Oleh :
PPDS OBGYN
Pembimbing :
2022
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD RSUP M. DJAMIL PADANG
LEMBAR PENGESAHAN
Semester : V (Lima)
Dr. Dr. dr. H. Joserizal Serudji, Sp.OG, Subsp. KFM (K) dr. Inayah Afrilia
Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
selama kehamilan adalah dengan melahirkan bayi dan plasenta.17 Setelah
mengkonfirmasi hipertensi berat, obat antihipertensi harus diberikan dalam 30-60
menit. Obat lini pertama yang digunakan pada semua jenis hipertensi berat selama
kehamilan adalah labetalol dan hidrazalin (jika tersedia IV) atau nifedipine oral.11,18
ACOG & ISSHP saat ini tidak menggunakan klasifikasi preeklampsia ringan
dan berat, karena setiap jenis preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu yang
singkat, sehingga preeklampsia saat ini dapat diklasifikasikan sebagai preeklampsia
dan preeklampsia dengan gejala berat. Berdasarkan penelitian terbaru, proteinuria
tidak lagi digunakan sebagai prediktor komplikasi ibu pada preeklampsia.4,7,19
Menurut beratnya masalah yang disebabkan oleh hipertensi antepartum,
intrapartum, dan postpartum pada ibu dan janin, penyakit ini disebut Nature
syndrome dan sulit diprediksi. tetapi dengan mengetahui cara skrining awal dan
melakukan skrining dengan tepat. Prosedur pengobatan dapat meningkatkan
kualitas kehidupan sosial dan menurunkan angka kematian ibu dan bayi di
kemudian hari.4,7,19
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated
Liver Enzymes dan Low Platelet counts pertama sekali dilaporkan oleh Louis
Weinstein tahun 1982 pada penderita preeklampsia berat. Sindroma ini merupakan
kumpulan gejala multisistem pada penderita preeklampsia berat dan eklamsia yang
terutama ditandai dengan adanya hemolisis, peningkatan kadar enzym hepar dan
penurunan jumlah trombosit (trombositopenia). Kadang-kadang sindroma ini sulit
atau salah didiagnosa, karena munculnya cepat dan bisa mendahului tanda-tanda
preeklampsia atau dapat juga didiagnosa sebagai hepatitis, kelainan gastrointestinal
dan kandung empedu, apendisitis ataupun pielonepritis.12-15 Sampai saat ini
penanganan sindroma HELLP masih kontroversi. Beberapa peneliti menganjurkan
terminasi kehamilan dengan segera tanpa memperhitungkan usia kehamilan,
mengingat besarnya resiko maternal serta jeleknya luaran perinatal apabila
kehamilan diteruskan. Beberapa peneliti lain menganjurkan pendekatan konservatif
untuk mematangkan paru janin dan memperbaiki gejala klinis ibu.4,7,19
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Oleh karena itulah dokter obsetri dalam penatalaksanaan hipertensi pada
kehamilan harus melibatkan internis, kardiologis dan nefrologis terutama apabila
dijumpai kelainan target organ atau didapatkan hipertensi akselerasi.6,7 Hipertensi
pada kehamilan dapat digolongkan menjadi pre-eklampsia, eklampsia, hipertensi
kronis pada kehamilan, hipertensi kronis disertai preeklampsia, dan hipertensi
gestational.4 Konsekuensi hipertensi pada kehamilan: 6
4
c. Eklamsi adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang sampai dengan
koma.
1. Primigravida
Gravida adalah wanita hamil. Gravida merupakan satu komponen dari status
paritas yang sering dituliskan dengan notasi G-P-Ab, dimana G menyatakan jumlah
kehamilan (gestasi). Primigravida ialah seorang wanita hamil untuk pertama
kalinya. Primigravida mempunyai risiko 2,173 kali mengalami kejadian
5
preeklampsia dibandingkan dengan seorang wanita yang telah hamil beberapa kali
(multigravida). Secara teori, primigravida lebih berisiko untuk mengalami
preeklampsia biasanya timbul pada wanita yang pertama kali terpapar vilus korion .
Hal ini terjadi karena pada wanita tersebut mekanisme imunologik pembentukan
blocking antibody yang dilakukan oleh HLA-G (human leukocyte antigen G) terhadap
antigen plasenta belum terbentuk secara sempurna, sehingga proses implantasi
trofoblas ke jaringan desidual ibu terganggu. Teori tersebut menyebutkan blocking
antibodies terhadap antigen plasenta yang terbentuk pada kehamilan pertama menjadi
penyebab hipertensi dan sampai pada keracunan kehamilan. Primigravida juga rentan
mengalami stress dalam menghadapi persalinan. Stress emosi yang terjadi
menyebabkan peningkatan pelepasan corticotropic-releasing hormone (CRH) oleh
hipothalamus, yang kemudian menyebabkan peningkatan kortisol. Efek kortisol
adalah meningkatkan respon simpatis, sehingga curah jantung dan tekanan darah akan
meningkat.
1. Kehamilan Kembar
Kehamilan ganda atau kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua janin
atau lebih. Pada perempuan dengan kehamilan kembar, dibandingkan dengan
kehamilan tunggal, insiden hipertensi gestasional 13 versus 6 persen, dan insiden
preeklampsia 13 versus 5 persen, meningkat secara signifikan. Kehamilan kembar
merupakan salah satu penyebab preeklampsia. Hipertensi diperberat karena kehamilan
banyak terjadi pada kehamilan kembar. Dilihat dari segi teori hiperplasentosis,
kehamilan kembar mempunyai risiko untuk berkembangnya preeklampsia. Kejadian
preeklampsia pada kehamilan kembar meningkatkan 4- 5 kali dibandingkan
kehamilan tunggal.
2. Umur
Kehamilan pada umur (<20 dan >35 tahun) merupakan kehamilan berisiko tinggi
yang dapat menyebabkan komplikasi dalam kehamilan. Umur merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Ibu hamil yang berumur
<20 dan >35 tahun mempunyai risiko 15,731 mengalami kejadian preeklampsia
dibandingkan dengan ibu hamil yang berumur 20-35 tahun. Umur ibu yang terlalu
muda (<20 tahun), memiliki risiko besar untuk terjadinya hipertensi, hal ini
6
disebabkan karena dari segi biologis perkembangan alat-alat reproduksinya belum
optimal. Sedangkan, pada umur ibu >35 tahun terjadi proses degeneratif yang
mengakibatkan perubahan struktural dan fungsional yang terjadi pada pembuluh darah
perifer yang bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah. Tingginya
hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, hal ini disebabkan oleh perubahan
struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi sempit dan dinding
pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya adalah meningkatnya tekanan
darah sistolik. Umur 20-35 tahun adalah periode yang aman untuk melahirkan dengan
risiko kesakitan dan kematian ibu yang paling rendah.
Ibu hamil yang memiliki riwayat keturunan dari keluarga yang pernah
preeklampsia mempunyai risiko 2,618 kali mengalami kejadian preeklampsia
dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat keturunan. Preeklampsia
merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak
wanita dari ibu penderita preeklampsia atau mempunyai riwayat preeklampsia dalam
keluarga. Faktor genetik/keturunan merupakan faktor risiko terjadinya preeklampsia.
Ibu hamil yang memiliki riwayat hipertensi sebelumnya mempunyai risiko 6,026
kali mengalami kejadian preeklampsia dibandingkan dengan responden yang tidak
memiliki riwayat hipertensi. Ibu hamil dengan riwayat hipertensi akan mempunyai
risiko yang lebih besar untuk mengalami Superimposed preeklampsia. Hal ini karena
hipertensi yang diderita sejak sebelum hamil sudah mengakibatkan
gangguan/kerusakan pada organ penting tubuh dan ditambah lagi dengan adanya
kehamilan maka kerja tubuh akan bertambah berat sehingga dapat mengakibatkan
gangguan/kerusakan yang lebih berat dengan timbulnya odem dan proteinuria.
5. Obesitas
Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak yang
berlebihan di jaringan lemak tubuh dan dapat mengakibatkan terjadinya beberapa
penyakit. Terjadinya resistensi leptin merupakan penyebab yang mendasari beberapa
perubahan hormonal, metabolik, neurologi dan hemodinamik pada hipertensi dengan
obesitas. Ibu hamil yang mempunyai IMT ≥30 memiliki risiko lima kali lebih besar
untuk menderita preeklampsia saat hamil dibandingkan dengan ibu hamil yang
7
mempunyai IMT underweight (IMT <18,5) dan normal (IMT 18,5-24,9).
6. Konsumsi Kalsium
1. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional adalah kondisi yang ditandai dengan tekanan darah tinggi
selama kehamilan. Hal ini dapat menyebabkan kondisi serius yang disebut dengan
preeklampsia. Hipertensi gestasional dapat memengaruhi 6-8% wanita hamil. Kondisi
ini biasanya terjadi setelah minggu ke 20 dalam kehamilan dan hilang setelah
melahirkan.Sekitar 6 minggu pascamelahirkan, kondisi ini akan kembali normal.
Namun, jika Anda memiliki tekanan darah yang tinggi, yaitu 140/90 mmHg sebelum
hamil atau pada awal kehamilan, maka Anda bisa terus mengalaminya meski telah
melahirkan. Beberapa faktor risiko dari hipertensi gestasional yang mungkin terjadi
8
pada Anda, yaitu kehamilan pertama, kehamilan kembar, sebelum hamil, berusia 40
tahun keatas ketika hamil, dan memiliki riwayat hipertensi atau preeklampsia pada
kehamilan sebelumnya. Hipertensi gestasional dapat menyebabkan plasenta tidak
mendapat cukup darah sehingga bayi kekurangan oksigen. Dalam mengatasi hipertensi
gestasional, terdapat obat penurun tekanan darah yang bisa digunakan. Sebaiknya,
Anda selalu memeriksakan diri Anda ke dokter untuk mengawasi tekanan darah Anda
selama kehamilan.
2. Preeklampsia
9
Gambar 2.2 Gejala Klinis Preeklampsia Berat8
3. Eklampsia
Gejala yang ditimbulkan sering kali tidak tampak, tetapi ada berbagai bahaya
jika hipertensi gestasional terjadi saat hamil. Berikut di antaranya:21,22
1. Menyebabkan Preeklampsia
Aliran darah menjadi tidak lancar merupakan salah satu bahaya hipertensi pada
kehamilan. Berbagai organ seperti hati, ginjal, otak, rahim, hingga plasenta yang tidak
mendapat asupan darah akibat hipertensi gestasional akan menyebabkan kerusakan.
Plasenta merupakan organ yang menghubungkan aliran darah ibu dan janin.
Ketidaklancaran aliran darah menuju plasenta pada hipertensi gestasional dapat
mengakibatkan janin tidak mendapat asupan yang cukup, sehingga pertumbuhan janin
terhambat.
5. Kelahiran Prematur
Segala komplikasi yang terjadi akibat hipertensi gestasional pada ibu hamil dapat
meningkatkan risiko kelahiran prematur. Ini merupakan ancaman berbahaya bagi janin
maupun ibu. Kehamilan harus diterminasi sekalipun usia janin prematur.
Bahaya hipertensi saat hamil berikutnya adalah kematian janin. Ini bisa
disebabkan oleh hambatan yang terjadi pada aliran darah saat ibu hamil mengalami
hipertensi gestasional. Hambatan aliran darah dapat menyebabkan janin kekurangan
asupan darah. Jika kondisi ini terjadi dalam waktu yang lama, bayi bisa mengalami
kematian di dalam kandungan.
7. Plasenta Terlepas
Bahaya hipertensi pada kehamilan adalah plasenta yang terlepas dari rahim atau
disebut abruptio plasenta. Jika plasenta sampai terlepas, maka jiwa ibu dan janin akan
11
terancam.9,21
2.1.3 Patologi
e. Hemokonsentrasi
Hipertensi pada kehamilan harus dikelola dengan baik agar dapat menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas ibu / janin, yaitu dengan menghindarkan ibu dari
risiko peningkatan tekanan darah, mencegah perkembangan penyakit, dan mencegah
timbulnya kejang dan pertimbangan terminasi kehamilan jika ibu atau janin dalam
keadaan bahaya.18,23
7. Hindari rokok, alkohol, dan selalu konsultasikan dokter mengenai konsumsi obat-
obatan bebas (over-the-counter).
1. Labetalol
2. Methyldopa
Methyldopa adalah golongan central alpha 1- agonist and other centrally acting
drugs, dosisnya 250-1000 mg, diberikan 2 kali sehari. Methyldopa direkomendasikan
sebagai obat penurun hipertensi pada kehamilan, bahkan wanita usia produktif dengan
hipertensi yang ingin hamil dianjurkan mengganti obat antihipertensi dengan
methyldopa atau nifedipine, labetalol. Ternyata dalam penelitian beta blocker dan CCB
lebih superior daripada methyldopa dalam pencegahan pre-eklampsia . Di Indonesia
obat methyldopa tersedia di Formularium Nasional bentuk tablet 250 mg dan dapat
diberikan 3 kali sehari selama sebulan
3. Nifedipine
4. Clonidine
2.2 Preeklampsia
2.2.1 Definisi
Preeklampsia merupakan hipertensi dalam kehamilan yang disertai dengan
adanya proteinuria. Kadar protein urin ≥300 mg dalam 24 jam atau terbaca positif
2 (++) pada pengukuran urin pancar tengah (midstream) dengan menggunakan
dipstick. Preeklampsia paling baik digambarkan sebagai sindrom khusus
kehamilan yang dapat mempengaruhi hampir semua sistem organ. Sakit kepala
atau gangguan penglihatan seperti scotoma dapat menjadi gejala eklampsia
sebelum proses melahirkan. Nyeri epigastrik atau nyeri perut kuadran kanan atas
sering menyertai nekrosis hepatoseluler, iskemia, dan edema yang meregangkan
kapsul Glisson. Nyeri kepala, gangguan penglihatan dan nyeri epigastrik serta
belum disertai dengan adanya kejang dapat dikategorikan sebagai impending
eklampsia atau imminent eclampsia.7-10
15
perkembangan arteri spiral ibu yang tidak memadai menyebabkan kekurangan
pasokan darah ibu ke plasenta, menyebabkan iskemia dan hipoksia plasenta, proses
ini selanjutnya diikuti oleh tahap 2, yang terdiri dari manifestasi klasik dari
disfungsi endotel yang luas, hipertensi, proteinuria, dan edema, kerusakan end
organ.4,7,10
16
(HLA) dan natural killer (NK). Arteri spiralis akan menjadi lebih lebar, bertahanan
lebih rendah dan aliran lebih cepat sehingga memungkinkan arus darah yang
adekuat untuk pemasokan oksigen dan nutrisi bagi janin dan plasenta. Fase ini
terjadi antara 8 sampai 16 minggu kehamilan. Pada fase endovaskular, invasi
trofoblas akan terjadi hingga miomatrium arteri spiralis yang dimulai setelah usia
kehamilan 16 minggu. Bila invasi tidak sempurna, arteriola miometrium tidak akan
mengalami remodelling sehingga memiliki diameter lumen yang kecil dan tahanan
yang lebih tinggi.7,9,10,11
7
Gambar 2.4 Invasi trofoblas normal dan preeklamsia.
Pada preeklamsia terjadi invasi abnormal plasenta yang menyebabkan
kegagalan remodeling yang ditandai dengan gangguan imunologis. Sitotrofoblas
menginvasi arteri spiralis hanya terbatas pada desidua superfisialis. Arteri spiralis
segmen miometrium hiperplasi dan trombosis, sehingga diameter arteri spiralis
lebih kecil dari kehamilan normal. Arteri spiralis desidua atau myometrium
obstruksi oleh materi fibrinoid yang berisi sel-sel busa, akumulasi makrofag yang
berisi lemak pada perivaskuler. Ruang ekstraseluler antara sel-sel otot intima diisi
oleh fibrin. Lapisan otot menjadi kaku, keras dan tersumbat. Mekanisme konstriksi
dari arteri uterus tersebut membuat perfusi plasenta memburuk sehingga terjadi
insufisiensi dan iskemi plasenta.7,9,10,11
17
2.2.2.2 Teori Iskemik Plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
18
endotel menghasilkan bahan seperti endothelial derived contracting factor (EDCF)
seperti endothelin-1, platelet activating factor (PAF), angiotensin II, prostaglandin
H2, tromboksan A2.14
19
13
sehingga menyebabkan edema dan proteinuria.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu. Pada preeklamsia terdapat disregulasi proses toleransi yang
terjadi sejak awal kehamilan yaitu terjadi penurunan ekspresi antigen HLA-G yang
akhirnya menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. HLA-G juga merangsang
produksi sitokin, yang memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.7,11
Selama kehamilan normal aktifitas Th2 yang akan memacu imunitas humoral
meningkat dibandingkan Th1. Sedangkan pada preeklamsia terjadi peningkatan
Th1 sehingga terjadi perubahan rasio Th1/Th2 yang akan merangsang sekresi
sitokin yang memudahkan terjadi reaksi inflamasi.13
20
VEGF yang dihasilkan oleh plasenta yang bersifat proangiogenik. Selama
kehamilan, plasenta melepaskan PLGF pada jumlah yang tinggi ke dalam sirkulasi
ibu yang kadarnya meningkat pada trimester kedua, puncaknya pada minggu ke 29
sampai 32 dan akan menurun setelahnya.13
21
4. Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
5. Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
6. Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
7. Kehamilan multiple
8. IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
9. Hipertensi kronik
10. Penyakit ginjal
11. Sindrom antifosfolipid (APS)
12. Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit, atau embrio
13. Obesitas sebelum hamil
mmHg, pada wanita dengan tekanan darah normal sebelum kehamilan. Tekanan
darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua
kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama. Proteinuria
adalah ekskresi protein urin ≥ 300 mg/24 jam atau tes urin dipstik > positif 1. Jika
tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu gejala antara lain
trombositopenia, gangguan ginjal, gangguan fugsi hepar, edema paru, gejala
neurologis dan gangguan sirkulasi uteroplasenta.7,8,9,10
Sakit kepala atau gangguan penglihatan seperti scotomata dapat menjadi
gejala eklampsia sebelum proses melahirkan. Nyeri epigastrik atau kuadran kanan
atas sering menyertai nekrosis hepatoseluler, iskemia, dan edema yang
meregangkan kapsul Glisson. Nyeri kepala, gangguan penglihatan dan nyeri
epigastrik serta belum disertai dengan adanya kejang dapat dikategorikan sebagai
impending eklampsia atau imminent eclampsia. Nyeri khas ini sering disertai
dengan peningkatan kadar transaminase hati
22
serum. Trombositopenia juga merupakan karakteristik memburuknya preeklampsia
karena menandakan aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati.
Faktor-faktor lain yang mengindikasikan preeklampsia berat termasuk keterlibatan
ginjal atau jantung dan pembatasan pertumbuhan janin yang jelas, yang juga
membuktikan derajat dari preeklampsi.7,8,9,10
2.2.4 Penatalaksanaan
PNPK POGI 2016 membagi 2 jenis tatalaksana
a. Penatalaksanaan Ekspektatif
Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah untuk memperbaiki luaran
perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta memperpanjang usia
kehamilan tanpa membahayakan ibu. Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan
kejadian morbiditas maternal seperti gagal ginjal, sindrom HELLP, angka seksio
sesar, atau solusio plasenta. Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan, serta
mengurangi morbiditas perinatal seperti penyakit membran hialin, necrotizing
enterocolitis, kebutuhan perawatan
23
intensif dan ventilator serta lama perawatan. Berat lahir bayi rata – rata lebih besar
pada manajemen ekspektatif, namun insiden pertumbuhan janin terhambat juga
lebih banyak.23 Pemberian kortikosteroid mengurangi kejadian sindrom gawat
napas, perdarahan intraventrikular, infeksi neonatal serta kematian neonatal.7,24
24
kali dalam seminggu)
• Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan Doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan.
b. Terminasi
Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan patokan untuk dilakukan terminasi
segera:24
Tabel 2.2 Kriteria untuk dilakukan terminasi kehamilan21
25
antihipertensi. Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg
dan MAP (mean arterial pressure) ≥ 126 mmHg. Penurunan tekanan darah
dilakukan secara bertahap dimana tidak lebih dari 25% penurunan dalam waktu 1
jam. Hal ini untuk mencegah terjadinya penurunan aliran darah uteroplasenter.18,26
Pada konsensus ESC/ESH penurunan tekanan darah diharapkan hingga
<160/105 mmHg untuk mencegah komplikasi akut hipertensi pada ibu. Obat-
obatan yang direkomendasikan adalah labelatol dan nikardipin karena merupakan
terapi yang efektif dan aman pada PEB.10
Obat antihipertensi yang harus dihindari pada kehamilan adalah obat
antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya captopril, lisinopril). Hal ini
disebabkan karena terdapatnya risiko kerusakan atau kematian janin bila
digunakan pada trimester kedua atau ketiga. Selain itu, penggunaan ACE inhibitor
pada trimester pertama akan meningkatkan risiko malformasi sistem saraf pusat
dan kardiovaskuler pada janin. Golongan obat antihipertensi angiotensin receptor
blocker (ARB), seperti valsartan, irbesartan, candesartan, dan losartan juga tidak
disarankan untuk digunakan pada kehamilan karena mekanisme kerjanya hampir
sama dengan ACE inhibitor.11,19
Nifedipin merupakan salah satu penghambat kanal kalsium yang sudah
digunakan sejak dekade terakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis)
dan sebagai antihipertensi. Berdasarkan uji kontrol teracak samar, penggunaan
nifedipin oral menurunkan tekanan darah lebih cepat dibandingkan labetalol
intravena, kurang lebih 1 jam setelah awal pemberian. Nifedipin selain berperan
sebagai vasodilator arteriolar ginjal yang selektif dan bersifat natriuretik, dan
26
penghambat kanal kalsium dilaporkan dapat menyebabkan hipoksia janin dan
asidosis. Hal ini disebabkan akibat hipotensi relatif setelah pemberian
penghambat kanal kalsium.24 Metildopa, agonis reseptor-α yang bekerja di sistem
saraf pusat, adalah obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita
hamil dengan hipertensi kronis. Digunakan sejak tahun 1960, metildopa
mempunyai batas aman yang luas (paling aman). Walaupun metildopa bekerja
terutama pada sistem saraf pusat, namun juga memiliki sedikit efek perifer yang
akan menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, curah
jantung, dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu
antara lain letargi, mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi postural, anemia
hemolitik dan hepatitis yang disebabkan obat.1,27
27
bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular yang
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat,
magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak
terjadi.8,24 Beberapa teori juga menyebutkan pemberian magnesium sulfat secara
intravena dapat menyebabkan hipokalsemia dan hiperkalemia. Namun
perubahan tersebut bersifar reversible apabila pemberian magnesium sulfat
dihentikan dan fungsi ginjal dalam batas normal. Oleh karena itu diperlukan
monitoring elektrolit pada pemberian magnesium sulfat secara intravena.28
Cara pemberian magnesium sulfat:8,24
1. Dosis ulangan : 2 gram bolus dapat dilakukan apabila terjadi kejang
berulang
2. Syarat-syarat pemberian MgSO4
a. Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10%
dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit
b. Refleks patela positif kuat
c. Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit
d. Produksi urin 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam)
3. MgSO4 dihentikan bila
a. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks
fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan
dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-
otot pernapasan
b. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
− Hentikan pemberina magnesium sulfat
− Berikan calcium gluconas 10 % 1 gram (10% dalam 10 cc) secara
intravenous dalam waktu 3 menit
− Berikan oksigen
28
c. Pemberian Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada usia kehamilan 24-34 minggu
untuk menurunkan risiko RDS dan mortalitas janin serta neonatal.
Betametason merupakan obat terpilih, diberikan secara injeksi
intramuskuler dengan dosis 12 mg dan diulangi 24 jam kemudian. Efek
optimal dapat dicapai dalam 1- 7 hari pemberian, setelah 7 hari efeknya
masih meningkat. Selain betametason, dapat diberikan deksametason
dengan dosis 4-6 mg iv per hari selama 2 hari.24 Rekomendasi untuk
antenatal steroid adalah Wanita yang beresiko belih tinggi terhadap
kehamilan premature (terutama dalam 7 hari ke depan) adalah kandidat
untuk terapi steroid antenatal.
Kapan terapi steroid harus diberikan :
- Batas usia kehamilan bawah 24 minggu
- Batas usia kehamilan atas 34 minggu
Indikasi sebelum CS < 37 minggu Indikasi pemberian kortikosteroid :24
- PPROM
- Inpartu
- Trombosit < 100.000
- IUGR
- Oligohidramnion berat (AFI < 5)
- Reversed end-diastolic flow pada pemeriksaan doppler
- Onset baru disfungsi renal/peningkatan disfungsi renal
2.2.6 Komplikasi
Hipertensi gestasional dan preklampsia/eklampsia berhubungan dengan
risiko hipertensi dan penyakit kardiovaskular pada masa yang akan datang.
Komplikasi dibawah ini yang biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan
eklampsia :
- Solusio plasenta
- Edema Serebral
- Perdarahan Serebral
- Kelainan mata
- Edema paru-paru
29
- Nekrosis hati
- Sindroma HELLP yaitu hemolysis, elevated liver enzymes and low
platelets
- Kelainan ginjal
- Eklampsia
2.3 Eklampsia
2.3.1 Definisi
30
2.3.3 Klinis Eklampsia
31
kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan
kematian. Frekuensi pernapasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan
dapat mencapai 50 kali per menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia dampai
asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat ditemukan
sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabla hal tersebut
terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf pusat. Proteinuria
hampir selalu didapatkan, produksi urin berkurang, bahkan kadang – kadang sampai
anuria dan pada umumnya terdapat hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output
akan meningkat dan ini merupakan tanda awal perbaikan kondisi penderita.
Proteinuria dan edema menghilang dalam waktu beberapa hari sampai dua minggu
setelah persalinan apabila keadaan hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini
merupakan akibat penyakit vaskuler kronis. 5,8
Insiden eklampsia bervariasi antara 0,2% - 0,5% dari seluruh persalinan dan
lebih banyak ditemukan di negara berkembang (0,3%-0,7%) dibandingkan negara
maju (0,05%-0,1%). Insiden yang bervariasi dipengaruhi antara lain oleh paritas,
gravida, obesitas, ras, etnis, geografi, faktor genetik dan faktor lingkungan yang
merupakan faktor risikonya. Eklampsia termasuk dari tiga besar penyebab kematian
ibu di Indonesia. Menurut laporan KIA Provinsi tahun2011, jumlah kematian ibu yang
dilaporkan sebanyak 5.118 jiwa. Penyebab kematian ibu terbanyak masih didominasi
Perdarahan (32%), disusul hipertensi dalam kehamilan (25%), infeksi (5%), partus
lama (5%) dan abortus (1%). Penyebab lain –lain (32%) cukup besar, termasuk di
dalamnya penyebab penyakit non obstetrik.8,9
2.3.5 Komplikasi
a. Komplikasi Ibu
1) Paru
Edema paru adalah tanda prognostik yang buruk yang menyertai eklampsia.
Faktor penyebab atau sumber terjadinya edema adalah : (1) pneumonitis aspirasi
setelah inhalasi isi lambung jika terjadi muntah pada saat kejang; (2) kegagalan fungsi
jantung yang mungkin sebagai akibat hipertensi akibat berat dan pemberian cairan
intravena yang berlebihan.8
32
2) Otak
3) Mata
Kebuataan dapat terjadi setelah kejang atau dapat terjadi spontan bersama
dengan preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan, yaitu :
4) Psikosis
Eklampsia dapat diikuti keadaan psikosis dan mengamuk, tapi keadaan ini
jarang terjadi. Biasanya berlangsung selama beberapa hari sampai dua minggu, tetapi
prognosis untuk kembali normal umumnya baik, selama tidak ada kelainan mental
sebelumnya.30
5) Sistem hematologi
6) Ginjal
33
7) Hepar
8) Uterus
9) Kardiovaskuler
b. Komplikasi Perinatal
Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus sehingga tonus otot
uterus meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan vasospasme arterioli pada
myometrium makin terjepit. Aliran darah menuju retroplasenter makin berkurang
sehingga dampaknya pada drnyut jantung janin seperti terjadi takikardi, kompensasi
takikardi dan selanjutnya diikuti bradikardi. Rajasari dkk menyebutkan terjadinya
komplikasi neonatal pada kasus eklampsia seperti asfiksia neonatorum (26%),
prematuritas (17%), aspirasi mekoneum (31%), sepsis (4%), icterus (22%).29
34
juga dapat didiagnosis yang tidak berhubungan dengan keduanya. Pasien hamil dengan
preeklampsia memiliki faktor utama sebagai fenomena sekunder pada pasien dengan
sepsis, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), gagal ginjal, dan penyakit organ
multipel dengan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).28
2.4.2 Epidemiologi
Sindroma HELLP diperkirakan terjadi pada 0,1% - 0,6% dari seluruh kehamilan
dan 4% -12% dari pasien dengan preeklampsia. Sindroma HELLP terjadi antara minggu
27 kehamilan atau segera setelah melahirkan pada 15% -30% dari kasus. Sindroma
HELLP secara signifikan lebih tinggi pada orang kulit putih dan wanita keturunan
Eropa. Sindroma HELLP berdasarkan angka kejadian sampai saat ini masih belum
diketahui secara pasti disebabkan munculnya sindroma HELLP sulit diduga serta
gambaran klinisnya yang mirip dengan gejala penyakit non obstetrik.34
2.4.3 Etiologi
Sindroma HELLP saat ini belum diketahui, meskipun teori seperti yang
dijelaskan dalam patofisiologi telah dipaparkan. Faktor yang berhubungan dengan
timbulnya sindroma HELLP meliputi sebagai berikut:34
- Kehamilan sebelumnya dengan HELLP syndrome (19-25% kemungkinan
kekambuhan pada setiap kehamilan)
- Preeklampsia atau hipertensi yang diinduksi kehamilan
- Wanita di atas usia 25 tahun
36
- Kaukasia
- Multipara (melahirkan dua kali atau lebih)
Tabel 2.4 Perbedaan Faktor Risiko pada Sindroma HELLP dan Preeklampsia35
Sindroma HELLP Preeklampsia
Multipara Nullipara
Usia ibu >25 tahun Usia ibu < 20 tahun atau >40 tahun
Ras kulit putih Riwayat keluarga preeklampsia
Riwayat Obstetri Serupa ANC yang minimal
Diabetes Melitus
Hipertensi Kronik
Kehamilan Multipel
37
2.4.5 Diagnosis
Diagnosis sindroma HELLP secara obyektif lebih berdasarkan hasil
laboratorium, sedangkan manifestasi klinis bersifat subyektif, kecuali jika keadaan
sindroma HELLP semakin berat. Berdasarkan hasil laboratorium dapat ditemukan
anemia hemolisis, disfungsi hepar, dan trombositopeni.30,36,37
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala,
mual, muntah (semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus). Ada tanda dan
gejala preeklampsia.36
Sindroma HELLP ditandai dengan:37
1. Hemolisis
Tanda hemolisis dapat dilihat dari ptekie, ekimosis, hematuria, dan secara
laboratorik adanya Burr cells pada apusan darah tepi
38
Temuan patologis:37
1. Eritrosit
Terjadi kerusakan eritrosit, mengalami fragmentasi dapat dilihat pada darah
tepi
2. Trombosit
a. Umur trombosit normal 8-10 hari, pada preeklampsia umur trombosit
menjadi 5-8 hari
b. Pada sindroma HELLP, umur trombosit semakin memendek, disertai
peningkatan kerusakan trombosit dan agregasi trombosit pada lapisan
sel endotel
c. Kerusakan trombosit akan menghasilkan tromboxane, vasokonstriktor
kuat
3. Gangguan ginjal
39
a. Trombosit ≤100.000/Μl
b. Level AST/ALT ≥70 IU/L
c. Level LDH ≥600 IU/L atau Kadar Bilirubin ≥2mg/dL
2. Sindrom HELLP Parsial :
a. ELLP : Peningkatan level enzim hati, trombositopenia, tanpa hemolisis
2.4.6 Patogenesis
Hepar adalah organ sentral dalam sistem hemostatik karena merupakan
tempat sintesis banyak protein yang terlibat dalam hemostasis. Selain itu, hepar
terlibat dalam pembersihan faktor koagulasi. Oleh karena itu, pasien dengan
kelainan hepar mengalami perubahan dalam sistem hemostatik. Penurunan kadar
plasma protein yang terlibat dalam koagulasi dan fibrinolisis yang disintesis dalam
hepatosit sering terjadi kelainan ini. Meskipun umumnya diasumsikan bahwa
penurunan sintesis di hepar secara langsung bertanggung jawab atas penurunan
kadar ini, koagulopati konsumtif yang berasal dari sistemik atau intrahepatik juga
dapat berkontribusi. Selain itu, trombositopenia sering terjadi dan mungkin terkait
dengan penurunan sintesis trombopoietin, penurunan paruh trombosit, dan
splenomegali.32
40
penurunan pro dan antikoagulan, dan kadar fibrinogen yang rendah dikompensasi
oleh perubahan protrombotik pada struktur fibrin. Hal ini sudah dibuktikan oleh
beberapa penelitian, kehamilan dengan komplikasi preeklampsia dan HELLP
mengalami peningkatan von Willerbrand Factor (vWF). Faktor ini disintesis oleh
megakariosit dan sel endotel sebagai pre-pro-peptida. Fungsi utama dari vWF
adalah untuk mediasi adhesi dan agregasi trombosit, dengan membentuk hubungan
antar matrik subendotel yang terpapar dan komplek trombosit dengan reseptor Gp
Ib-IX-V. Pada kondisi fisiologis, vWF tidak dapat berinteraksi secara spontan
dengan trombosit. Untuk terjadinya interaksi, diperlukan konversi penyesuaian
domain vWF A1 menjadi ikatan GpIba. Penyesuaian ini dapat diinduksi dengan
mengikat vWF ke kolagen yang terpapar.32
41
dalam regulasi fibrinolisis, dan ekpresinya terkait dengan kecenderungan
terbentuknya trombotik.38
2.4.7 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulis
preeklampsia penatalaksanaan preeklampsia antara lain:39
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin
terhambatm hipoksia, sampai kematian janin)
4. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin
setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa riisko janin atau ibu akan
lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama
Pasien sindroma HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan tersier dan pada
penanganan awal harusditerapi sama seperti pasien preeklampsia. Prioritaspertama
adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan
42
darah.37
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti hemolisis dengan adanya
kerusakan sel eritrosit, antara lain burr cell, helmet cell. Hemolisis ini
mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH).
Disfungsi hepar di refleksikan dari peningkatan enzim hepar yaitu Aspartate
transaminase (AST/SGOT), Alanin transaminase (ALT/SGPT), dan juga
peningkatan LDH. Semakin lanjut proses kerusakan yang terjadi, terdapat
gangguan koagulasi dan hemostasis darah dengan ketidaknormalan protrombin
time, partial tromboplastin time, fibrinogen, bila keadaan semakin parah dimana
trombosit sampai dibawah 50.000/mm3 biasanya akan didapatkan hasil degradasi
fibrin dan aktivasi antitrombin III yang mengarah terjadinya Disseminated
Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada sindrome HELLP 4-
38%.39
Terminasi kehamilan:
Cara persalinan :
− Jika ibu tidak sedang dalam proses bersalin, periksa serviks. Jika serviks
dalam kondisi yang matang untuk induksi, mulailah proses persalinan.
− Jika pasien sedang dalam proses bersalin dan terdapat kemajuan yang
memadai ditinjau dari partograph dan tidak terdapat komplikasi janin atau
ibu, lanjutkan percobaan persalinan pervaginam dan pemantauan janin/ibu
yang ketat.
− Jika terdapat indikasi obstetric untuk pesalinan dengan cara sesar, lakukan
prosedur sejak awal.
43
Terapi Medikamentosa
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan
melakukan monitoring kadar trombosit tiap 12 jam. Bila trombosit <50.000/mm3
atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen.41
44
- Platelet >50x109/L : pertimbangan penggunanaan kortikosteroid untuk
meningkatkan fungsi hematologi dan biokimia.
2.4.8 Komplikasi
45
5. Aktivitas anti-trombin III < 80 %
2.4.9 Prognosis
Kematian ibu bersalin pada sindroma HELLP cukup tinggi yaitu 24%.
Penyebab kematian dapat berupa kegagalan kardiopulmonar, gangguan
pembekuan darah, perdarahan otak, rupture hepar, dan kegagalan organ multiple.
Nyaris tidak diragukan lagi bahwa perempuan yang mengalami preeclampsia
dengan komplikasi sindroma HELLP memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan mereka yang tidak mengalami komplikasi ini.37
Tidak ada pemeriksaan tunggal dengan sensitifitas dan spesifisitas yang baik
untuk mendiagnosis DIC. Terdapat sistem skoring, dengan kombinasi beberapa
pemeriksaan yang dapat membantu dalam mengevaluasi pasien. Terdapat 2 sistem
skoring yang digunakan, International Society of Thrombosis and Hemostasis
(ISTH) dan sistem skoring yang diusulkan oleh Japan Ministry of Health and
Welfare. Sistem skoring ISTH dilakukan dengan pemeriksaan PT, jumlah
trombosit, FDP, dan fibrinogen. Nilai skor ≥5 mengindikasikan kelainan DIC, dan
diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan ulang dalam 12 jam, sedangkan skor ≤5
tidak mengindikasikan kelainan DIC.44
46
Tabel 2.5 Klasifikasi ISTH untuk memprediksi DIC45
Variabel Nilai Rentang Poin
PT/INR PT normal 0
PT memanjang 3-6 detik 1
PT memanjang ≥ 6 detik 2
Jumlah Trombosit >100/nL 0
50-100/nL 1
<50/nL 2
D-Dimer Normal 0
Meningkat minimal 2
Sangat meningkat 3
Fibrinogen >1g/L 0
<1g/L 1
47
Gambar 2.9 Perbandingan antara endotel normal dan trofoblas plasenta.43
48
merupakan komponen penting dari ketidakseimbangan antara sistem koagulasi
dan antikoagulasi. Pada DIC, sistem fibrinolitik sebagian besar ditekan pada saat
aktivasi koagulasi maksimal. Penghambatan fibrinolisis ini disebabkan oleh
peningkatan berkelanjutan dalam konsentrasi plasma Plasminogen activator
inhibitor (PAI-1), yang merupakan penghambat utama sistem fibrinolitik.43
Pemeriksaan diagnosis yang dapat dilakukan pada pasien DIC adalah jumlah
trombosit, PT, aPTT, TT, fibrinogen plasma, dan beberapa pemeriksaan spesifik.
Jumlah trombosit pada DIC adalah <100000/uL. Sedangkan PT dan aPTT
didapatkan memanjang 1.5 kali lipat dibandingkan rata-rata kontrol. Pemeriksaan
TT juga didapatkan memanjang. Fibrinogen plasma didapatkan <150mg/dl.
Pemeriksaan spesifik lainnya didapatkan peningkatan Prothrombin fragment 1+2,
fibrinopeptide A, complex trombin-antitrombin, soluble fibrin monomer, FDP, D-
dimer, plasmin, dan komplex plasmin-antiplasmin. Sedangkan untuk
antithrombin III mengalami penurunan.44
49
BAB III
KESIMPULAN
50
DAFTAR PUSTAKA
53
Coagulation in Obstetrics: A Tertiary Centre Population Review (1980 to 2009).
J Obstet Gynaecol Canada. 2012;34(4):341-347.
54
55
c.
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96