Oleh :
dr. Irfan Kurnia
Peserta PPDS OBGIN
Pembimbing :
dr. H. Syahredi SA, Sp.OG (K)
Lembar Pengesahan
Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
3.7.1. Medikamentosa........................................................................................29
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 6. USG transvaginal tubal ring dengan yolk sac dan embrio .......................26
Gambar 8. USG transvaginal dengan color doppler menunjukkan ring of fire sign ..26
Gambar 16. Kehamilan ektopik tuba telah dihilangkan dengan salpingektomi .........34
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai kehamilan yang sel telur yang telah
dibuahi berimplantasi di luar kavum endometrium.1 Kehamilan ektopik terganggu
adalah suatu kondisi kegawatdarurtan yang menjadi penyebab tersering kematian ibu
pada kehamilan trimester pertama.2 Hal ini terjadi karena pertumbuhan embrio yang
dapat merusak tuba dan menyebabkan rupturnya tuba sehingga terjadi gangguan
hemodinamik dan berakibat fatal.3
Berdasarkan statistik telah dilaporkan sebanyak 1-2% dari seluruh kehamilan
merupakan kehamilan ektopik dan biasanya terjadi pada negara berkembang. Insiden
kehamilan ektopik di Indonesia sekitar 5-6 per 1000 kehamilan yang berhubungan
dengan angka kematian dan angka morbiditas yang tinggi. 2
Insiden kehamilan ektopik adalah 1 dari 15.000-40.000 kehamilan.2 Terdapat
peningkatan kejadian ektopik dengan pertambahan usia dengan kejadian 21,5 per
1000 kehamilan pada usia 35-44 tahun. Insidensi kehamilan ektopik rekuren
diberbagai literatur sekitar 10-27%, meningkat 5-15 kali pada populasi umum dengan
jangka waktu 4 bulan sampai 10 tahun dengan rerata 2 tahun.4
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan
diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan menderita
kehamilan ektopik atau 0,02%. (BPS Kesehatan, 2007). Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2007 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara
4000 kehamilan.9
Secara teoritis semua faktor yang mengganggu migrasi embrio ke dalam
rongga endometrium dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Obstruksi merupakan
penyebab dari separuh kasus kehamilan ektopik yang dapat terjadi karena inflamasi
kronik, tumor intrauterin, dan endometriosis. Komplikasi terburuk pada kehamilan
ektopik adalah ruptur tuba yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan masif,
syok dan kematian.2,10
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Ny. R
Usia : 36 tahun
Nomor MR : 14.94.73
Tanggal masuk : 14 Oktober 2020
Alamat : Sawahlunto
Keluhan Utama
Seorang pasien wanita 36 tahun datang ke IGD PONEK RSUD M.Ali
Hanafiah Batusangkar pada tanggal 14 Oktober 2020 pukul 19.00 WIB datang
dengan rujukan dari RSUD Sawahlunto dengan keluhan nyeri perut terutama bagian
kanan bawah sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, di RSUD Sawahlunto pasien
sudah dicurigai suspek KET dan rencana dilakukan tindakan laparotomi emergensi
akan tetapi karena ruangan operasi sedang dalam perbaikan sehingga pasien dirujuk
ke RSUD M. Ali Hanafiah Batusangkar dengan terpasang infus dan kateter urin.
2
Riwayat menstruasi : Menarche usia 13 tahun, teratur, siklus 28 hari, lamanya
5-7 hari, banyaknya 2-3x ganti duk / hari, nyeri saat haid (-)
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah :115/75 mmHg
Denyut nadi : 88 x / menit
Tingkat pernapasan : 24x / menit
Suhu : 37,1 ° C
Tinggi badan : 152 cm
BB sebelum kehamilan : 54
3
BB sekarang : 55 kg
BMI : 23,4 (Normoweight)
Status Obstetrikus :
Abdomen
Inspeksi : Abdomen tidak tampak membuncit, sikatrik (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (+) , Nyeri Lepas (-), Defans Muscular (-),
FUT sulit dinilai
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia
Inspeksi : V / U tenang, Perdarahan pervaginam (-)
Inspekulo
Vagina : Permukaan licin, tumor (-), laserasi (-), fluxus (-)
Portio : Multipara, ukuran sebesar jempol kaki dewasa, tumor (-), laserasi (-),
fluxus (-), OUE tertutup
VT bimanual
Vagina : Tumor (-)
Portio : Multipara, sebesar jempol kaki dewasa, tumor (-), nyeri goyang
portio (+) OUE tertutup.
CUT : AF, sebesar telur bebek
AP : Lemas kiri dan kanan
CD : Menonjol
4
Laboratorium di RSUD Sawahlunto
14 Oktober 2020 : 11.00 WIB
Parameter Hasil
Hemoglobin 12,2 gr / dl
Hematokrit 39 %
Leukosit 12.120 /mm3
Trombosit 276.000/mm 3
PT 9,4 detik
APTT 31,7 detik
HbsAg Non reaktif
HIV Non reaktif
Plano test (+)
5
USG RSUD Sawahlunto 14 Oktober 2020 :
Interpretasi :
• Tampak uterus antefleksi
• Endline (+)
• Tidak tampak GS intra uterine
• Tampak GS ekstra uterin ukuran 1,78 cm di adneksa kanan (tuba dextra)
• Tampak cairan bebas intra abdomen
Kesan : Gravid 5-6 minggu sesuai biometri
Suspek KE tuba dextra
6
Interpretasi :
• Tampak uterus antefleksi, ukuran 5,88 x 4,53 cm
• Endline (+)
• Tidak tampak GS intra uterine
• Tampak GS ekstra uterin ukuran 1,72 cm di adneksa kanan (tuba dextra)
• Tampak cairan bebas intra abdomen
Kesan : Gravid 5-6 minggu sesuai biometri
Suspek KE tuba dextra
Diagnosis :
Akut abdomen ec suspek KE pada G2P1A0H1 gravid 5-6 minggu
Sikap :
Kontrol KU, VS, PPV, tanda akut abdomen
Informed consent
IVFD RL 20 tpm
Cek HB serial
GA Kes BP HR RR T
Abdomen
Inspeksi : Abdomen tidak tampak membuncit, sikatrik (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (+), Nyeri Lepas (-), Defans Muscular (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
7
Genitalia
Inspeksi : V / U tenang, Perdarahan pervaginam (-)
Diagnosis :
Akut abdomen ec suspek KET pada G2P1A0H1 gravid 5-6 minggu
Sikap :
Kontrol KU, VS, PPV
Informed consent
IVFD RL 20 tpm
Inj Cefotaxim 1 gram (iv) skin test
Konsul Anestesi dan OK
Crossmatch PRC 2 unit
Rencana :
Laparotomi emergensi
8
Adnexa kiri, tuba, dan fimbrae tidak ada kelainan
Adnexa kanan tampak perdarahan berasal dari ampula dextra
Kesan : ruptur pars ampularis dextra ec kehamilan ektopik terganggu
Rencana : Salpingektomi dextra
Transfusi intra op PRC 1 unit
Diagnosa :
P1A1H1 post salpingektomi dextra ai ruptur tuba pars ampularis dextra
Sikap :
• Kontrol KU, VS dan tanda-tanda akut abdomen
• IVFD RL 20 tts/menit
• Inj. Cefotaxime 2x1 gr (i.v)
• Inj. Asam Traneksamat 3x500 mg
• Inj. Vitamin K 3x10 mg
• Pronalgess supp II k/p bila nyeri
• Cek darah rutin 6 jam post operatif
9
Laboratorium 6 jam post operasi :
Parameter Hasil
Hemoglobin 10.1 gr / dl
Hematokrit 37 %
Leukosit 18.080 /mm
Trombosit 289,000/mm 3
GA Kes BP HR RR T
Abdomen
Inspeksi : Abdomen tidak tampak membesar, luka operasi tertutup verban
Palpasi : Fundus uterus sulit dinilai, NT (-), NL (-), DM (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia
Inspeksi : V / U tenang, Perdarahan pervaginam (-)
Urine (+) jumlah 290 cc warna jernih
A/ Diagnosa :
P1A1H1 post salpingektomi dextra ai ruptur tuba pars ampularis dextra, RH1
Sikap:
Kontrol KU, VS dan tanda-tanda akut abdomen
Diet MB TKTP
Terapi:
IVFD RL 20 tts/mnt
Inj Cefotaxime 2 x 1 g r (iv)
Inj. Asam Traneksamat 3x500 mg
10
Inj. Vitamin K 3x10 mg
Paracetamol 3x500 mg (po)
Vit C 3x50 mg (po)
GA Kes BP HR RR T
Abdomen
Inspeksi : Abdomen tidak tampak membesar, luka operasi tertutup verban
Palpasi : Fundus uterus sulit dinilai, NT (-), NL (-), DM (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia
Inspeksi : V / U tenang, Perdarahan pervaginam (-)
Urine (+) jumlah 290 cc warna jernih
A/ Diagnosa :
P1A1H1 post salpingektomi dextra ai ruptur tuba pars ampularis dextra, RH2
Sikap:
Kontrol GA, VS dan tanda-tanda akut abdomen
Diet MB TKTP
Terapi:
IVFD RL 20 tts/mnt
Inj Cefotaxime 2 x 1 g r (iv)
Paracetamol 3x500 mg (po)
Vit C 3x50 mg (po)
11
Follow up 17 Oktober 2020 (pukul : 08.00 wib)
S / Demam (-), nyeri luka operasi (+) berkurang, nyeri perut (-)
O/ Pemeriksaan fisik :
GA Kes BP HR RR T
Abdomen
Inspeksi : Abdomen tidak tampak membesar, luka operasi terturtup verban
Palpasi : Fundus uterus sulit untuk dipalpasi, NT (-), NL (-), DM (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) Normal
Genitalia
Inspeksi : V / U normal, Perdarahan pervaginam (-)
Urine (+) jumlah 500 cc warna jernih
A/ Diagnosa :
P1A1H1 post salpingektomi dextra ai ruptur tuba pars ampularis dextra, RH3
Sikap :
Kontrol KU, VS dan tanda-tanda akut abdomen
GV luka operasi
Diet MB TKTP
Boleh pulang
Edukasi
Terapi :
Aff infuse dan kateter urine
Cefixime 2x200 mg (po)
Paracetamol 3x500 mg (po)
Vit C 3x50 mg po (po)
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Kehamilan ekstrauterin didefinisikan sebagai kehamilan yang implantasi dan
pertumbuhannya di luar kavum endometrium.1 Kehamilan ektopik terganggu adalah
suatu kondisi kegawatan yang menjadi penyebab tersering kematian ibu pada
kehamilan trimester pertama.2 Hal ini terjadi karena pertumbuhan embrio dapat
merusak tuba atau menyebabkan rupturnya tuba dan dapat berakibat fatal. Oleh
karean itu kehamilan ektopik tidak bisa menjadi kehamilan yang viable.3 Kehamilan
ektopik rekuren merupakan komplikasi jangka panjang dari kehamilan ektopik, yang
bisa menyebabkan kecemasan dan kehilangan kehamilan dan juga ada efek negatif
pada fertilitas dan kesehatan.4
Beberapa tempat kehamilan ektopik seperti tuba, ovarium, intraligamen, servikal,
dan abdomen. Lokasi tersering kehamilan ektopik yaitu pada tuba sekitar 90%
dengan 13% berlokasi di isthmus, 75% di ampulla dan 12% pada fimbrae.2,5
Implantasi lain seperti di abdomen (1%), serviks (1%), ovarium (1-3%), dan bekas
luka cesarea (1-3%).3,6
13
3.2 Epidemiologi
Berdasarkan statistik telah dilaporkan sebanyak 1-2% dari seluruh kehamilan
merupakan kehamilan ektopik dan biasanya terjadi pada negara berkembang. Insiden
kehamilan ektopik di Indonesia sekitar 5-6 per 1000 kehamilan yang berhubungan
dengan angka kematian dan angka morbiditas yang tinggi. Insiden kehamilan ektopik
ganda adalah 1 dari 15.000-40.000 kehamilan.2 Terdapat peningkatan kejadian
ektopik dengan pertambahan usia dengan kejadian 21,5 per 1000 kehamilan pada usia
35-44 tahun. Kejadian kehamilan ektopik pada kehamilan pertama hanya 10-15%,
kebanyakan terjadi pada wanita yang pernah hamil sebelumnya. 7 Pada kasus yang
jarang dapat juga terjadi kehamilan heterotopik, kehamilan intrauterin dan kehamilan
ekopik terjadi dalam satu waktu. Insidensi kehamilan heterotopik diestimasikan
sekitar 1 dari 7000 kehamilan.8 Insidensi kehamilan ektopik rekuren diberbagai
literatur sekitar 10-27%, meningkat 5-15 kali pada populasi umum dengan jangka
waktu 4 bulan sampai 10 tahun dengan rerata 2 tahun.4
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan diketahui
bahwa pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan menderita
kehamilan ektopik atau 0,02%. (BPS Kesehatan, 2007). Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2007 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara
4000 kehamilan.9
a. High risk
Insiden kehamilan ekstrauterin tertinggi adalah antara usia 35 dan 45, mungkin
karena efek kumulatif dari berbagai faktor risiko dari waktu ke waktu. 13
Tabel 1. Faktor risiko kehamilan ekstrauterin.15
Faktor
High risk Moderately elevated risk Midly elevated risk
Riwayat operasi tuba Steril Usia lebih dari 40 tahun
Riwayat diluar rahim Infeksi ascending
Sterilisasi Merokok
Penggunaan IUD Partner sex lebih dari satu
Penggunaan Patologi tuba
diethylstilbestrol
3.4 Patogenesis
Kehamilan ekstrauterin didasari multifaktorial. Mekanisme mencakup anatomi
dan atau fungsional tuba obstruksi, ketidakseimbangan motilitas tuba dan disfungsi
siliar, faktor molekular kemotaktik yang menstimulasi dan promosi implantasi tuba. 15
Presentase leukosit dan penekanan pada aktivitas sel di jaringan tuba berperan dalam
menginisiasi kehamilan ektopik. Akibatnya respon imun selanjutnya menginduksi
aktivitas implantasi pada tuba fallopi yang memfasilitasi implantasi embrio di tuba. 16
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi
dan biasanya telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner
telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka
telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna
malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor,
seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang
terjadi oleh invasi trofoblas.14
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
gravidatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat
pula berubah menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada
endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan
intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur.14
Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang
ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik. 14
17
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik
dalam tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan
hasil konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu
sampai 10 minggu.17
Kemungkinan itu antara lain :17,18
a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk beberapa
hari.18,19
b. Abortus tuba
19
Gambar 3.2 Hasil akhir dari kehamilan tuba21
Peningkatan sitokin inflamasi pada serum seperti interleukin (IL)-1β, IL-6, IL-8,
interferon (IFN)-γ, tumor necrosis factor (TNF)-α, dan granulocyte-macrophage-
colony-stimulating factor (GM-CSF). IL-1 dan IL-6 merupakan mediator penting
antara blastokis dengan endometrium untuk implantasi. IL-8 berkontribusi dalam
kerusakan jaringan dan inflamasi kronik. Respon inflamasi pada tuba fallopi akan
memicu infiltrasi dari sel imun. Sel ini akan mengakibatkan kerusakan jaringan tuba
dengan memicu respon inflamasi, memandu embrio untuk bermigrasi ke tempat
inflamasi melalui ekspresi sinyal inflamasi. Disisi lain, inflamasi mengakibatkan
motilitas tuba dengan mengurangi gerak silia dan kontraksi otot polos sehingga
embrio tetap berada di tuba.16
Peran Mφ dalam motilitas tuba. Pada fase awal dan tengan luteal, tingginya kadar
progesteron dapat memicu Mφ infiltrasi pada tuba dan memproduksi prostaglandin
E2 yang meningkatkan jumlah IL-6. Progesteron, prostaglandin E2 dan IL-6
memperlambat kontraksi otot polos dan menginduksi disfungsi epitel silia yang
mengakibatkan retensi embrio pada tuba fallopi. CD69 memicu invasi trofoblast ke
dinding tuba dan mengahasilkan perforasi tuba. Kadar Treg yang diinduksi oleh fetal
antigen pada kehamilan ektopik rendah sedangkan berfungsi dalam memodulasi
keseimbangan imunologi dan mempertahankan fetus.16
20
Defesiensi aktivitas sitolitik pada tuba fallopi membantu implantasi embrio
meskipun dilawan oleh sistem imun maternal. CD56dim CD16+ NK cells berperan
dalam invasi trofoblast yang tidak terkontrol dan ruptur tuba.16
3.6 Diagnosis
Saat anamnesis, selain keluhan juga perlu ditanyakan jumlah paritas, riwayat
kehamilan ektopik sebelumnya, penggunaan pil kontrasepsi, dan penyakit radang
panggul.20 Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ketidakstabilan hemodinamik
(hipotensi dan takikardi) pada kehamilan ektopik terganggu dan hemoperitoneum.
22
Pasien dengan kehamilan ektopik dapat ditemukan nyeri servikal atau adneksa.
Terkadang dapat dipalpasi sebagai massa yang nyeri pada lateral uterus. 22
Pemeriksaan vagina didapatkan serviks yang lunak dan nyeri goyang pada serviks.
Jika terdapat perdarahan inra-peritoneal maka dapat dilakukan shifting dullness dapat
juga terjadi ekimosis pada daerah periumbilikal (Cullen’s sign) atau daerah
selangkangan (Greys Turner’s sign) tetapi jarang ditemukan.25
Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda kehamilan muda.
Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri. Bila uterus dapat diraba,
maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping
uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Cavum douglas yang menonjol
menunjukkan adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang naik sehingga
menyulitkan pembedaan dengan infeksi pelvik.14,26,27
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila terdapat tanda-tanda
perdarahan intraabdominal. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dilakukan
secara serial dengan jarak satu jam selama 3 kali berturut-turut. Bila ada penurunan
Hb dan Ht dapat mendukung diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Perlu diingat
bahwa penurunan HB baru terlihat setelah 24 jam. Penghitungan leukosit berturut-
turut menunjukkan adanya perdarahan bila leukosit meningkat. Untuk membedakan
kehamilan ektopik dengan infeksi pelvic dapat diperhatikan jumlah leukosit yang
melebihi 20.000.14
Defek atau variasi pada lumen tubal ketika perpindahan ovum sebelum mencapai
kavum endometriumm dan meningkatkan kadar dari sitokin inflamasi yang dapat
dideteksi pada regio inflamasi dan sirkulasi sistemik. Rasio leukosit di sirkulasi
berubah sebagai respon inflamasi. Terjadi peningkatan neutrofil dan penurunan
jumlah limfosit, dan rasio neutrofil dan limfosit (NLR : neutrophyl-lymphocyte ratio)
digunakan pada marker inflamasi. Peningkatan NLR lebih tinggi pada kehamilan
ektopik terganggu dari pada kehamilan ektopik saja. Jumlah volume platelet (MPV:
mean platelet volume) mengalami penurunan, cukup signifikan pada kehamilan
ektopik terganggu dari pada kehamilan ektopik sebagai parameter dalam fungsi
trombosit dalam kerusakan endotel, angiogenesis dan hipoksia. 28
23
Pengukuran progesteron serum satu kali sudah dapat digunakan untuk
menetapkan bahwa kehamilan berkembang normal dengan tingkat kepercayaan
tinggi. Nilai yang melebihi 25 ng/mL menyingkirkan kehamilan ektopik dengan
sensitivitas 92,5 persen. Sebaliknya, nilai yang kurang dari 5 ng/mL ditemukan hanya
pada 0,3 persen kehamilan normal. Karena itu, nilai <5 ng/mL menandakan
kehamilan intrauterus dengan janin meninggal atau suatu kehamilan ektopik.
Karena pada sebagian besar kehamilan ektopik kadar progesterone bervariasi antara
10 dan 25 ng/mL maka pemakaian klinis pemeriksaan ini terbatas. 18
Kadar β-hCG dan USG serial dikombinasikan untuk pasien yang mengeluhkan
nyeri dan perdarahan.22 Normalnya, sekresi β-hCG mulai pada hari ke 5 hingga 8
dideteksi di serum 5mIU per mL, dan batas deteksi di urin 20 - 50 mIU/mL.29
Peningkatan yang lemah dari batas atau penurunan β-hCG menyiratkan terjadinya
aborsi atau kehamilan ektopik. Pada kehamilan yang diinginkan direkomendasikan β-
hCG dianggap tinggi jika lebih dari 3.500 mIU per mL untuk menghindari
misdiagnosis dan interupsi pada kehamilan hidup, meskipun kebanyakan kehamilan
akan menunjukkan kadar β-hCG mencapai 1.500 mIU per mL.22
Kuldosentesis adalah suatu pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat darah
dalam kavum Douglas.. Penemuan hasil darah yang tidak membeku pada
kuldosentesis dan terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah bantuan yang
sangat amat berguna.18
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang tdak
membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil. Hasil negatif bila cairan yang dihisap
berupa : 18
Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista
ovarium yang pecah.
Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang
appendiks yang pecah (nanah harus dikultur). Darah segar berwarna merah
yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini berasal dari arteri atau
vena yang tertusuk.
24
Gambar 3.5 Culdocentesisdengan jarum spinal 16 sampai 18.18
Transvaginal Ultrasound (TVUS) adalah pemeriksaan yang akurat untuk
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik. Tidak semua kehamilan ektopik dapat
dilihat dengan TVUS. Wanita dengan kehamilan test positif tetapi tidak dapat
dideteksi dengan TVUS berarti mengalami pregnancy of unkown location (PUL).3
Konfirmasi kehamilan ektopik melalui USG akan tampak kantong gestasional pada
lateral uterus baik dengan atau tanpa embrio hidup atau tali pusat. 1 Tampak massa
atau massa dengan area hipoekoik yang dipidahkan dari ovarium akan dicurigai
sebagai kehamilan ektopik dengan nilai prediktif postif sebesar 80%. 6
Gambaran tipikal untuk mendiagnosa kehamilan ektopik pada trimester pertama
mencakup pseudo-gestational sac, penebalan endometrium, terdapat cairan pada
posterior cul-de-sac, dan tubal ring sign. Tubal ring sign ini merupakan temuan
paling spesifik untuk kehamilan ektopik tuba. 23,30 Tampakan tidak langsung yang
mengindikasikan kehamilan ektopik yaitu uterine vacuity, massa nonspesifik pada
lateral uterus dan hemoperitonium.1
25
Gambar 3.6 USG transvaginal menunjukkan tubal ring dengan yolk sac dan
embrio 31
Gambar 3.8 USG transvaginal dengan Color Doppler menunjukkan Ring of fire
sign31
26
Kehamilan heterotopik terjadi ketika kehamilan intrauterin dan ekstrauterin
terjadi secara bersamaan. Prevalensi kehamilan heterotopik pada wanita yang
menjalani assisted reproduction dilaporkan 1% - 3%. Jika seorang pasien menjalani
aborsi pada kehamilan intrauterin dan terus mengalami nyeri adneksa persisten
dengan kadar β-hCG abnormal, kehamilan heterotopik harus dicurigai. 31
28
A B
Gambar 3.13 Mikroskopik kehamilan ektopik (A). Tuba fallopi dan perdarahan
luminal engan vili korionik, (B). Vili korionik intraluminal immatur dengan edema
stroma dan dikellingi oleh trofoblast.10
3.7 Penatalaksanaan
Jika gejala klinik stabil, tatalaksana meliputi tatalaksana medikamentosa dengan
pemberian methotrexate atau tatalaksana surgikal dengan salpingostomi
(pengangkatan kehamilan ektopik dengan meinggalkan tuba fallopi pada tempatnya)
atau salpingektomi (pengangkatan seluruh bagian tuba fallopi yang terkena). 10,22
Keputusan untuk menangani kehamilan ektopik baik secra medikamentosa maupun
surgikal tergantung pada faktor pasien secara individual, temuan klinis, temuan USG,
dan kadar β-hCG. Pasien dengan suspek atau konfirmasi kehamilan ektopik dengan
gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu harus ditransfer dengan cepat untuk
mendapatkan penanganan operasi.22
3.7.1 Medikamentosa
Methotrexate intramuskular merupakan pengobatan satu-satunya untuk
tatalaksana kehamilan ektopik. Antagonist folat, menginterupsi pembelahan sel
dengan cepat pada kehamilan ektopik yang akan diserap oleh tubuh. 22 Kontraindikasi
meliputi insufisiensi ginjal, anemia sedang hingga berat, leukopenia, trombositopenia,
immunodefisiensi, penyakit paru, penyakit hati atau alkoholisme, penyakit ulkus
peptikum, dan menyusui.10,22 Kontraindikasi relatif berupa terdapat detak jantung
janin, kadar β-hCG yang tinggi, atau massa ektopik yang besar dari 4 cm. 10
29
Beberapa regimen methotrexate yang sudah diketahui mencakup protokol single-
dose, two-dose, dan multidose. Protokol single-dose memiliki efek samping yang
kecil tetapi two-dose lebih efektif daripada single-dose pada pasien dengan kadar β-
hCG yang tinggi. Protokol multidose memiliki efek samping yang tinggi.3 Efek
samping yang bisa terjadi meliputi stomatitis, kolitis, mual, muntah, nyeri abdomen,
leukopenia, peningkatan enzim jantung sementara. 1 Peningkatan enzim hati cukup
jarang dilaporkan sebagai efek samping dan kembali normal setelah penggunaan
methotrexate. Alopesia juga jarang dilaporkan pada penggunaan dosis rendah. Kasus
pneumonitis pernah dilaporkan sehingga jika terjadi demam dan gejala respirasi harus
dikonsulkan.6
Pengobatan methotrexate pada kehamilan ektopik tidak memberikan efek pada
kesuburan atau pada ovarium. Studi prospektif observasional menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan pada hormon anti-mullerian atau luaran reproduktif setelah
penggunaan methotrexate. Setelah itu, review sistematik yang dilakukan tidak
ditemukan rata-rata jumlah oosit baik sebelum dan sesudah penggunaan
methotrexate.6
Secara keseluruhan, protokol single-dose digunakan pada pasien dengan kadar
β-hCG dibawah 3.600 mIU per mL, protokol two-dose diberikan pada pasien dengan
kadar awal yang tinggi dengan kadar lebih dari 5.000 mIU per mL. Kadar β-hCG
harus diukur pada hari ke 1,4, dan 7 pengobatan.22 Kadar β-hCG dapat meningkat
selama 4 hari setelah injeksi yang dapat dijelaskan karena akselerasi awal dari
metabolisme kehamilan ektopik oleh methotrexate dan destruksi sel trofoblast,
selanjtnya akan menurun pada hari ke 7.1 Penggunaan methotrexate dianggap berhasil
jika terjadi resolusi kehamilan ektopik tanpa membutuhkan operasi, studi
observasional menyatakan berkisar anatra 70-95%. Resolusi dari serum β-hCG
setelah pengobatan biasanya lengkap pada 2-4 minggu tetapi bisa sampai 8 minggu.
Resolusi kadar β-hCG signifikan lebih cepat pada two-dose dibandingkan dengan
single-dose.6
Pasien harus dikonsulkan mengenai risiko ruptur hingga kadar β-hCG tidak
terdeteksi dan harus dilihat tatalaksana kegawatdaruratan jika terdapat tanda
kehamilan ektopik.1
30
Setelah dua sampai 3 hari pemberian methotrexate akan mengalami nyeri
abdomen. Efek gastrointestinal dan spotting juga dapat terjadi seperti mual dan
muntah.22 Beberapa kasus yang mengalami kegagalan dalam terapi methotrexate akan
mengalami nyeri abdomen akut, peningkatan gejala hemiperitoneum, dicurigainya
terjadi ruptur tuba, evolusi kadar β-hCG tidak sesuai, dan pasien menolak
mendapatkan dosis lanjutan methotrexate.1
Pasien harus menghindari konsumsi suplemen asam folat dan obat anti inflmasi
non steroid karena akan menurunkan efektivitas dari methotrexate. Pasien juga
menghindari konsumsi analgetik narkotik dan alkohol karena akan menyamarkan
gejala kehamilan ektopik terganggu serta menghindari kegiatan yang meningkatkan
risiko ruptur seperti vaginal intercourse atau aktivitas yang berlebihan. Kehamilan
setelah kehamilan ektopik juga ditunda minimal satu siklus ovulasi setelah kadar β-
hCG tidak terdeteksi meskipun beberapa ahli menyarankan menunggu hingga 3 bulan
sehingga kadar methotrexate akan habis.22
31
3.7.2 Operasi
Tatalaksana surgikal lebih sukses untuk kehamilan ektopik daripada
methotrexate. Kadar β-hCG yang bisa ditatalaksana dengan operasi jika melebihi
5.000 mIU per mL. Selain itu, operasi juga dilakukan pada pasien dengan
kontraindikasi methotrexate.22 Jika hemodinamik tidak stabil dan sudah tejadi ruptur
kehamilan ektopik maka tatalaksana satu-satunya yaitu operasi.10
Jika hemodinamik stabil biasanya dilakukan laparoskopi. 22 Laparaskopi
merupakan metode yang minimal invasif. 10 Laparoskopi menyebabkan penurunan
perdarahan, transfusi, penggunaan analgetik postoperasi, durasi rawatan dan kembali
ke aktivitas sehari-hari lebih pendek dibandingkan laparotomi.2 Laparatomi
diindikasikan pada kasus yang tidak stabil, perdarahan yang tidak terkontrol, atau
visualisasi pelvik yang tidak adekuat.10
Risiko terjadinya kehamilan ektopik persisten setelah laparoskopi salpingostomi
pada kehamilan tuba telah dialporkan sebanyak 5-20%. Faktor risikonya berupa
ukuran kecil dari 2 cm dan peningkatan kadar β-hCG preoperatif dengan cepat.32
Pemilihan salpingostomi atau salpingektomi untuk tatalaksana kehamilan ektopik
berdasarkan status klinis pasien, keputusan fertilitas dan kluas kerusakan tuba fallopi.
Salpingostomi dilakukan pada kerusakan tuba fallopi yang parah dan pada kasus
dengan perdarahan yang signifikan. Salpingostomi dapat dilakukan pada kasus yang
masih menginginkan fertilitas ketika tuba fallopi kontralateral masih baik. Meskipun
salpingostomi bisa dilakukan pada pasien dengan tuba fallopi kontralateral yang
rusak. Ketika dilakukan salpingostomi, penting untuk memonitor pasien dengan
pemeriksaan serial kadar β-hCG untuk melihat resolusi dari jaringan trofoblast
ektopik. Jika terdapat reseksi inkomplit maka dosis profilaksis metothrexate harus
diberikan.6
32
Gambar 3.15 Manajemen bedah kehamilan ektopik. (A) Lokasi insisi linear
untuk linearsalpingostomy. (B) Insisi linear. (C) Reseksi segmental. (D )
Tubal reanastomosis 31
a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan pada
kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan
ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan
menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier dibuat diatas
segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari
dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan
irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk
mencegah kerusakan ebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang komplit pada mukosa
tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan
perdarahan postoperasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan
hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada
tegangan yang berlebihan.18,31
b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.
33
Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk
menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan
dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada
ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe.20, 33
Indikasi salpingektomi mencakup tidak ada keinginan untuk kehamilan
selanjutnya, kehamilan tubal rekuren, dan terjadinya kehamilan ekstrauterin setelah
kegagalan sterilisasi atau rekonstruksi tuba sebelumnya. Indikasi lain dapat ditemui
ketika intraoperatif berupa adesi berat, hidrosalping, ruptur tubal, perdarahan
persisten setelah prosedur penyelamatan tubal atau jika kehamilan tubal dengan
diameter besar dari 5 cm.24
Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang diangkat.
Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba
kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada myometrium di daerah
cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras
angka delapan dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup myometrium
pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan
menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat penting untuk
mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.31
34
Aspirasi vakum manual uterus dapat mengevaluasi vili korionik untuk
membedakan aborsi kehamilan intrauterin atau kehamilan ektopik. Jika vili korionik
terlihat maka tatalaksana selanjutnya tidak diperlukan, penggunaan methotrexate
dapat dihindari. Tetapi, jika vili korionik tidak terlihat maka dianjurkan untuk
memulai terapi untuk kehamilan ektopik atau pengulangan pengukuran β-hCG dalam
24 jam yang mengalami penurunan minimal 50%. Tanda kehamilan ektopik dan
serial kadar β-hCG tetap dilanjutkan hingga kadarnya tidak terdeteksi. 22
3.7.3 Ekspektatif
Tatalaksana ekspektatif jarang dilakukan tetapi bisa diterapkan pada pasien yang
di follow-up ketat sebagai suspek kehamilan ektopik yang tidak bergejala dan kadar
β-hCG sangat rendah dan berlanjut terus turun, tidak terdapat massa adneksa pada
pencitraan.10,22 Pasien yang mempertahankan kehamilan harus dimonitor kadar β-
hCG setiap 48 jam dan tatalaksana baik medikamentosa atau operasi
direkomendasikan jika kadar β-hCG tidak mengalami penurunan. Kadar β-hCG
dibawah 200 mIU per mL, 88% akan mengalami resolusi spontan meskipun kejadin
resolusi spontan akan menurun pada kadar β-hCG tinggi.22 Alasan tatalaksana
ekspektatif tidak dilakukan pada nyeri yang signifikan memberat, insuffisensi
penurunan kadar β-hCG, ruptur tuba dengan hemoperitoneum.6
35
Gambar 3.17 Algoritma diagnosis dan tatalaksana kehamilan ektopik. 22
36
3.8 Prognosis
Angka kematian kehamilan ektopik berikisar 0.48 hingga 0.50 kematian per
100.000 kelahiran hidup. Sebagian besar kasus menunjukkan syok hemodinamik dan
anaemia berat karena perdarahan merupakan penyebab kematian. 20 Kehamilan
ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian
ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan
tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada
tuba yang lain.13,20
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko
10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah
mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan
50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang. 27 Ruptur dengan perdarahan
intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan
ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu
yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik berulang. 9
37
BAB IV
DISKUSI
Laporan kasus ini membahas seorang pasien wanita 36 tahun datang ke IGD
PONEK RSUD M.Ali Hanafiah Batusangkar pada tanggal 14 Okotober 2020 pukul
19.00 WIB dengan diagnosis Akut abdomen ec suspek KE pada G2P1A0H1 gravid
5-6 minggu.
1. Dasar diagnosis
2. Faktor resiko dan etiologi
3. Penatalaksanaan
41
BAB V
KESIMPULAN
1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat yaitu Akut abdomen ec suspek KET pada
G2P1A0H1 Gravid 5 – 6 minggu
2. Rencana kecepatan tindakan pada pasien ini dengan laparatomi dan dilakukan
salpingektomi sudah tepat dan benar
3. Pasien ini mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan kehamilan ektopik
berulang dan pasien harus diberikan edukasi mengenai resiko tersebut
42
DAFTAR PUSTAKA
8. Faraj ZM, Rubeya AA, Nafawi AM, Almulhim SA, Hosain EH, Ragaban AN, et
al. Ectopic pregnancy diagnosis and management approach : literature review.
Archiv Pharma Pract. 2019; 10(2): 9-11.
9. Hadijanto, Bantuk. 2010. Ilmu Kebidanan edisi keempat : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
43
10. Rubio XB, Kresak J, Zona M, Beal SG, Ross JA. Educational Case : Ectopic
Pregnancy. Academic Pathology. 2020; 7: 1-5.
13. Schwart SI, Shires TS. 2000. Kehamilan Ektopik. Dalam: Intisari Prinsip-Prinsip
Ilmu Bedah. Edisi VI. Editor: Spencer FC: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
15. Taran RA, Kagan KO, Hubner M, Hoopman M, Wallwiener D, Brucker S. The
diagnosis and treatment of ectopic pregnancy. Deutsches Arzteblatt International.
2015; 112: 693-204.
16. Wang X, Lee CL, Li RH, Vijayan M, Duan YG, Yeung WS, et al. Alteration of
the immune cel profiles in the pathophysiology of tubal ectopic pregnancy. Am J
Reprod Immunol. 2019; 81: 1-10.
17. Wiknjosastro, Hanifa. 2000 Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Bedah Kebidanan
edisi pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.
18. Cunningham, FG et. Al. Williams Obstetrics, 24st ed. Prentice Hall International
Inc. Appleton and Lange. Connecticut. 2014.
44
20. Patel KS, Nag RS, Jain L. Ruptured ectopic pregnancy, the challanges for
obstetrician: Single Center Prospective Study. International Journal of
Contemporary Medical Research. 2018; 5(5): 1-5.
21. Conar, H., 2013. DC Dutta's textbook of obstetrics eigth edition. new dehli:
Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.
23. Stremick JK, Couperus K, Ashworth SW. Ruptured tubal ectopic pregnancy at
fifteen weeks gestational age. Clinical Practice and Cases in Emergency
Medicine. 2019; 3(1): 62-64.
26. Stenchever. Ectopic Pregnancy. Comprehensive Gynecology, 4th ed. Mosby Inc.
2001.
28. Donmez EE, Arinkan SA, Sut H, Iscan RG, Vural F. Importance of
Inflammatory Markers in Predicting Rupture in Ectopic Pregnancies. Eurasian
Journal of Medicine and Oncology. 2018: 198-202.
29. Maged MN, Mohamed MN, Shehata LH. Proposed updated guidelines for
diagnosis of pregnancy of unknown location. International Journal of Sciences
and Helathcare Research. 2020; 5(2): 447-453.
45
30. National Institute for Health and Care Excellence. Ectopic pregnancy and
miscarriage: diagnosis and initial management. 2020.
32. Brincat M, Smith A, Holland TK. The diagnosis and management of interstisial
ectopic pregnancies: a review. Gynecological Surgery. 2019; 16(2): 1-15.
33. Lin EP, Bhatt S, Dogra VS. Diagnostic clues to ectopic pregnancy. Dalam :
RadioGraphics. 2008. 28: 1661-71.
46