut meliputi presyncope, syncope, muntah,
amenorea durasi pendek, spotting, nyeri abdomen dan puncak bahu, dan kronik
seperti amenorea, perdarahan pervaginam, disuria, retensi urin, tenesmus rektum
karena peningkatan tekanan rektum atau nyeri saat defekasi. 2,22
Sebagian besar kehamilan dapat didiagnosis antara usia kehamilan minggu ke 6
dan 9 ketika mulai muncul gejala. Ruptur tuba terjadi sebanyak 16% dari kehamilan
ektopik tuba yang akan menunjukkan gejala ruptur pada usia kehamilan 6 minggu.
Kasus yang jarang juga dapat ditemui kehamilan ektopik tuba yang bertahan hingga
usia 15 minggu karena misdiagnosis.23
21
Perdarahan pervaginam pada kehamilan ektopik karena peluruhan dari desidua
endometrium, dapat bervariasi dari spotting hingga menyerupai perdarahan
menstruasi. Reaksi desidua endometrium juga terjadi pada implantasi ektopik.
Derajat nyeri bervariasi pada kehamilan ektopik. Biasanya berawal dengan kolik
abdomen atau nyeri pelvis yang berlokasi disalah satu sisi karena peregangan tuba
fallopi. Nyeri bisa menjadi umum karena ruptur tuba dan perkembangan
hemoperitoneum.22 Risiko terjadinya ruptur pada kehamilan ektopik meningkat
seiring dengan peningkatan usia kehamilan dan kadar β-hCG. Ruptur dapat
menyebabkan perdarahan dan syok dan dapat berakibat letal jika tidak ditatalaksana
dengan baik.10

Gambar 3.4 Pilar suspek kehamilan ektopik.24

3.6 Diagnosis
Saat anamnesis, selain keluhan juga perlu ditanyakan jumlah paritas, riwayat
kehamilan ektopik sebelumnya, penggunaan pil kontrasepsi, dan penyakit radang
panggul.20 Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ketidakstabilan hemodinamik
(hipotensi dan takikardi) pada kehamilan ektopik terganggu dan hemoperitoneum.
22
Pasien dengan kehamilan ektopik dapat ditemukan nyeri servikal atau adneksa.
Terkadang dapat dipalpasi sebagai massa yang nyeri pada lateral uterus. 22
Pemeriksaan vagina didapatkan serviks yang lunak dan nyeri goyang pada serviks.
Jika terdapat perdarahan inra-peritoneal maka dapat dilakukan shifting dullness dapat
juga terjadi ekimosis pada daerah periumbilikal (Cullen’s sign) atau daerah
selangkangan (Greys Turner’s sign) tetapi jarang ditemukan.25
Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda kehamilan muda.
Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri. Bila uterus dapat diraba,
maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping
uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Cavum douglas yang menonjol
menunjukkan adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang naik sehingga
menyulitkan pembedaan dengan infeksi pelvik.14,26,27
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila terdapat tanda-tanda
perdarahan intraabdominal. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dilakukan
secara serial dengan jarak satu jam selama 3 kali berturut-turut. Bila ada penurunan
Hb dan Ht dapat mendukung diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Perlu diingat
bahwa penurunan HB baru terlihat setelah 24 jam. Penghitungan leukosit berturut-
turut menunjukkan adanya perdarahan bila leukosit meningkat. Untuk membedakan
kehamilan ektopik dengan infeksi pelvic dapat diperhatikan jumlah leukosit yang
melebihi 20.000.14
Defek atau variasi pada lumen tubal ketika perpindahan ovum sebelum mencapai
kavum endometriumm dan meningkatkan kadar dari sitokin inflamasi yang dapat
dideteksi pada regio inflamasi dan sirkulasi sistemik. Rasio leukosit di sirkulasi
berubah sebagai respon inflamasi. Terjadi peningkatan neutrofil dan penurunan
jumlah limfosit, dan rasio neutrofil dan limfosit (NLR : neutrophyl-lymphocyte ratio)
digunakan pada marker inflamasi. Peningkatan NLR lebih tinggi pada kehamilan
ektopik terganggu dari pada kehamilan ektopik saja. Jumlah volume platelet (MPV:
mean platelet volume) mengalami penurunan, cukup signifikan pada kehamilan
ektopik terganggu dari pada kehamilan ektopik sebagai parameter dalam fungsi
trombosit dalam kerusakan endotel, angiogenesis dan hipoksia. 28
23
Pengukuran progesteron serum satu kali sudah dapat digunakan untuk
menetapkan bahwa kehamilan berkembang normal dengan tingkat kepercayaan
tinggi. Nilai yang melebihi 25 ng/mL menyingkirkan kehamilan ektopik dengan
sensitivitas 92,5 persen. Sebaliknya, nilai yang kurang dari 5 ng/mL ditemukan hanya
pada 0,3 persen kehamilan normal. Karena itu, nilai <5 ng/mL menandakan
kehamilan intrauterus dengan janin meninggal atau suatu kehamilan ektopik.
Karena pada sebagian besar kehamilan ektopik kadar progesterone bervariasi antara
10 dan 25 ng/mL maka pemakaian klinis pemeriksaan ini terbatas. 18
Kadar β-hCG dan USG serial dikombinasikan untuk pasien yang mengeluhkan
nyeri dan perdarahan.22 Normalnya, sekresi β-hCG mulai pada hari ke 5 hingga 8
dideteksi di serum 5mIU per mL, dan batas deteksi di urin 20 - 50 mIU/mL.29
Peningkatan yang lemah dari batas atau penurunan β-hCG menyiratkan terjadinya
aborsi atau kehamilan ektopik. Pada kehamilan yang diinginkan direkomendasikan β-
hCG dianggap tinggi jika lebih dari 3.500 mIU per mL untuk menghindari
misdiagnosis dan interupsi pada kehamilan hidup, meskipun kebanyakan kehamilan
akan menunjukkan kadar β-hCG mencapai 1.500 mIU per mL.22
Kuldosentesis adalah suatu pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat darah
dalam kavum Douglas.. Penemuan hasil darah yang tidak membeku pada
kuldosentesis dan terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah bantuan yang
sangat amat berguna.18
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak
membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan yang dihisap
berupa : 18
 Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista
ovarium yang pecah.

 Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang
appendiks yang pecah (nanah harus dikultur). Darah segar berwarna merah
yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini berasal dari arteri atau
vena yang tertusuk.

24
Gambar 3.5 Culdocentesisdengan jarum spinal 16 sampai 18.18
Transvaginal Ultrasound (TVUS) adalah pemeriksaan yang akurat untuk
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik. Tidak semua kehamilan ektopik dapat
dilihat dengan TVUS. Wanita dengan kehamilan test positif tetapi tidak dapat
dideteksi dengan TVUS berarti mengalami pregnancy of unkown location (PUL).3
Konfirmasi kehamilan ektopik melalui USG akan tampak kantong gestasional pada
lateral uterus baik dengan atau tanpa embrio hidup atau tali pusat. 1 Tampak massa
atau massa dengan area hipoekoik yang dipidahkan dari ovarium akan dicurigai
sebagai kehamilan ektopik dengan nilai prediktif postif sebesar 80%. 6
Gambaran tipikal untuk mendiagnosa kehamilan ektopik pada trimester pertama
mencakup pseudo-gestational sac, penebalan endometrium, terdapat cairan pada
posterior cul-de-sac, dan tubal ring sign. Tubal ring sign ini merupakan temuan
paling spesifik untuk kehamilan ektopik tuba. 23,30 Tampakan tidak langsung yang
mengindikasikan kehamilan ektopik yaitu uterine vacuity, massa nonspesifik pada
lateral uterus dan hemoperitonium.1

25
Gambar 3.6 USG transvaginal menunjukkan tubal ring dengan yolk sac dan
embrio 31

Gambar 3.7 Tubal ring sign


Ring sign adalah tanda paling umum kedua dari kehamilan tuba. Ring sign
menggambarkan cincin hiperechoic yang mengelilingi kantung kehamilan
ekstrauterin. Temuan ini juga dikenal dengan istilah "ring of fire” karena
hipervaskularisasi perifer pada cincin yang hiperechoic. 27

Gambar 3.8 USG transvaginal dengan Color Doppler menunjukkan Ring of fire
sign31
26
Kehamilan heterotopik terjadi ketika kehamilan intrauterin dan ekstrauterin
terjadi secara bersamaan. Prevalensi kehamilan heterotopik pada wanita yang
menjalani assisted reproduction dilaporkan 1% - 3%. Jika seorang pasien menjalani
aborsi pada kehamilan intrauterin dan terus mengalami nyeri adneksa persisten
dengan kadar β-hCG abnormal, kehamilan heterotopik harus dicurigai. 31

Gambar 3.9 USG Transvaginal: Free Fluid Level Intraperitoneal 27

Gambar 3.10 Kehamilan heterotopika.27


Tipe yang sering dari kehamilan ektopik yang dianggap sebagai kehamilan
inrauterin selama pemeriksaan USG trimester pertama merupakan kehamilan
interstitial. Kehamilan ektopik interstitial berlokasi di tuba fallopi dengan kantung
gestasional berlokasi diluar uterus. Temuan USG pada kehamilan interstisial
mencakup kantung gestasional yang dilapisi mantel miometrium yang asimetris atau
inkomplit, kavitas uterus yang kosong dengan linear echo, kantung gestasional yang
berlokasi eksentrik, miometrium berlokasi antara kantung gestasional dan kavum
uteri, dan kantung gestasional terlihat tinggi pada fundus uteri. 23,30
27
Kehamilan ektopik pada trimester lanjut menjadi tantangan yang unik dan sering
misdiagnosis. Temuan USG yang ditemukan yaitu posisi abnormal fetus, perpindahan
serviks, oligohidramnion, dan cairan intraperitoneal. 23,30

Gambar 3.11 gambaran longitudinal Kehamilan ektopik interstisial. 23


Deskripsi jaringan kehamilan ektopik yang ruptur, secara makroskopis akan
tampak distensi tuba dengan dinding yang ruptur atau tipis, serosa merah kehitaman
dan hematosalping dengan bagian janin yang dapat diidentifikasi. Secara mikroskopis
dapat dideskripsikan sebagai vili korionik intraluminal dan trofoblas ekstravili yang
merupakan bagian janin serta terjadi perubahan desidua pada sepertiga lamina propia
dengan proliferasi reaktif mesothelial dengan pembentukan papila dan badan
psammoma.10,20

Gambar 3.12 Kehamilan ektopik tuba


secara makroskopis10

28
A B

Gambar 3.13 Mikroskopik kehamilan ektopik (A). Tuba fallopi dan perdarahan
luminal engan vili korionik, (B). Vili korionik intraluminal immatur dengan edema
stroma dan dikellingi oleh trofoblast.10

3.7 Penatalaksanaan
Jika gejala klinik stabil, tatalaksana meliputi tatalaksana medikamentosa dengan
pemberian methotrexate atau tatalaksana surgikal dengan salpingostomi
(pengangkatan kehamilan ektopik dengan meinggalkan tuba fallopi pada tempatnya)
atau salpingektomi (pengangkatan seluruh bagian tuba fallopi yang terkena). 10,22
Keputusan untuk menangani kehamilan ektopik baik secra medikamentosa maupun
surgikal tergantung pada faktor pasien secara individual, temuan klinis, temuan USG,
dan kadar β-hCG. Pasien dengan suspek atau konfirmasi kehamilan ektopik dengan
gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu harus ditransfer dengan cepat untuk
mendapatkan penanganan operasi.22

3.7.1 Medikamentosa
Methotrexate intramuskular merupakan pengobatan satu-satunya untuk
tatalaksana kehamilan ektopik. Antagonist folat, menginterupsi pembelahan sel
dengan cepat pada kehamilan ektopik yang akan diserap oleh tubuh. 22 Kontraindikasi
meliputi insufisiensi ginjal, anemia sedang hingga berat, leukopenia, trombositopenia,
immunodefisiensi, penyakit paru, penyakit hati atau alkoholisme, penyakit ulkus
peptikum, dan menyusui.10,22 Kontraindikasi relatif berupa terdapat detak jantung
janin, kadar β-hCG yang tinggi, atau massa ektopik yang besar dari 4 cm. 10

29
Beberapa regimen methotrexate yang sudah diketahui mencakup protokol single-
dose, two-dose, dan multidose. Protokol single-dose memiliki efek samping yang
kecil tetapi two-dose lebih efektif daripada single-dose pada pasien dengan kadar β-
hCG yang tinggi. Protokol multidose memiliki efek samping yang tinggi.3 Efek
samping yang bisa terjadi meliputi stomatitis, kolitis, mual, muntah, nyeri abdomen,
leukopenia, peningkatan enzim jantung sementara. 1 Peningkatan enzim hati cukup
jarang dilaporkan sebagai efek samping dan kembali normal setelah penggunaan
methotrexate. Alopesia juga jarang dilaporkan pada penggunaan dosis rendah. Kasus
pneumonitis pernah dilaporkan sehingga jika terjadi demam dan gejala respirasi harus
dikonsulkan.6
Pengobatan methotrexate pada kehamilan ektopik tidak memberikan efek pada
kesuburan atau pada ovarium. Studi prospektif observasional menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan pada hormon anti-mullerian atau luaran reproduktif setelah
penggunaan methotrexate. Setelah itu, review sistematik yang dilakukan tidak
ditemukan rata-rata jumlah oosit baik sebelum dan sesudah penggunaan
methotrexate.6
Secara keseluruhan, protokol single-dose digunakan pada pasien dengan kadar
β-hCG dibawah 3.600 mIU per mL, protokol two-dose diberikan pada pasien dengan
kadar awal yang tinggi dengan kadar lebih dari 5.000 mIU per mL. Kadar β-hCG
harus diukur pada hari ke 1,4, dan 7 pengobatan.22 Kadar β-hCG dapat meningkat
selama 4 hari setelah injeksi yang dapat dijelaskan karena akselerasi awal dari
metabolisme kehamilan ektopik oleh methotrexate dan destruksi sel trofoblast,
selanjtnya akan menurun pada hari ke 7.1 Penggunaan methotrexate dianggap berhasil
jika terjadi resolusi kehamilan ektopik tanpa membutuhkan operasi, studi
observasional menyatakan berkisar anatra 70-95%. Resolusi dari serum β-hCG
setelah pengobatan biasanya lengkap pada 2-4 minggu tetapi bisa sampai 8 minggu.
Resolusi kadar β-hCG signifikan lebih cepat pada two-dose dibandingkan dengan
single-dose.6
Pasien harus dikonsulkan mengenai risiko ruptur hingga kadar β-hCG tidak
terdeteksi dan harus dilihat tatalaksana kegawatdaruratan jika terdapat tanda
kehamilan ektopik.1
30
Setelah dua sampai 3 hari pemberian methotrexate akan mengalami nyeri
abdomen. Efek gastrointestinal dan spotting juga dapat terjadi seperti mual dan
muntah.22 Beberapa kasus yang mengalami kegagalan dalam terapi methotrexate akan
mengalami nyeri abdomen akut, peningkatan gejala hemiperitoneum, dicurigainya
terjadi ruptur tuba, evolusi kadar β-hCG tidak sesuai, dan pasien menolak
mendapatkan dosis lanjutan methotrexate.1
Pasien harus menghindari konsumsi suplemen asam folat dan obat anti inflmasi
non steroid karena akan menurunkan efektivitas dari methotrexate. Pasien juga
menghindari konsumsi analgetik narkotik dan alkohol karena akan menyamarkan
gejala kehamilan ektopik terganggu serta menghindari kegiatan yang meningkatkan
risiko ruptur seperti vaginal intercourse atau aktivitas yang berlebihan. Kehamilan
setelah kehamilan ektopik juga ditunda minimal satu siklus ovulasi setelah kadar β-
hCG tidak terdeteksi meskipun beberapa ahli menyarankan menunggu hingga 3 bulan
sehingga kadar methotrexate akan habis.22

Gambar 3.14 Algoritma terapi methotrexate 24

31
3.7.2 Operasi
Tatalaksana surgikal lebih sukses untuk kehamilan ektopik daripada
methotrexate. Kadar β-hCG yang bisa ditatalaksana dengan operasi jika melebihi
5.000 mIU per mL. Selain itu, operasi juga dilakukan pada pasien dengan
kontraindikasi methotrexate.22 Jika hemodinamik tidak stabil dan sudah tejadi ruptur
kehamilan ektopik maka tatalaksana satu-satunya yaitu operasi.10
Jika hemodinamik stabil biasanya dilakukan laparoskopi. 22 Laparaskopi
merupakan metode yang minimal invasif. 10 Laparoskopi menyebabkan penurunan
perdarahan, transfusi, penggunaan analgetik postoperasi, durasi rawatan dan kembali
ke aktivitas sehari-hari lebih pendek dibandingkan laparotomi.2 Laparatomi
diindikasikan pada kasus yang tidak stabil, perdarahan yang tidak terkontrol, atau
visualisasi pelvik yang tidak adekuat.10
Risiko terjadinya kehamilan ektopik persisten setelah laparoskopi salpingostomi
pada kehamilan tuba telah dialporkan sebanyak 5-20%. Faktor risikonya berupa
ukuran kecil dari 2 cm dan peningkatan kadar β-hCG preoperatif dengan cepat.32
Pemilihan salpingostomi atau salpingektomi untuk tatalaksana kehamilan ektopik
berdasarkan status klinis pasien, keputusan fertilitas dan kluas kerusakan tuba fallopi.
Salpingostomi dilakukan pada kerusakan tuba fallopi yang parah dan pada kasus
dengan perdarahan yang signifikan. Salpingostomi dapat dilakukan pada kasus yang
masih menginginkan fertilitas ketika tuba fallopi kontralateral masih baik. Meskipun
salpingostomi bisa dilakukan pada pasien dengan tuba fallopi kontralateral yang
rusak. Ketika dilakukan salpingostomi, penting untuk memonitor pasien dengan
pemeriksaan serial kadar β-hCG untuk melihat resolusi dari jaringan trofoblast
ektopik. Jika terdapat reseksi inkomplit maka dosis profilaksis metothrexate harus
diberikan.6

32
Gambar 3.15 Manajemen bedah kehamilan ektopik. (A) Lokasi insisi linear
untuk linearsalpingostomy. (B) Insisi linear. (C) Reseksi segmental. (D )
Tubal reanastomosis 31
a. Salpingotomi linier

Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan pada
kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan
ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan
menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier dibuat diatas
segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari
dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan
irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk
mencegah kerusakan ebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang komplit pada mukosa
tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan
perdarahan postoperasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan
hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada
tegangan yang berlebihan.18,31
b. Reseksi segmental

Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.

33
Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk
menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan
dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada
ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe.20, 33
Indikasi salpingektomi mencakup tidak ada keinginan untuk kehamilan
selanjutnya, kehamilan tubal rekuren, dan terjadinya kehamilan ekstrauterin setelah
kegagalan sterilisasi atau rekonstruksi tuba sebelumnya. Indikasi lain dapat ditemui
ketika intraoperatif berupa adesi berat, hidrosalping, ruptur tubal, perdarahan
persisten setelah prosedur penyelamatan tubal atau jika kehamilan tubal dengan
diameter besar dari 5 cm.24
Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang diangkat.
Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba
kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada myometrium di daerah
cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras
angka delapan dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup myometrium
pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan
menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk
mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.31

Gambar 3.16 Kehamilan ektopik tuba telah dihilangkan dengan salpingektomi 9

34
Aspirasi vakum manual uterus dapat mengevaluasi vili korionik untuk
membedakan aborsi kehamilan intrauterin atau kehamilan ektopik. Jika vili korionik
terlihat maka tatalaksana selanjutnya tidak diperlukan, penggunaan methotrexate
dapat dihindari. Tetapi, jika vili korionik tidak terlihat maka dianjurkan untuk
memulai terapi untuk kehamilan ektopik atau pengulangan pengukuran β-hCG dalam
24 jam yang mengalami penurunan minimal 50%. Tanda kehamilan ektopik dan
serial kadar β-hCG tetap dilanjutkan hingga kadarnya tidak terdeteksi. 22

3.7.3 Ekspektatif
Tatalaksana ekspektatif jarang dilakukan tetapi bisa diterapkan pada pasien yang
di follow-up ketat sebagai suspek kehamilan ektopik yang tidak bergejala dan kadar
β-hCG sangat rendah dan berlanjut terus turun, tidak terdapat massa adneksa pada
pencitraan.10,22 Pasien yang mempertahankan kehamilan harus dimonitor kadar β-
hCG setiap 48 jam dan tatalaksana baik medikamentosa atau operasi
direkomendasikan jika kadar β-hCG tidak mengalami penurunan. Kadar β-hCG
dibawah 200 mIU per mL, 88% akan mengalami resolusi spontan meskipun kejadin
resolusi spontan akan menurun pada kadar β-hCG tinggi.22 Alasan tatalaksana
ekspektatif tidak dilakukan pada nyeri yang signifikan memberat, insuffisensi
penurunan kadar β-hCG, ruptur tuba dengan hemoperitoneum.6

35
Gambar 3.17 Algoritma diagnosis dan tatalaksana kehamilan ektopik. 22

Pada kehamilan abdominal tatalaksana yang dilakukan berupa laparatomi dengan


risiko perdarahan maternal yang mengancam nyawa. Pemindahan plasenta tergantung
lokasi yang dapat berimplantasi pada berbagai organ dalam kavitas abdomen.
Terkadang plasenta lebih baik ditinggalkan dalam intraabdominal sehingga terjadi
kalsifikasi dan reabsorbsi atau emboli yang dapat diangkat pada intervensi kedua.
Sedangkan, pada kehamilan kornual, implantasi berada pada area yang sama dengan
tuba tetapi membuka kavitas uterus. Tatlaksana yang dipilih pada kehamilan kornual
dan bekas cesarea berupa histeroskopi untuk menghindari perforasi uterus.
Kehamilan pda bekas luka cesarea dapat dilakukan juga embolisasi transarterial
selektif dengan dilatasi kuretase dengan lokal atau sistemik injeksi methotrexate.
Kehamilan servikal dapat ditatalaksana dengan lokal atau sistemik methotrexate
dapat dikombinasikan dengan embolisasi arteri uterus selektif sedangkan pada lokasi
isthmus dapat terjadi risiko perdarahan intraoperatif dapat ditatalaksana dengan
laparoskopi.24

36
3.8 Prognosis
Angka kematian kehamilan ektopik berikisar 0.48 hingga 0.50 kematian per
100.000 kelahiran hidup. Sebagian besar kasus menunjukkan syok hemodinamik dan
anaemia berat karena perdarahan merupakan penyebab kematian. 20 Kehamilan
ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian
ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan
tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada
tuba yang lain.13,20
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko
10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah
mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan
50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang. 27 Ruptur dengan perdarahan
intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan
ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu
yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik berulang. 9

37
BAB IV
DISKUSI

Laporan kasus ini membahas seorang pasien wanita 36 tahun datang ke IGD
PONEK RSUD M.Ali Hanafiah Batusangkar pada tanggal 14 Okotober 2020 pukul
19.00 WIB dengan diagnosis Akut abdomen ec suspek KE pada G2P1A0H1 gravid
5-6 minggu.

Pembahasan yang akan diangkat pada presentasi kasus ini adalah :

1. Dasar diagnosis
2. Faktor resiko dan etiologi
3. Penatalaksanaan

Pembahasannya sebagai berikut :


1. Dasar diagnosis
Berdasarkan dari anamnesa pasien ini mengeluh nyeri perut bagian kanan
bawah sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Amenorhea sejak 1,5 bulan yang
lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan; nyeri tekan abdomen (+), nyeri lepas
abdomen (-), DM (-), nyeri goyang portio (+). Hasil laboratorium menunjukan
pemeriksaan HB serial yang menurun dan test pack (+).
Kehamilan ektopik saja biasanya asimptomatik dan onset nya mendadak.
Terdapat trias gejala klasik meliputi nyeri abdomen, amenorea, dan perdarahan
pervaginam, serta didapatkan β hcG (+) pada serum/urine.2
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ketidakstabilan hemodinamik
(hipotensi dan takikardi). Pasien dengan kehamilan ektopik dapat ditemukan nyeri
servikal atau adneksa. Terkadang dapat dipalpasi sebagai massa yang nyeri pada
lateral uterus. Pemeriksaan vagina didapatkan serviks yang lunak dan nyeri goyang
pada serviks.22
Pemeriksaan USG menunjukkan tidak tampak kantong gestasi intrauterine,
serta tampak massa komplek yang diduga berasal dari adneksa kanan.
38
Konfirmasi kehamilan ektopik melalui USG akan tampak kantong gestasional
pada lateral uterus baik dengan atau tanpa embrio hidup atau tali pusat.1
Gambaran tipikal untuk mendiagnosa kehamilan ektopik pada trimester
pertama mencakup pseudo-gestational sac, penebalan endometrium, terdapat cairan
pada posterior ini merupakan temuan paling spesifik untuk kehamilan ektopik
tuba.23,30
Berdasarkan literatur dan hasil temuan pada pasien dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis Akut abdomen ec
suspek KE pada G2P1A0H1 Gravid 5 – 6 minggu.
Pada kasus ini, saat observasi di IGD PONEK RSUD M.Ali Hanafiah
Batusangkar pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah semakin meningkat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan; nyeri tekan abdomen (+), nyeri lepas abdomen
(-), DM (-), nyeri goyang portio (+). Kemudian di lakukan pemeriksaan Hb serial di
dapatkan penurunan kadar Hb dari 12,2 menjadi 10,0 dan terus turun menjadi 9,6.
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila terdapat tanda-tanda
perdarahan intraabdominal. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dilakukan
secara serial dengan jarak satu jam selama 3 kali berturut-turut. Bila ada penurunan
Hb dan Ht dapat mendukung diagnosis kehamilan ektopik terganggu. 14
Berdasarkan literatur dan hasil temuan pada pasien dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka dapat disimpulkan diagnosis
pasien ini menjadi Akut abdomen ec suspek KET pada G2P1A0H1 Gravid 5 – 6
minggu sudah tepat.
2. Faktor resiko kehamilan ektopik pada pasien ini
Pada pasien ini tidak dilakukan anamnesis yang mendalam sehingga faktor
resiko tidak dapat ditentukan dengan pasti. Namun bila dilihat dari data yang ada
bahwa ini merupakan kehamilan yang kedua, tidak pernah menggunakan kontrasepsi,
dan tidak pernah menggunakan obat untuk mengobati infertilitas serta tidak ada
bekas operasi pada abdomen, maka kemungkinan penyebab dan faktor resiko pada
pasien ini adalah adanya kelainan tuba yang disebabkan oleh penyakit radang pelvic
atau PID yang mungkin pernah diderita pasien pada masa terdahulu.
39
Etiologi dari kehamilan ektopik belum diketahui secara utuh tetapi terdapat
faktor risiko yang dicurigai pada kehamilan ektopik. 2 Setengah kasus kehamilan
ektopik tidak mempunyai salah satu faktor risiko. 6 Kebanyakan kasus terjadi pada
wanita dengan usia besar dari 35 tahun.2 Hal ini menunjukkan risiko terjadinya
kehamilan ektopik meningkat seiring peningkatan usia karena perubahan fungsi
tuba.1 Penyebab terbanyak pada kehamilan ektopik pertama yaitu salpingitis pada
50% kasus.7
Infeksi menular seksual seperti gonore dan chlamydia akan menyebabkan
kerusakan inflamasi tuba fallopi yang berujung pada pembentukan scar dan
perubahan struktur tuba fallopi.10
3. Penatalaksanaan
Tatalaksana kehamilan ektopik bisa dilakukan dengan 3 cara yaitu
medikamentosa, operatif dan ekspektatif.
Methotrexate intramuskular merupakan pengobatan satu-satunya untuk
tatalaksana kehamilan ektopik. Menginterupsi pembelahan sel dengan cepat pada
kehamilan ektopik yang akan diserap oleh tubuh.22
Kontraindikasi relatif berupa terdapat detak jantung janin, kadar β-hCG yang
tinggi, atau massa ektopik yang besar dari 4 cm. 10
Pasien yang mempertahankan kehamilan harus dimonitor kadar β-hCG setiap
48 jam dan tatalaksana baik medikamentosa atau operasi direkomendasikan jika
kadar β-hCG tidak mengalami penurunan. Kadar β-hCG dibawah 200 mIU per mL,
88% akan mengalami resolusi spontan meskipun kejadin resolusi spontan akan
menurun pada kadar β-hCG tinggi.22 Alasan tatalaksana ekspektatif tidak dilakukan
pada nyeri yang signifikan memberat, insuffisensi penurunan kadar β-hCG,
ruptur tuba dengan hemoperitoneum.6
Setelah di observasi di IGD dari anamnesis keluhan pasien semakin
meningkat serta didukung dengan penurununan HB serial. Diputuskan kehamilan
pasien ini akan dihentikan dengan laparotomi emergency. Prosedur ini
direkomendasikan karena adanya tanda – tanda kegawatdauratan. Pada intraoperatif
didapatkan perdarahan yang berasal dari pars ampularis dextra dan selanjutnya
dilakukan salpingektomi. Operator memilih untuk melakukan salpingektomi karena
40
penyebab dari perdarahan ini adalah rupture pada tuba yang tidak dapat
dipertahankan.
Prinsip penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu adalah resusitasi cairan
dan laparotomi. Jika hemodinamik tidak stabil dan sudah tejadi ruptur kehamilan
ektopik maka tatalaksana satu-satunya yaitu operasi.10
Indikasi salpingektomi mencakup apabila telah terjadinya ruptur tuba,
perdarahan intraabdominal. Indikasi lain dapat ditemui ketika intraoperatifberupa
adesi berat, hidrosalping, perdarahan persisten setelah prosedur penyelamatan tubal
atau jika kehamilan tubal dengan diameter besar dari 5 cm. 24
Pemilihan tatalaksana laparatomi dan dilanjutkan dengan salpingektomi sudah
tepat karena sudah memenuhi indikasi untuk di lakukan tatalaksana tersebut.

41
BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat yaitu Akut abdomen ec suspek KET pada
G2P1A0H1 Gravid 5 – 6 minggu
2. Rencana kecepatan tindakan pada pasien ini dengan laparatomi dan dilakukan
salpingektomi sudah tepat dan benar
3. Pasien ini mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan kehamilan ektopik
berulang dan pasien harus diberikan edukasi mengenai resiko tersebut

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Hakim H, yaich R, Halouani S, Jouou S, Arfoui R, Rachdi R. Non-Surgikal


Managemnet of Ectopic Pregnancies. Hournal of Gynecological Oncology. 2019;
2(2): 1-4.

2. Pramana C, Khairatunnisa Z, Cahyani NI, Tandi JK, Angelina J, Yofianti N.


Comparison between laparotomy and laparoscopy for the management of
ruptured ectopic pregnancy. International Journal of Clinical Obstetric and
Gynaecology. 2020; 4(1): 383-387.

3. Healthcare Safety Investigation Branch. The diagnosis of ectopic pregnancy.


2018.

4. Wang X, Huang L, Yu Y, Xu S, Lai Y, Zeng W. Risk factors and clinical


characteristics of recurrent ectopic pregnancy : A case-control study. The Journal
of Obstetrics and Gynaecology Research. 2020: 1-5.

5. Meena N, Bairwa R, Sharma S. Study of ectopic pregnancy in a tertiary care


centre. International Journal of Reproduction, Contraception, Obstetrics, and
Gynaecology. 2020; 9(1): 121-15.

6. The American College of Obstetrians and Gynecologist. ACOG Practice Bulletin


Clinical Management Guidelines for Obstetriacian-Gynecologists Number 191:
Tubal Ectopic Pregnancy . 2018; 131(2): 65-76.

7. Ranaraja AGSK, Hemapriya S, Attapattu H, Rathnayaka RM. SLCOG National


Guidelines : Management of ectopic pregnancy. 2016.

8. Faraj ZM, Rubeya AA, Nafawi AM, Almulhim SA, Hosain EH, Ragaban AN, et
al. Ectopic pregnancy diagnosis and management approach : literature review.
Archiv Pharma Pract. 2019; 10(2): 9-11.

9. Hadijanto, Bantuk. 2010. Ilmu Kebidanan edisi keempat : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.

43
10. Rubio XB, Kresak J, Zona M, Beal SG, Ross JA. Educational Case : Ectopic
Pregnancy. Academic Pathology. 2020; 7: 1-5.

11. Mpiima P, Lagobe H, Ssemujju. Factors associated with ectopuc pregnancy at


Mbarara University Teaching Hospital in South Western Uganda. Perseptions
Reprod Med. 2018; 2(4): 157-61.

12. Sowter, Martin; Cindy Farquhar. Ectopic Pregnancy: an update. Current


Opinion in Obstetrics and Gynecology. 2004, 16:289-293.

13. Schwart SI, Shires TS. 2000. Kehamilan Ektopik. Dalam: Intisari Prinsip-Prinsip
Ilmu Bedah. Edisi VI. Editor: Spencer FC: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

14. Della-Guistina, David; Mark Denny. Ectopic Pregnancy. Emergency Medicine


Clinics of North America. Volume 21 number 3. W.B Saunders Company.
August 2003.

15. Taran RA, Kagan KO, Hubner M, Hoopman M, Wallwiener D, Brucker S. The
diagnosis and treatment of ectopic pregnancy. Deutsches Arzteblatt International.
2015; 112: 693-204.

16. Wang X, Lee CL, Li RH, Vijayan M, Duan YG, Yeung WS, et al. Alteration of
the immune cel profiles in the pathophysiology of tubal ectopic pregnancy. Am J
Reprod Immunol. 2019; 81: 1-10.

17. Wiknjosastro, Hanifa. 2000 Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah Kebidanan
edisi pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.

18. Cunningham, FG et. Al. Williams Obstetrics, 24st ed. Prentice Hall International
Inc. Appleton and Lange. Connecticut. 2014.

19. Reece, E. A. and J. C. Hobbins. Clinnical Obstetrics. 3th Edition. 2007.

44
20. Patel KS, Nag RS, Jain L. Ruptured ectopic pregnancy, the challanges for
obstetrician: Single Center Prospective Study. International Journal of
Contemporary Medical Research. 2018; 5(5): 1-5.

21. Conar, H., 2013. DC Dutta's textbook of obstetrics eigth edition. new dehli:
Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.

22. Hendriks E, Rosenberg R, Prine L. Ectopic pregnancy: Diagnosis and


Management. American Family Physician. 2020; 101(10): 599-606.

23. Stremick JK, Couperus K, Ashworth SW. Ruptured tubal ectopic pregnancy at
fifteen weeks gestational age. Clinical Practice and Cases in Emergency
Medicine. 2019; 3(1): 62-64.

24. Alkatout I, Honemeyer U, Noe KG, Scholz C, Maass N, Elessawy M, Mettler L.


Diagnostic and treatment modalities for all localizations of ectopic pregnancy.
International Journal of Women’s Health and Reproduction Sciences. 2017; 5(2):
62-80.

25. Pannu AK, Saruch A. Ruptured ectopic pregnancy: an emergency physician


perspective. Biomedical Journal of Scientific & Technical Research. 2018; 9(4):
7293-7294.

26. Stenchever. Ectopic Pregnancy. Comprehensive Gynecology, 4th ed. Mosby Inc.
2001.

27. Attar, Erkut. Endocrinology of Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology


Clinics. Volume 31 number 4. W.B Saunders Company. December 2004.

28. Donmez EE, Arinkan SA, Sut H, Iscan RG, Vural F. Importance of
Inflammatory Markers in Predicting Rupture in Ectopic Pregnancies. Eurasian
Journal of Medicine and Oncology. 2018: 198-202.

29. Maged MN, Mohamed MN, Shehata LH. Proposed updated guidelines for
diagnosis of pregnancy of unknown location. International Journal of Sciences
and Helathcare Research. 2020; 5(2): 447-453.
45
30. National Institute for Health and Care Excellence. Ectopic pregnancy and
miscarriage: diagnosis and initial management. 2020.

31. Van Mello N M, Mol F, Adriaanse A H, Boss E A, Medical Management Of


Ectopic Pregnancy, Women And Newborn Health Service King Edward
Memorial Hospital.

32. Brincat M, Smith A, Holland TK. The diagnosis and management of interstisial
ectopic pregnancies: a review. Gynecological Surgery. 2019; 16(2): 1-15.

33. Lin EP, Bhatt S, Dogra VS. Diagnostic clues to ectopic pregnancy. Dalam :
RadioGraphics. 2008. 28: 1661-71.

46

Anda mungkin juga menyukai